Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Till Death Do Us Part

BAB XXXVI



Dinding Beku yang mulai mencair



Hujan deras kini mereda

Namun meski hujan tetap saja suasana di Bandara Cengkareng Terminal 2 ramai dan penuh sesak dengan pengunjung dan penumpang. Lalu Lalang pengunjung dan hiruk pikuk di bandara terbesar di negeri ini tidak dirasakan oleh sebagian orang yang sibuk dengan pikiran masing-masing.

Tidak terkecuali bagi Ulfa dan Linda, yang hari ini juga ikut dengan rombongan besar keluarga Jafar. Memikirkan anak sulungnya ini memang tidak bisa dilepaskan dengan memikirkan sosok wanita yang kini mendampinginya dalam kehidupannya saat ini.

“ kita lupakan yang lalu, Fa…..” ucapan Anissah tadi malam saat mereka sekeluarga berkunjung dalam upaya mereka memintas sebuah misi baru untuk berdamai demi anak bungsu mereka.

“kalo gue banyak bicara kasar, gue minta maaf……” kata Jafar menimpali.

Meski masih terbayang rasa marah, kesal, emosi yang bertahun tahun mereka lewati karena permusuhan yang sudah menahun, namun hadirnya keluarga besar, termasuk neneknya Nafia, dan suara serta permohonan dari Jafar dan Anissah, membuat Ulfa dan Linda pun luluh juga akhirnya.

Ini pun jika diperpanjang tidak akan merubah keadaan bahwa mereka kini sudah resmi jadi besan, dan anak kesayanagnya dia pun sudah jadi menantu mereka. Meski hambar, dan masih terbayang bagaimana almarhum suaminya Jusuf yang harus pergi dengan membawa dendam dan amarah dengan mereka, namun akhirnya anggukan dan tangisan perdamaian pun turun mengiringi sebuah permintaan untuk ikut menjemput Bersama di hari ini.

Dan sore ini mereka semua sudah hadir di bandara demgan satu tujuan, menunggu dan menjemput kedatangan Aslan dan Fia. Pesawat yang sebentar lagi mendarat malah waktunya lama sekali dirasakan oleh mereka yang menunggu.

Anissah dan Adiba yang terlihat tidak sabaran. Kadang dia menghampiri Ulfa dan Linda, mengajak ngobrol sebentar, kadang dia pindah ke ibu mertuanya, dan tidak lama kemudian dia berdiri menatap layar informasi kedatangan pesawat.

Sesekali dia mengusap air matanya yang turun di sudut matanya. Berbulan bulan tidak melihat anaknya membuat wanita modis yang selalu terlihat eye catching dan well prepared dalam berbusana, kali ini berantakan dan seperti tidak peduli dengan penampilannya. Suaminya yang berdiri dan kadang duduk juga sama.

Ulfa kini bisa merasakan apa yang dirasakan oleh kedua orang itu. Meski permusuhan panjang mereka menimbulkan banyak sakit hati dan luka, namun demi anak yang semua mereka cintai, hari ini perdamaian yang dulu sepertinya mustahil tercapai, kini berjalan lancar dan bagai tidak ada hambatan sama sekali.

Ungkapan syukur dari Ulfa dalam sholat tahajudnya pagi tadi, bagaikan embun menetes di daun yang lama sekali dilanda kekeringan. Meski masih terbayang sakitnya dulu, namun demi anaknya tercinta, Ulfa dan Linda akhirnya memilih menerima apa yang ditawarkan oleh keluarga Jafar untuk berdamai.

Jafar dan Annisah bahkan langsung merombak kamar bawah dengan kilat, agar Aslan dan Fia bisa menempati kamar itu, karena kamar Fia yang diatas agak menyulitkan bagi mereka untuk mondar mandir dengan kondisi Fia yang lebih banyak di kursi roda.

Fia sendiri sudah meminta untuk tidak dirawat lagi dirumah sakit. Dia memilih untuk istirahat dirumahnya, bersama keluarganya dan disisi suaminya. Dan semua pun hanya bisa mengiyakan apa yang diminta oleh Nafia.

Melihat kondisinya dan situasi yang mereka lihat lewat panggilan video call kemarin, rasanya memang sulit untuk melawan takdir yang akan datang. Meski doa dan sujud semua dipanjatkan agar selalu ada keajaiban, namun mereka seperti diingatkan bahwa otoritas dari Pemilik Hidup adalah sesuatu yang mutlak dan tidak bisa dibantah. Hanya doa dan ucapan penuh harap agar semua masa sulit ini bisa terbalik dengan sebuah keajaiban.

Linda pun hanya bisa bersandar ke bahu ibunya

“ lega Ma?”

Ulfa hanya tersenyum pahit. Lega dengan perdamaian ini, namun tidak membuat rasa galau hilang. Wanita setengah baya ini merasa bahwa Aslan mungkin terlalu mencintai Fia, sehingga meski dia tahu Fia dalam keadaan sakit, dia tetap ngotot untu menikahi dokter itu.

“ sudah mendarat kayaknya……” suara Jafar terdengar, membuat mereka semua berdiri tanpa dikomando.

Dia memeluk istrinya yang tidak henti-hentinya menangis.

“kangen aku ama ade…….”

“iya Mi….. sama……”

Tidak ada lagi suara congkak dan sombong dari Jafar. Tidak adalah kacak pinggang dan nada angkuh dari Anissah, atau tatapan tajam nyinyir dari Adiba. Semua hanyalah mata lesu namun penuh harap dan rindu akan satu sosok, yaitu si bungsu mereka.

“ngga pernah dia bikin aku susah….. selalu iya Mi… iya Abah…..” suara agak meracau dari mulut Anissah membicarakan anaknya.

“udah Mi….. bentar lagi ade juga keluar…..” Adiba menenangkan Umi nya

Jafar yang tidak sabar berkali kali melongokan wajahnya ke bagian dalam mencoba mencari tahu posisi anaknya apa sudah mau keluar atau belum.

Semua serba tidak sabar menunggu

“udah 15 menit……” keluhnya

“sabar Bah…. Khan Abah tau gimana kalo baru landing…..” Adiba mengingatkan

Neneknya dan paman serta bibinya relative lebih tenang. Talib dan Farida memang menunda keberangkatan pulang ke Surabaya agar bisa bertemu dengan Aslan dan Fia terlebih dahulu. Jadi mereka pun ikut menjemput ke bandara kali ini.

Hingga akhirnya

Tatapan mereka terpaku melihat sosok tinggi sedang mendorong kursi roda, didampingi salah satu staff maskapai yang ikut mengantar keluar beserta seorang porter yang mendorong 2 buah koper besar di samping mereka.

Tatapan nanar dan haru segera muncul di setiap mata yang melihat

Dan setelah keluar dari pintu segera Anissah dan Adiba menghambur ke arah kursi roda itu

“ade…….” Teriak Anissah yang membuat perhatian sebagaian pengunjung jadi teralihkan

“Alma…….” Bibir tua yang kelu tanpa sadar mengucapkan itu

Senyuman di bibir lesuh itu tersungging melihat keluarga besarnya semua datang menjemputnya. Dengan sedkit lemah dia mengangkat tangan melambai ke arah meraka.

Annisah dan Adiba segera menghambur dan memeluk Nafia yang duduk di kursi roda

“ade…… masyaallah nak…. Umi kangen……”

Suara tangis dan pelukan dari ibunya dan kakanya segera menghambur ke tubuh ringkih dan kurus yang terduduk lemah di kursi roda. Disusul oleh pelukan dari abahnya dan jiddahnya, suasana disitu berubah menjadi haru biru dengan pertemuan anak dan orangtua.

“umi kangen De…… ade ngga kangen sama Umi?”

Suara tangis Anissah pecah melihat anak yang disayanginya, dokter kebanggaan keluarga mereka, kini terduduk lemah di kursi roda akibat sakit yang luara biasa dahsyat merongrong kondisi fisiknya yang memang ringkih dan lemah.

Ulfa langsung menghampir Aslan yang masih berdiri menyaksikan istrinya yang sedang didepak orangtuanya. Dia memeluk ibunya, mencium tangannya serta memeluk Linda adiknya.

Dan akhirnya

Jafar yang tadinya memeluk anaknya, kini berhadapan dengan Aslan. Dengan menundukan kepalanya, Aslan mencium tangan Jafar, dan dilanjutkan dengan mencium tangan Anissah, lalu ke kakak iparnya Adiba.

Aslan juga menghampiri neneknya Fia, mencium tangannya, bedanya kali ini dia dipeluk oleh neneknya, Pamannya Talib dan Tantenya Farida. Jafar dan Anissah mungkin masih cangung dengan Aslan, dan ini berbeda dengan Ulfa dan Linda yang langsung memeluk Nafia yang masih terlihat lemas di kursi roda.

“De…. Gimana kondisi kamu?” tanya Anissah yang tidak lepas memeluk anaknya sambul berlutut.

“alhamdulillah sehat Mi….”

“sehat gimana?”

“iya…. sehat lah…..” tawar senyuman Nafia

Anissah masih menangis sambil memeluk anaknya, demikian juga Adiba.

Sementara Nafia malah mencari tangan suaminya, dia mengganggam tangan Aslan yang berdiri di sampingnya, tepat disamping neneknya dan abahnya.

“ayo kita pulang….. biar Alma bisa istirahat….” Titah neneknya menyadarkan Anissah dan Jafar.

Sambil masih menahan tangisan dan derai airmatanya, segera mereka berjalan berjejer menuju ke area penjemputan. Melihat kondisi anaknya timbul penyesalan di hati Anissah dan Jafar, yang sudah begitu keras ke anak mereka ini. Harusnya dengan kondisi seperti ini, sakit yang luarbiasa dahsyat dan tidak ada komprominya, mereka harus lebih sabar dan lebih dengar apa yang dimauin oleh anaknya.

Dan tidak lama kemudian rombongan keluarga besar yang diangkut dengan 4 mobil ini segera keluar dari parkiran Terminal 2 bandara Cemgkareng, melaju dengan kecepatan sedang menuju ke rumah mereka di Bekasi. Rumah yang sudah sekian bulan ditinggalkan oleh Nafia karena memilih untuk pergi dan menikah dengan Aslan.



***************************


Beberapa hari di Bekasi……

Adiba dan anak-anaknya sudah pulang ke Singapore lagi, karena anak-anaknya harus sekolah, dan suaminya Anand kemungkinan segera kembali dari perajalanan dinasnya. Sehingga tertinggal Aslan dan Nafia, serta Jafar dan Anissah serta para pembantunya dirumah.

Aslan sendiri sering bolak balik dari rumahnya ke rumah Nafia. Dia hanya fokus dengan kerjaannya dan mengurus Nafia. Untuk kerjaan di rumah dia dilarang oleh mertuanya untuk ikut bersih-bersih atau kerjaan lain. Selain karena ada pembantu, mereka tidak ingin ada masalah dengan Nafia, mereka sama-sama sepakat menjaga perasaan anak bungsunya itu dengan tidak mencari masalah atau menyinggung dia atau suaminya.

Disatu sisi, Jafar dan Anissah baru kali ini melihat bagaimana Aslan menjaga anak mereka itu. Melihat Aslan dengan telatennya dan sabarnya merawat Nafia, membuat tidak ayal hati mereka pun tersentuh.

Menyuapi istrinya, memandikan istrinya, hingga hal-hal lain dilakukan sendiri oleh Aslan. Bahkan disela sela pekerjaannya yang dikerjakan secara online, atau meeting lewat zoom pun, dia selalu ada dekat istrinya, meladeni semua keperluan istrinya.

Pagi hari mereka berdua sudah rapih, dan kemudian tergantung mood Nafia, apa mau di taman di rumah atau keluar rumah, atau ke rumah mertuanya yang disamping. Ini membuat Jafar dan Anissah mau tidak mau tidak bisa menyembunyikan rasa harunya melihat sosok yang mereka benci itu, ternyata bisa mencintai anak mereka begitu dalamnya, dan tetap ada menyertai istrinya meski dalam keadaan sakit.



***************************


Pagi ini Aslan melakukan meeting dengan tim nya di Kendari. Koordinasi dan semua pekerjaan dibahas pagi ini, sambil Aslan memberi beberapa petunjuk dan arahan, termasuk mengupdate laporan survey yang harus segera mereka kirim ke klien-klien.

“Haryono masih stuck di Marombo, Bang…” ujar Yani

“lho? Kenapa?”

“truk dan alat beratnya masalah….”

“masalahnya?”

“ BBM dan Pelumasnya lagi kesulitan mereka, jadi tidak semua bisa beroperasi….”

“oh gitu….”

“makanya banyak yang idle truck dan eskavator mereka, muatan jadi terganggu…”

“oke… baik jika demikian….”

Lalu

“Haryono mau ditarik dulu?” tanya Yani

“ngga usah… dia standby disana saja…..”

“ini yang Pratama MInning kan?” tanya Aslan lagi

“betul Bang…. Pak Aldi yang punya….”

“oke….”

PT Pratama Minning ini memang langganan tetap perusahaanya Aslan untuk setiap ada shipment mulai dari site hingga saat pengapalan, tidak heran direktur mereka Aldi Pratama, kenal baik dengan Aslan.

Meeting pun selesai, Aslan lalu beranjak ke tempat tidur menengok istrinya yang sedang membaca di tabsnya

“hi….”

“udah meetingnya?”

“udah….. salam buat Bunda…”

“iya aku dengar tadi….”

Aslan tersenyum dan mencium jidat istrinya

“sarapan yuk….”

“yuk…..”

Aslan lalu menyiapkan kursi roda untuk istrinya, dan dengan hati-hati dia mengangkat istrinya dari tempat tidur, pindah ke kursi roda. Aslan mengambil ponselnya, meletakan tabs istrinya ke sisi kursi roda, lalu mendorong kursi roda menuju ruang makan.

Disana Jafar dan Anissah sudah menunggu…..

“ Maaf Abah dan Umi…. Habis meeting pagi-pagi….” Aslan meminta maaf

“iya ngga apa-apa….” Jawab Anissah dengan ramah

Ibunya lalu menyiapkan sarapan untuk Fia, sementara Aslan duduk di samping istrinya sambil mengambil piring dan hendak menyendok nasi.

“Yah… telp dari Aldi….” Ujar Fia pelan

“oh… oke….”

Ponsel memang ditaruh dipangkuan Fia. Dia lalu mengambil ponselnya, lalu bergerak sedikit menjauh dari meja makan, agar tidak mengganggu acara sarapan pagi dengan pembicaraan bisnis atau kerjaan.

“pagi-pagi banget meetingnya?” ujar Anissah pelan

“hmmmm… kan beda sejam Umi….”

“oh….”

Dia sesaat

“makanlah De….”

Nafia tersenyum

“nunggu Aslan aja, Mi….”

Anissah dan Jafar hanya berpandangan.

Mereka terdiam dan hanya bisa prihatin melihat kondisi anak bungsu mereka. Cahaya kecantikan fisik yang dulu sampai disebut boneka india karena kecantikan ala bintang India waktu mereka kecil nyaris tidak tersisa.

Keberadaan anaknya yang kini ada disisi mereka sedikit banyak mengobati rasa kuatir mereka sebagai orangtua yang sempat hilang kontak sama sekali dengan anaknya. Meski melihat dia dalam kondisi seperti ini sungguh membuat hati orangtua selalu gelisah dan sedih.

“Abah….” Aslan menyapa Jafar

“iya….”

“stok oli Abah banyak kan?”

Jafar agak kaget

“lumayan sih…”

Anissah dan Nafia juga ikutan heran saat Aslan bertanya demikian

“ bisa dikirim ke Marombo, Bah?”

“Marombo?”

“iya…. “

“dekat Kendari?”

“betul Bah….”

Jafar agak terkesiap

“butuh berapa?” tanyanya agak termangu

“dalam 1-2 hari ini sekitar 75-100 ribu liter, nanti kedepannya jika ini lancar, bisa lebih karena teman-teman dia juga butuh dan sedang kesulitan juga….”

Jafar tentu kaget

“nanti saya kasih nomor Abah ke Pak Aldi….”

“Aldi ini siapa?”

Tiba-tiba bunyi ponsel Aslan

“maaf Bah….” Dia permisi untuk angkat telp

“halo…..”

“halo Bang…”

“siap Pak….”

“gimana? Bisa?”

Aslan lalu membuka loudspeakernya

“ saya cek dulu Pak…… untuk kebutuhan Bapak….”

Jafar lalu menganggukan kepalanya sambil mengangkat jempolnya…

“oh…bisa Pak… dalam 1-2 hari ini kita usahakan sudah terkirim ke sitenya Bapak….”

“oke… 100 ribu liter yah….”

Aslan menengok sesaat ke Jafar, dibalas dengan anggukan

“iya siap….”

“oke mantap…..”

“sama-sama Pak…”

Lalu

“nanti ada komisi buat bang Aslan lah….”

Aslan tersenyum

“ngga usah Pak…..”

“lho jangan dong…. Khan sudah bantu saya…”

Fia tersenyum sambil nerupaya mencolek lengan Aslan

“ini yang supply abah saya…. Bapak mertua…..”

Fia tersenyum sambil bibirnya sedikit dimanyunin

“oh gitu….hahahahah… baik jika gitu…..”

“oh iya… kalau boleh bisa supply kita BBM juga…. Kita kesulitan ini dapat transportirnya belakangan ini….”

Jafar segera menganggukan kepalanya

“oh… oke-oke Pak….. atau mau bicara langsung dengan Abah saya?” Aslan menatap meminta persetujuan Jafar, yang dengan cepat dibalas anggukan

“boleh Bang…..”

Segera pembicaraan diambil alih oleh Jafar dan Aldi. Anggukan serta kata-kata kesiapan pun terlontar, dan ditutup dengan permintaan ijin kontak detail mereka secara langsung oleh Jafar ke pihak Aldi, serta saling menset up waktu siang ini unutk saling kontak leboh lanjut lagi.

Senyuman lebar dari mulut Jafar seketika muncul sesaat kembali duduk. Dia dengan cepat mengirim whatsaap ke staff marketingnya untuk mengatur semua permintaan. Anissah dan Nafia sudah tahu gaya Jafar jika demikian, senyuman lebarnya tidak bisa disembunyikan jika sedang gembira.

“abah….” Tegur Anissah

“ya….”

“senyum-senyum sendiri…”

Jafar segera sadar. Dia tersenyum ke Anissah

“ not the best, tapi salah satu the biggest deal….” Senyumannya di wajahnya yang biasanya kaku

“thanks Aslan……”

“sama-sama Abah….”

“jangan lupa komisi…” tukas Nafia

“tenang lah De.. pasti ada…”

“Bunda….” Tegur Aslan “ ama Abah kok pake acara minta komisi…”

“ih… orangtua sih orangtua, bisnis jalan terus….” Ujarnya tegas dibalik suara lemahnya

Annisah dan Jafar tertawa mendengarnya

“anyway… thanks yah…. Dia minta juga disediakan 1000 KL solar…..”

“wuih…..”

“yup…. Kawan abah di Surabaya sudah menyanggupi….” Matanya sibuk di layar ponselnya

Aslan tersenyum manis. Dia senang akhirnya bisa cair kebekuan dia dengan mertuanya. Dan dia juga bahagia bisa bantu bisnis mertuanya dengan memanfaatkan hubungan baiknya dengan teman-teman pengusaha di daerah.

“we have to celebrate…..” ujar Jafar

“nanti aja Bah…. Belum juga deal….”

“nope… it’s big fish… abah sudah cek perusahaannya…. “ senyuman Jafar lebar terus “dan hari ini mereka mau bayar DPnya……”

“asyik…..” ujar Anissah

Rona bahagia juga muncul di raut wajah Nafia, dia menatap ke wajah suaminya.

Bahagianya aku yah…. Coba seandainya kebahagiaan ini lebih awal aku rasakan…… bisik perih kembali menyeruak ditengah rona bahagianya. Dia seakan sangat bangga suaminya tidak menyimpan dendam sama sekali ke orangtuanya, bahkan ikut membantu bisnis ayahnya.

Senyuman dan tawa kecil muncul menyeruak di keluarga Jafar pagi ini. Sejenak mereka lupa akan kesedihan dan pahitnya kenyataan yang ada. Kabar bahagia dan lumernya kekakuan diantara mertua dan menantu belakangan ini, terutama pagi ini, membuat damai dan semilirnya angin segar memupus semua kebekuan yang ada selama ini.

Hingga saat Aslan pamit masuk ke kamar dengan Nafia, kedua orangtua itu masih duduk di meja makan

“ abah….” Tegur Anissah melihat suaminya yang termenung memandang anak dan menantunya yang berlalu ke kamarnya

“oh iya….”

Anissah tersenyum melihat ada kilatan mata Jafar

Dia memilih tidak bertanya, hanya memeluk pundak suaminya dari samping.

Suaminya yang selalu bangga dengan dirinya selama ini, akhirnya luber keakuannya dengan kekuatan dan tekad kuat Aslan selama ini. Ucapan syukur dalam hatinya rasanya sungguhlah patut dia panjatkan kepada Allah, karena sholat dan sujudnya selama ini dijawab Allah. Anaknya bisa kembali berkumpul, dan melihat anaknya bahagia meski dalam kondisi sakit, jadi penawar sedih bagi seorang ibu sepertinya.

Usia anaknya mungkin tidak akan lama lagi

Dia juga mungkin tidak akan melihat anaknya lagi

Atau dia akan menanggung kesedihan kelak

Mungkin juga akan Tuhan punya rencana lain

Namun dia yakin semua yang Allah beri akan baik pada waktunya. Kehilangan anaknya akan jadi kehilangan yang tersulit yang dia akan rasakan kelak, namun melihat anaknya setiap hari ada disampingnya seperti saat ini, inilah yang dia rasa masa terbaik baginya sebagai ibu.

Jafar yang duduk disampingnya juga demikian. Meski tegar hati dan kokohnya keangkuhan masih sering terlihat, namun tidak bisa dipungkiri dia juga mulai larut dalam sebuah irama baru dimana dia bisa menerima pria lain selain Anand, sebagai menantunya saat ini.

Mungkin dia tidak sebangga ketika saat dia dengan bahagianya menerima sosok bankir exekutif yang kelasnya multinasional di diri Anand, ketika menikahi anaknya Adiba. Tapi Aslan sedikit demi sedikit membuktikan bahwa dia layak jadi menantu yang bisa dibanggakan, termasuk hari ini.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd