Part 45
Menantang Rasi Bintang
by: R.M Distrodiningrat
Menantang rasi bintang
Membalik garis tangan
Menarikan cerita
Menuliskan lagi puisi
Yang mulai kehilangan rimanya
Memotong awan pekat gelap
Melintang tepat di jantungnya
Terburailah darah cahaya
yang lama terhalang gelapnya
Silau berkilauan terangnya
Benderang...
Huaaaaah,
home sweet home. Nggak ada yang lebih enak dibanding kasur sendiri, hehehe.... jerit Star girang sebelum melemparkan tubuh mungilnya ke atas spring bed.
Tepat di hari ke delapan, Star diijinkan pulang dari rumah sakit. Hal yang paling pertama dilakukannya begitu sampai di kamar kost adalah membenamkan wajahnya dalam-dalam dan menghirupi aroma bantalnya yang wangi
cherry. Spreinya baru saja diganti dan deretan bantal dan boneka sudah tertata rapi. Jauh berbeda daripada bangkai kapal Titanic seperti terakhir kali aku memasukinya saat lomba
Summit War tempo hari.
Deretan buku novel sudah kembali ke tempatnya semula setelah sebelumnya berserakan di mana-mana. Lantai ubin sudah disapu dan dipel, bahkan rak-rak yang berisikan
action figure tak lagi menyisakan debu.
Rapi bangeeet, ini kamu yang beresin semuanya? anak itu lebih takjub lagi dengan makan pagi yang kuletakkan di meja kecil di dekat tempat tidurnya.
Fettucini carbonara,
pancake pisang,
asparagus cream soup dengan potongan kepiting
. Belum cukup itu susu coklat hangat sudah tersaji rapi, siap untuk disantap.
Ini juga beneran kamu yang masak semua?
Udah, nggak usah bawel. Makan, gih! jawabku cepat, lalu menuangkan susu kental manis ke atas
pancake pisang selagi masih mengepulkan uap hangat. Dokter bilang kamu nggak boleh telat makan lagi, kan.
Kanjeng Distro yang cuek ternyata perhatian juga, ya... hehehe...
Apaan sih, sambarku, lalu melengos membuang muka.
Bibir Star menyumbang senyum kecil, dan matanya tak bisa lepas memperhatikan wajahku yang mulai berubah warna. Seminggu kamu nemenin aku opname, perlahan-lahan aku bisa ngelihat kamu yang sebenarnya. Empat tahun kita kenal, tapi kayanya banyak hal yang aku enggak tahu dari kamu.
Sebenarnya, eh? jawabku defensif, tapi menusuk tepat ke jantung. Empat tahun kita tidur cuma kepisah tembok, tapi yang aku kenal kayanya cuma permukaan doang.
Mendengarnya, Star langsung tertunduk, tertegun lama. Maaf. Kamu pasti sedih ngelihat aku berubah akhir-akhir ini. Marah-marah karena lomba
Summit War. Kepancing rusuh sama anak-anak LXW...
Aku menghela nafas panjang, mengusap punggung tangan Star yang gemetar. Sampai kapan kita mau ngejalanin ini? Trickst∆r, Kanjeng Distro, forum. Kamu tahu, penulis cerita panas itu bukan profesi beneran. Cepat atau lambat kita harus ninggalin semua ini.
Nggak... tahu... Star terdiam sebentar. Nulis itu udah jadi hidup aku, Jo... Selain forum ini, nama Trickst∆r, Valhalla, pembaca... memang apa lagi yang aku punya?
Me?
Gombal, Star terpaksa tersenyum, dicubitnya pinggangku. Emang kamu mau nemenin aku terus-terusan?
It sounds like proposal to me... aku berkata, sengaja menggoda.
Ich, Jo apaan, sih... Star mengembungkan pipi seperti ikan fugu. Wajah imutnya bersemu seketika. Merajuk manja, dibenamkannya dalam-dalam tubuh mungilnya dalam pelukanku, membiarkan aku mengusap rambutnya.
Aku serius...
Only you and me... bisikku, menempelkan bibirku di keningnya. Lembut dan lama.
Gombal ah, bilang aja ngajakin ML, cubitan Star mendarat kembali. Aku cukup tersenyum. Kukecup bibirnya sekali, dan anak itu segera merespon ciumanku dengan pagutan ringan di bibir disusul lidah yang menguas pelan di atasnya. Tak perlu menunggu lama agar bibir kami saling melumat, dan lidah kami saling berpilin, dan kami berdua tahu, semuanya tak akan berhenti sampai di sini.
= = = = = = = = = = = = =
Masih jam 9 pagi, dan kami memilih memulai hari ini dengan bermesraan di dalam kamarnya. Makan pagi, senyum merekah yang mengawali hari, semua dibingkai indah menjadi sebuah angan-angan muluk bernama pernikahan. Hidup bahagia dalam bahtera rumah tangga, membina keluarga
sakinah, mawadah, warohmah, siapa yang tidak ingin? Namun terkadang semua tak sesederhana datang ke KUA dengan membawa mahar dan wali, dan kali ini kami harus mencukupkan diri bercumbu tanpa embel-embel apapun kecuali cinta.
Ciuman hangat itu tahu-tahu saja berubah membara. Tahu-tahu saja tangan kami kini sibuk saling menggeranyangi daerah-daerah sensitif. Desah nafas terdengar menghembus dan mendengus ketika jari-jemari kami mengusap titik-titik kenikmatan yang bisa membuatmu merintih dan mengerang.
Star mau? bisikku di telinganya, melihat ekspresi Star yang terengah menahan birahi.
Star mengangguk malu-malu, lalu menempelkan keningnya di dadaku dengan wajah bersemu. Dirawat selama hampir seminggu, kurasa cukup untuk menimbun hormon erotis yang bertumpuk-tumpuk di dalam darah. Tanpa sadar, anak itu menggesek-gesekkan selangkangannya di tubuhku. Pipinya yang bundar menyemburat merah karena gairah ingin segera disetubuhi, dibuktikan dengan ciumannya yang ganas menyerbu bibirku diikuti permainan lidah yang tak kalah membara. Apa yang kau harapkan dari dua orang penulis top erotika ketika saling bercinta, selain pelepasan imajinasi yang selama ini hanya terkungkung di dalam bawah sadar.
Bergulingan di atas ranjangnya, kami saling menelanjangi satu sama lain. Tank top tipis bergambar koala yang jatuh pertama, disusul kaus hitamku dan celana pendek warna merah hatinya yang segera tergeletak di lantai. Di antara dengus nafas yang memburu, tangannya bergerak lincah, membuka gesper sabuk dan reitsleiting jins yang kukenakan. Aku membantunya dengan menaikkan pinggulku, agar Star bisa leluasa melolosi jins ketat sekaligus celana dalam warna hitam yang kukenakan.
Star... ohh.... aku melengguh pelan, ciumannya mendarat di perutku, sedikit di bawah pusar hingga area yang merimbun di bawahnya. Mengecup-menjilat, terkadang diselingi gigitan-gigitan kecil di sekitar pusar sembari jari-jemarinya bergerak lincah membelai selangkanganku. Star tersenyum mengundang, nakalnya anak ini.
Enak nggak diginiin? Star bertanya.
Hu-uh... jawabku lemah. Tak mau kehilangan tempo, aku menarik wajah Star ke arahku, mengusap wajahnya yang perlahan naik ke arah leher dan akhirnya terbenam di antara bulir-bulir peluh yang mulai membasah. Tubuh ranumnya yang kini tinggal terbalut celana dalam bergerak aktif, menggesek-gesekkan kemaluannya di pahaku.
Udah pengen banget, yah...
Star menjawabnya dengan anggukan dan wajah yang merah bersemu. Tak mampu menahan gairah yang membakar di wajahnya. Gemas, kuremas pantat ranumnya sehingga memaksanya melengguh sayup. Anak itu menaikkan pinggulnya memudahkan aku untuk menurunkan celana dalamnya. Tungkai-tungkainya bergerak bergiliran, sampai akhirnya penutup terakhirnya dilolosi dari pergelangan kakinya.
Kuciumi sekujur tubuh telanjangnya tanpa terkecuali. Anak itu hanya mampu mengeliat penuh gairah, ditingkahi desahan panjang yang meluncur dari bibirnya ketika lidahku menguas tepat di putingnya. Aku membimbing Star untuk mengambil posisi 69, dalam posisi saling berbaring bersisian. Ciumanku terus turun ke arah perutnya, begitu juga jilatan lidah Star yang kini bergerak membelai pahaku.
Aku merasakan dengusan nafas Star di selangkanganku, juga bibir lembutnya yang tak berhenti mengulum dan menjilat di antaranya. Setiap lumatan dan kuluman, tak ayal menimbulkan percikan-percikan kecil yang menyebar ke seluruh tubuhku. Tanpa bisa ditahan, desahan dan erangan terpaksa keluar dari bibirku yang kini sibuk memberikan pelayanan serupa kepada pasanganku.
Paha Star mengeliat dan melenting, mengikuti gerak lidahku yang menguas di kemaluannya. Mengapit, menjepit kepalaku yang kini terbenam di antara sepasang pahanya. Kuremas gemas pantatnya yang ranum dan lembut, membenamkan wajahku makin dalam, menjilat, mengecup segala apapun yang bisa kukecap dan kuhisap. Lenguhan, erangan, atau entah apapun itu kini tak lagi jelas terdengar, hanya birahi yang kian lama kian membuncah dan kian memuncak menuju satu titik kulminasi.
Kurasakan otot-otot Star perlahan menegang, pahanya, menyusul pantatnya yang menghentak dalam gerakan involunter. Uuuuuunnnghhh.... uuummmmmmhhh.... lengguhannya terdengar sayup di antara jepitan tungkaiku yang didekapnya kuat-kuat. Punggungnya melenting beberapa kali, bergetar, menggeliat, sebelum akhirnya terdengar jeritan panjang diiringi cairan kenikmatan yang meleleh memenuhi bibirku. Auuuh... auuuuh.... Jo... jangan dijilatin terus... geli.... tauk... uuuuh.... uuuuh.... rengeknya, berusaha mendorong kepalaku yang masih tak mau berpisah dari selangkangannya.
Jo nakal, ngilu tahu... rengeknya, mencubit pinggangku ketika aku beringsut naik menciumi lehernya. Kukecup pipinya sekali, Star mengekeh lucu, lalu melingkarkan lengannya di dadaku. Hari masih pagi, dan untuk itu kami masih punya cukup waktu untuk ronde berikutnya.
Tapi enak, kan... bisikku pelan, melingkarkan tanganku di pinggangnya. Star hanya tersenyum, lengannya balik melingkar di leherku. Senyum sendu menghiasi wajahnya yang bersemu dan dipenuhi bulir-bulir keringat, kukecup lembut, berkali-kali, sampai akhirnya bibir Star ikut membuka dan menyambut bibirku yang segera saling berpagut.
Dengan tubuh sama-sama telanjang, kami bergumul dan bergulat di atas ranjang. Baku hisap dan baku remas mengikuti naluri yang menuntut pemuasan. Kurasakan paha Star kini telah melingkari pahaku, menjepit erat, dan bergerak menggesek-gesekkan selangkangannya di sana. Aku di atas yah, bisiknya dengan roman menggoda. Aku hanya mengangguk, membiarkan Star mengambil posisi yang dingiininya. Tak perlu menjadi petualang dunia malam untuk mengetahui titik mana yang bisa membuatmu meradang dan menggelinjang. Karena saat ini, kami hanya perlu membiarkan birahi dan nafsu hewani yang memegang kendali.
I love you, Jo... bisik Star lemah, sebelum akhirnya hanya desah dan erangan yang terdengar saling sahut menyahut ketika tubuh telanjang kami menggeliat saling lumat membebaskan segala apa yang tersembunyi dalam alam primitif bernama birahi. Dan engkau tahu, tak ada yang mampu menyamarkan suara desahan paling primordial yang akan segera membahana.
= = = = = = = = = = = = =
Tenang sebentar mengendapkan
uraikan simpul kacaunya
diam sebentar membedakan
yang teringinkan dan dibutuhkan
Aku mendapati Star yang tersenyum di atas dadaku. Percintaan yang menggebu-gebu itu menyisakan kilauan peluh pada tubuh telanjang kami yang ditimpa cahaya mentari dari sela jendela.
Sampai kapan kita bisa kaya gini ya... sekarang aku lagi nulis skripsi... mungkin 2 bulan lagi aku ujian... dan habis itu... Star kemudian berkata, bahwa ayahnya sudah menyiapkan rencana untuk karirnya di kampung halaman. Setelah menyandang gelar S.Psi, Star akan ditempatkan di perusahan keluarganya sebagai HRD. Kadang aku iri sama kamu, Jo... bebas... lepas... nggak kaya aku yang ada di bawah bayang-bayang bapak aku. Semuanya.... kuliah aku.... karir aku sudah dipersiapkan sama bapak, aku kayanya nggak punya pillihan.
Pilihan, eh? Ada yang mengatakan bahwa setiap kejadian di semesta telah ditulis sejak awal mula di langit, di antara rasi bintang. Tapi sejak penciptaannya pula manusia, diberi keistimewaan dibanding Iblis dan Malaikat. Manusia diberikan sesuatu yang bernama pilihan,
the free will. Demi apa yang diyakini, manusia diberikan hak untuk berjuang, melawan rasi bintang kalau perlu.
Terdengar helaan nafas berat dan pelukan Star yang kian erat. Seandainya aku bisa sebebas kamu, Jo... bisiknya getir.
Kebebasan ada harganya... Kamu nggak tahu apa yang aku korbankan untuk bisa bebas seperti yang kamu bilang, perlahan aku berkata. Lupain semua ini. Lupain orang tua yang nyianyiain kita. Lupain forum dan Si Biang Kerok. Cuma kamu dan aku.
Star tidak langsung menjawab. Wajahnya membenam di atas dadaku. Tak jelas aku mendengar, tapi aku tahu, anak itu perlahan menangis.
Maafin aku... Jo... maaf....
Hidup itu sekali
dan mati itu pasti
bisa jadi nanti
atau setelah ini....
Coba tulis ulang lagi
Yang sejatinya kau cari
Maka sudahilah sedihmu yang belum sudah
Segera mulailah syukurmu yang pasti indah
Berbahagialah Bahagialah Sudahilaah
Sedihmu yang slalu saja
menantangmu