Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT VIRDA

teng tong..1/1 anggota 6sahabat sudah mulai apdet ini.. makasi apdetnya ya neng..
Sami2 om, semoga terhibur...
Hehehe... untunglah dibantu sama si om..

Gaya si om nicefor agak "tebel" di pov anta itu..
Penggambaran detail suatu tempat khas banget punya dia..
Yup om bener, temen duetnya kan ganti :D
Semoga terhibur yah om, sehat selalu...
 
Nganu... keknya sepeda dihilangkan saja :Peace:
Memang rumit cinta segitiga Virda ya sampai tim penulis bongkar pasang :pandapeace:
Mungkin sepedanya ada diatas mobil om..:lol:

Kidding... Maacih yah om akan eneng perbaiki :ampun:
Alhamdulilah sudah update
Mksih neng cantik updatenya;)
Alhamdulillah ada yg bantuin om, masama om ganteng hehe..
 
iya thx updatenya neng, ntar di baca lagi sibuk sekali belakangan ini, waktu online pun ngintip ngintip doang:mindik::mindik:,
Masama papa koko, jd kangen koh apheng deh :lol:
Jadi gimana nih?
Gimana apanya om?
Up selanjutnya insya Allah akan lancar, maacih udah mampir om.. :ampun:
 
He he he ... Om @disast mah selalu begitu ... Ane cuma merangkai kata2 nya saja kok ... Ide tetep punya Neng @gadissoyu ...
Maaf kemaren gak join ... Bukan kerena update tetapi ada acara keluarga ...
Salam sejahtera dan sehat selalu ...

Sante saja kang wa juga meski bukan TS sempetin ikut dateng krn ada sdkt kerjaan juga... lain waktu bisa disturbo lagi. Mudah2an bisa ngopi ganteng dgn yg lain juga...dan thanks ya
 
Deket cipok nih :ngupil:

Maacih kang udah mampir, eneng tunggu release trit terbarunya :ampun:

Maacih udah mampir om, maaf kalo telat update...:ampun:
Semoga terhibur...

Maacih yah om, sukses terus di RL...
Mo dund di cipok ama cewe cantik. Hehehe.:D

Trit apaan teh? Aku mah gak bisa bikin trit. Lebih suka baca sambil nagih updatean aja.:pandapeace:
 
PART 8



POV ANTA

Aku menguakkan daun jendela keluar dan mempersilakan angin pagi menyongsong masuk dengan leluasa. Terasa sekali udara segar di luar sana sebagai angin sejuk yang menggantikan pengap hati yang lupa pada jalan cinta. Aku berdiri sejenak sambil merasakan gelitik udara pagi di pembuluh darahku, mengendurkan otot-ototku, membelai sarafku yang tegang hingga berangsur tenang.

“Ya ampun Anta ... Belum siap-siap?” Aku terhenyak saat mendengar suara ibu yang berasal dari belakangku.

“Eh ... Ya, Mah ... Sebentar aku mandi dulu.” Kataku sambil beranjak menghindari omelan ibuku lebih lanjut.

Aku segera masuk ke kamar mandi. Melakukan ritual pagiku. Setelah segar, aku memakai baju terbaikku. Setelahnya, segera keluar kamar dan menuju ruang makan. Di meja makan sudah tersedia berbagai macam makanan. Kami pun sarapan tidak ada yang bersuara hanya suara sendok dan garpu lah yang menjadi pemecah keheningan. Selesai sarapan aku dan ayah segera berangkat menuju perusahaan relasi ayahku.

“Pah ... Siapa pemilik perusahaan tempat aku bekerja nanti?” Aku bertanya pada ayah. Aku berinisiatif untuk mengakhiri kesunyian yang sejak tadi melingkupi suasana kami.

“Namanya Baratama Haryanto. Dia sahabat papah sejak kecil. Tetapi sudah lama papah tidak bertemu sama dia.” Jelas ayahku dingin dan datar.

“Apakah aku akan langsung diterima?” Tanyaku lagi.

“Papah sudah bicara sama dia. Kamu akan langsung ditempatkan di perusahaannya. Tenang saja.” Kata ayah sangat optimis.

Aku terdiam sejenak lalu tersenyum. Aku merasa sudah saatnya aku mencari kehidupanku sendiri. Tentu saja, aku harus memikirkan masa depanku. Sehingga kini, yang bisa kulakukan adalah bekerja dan berusaha semaksimal mungkin. Ya, tidak sepantasnya aku menggantungkan hidup pada orang tua terus menerus. Aku harus mandiri. Fase kehidupan akan memberikan pilihan untukku. Jika aku mandiri akan jauh lebih mudah untuk membuat keputusan hidupku sendiri.

Akhirnya kami sampai di perusahaan relasi ayahku tersebut. Tanpa ragu ayah melangkah ke ruangan kerja sang pemilik perusahaan diantar oleh seorang security diikuti olehku di belakangnya. Setelah berada di tingkat paling atas gedung perusahaan, kulihat sebuah pintu besar berukiran indah sebagai akses masuk ke ruangan pemilik perusahaan. Seorang sekretaris cantik mempersilahkan kami memasuki ruangan di balik pintu besar itu yang kini seudah terbuka lebar.

“Aziz .... Sahabatku ....” Ayahku disambut oleh pria setengah baya yang bernampilan sangat rapi dan perlente, kemeja tangan panjang, celana bahan dan sepatu hitam mengkilat.

“Bara ... Senang bertemu denganmu.” Jawab ayahku sambil menyambut pelukan sahabatnya itu.

“Ini anakmu?” Tanya sang pemilik perusahaan pada ayah sambil tersenyum padaku.

“Ya ... Ini anakku.” Jawab ayah seraya memberikan kode padaku.

“Santanu Braja Angga Perdana ... Anta panggilan saya, Pak.” Aku langsung memperkenalkan diri pada sang pemilik perusahaan.

“Ya ... ya ... Saya sering mendengar namamu, Nak ... Ayahmu sering bercerita tentang dirimu.” Sahut Pak Baratama Haryanto.

Kami duduk di sofa berhadap-hadapan dengan nyaman, dan tak lama kemudian ayahku menceritakan kembali maksud kedatangan kami ke perusahaan ini. Pria tua di hadapanku manggut-manggut sambil menyunggingkan bibirnya tanda mengerti uraian kata-kata yang keluar dari mulut ayahku. Aku pun menyodorkan berkas-berkas akademisku beserta surat-surat lain sebagai syarat melamar pekerjaan pada umumnya. Pak Baratama Haryanto memeriksa semua berkas yang kuberikan, terlihat keningnya sedikit mengkerut. Nampaknya ia sedang berpikir.

“Tunggu sebentar ...!” Kata Pak Baratama Haryanto.

Pria pemilik perusahaan ini kemudian keluar dari ruangan dan beberapa saat kemudian beliau masuk kembali dan duduk di tempatnya semula.

“Mulai hari ini, kamu sah menjadi pegawai perusahaan ini. Saya berharap, kamu dapat memberikan yang terbaik bagi perusahaan ini.” Kata-kata Pak Baratama Haryanto begitu bijak. Itu yang aku suka darinya.

“Ya, Pak ... Semoga, saya bisa bekerja dengan baik di perusahaan Bapak.” Jawabku santun.

Beberapa wejangan pun aku dapatkan. Aku pun terkesima melihat perjuangan dan kepemimpinan beliau. Membangun mulai dari nol hingga memiliki pekerja militan yang bersama-sama membangun perusahaan miliknya. Pria pemilik perusahaan ini tak hanya sekedar menjadi perintis maupun pemimpin, namun orang hebat ini telah berhasil memberikan pelajaran kepada orang di sekitarnya untuk tak pernah berhenti berjuang selama itu merupakan hal yang benar.

“Ya, Pak ... Bapak memanggil .....!!!” Tiba-tiba seorang wanita cantik memasuki ruangan kami. Rasanya dia tidak selesai berbicara. Tiba-tiba mata kami saling beradu, pandangannya tak dapat kuartikan sesuatu yang sangat sulit diterka.

“Sini Virda ... Perkenalkan ... Ini Anta ... Anta sekarang menjadi pegawai perusahaan ini dan dia saya tempatkan di departemen kamu ... Tolong kamu bimbing ya ...” Jelas Pak Baratama Haryanto pada wanita itu.

“Ya, Pak ...!” Jawabnya lirih sambil menundukan wajahnya.

Sebenarnya aku pun terkejut dengan semua ini. Aku tak pernah menyangka kalau Virda bekerja di perusahaan ini. Namun, aku kuatkan hati agar tidak tergelak dan tersenyum pada wanita ini. Virda hanya melirik sekilas saja seolah tak punya minat padaku.

“Ya, sudah ... Ajak Anta ke kantormu!” Perintah Pak Baratama Haryanto pada Virda. Virda mengangguk pelan dan memandangku lekat.

Beberapa saat kemudian aku melangkah ke arah Virda dan mengajaknya meninggalkan ruangan ini. Bahasa tubuhku dimengertinya dan langsung saja kami berjalan beriringan keluar dari ruang kerja pemilik perusahaan. Hening lah yang menemani kami berjalan menuju kantor Virda. Mendadak lidahku terasa kelu, serupa anak berumur tiga bulan yang belum tahu bagaimana caranya bicara.

“Anta ... Kenapa lu ke sini?” Tiba-tiba terdengar lirihan Virda seolah menyayangkan kehadiranku di sini.

“Gue juga gak tau, Vir ...” Aku bingung harus menjawab apa. Dan apa maksud Virda mempertanyakan semua ini.

Suasana kembali hening, tetapi yang kurasakan ada kegusaran yang mungkin agak berlebihan dari Virda. Aku juga merasakan yang sama seperti yang dia rasakan yakni perasaan tak menentu dan kecanggungan melanda. Sepertinya aku sudah tidak mengenalinya lagi. Aku dan Virda seperti orang asing yang tidak saling mengenal.

“Lu, beneran mau bekerja di sini?” Tanya Virda sedikit tak percaya setelah kami berada di ruangan kerjanya.

“Iya ... Gue mohon jangan usir gue. Gue bosan nganggur. Gue ingin kerja.” Ucapku memohon.

“Itu terserah lu. Gue gak perduli. Kalau lu mau bekerja di sini, lu harus mempunyai potensi tinggi. Gue gak akan segan-segan menolak lu kalau diri lu gak memenuhi itu.” Ucapnya tegas. Jadi dia menghinaku? Dia pikir aku bodoh sekali? Liat saja nanti.

“Baiklah.” Ucapku yakin. Dan kali ini aku menatap matanya.

“Yakin sekali diri lu bisa sanggup bekerja di sini.” Sindirnya.

“Sangat! Gue sangat yakin.” Ucapku tegas.

“Terserah ... Lu akan di-training selama tiga bulan, jika dalam waktu tiga bulan lu tidak becus bekerja. Lu akan gue keluarkan." Ucapnya dingin.

“Training?” Tanyaku ragu.

“Memangnya kenapa? Setiap orang yang bekerja pasti akan tranning terlebih dahulu. Perusahaan ini tidak terima belas kasihan.” Ucapnya masih datar.

“Baiklah. Mulai kapan aku akan bekerja?” Tanyaku sedikit ketus.

“Besok.” Ucapnya dingin sambil membaca dokumen.

“Oh ... baiklah. Terimakasih.” Kataku sambil berbalik untuk melangkah pergi dari ruangannya.

Positif, aku sekarang tidak mengenalnya lagi. Kecantikan karena senyum dan sikap baik hatinya kurasa telah mati, yang kulihat dia begitu dingin sedingin es di kutub selatan. Dalam matanya tidak ada lagi kehangatan, dia bahkan tidak memiliki lagi senyum di bibirnya. Aku merindukan dia yang dulu, yang mencariku saat aku bahkan sudah memberinya kabar. Tetapi itu dulu, sekarang Virda berubah tidak seperti yang aku duga, sangat berbeda. Akhirnya, aku menerka-nerka apa salahku padanya.

###


POV VIRDA

Aku hanya bisa melihat kepergiannya setelah pembicaraan tadi, sejujurnya aku sangat tidak tega memperlakukannya demikian. Tetapi ini harus kulakukan untuk kebaikan kami berdua. “Maafkan gue ... Maafkan gue Anta ...” batinku dalam hati. Kulakukan semua ini karena aku sudah memilih. Dan tolong, jangan salahkan waktu karena aku memilih untuk mundur dan mengambil jalanku sendiri. Aku tidak ingin merasakan kembali sakit hati yang teramat dalam seperti yang pernah aku alami.

“Virda ... Dia ... Itu cowok ... Vir ....!” Tiba-tiba Naya masuk dan dengan hebohnya menyebut laki-laki yang baru saja keluar dari ruanganku.

“Ih ... Kenapa sih kamu?” Protesku melihat tingkahnya.

“Vir ... Kenalin dong sama aku!” Ucap Naya sambil menggoyang-goyangkan tanganku.

“Hhhhmm ... Kamu suka sama dia?” Tanyaku lirih.

“Sangat ... Duh, Vir ... Aku cinta dia.” Tanpa malu Naya mengungkapkan perasaannya pada Anta.

“Dia cowok aneh, Nay ...’ Aku coba memperingati Naya tentang Anta.

“Ahk ... Aku suka cowok aneh ... Ayolah Vir ...” Ucapan dan rajukan Naya membuatku ingin tertawa.

Akhirnya aku menceritakan keberadaan Anta di perusahaan ini pada Naya, dan aku perintahkan agar Naya membimbing Anta selama masa training-nya di perusahaan ini. Tentu saja Naya sangat menyambutnya dengan senang hati. Naya tersenyum lepas dan gurat-gurat kelelahan seakan menghilang dan berganti gurat-gurat kebahagiaan. Namun, berkali-kali aku memperingatkan Naya kalau Anta adalah cowok yang sulit ditebak agar Naya tidak mengalami sakit sebagaimana yang pernah kualami.

Aku lanjutkan aktivitasku dengan meneliti seluruh dokumen yang bertumpuk di meja kerja. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, suara dentum jam dinding mengingatkanku untuk segera menyudahi pekerjaan. Seusai mematikan komputer, aku merapikan berkas-berkas milikku di meja. Dan tanpa kusadari, sepasang mata memandang ke arahku sambil tersenyum.

“Hai, Nick ...!” Pekikku terkejut dengan kedatangannya.

“Segitu sibuknya ... Sampai-sampai gak sadar kalau ada orang yang datang.” Kata pria tampan itu sambil mendekat.

“Maaf ... Aku terlalu bersemangat.” Lirihku sambil mengulum senyum.

“Biarkan saja berkas itu di sana ... Ayo, kita keluar sekarang!” Ucapnya sambil mengambil tanganku.

“Mau kemana?” Tanyaku.

“Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat.” Sahutnya. Nick memajukan mukanya hingga sejajar dengannya. Tanpa diduga Nick menciumku dalam dan tanpa paksaan hanya bibir ditempelkan.

“Hhhhmm ... Nick!” Ucapku setelah bibirku terlepas dari bibirnya.

“Aku mencintaimu sangat. I love you dan terima kasih sudah mau menerimaku.” Ujar Nick. Aku mengangguk dan memeluk Nick dengan erat. Aku dan Nick menikmati kebersamaan dengan saling memeluk. Aku mengusap dada bidang Nick dengan lembut dan gerakan sensual.

“Aku juga, sayang ...!” Lirihku. Tanganku naik ke atas dan mengusap leher Nick dengan satu jari mengukir sebuah bentuk.

“Kamu mulai berani ya sayang?” Nick mencolek daguku.

“Aku bukan lagi Virda yang pemalu.” Sahutku dan Nick mengecup bibirku.

“Aku semakin cinta padamu sayang.” Ucap Nick sedikit mendesah.

“Hemmm.” Balasku.

Kami pun pergi meninggalkan kantor dan menuju mobil Nick yang sudah terparkir di depan gedung perusahaan. Saat di jalan, Nick mengendarai mobilnya dengan kecepatan ringan karena di depan sangat macet. Hampir satu jam terjebak kemacetan, akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Nick memarkirkan mobil sportnya, di sebuah restoran yang sangat mewah. Aku pun sempat terpana dengan kemewahan dan keindahan dari restoran itu, yang menurutku restoran itu bergaya Eropa.

Nick mengajakku untuk duduk di meja yang sudah dipesan sebelumnya. Alunan musik dari piano dan biola membuat suasana di tempat ini semakin menenangkan. Aku sapu pandanganku ke sekeliling tempat ini, ternyata restoran ini sebagian pengunjungnyadari kalangan atas. Bahkan ada pula selebriti dan orang terkenal terlihat tengah menikmati makanan mereka. Dari sekian selebriti dan orang terkenal yang berada di restoran ini, pandanganku tertarik pada sebuah meja yang diduduki oleh keluarga konglomerat ternama di negeriku.

“Sayang ... Coba lihat!” Kataku sambil menunjuk ke sebuah meja. Nick pun langsung menoleh ke arah meja itu.

“Oh ... Kenapa gitu?” Tanya Nick sembari mengalihkan pandangannya padaku.

“Aku mengidolakannya ... Hi ... hi ... hi ...” Kataku sambil tertawa lirih.

“Berarti kamu rela dong dipoligami?” Seloroh Nick yang membuat mataku seketika terbuka sempurna memandang wajahnya.

“Berarti kamu ada niat ya berpoligami?” Tanyaku kesal.

“Eh nggak ... nggak ada ...!” Jawab Nick yang terlihat gugup.

“Sebel ...!” Aku pasang wajah kesalku.

“Bukan begitu, sayang ... Kamu tau kan kalau Pak Sayid Usman istrinya empat?” Tanya Nick sambil tersenyum dan mengalihkan pandangannya lagi pada konglomerat itu yang terkenal akan ketampanannya.

“Ya ... Tapi bukan itu maksudku!” Tetap aku pasang muka kesalku.

“He he he ... Aku janji ... Aku akan setia padamu saja ... Rasanya aku gak bisa seperti dia.” Ucap Nick sambil mengambil tanganku dan menciumnya.

Aku menunduk dengan pipi yang terasa memanas. Aku berharap, ucapan Nick barusan menjadi kenyataan. Hanya akulah yang dicintainya dan aku pun tak akan ragu memberikan cintaku padanya. Cintaku tidak memerlukan identitas, tidak memerlukan siapa orang yang pantas, selama cinta berarti berbuat kebaikan, maka cintaku akan kuberikan.

“Selamat datang Mr. Nick.” Tiba-tiba pria paruh baya menghampiri meja kami dan menyapa Nick. Pria itu menunduk hormat pada Nick. Kini aku menyimpulkan sesuatu di otakku. Bahwa restoran mewah ini adalah milik Nick. Aku berdecak kagum dalam hati.

“Pak Bagus ... Aku ingin masakan terbaik dari koki terbaik juga.” Ucap Nick.

“Baik tuan ... Apakah Anda membutuhkan sesuatu lagi?” Tanya sang manajer restoran.

“Tidak.” Jawab Nick singkat.

“Baiklah tuan ... Kalau begitu saya meminta izin untuk segera menyiapkan makanan untuk tuan.” Kata sang manajer dan Nick pun hanya mengangguk.

Suasana di restoran ini begitu tenang walaupun banyak dikunjungi oleh orang-orang terkenal. Lalu kami mulai ngobrol sana-sini. Dan tidak terasa, akhirnya makanan pun telah dihidangkan di meja kami, aroma makanan itu sungguh menggugah selera. Di meja kami sudah tersusun dengan rapi dari mulai makanan berat hingga dessert, semua itu dihidangkan secara mewah. Aku akui makanan khas Eropa itu mampu memanjakan lidahku. Sebenarnya, aku sering mencicipi makanan khas dari Eropa seperti ini, tetapi tidak pernah seenak ini.

“Ini sangat enak.” Kataku. Sementara itu Nick hanya terkekeh saat melihatku yang lahap memakan hidangan makan malam kami.

Setelah selesai makan malam, aku diantar Nick pulang ke rumah. Sayangnya, Nick tidak mau kuajak masuk ke rumah dengan alasan harus segera pulang karena orangtuanya telah menelepon berkali-kali. Setelah kendaraan Nick sudah tidak tampak lagi, aku segera memasuki halaman rumah dan ternyata mobilku sudah terparkir di sana. Nick memang sangat mengetahui apa yang aku inginkan, berbeda jauh dengan Anta yang sangat tidak peka.

Ayah dan ibu menyambutku dengan ramah. Aku ceritakan pengalamanku hari ini bersama Nick pada mereka, terpancar kebahagiaan pada wajah kedua orangtuaku. Ya, mandi sambil mendengarkan lagu adalah kebiasaanku setelah pulang kantor. Selesai mandi dan berpakaian, aku pun beristirahat karena aku capek sekali kali hari ini. Tak membutuhkan waktu lama, mataku terpejam rapat. Aku menikmati tidurku yang sangat nyenyak, entah apa mungkin Tuhan sedang berbaik hati padaku karana telah memberiku mimpi yang sangat indah sampai aku terlelap oleh mimpi tersebut.

###

Beberapa hari ini, aku bersikap sangat biasa pada Anta di kantor. Aku bersikap normal layaknya atasan dan bawahan. Kuperhatikan dia dari jauh. Hanya Naya yang selalu berada di sampingnya. Dalam keadaan seperti itu, aku halau semua kenangan yang ada di hatiku saat bersamanya. Bagaimana pun hatiku masih tertinggal pada dia. Anta memang pernah bersemayam di relung hatiku yang terdalam.

Aku akui, Anta itu pintar dan kreatif, semua hasil kerjanya sangat memuaskan, bahkan lebih baik daripada bawahanku yang lain. Semakin hari, kulihat kedekatan Anta dan Naya semakin kentara. Pernah sekali kulihat, Naya mencium pipi Anta dan dia seperti menikmatinya. Aku berharap, Anta tidak memperlakukan Naya seperti dia memperlakukan aku dulu. Aku berharap, Anta dapat menerima Naya sebagai pendampingnya.

“Virda ......!!!” Seperti kebiasaan Naya yang tidak pernah berubah, dia langsung memasuki ruangan kerjaku tanpa mengetuk dan langsung berteriak.

“.......” Aku hanya memandang wajahnya yang kelihatan sangat gembira.

“Virda ... Aku jadian sama Anta .... Muuaaacchh ...!” Naya berkata sambil mencium pipiku.

“Oh ... Serius?” Tanyaku terkejut mendengar penyataan Naya.

“Emang mukaku kelihatan sedang berbohong?” Canda Naya sambil memelukku dari belakang.

“Gimana ... Gimana ... Ceritain dong?” Pintaku sedikit antusias.

“Aku tembak aja duluan ... Habisnya dia gak peka ... Eh, dia nerimaku ...” Sahut Naya dengan nada yang sangat bahagia.

“Oh ... Gitu ...” Responku. Ada sedikit rasa sesak di dada setelah mendengar ucapan Naya.

Naya kemudian menceritakan pengalamannya menyatakan cinta pada laki-laki itu. Naya menyatakan cintanya pada Anta di sebuah kafe di bilangan pusat kota. Sebenarnya aku sangat heran, kenapa Anta secepat itu menerima cinta Naya. Padahal yang aku tahu, kalau Anta sangat sulit mencintai seorang wanita. Tetapi sudahlah, mungkin itu semua adalah jalan yang telah digariskan semesta. Aku hanya bisa turut berbahagia dengan apa yang dialami kedua sahabatku itu.

“Besok, aku sama Anta akan menghadiri pesta ulang tahun perusahaan sebagai sepasang kekasih ... Hi hi hi ...” Pukas Naya setelah menyelesaikan ceritanya.

“Ya, syukurlah ... Aku turut berbahagia ...” Kataku sambil tersenyum pada Naya.

“Sampai besok ya ... Aku mau pulang sekarang!” Ucap Naya yang menyadarkan aku kalau waktu sudah beranjak sore.

Aku pun pulang mengendarai mobilku. Aku memang bahagia mendengar kalau Anta menerima Naya sebagai kekasihnya. Tetapi sedikit ada perasaan yang mengganjal di hati. “Apakah benar Anta mencintai Naya setulus hatinya?” Itulah pertanyaan yang berkali-kali hinggap di otakku. Namun, lama kelamaan aku merasa bersalah setelah bertanya seperti itu, tidak seharusnya aku meragukan cinta Anta pada Naya.

###

Waktu berganti dengan cepat. Detik berganti menit. Menit berganti jam. Jam berganti hari. Malam ini adalah perayaan ulang tahun perusahaan. Tempat perayaan ulang tahun perusahaanku adalah di hotel berbintang yang cukup ternama di kota tempatku tinggal. Suara pesta yang sangat ramai dan kehangatan di dalam pesta membuat pesta sangat meriah. Banyak teman serta rekan kerja dan kenalan yang hadir dalam pesta itu. Sepertinya mereka menikmati pesta ini dengan cara mereka sendiri.

Tiba-tiba, sang pemilik perusahaan naik ke atas podium dan seketika itu suasana menjadi sepi. Setelah mengecek microphone, Baratama Haryanto berkata.

“Selamat malam semuanya ... Saya di sini hanya ingin memberitahukan kalau mulai sekarang perusahaan ini saya serahkan kepada anak saya, Nickolas Albrecht. Dia akan menggantikan saya menjadi CEO di perusahaan ini.” Ucap Baratama Haryanto lantang.

Seketika itu juga suara tepuk tangan bergema di seluruh penjuru ruangan. Suara tepuk tangan semakin menggema saat Nick menaiki podium menghampiri ayahnya. Episode berikutnya memperlihatkan momen ayah dan anak saling berpelukan dan berbagi pembicaraan yang hangat bersama.

“Selamat malam semuanya ... Hari ini, saya ... Nickolas Albrecht ... Menerima tanggung jawab yang diberikan ayah ... Dan saya berharap, semua yang hadir membantu saya dalam menjalankan perusahaan ini.” Pidato singkat namun bermakna dari Nick membuat riuh tepuk tangan kembali terdengar.

Sejak hari ini, Nick menjadi CEO perusahaan di tempatku bekerja. Bangga dan bahagia sekali rasaku hari ini. Betapa senangnya di hari bahagiaku ini karena telah memiliki dia sebagai kekasih hatiku. Dia bagaikan pangeran yang telah memberikan warna dalam duniaku.

“Virda ...!” Sapa seseorang mengagetkanku yang sedang asik memandang wajah Nick yang sedang melakukan orasinya di atas podium.

“Eh ... An ... Anta ...” Ucapku gugup.
“Selamat ya ... Pacar lu jadi pimpinan perusahaan.” Ucapnya santai sambil tersenyum padaku.

“Eh ... eem ... ya ... ya ... sama ... sama ...” Aku tak bisa menyembunyikan kegugupan ku. Anta sempat tertawa kecil melihatku sebelum akhirnya duduk di depanku.

“Gak perlu gugup gitu, Vir ... Seperti yang baru kenal saja.” Kata Anta dengan gayanya yang khas.

“Lu sih ... Ngagetin gue ...!” Aku coba mengontrol diri.

“Sorry ... Gue gak tau kalau lu sedang ngelamun ... Mikirin gue ya?” Selorohnya.

“Ih ... Pede banget lu ...!” Kubalas candaannya sambil tersenyum.

“Ha ha ha ... Sekarang gue harus hati-hati ngomong ama calon nyonya pemilik perusahaan.” Kata Anta sambil tertawa lebar.

“Gak juga sih ... Lu tetep masih sahabat gue ...” Kataku yang mulai terasa asik berbincang dengan Anta lagi.

Setidaknya malam ini Anta sudah mulai hangat lagi kepadaku. Entah kenapa aku merasa aneh dengannya. Sikap Anta seperti ini membuatku merasa lega. Perasaan khawatirku sirna saat Anta bersikap sangat biasa padaku. Mungkin aku terlalu khawatir, saking khawatirnya diriku menjadi sangat bodoh. Masa kegundahanku telah sirna menjadi senyum yang diiringi hela napas dan elusan dada tanda perasaanku sudah lega. Persahabatanku sangat sederhana, tentang loyalitas dan tentang kepercayaan.

“Mana Naya?” Tanyaku setelah ngobrol panjang dengan Anta.

“Dia seksi sibuk ... Ngurus pesta ini ... He he he ...” Jawab Anta santai seperti biasanya.

“Anta ... Boleh gue nanya sesuatu?” Kataku sedikit ragu.

“Tanya aja ...” Sahutnya sembari melirik sekilas padaku.

“Lu bener kan mencintai Naya?” Tanyaku.

“He eh ...” Jawabnya terkesan main-main.

“Anta ... Jawab yang serius!” Kataku menaikan intonasi suaraku.

“Ya, serius lah ... Gue sangat mencintai Naya.” Katanya dengan mata yang memandangku sangat tajam.

“Eem ... iya ... Tapi ... Gue mohon, lu jangan mempermainkan hatinya ...” Lirihku.

“Mudah-mudahan gue bisa ...” Kata Anta yang tiba-tiba beranjak dan meninggalkan aku sendirian.

“Anta ...!!!” Panggilku namun yang kupanggil tidak menghiraukan dan pergi begitu saja berbaur dengan peserta pesta yang lain.

Aku bengong melihat kepergian Anta. Aku menggelengkan kepala dengan sikapnya yang tidak berubah sejak dulu. Datang dan pergi sekendak hati tanpa mau memperdulikan hati lawan bicaranya. Tiba-tiba aku tersadar kalau Nick sudah tidak di atas podium. Ternyata aku ngobrol dengan Anta cukup lama. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan mencari keberadaan Nick. Akhirnya aku berjalan mengelilingi ruangan pesta bahkan berkali-kali, tidak juga aku mendapatkan sosok Nick. “Di mana dia?” Tanyaku dalam hati.

Smartphone-ku berdering, membantuku mengalihkan perhatian dari rasa penasaran yang hampir meluap akan keberadaan Nick. Tertera pesan Whatsapp di layar smartphone tanpa identitas. Isi pesan itu adalah, “Laki lu sedang indehoy di kamar 345. Kalau gak percaya, lu bisa cek sendiri.” Hatiku terasa sempit oleh rasa sakit yang diakibatkan oleh pesan ini. Seketika itu juga kurasakan badanku menggigil. Energi dingin menyayat-nyayat perutku, meruyak isi perutku seperti hendak mencabik tubuhku dari dalam.

Tanpa ragu aku langkahkan kakiku menuju kamar 345 di hotel ini. Kulebarkan langkah-langkahku supaya cepat sampai tujuan. Setelah keluar dari lift, aku lihat deretan nomor kamar hotel di depan pintu, dan akhirnya sampai juga aku di depan kamar 345 dan ternyata pintu tersebut tidak tertutup rapat. Belum sempat aku mengetuk, pintu itu terbuka lebar, seorang housekeeping hotel keluar dari dalam kamar hotel tersebut.

Aku pun masuk ke dalam kamar itu yang diikuti tatapan aneh sang housekeeping. DEUUG!!! Hatiku seakan berhenti melihat pemandangan yang sangat menjijikkan bagiku, ketika melihat dua pasangan yang tidak memiliki ikatan sah tidur bersama. Sontak, hatinya hancur berkeping-keping.

“Hai, Virda!!!” Dona menekan selimut demi menutupi sebagian tubuhnya yang tidak berpakaian.

Aku memalingkan wajahku karena merasa muak, tanganku mengepal menahan amarah. Kemudian aku pun melihat ke arah Nick. Laki-laki itu masih tidur dalam keadaan telanjang bulat. Dengan perasaan tidak menentu aku pun lari keluar kamar hotel. Hatiku menjerit, sakit dan perih akan duka yang menyiksa jiwa.

BERSAMBUNG...
 
Bimabet
Makasih updatenya neng Gadis..
Konflik makin dalem ya
Sami2 om, semoga terhibur...
Sehat selalu... :D
Akhirnya update juga si neng...
konflik batin...

Maaf neng disaat Anta ketemu Mamanya disitu saya agak bingung antara Mama atau Ibu...
Yang penting artinya sama om hehe...
Nanti akan diperjelas, maaf ya om...
Semoga terhibur...
Sehat selalu...
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd