Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Till Death Do Us Part

BAB XXXV



Mentari di Ujung Senja



Tatapan kosong ke langit-langit sambil menghitung tarikan nafasnya yang kadang tersendat, diselingi ribuan kelebat bayang dan tanya yang muncul dan bergantian berlari di isi kepalanya, di tengah hening ruangan yang memang selalu diam dan tenang daripada dentangan riuh rendah suara lain.

Mata indahnya yang dulu banyak membuat kagum banyak pria, kini sering redup dan sayu ditelan derita sakit yang sulit dilawan.

Senyumannya yang dulu tersungging indah saat menatap setiap kerumunan atau wajah yang dia kenal, kini banyak diganti dengan kesenduan penuh sedih dari wanita yang kalah, yang seakan tidak mampu untuk berteriak menentang segala halangan dan tantangan yang muncul menghadang

Lirikannya lalu tertuju kepada satu sosok yang sedang duduk sambil menghadap ke laptopnya, sosok yang selama ini selalu ada diampingnya.

Ayah….. bisik hatinya lirih…..

Sosok tangguh dan perkasa yang tidak kenal lelah….

Airmatanya turun sedikit di sudut matanya.

Dia seperti tidak bisa menahan kesedihannya. Airmata, tangis dan kesedihan itulah temannya dia sehari hari selama ini. Kondisi badannya yang makin hari makin melemah, membuat dia semakin dibawah ancaman ketakutan yang luarbiasa belakangan ini menghadapi teror mengerikan yang harus dia jalani.

Meski di awal awal dia selalu berusaha kuat dan meyakini akan kuatnya otoritas Allah akan hidupnya, namun sebagai manusia biasa, rasa takut dan gentar tetap saja tak kunjung pergi dari dirinya ditengah deritanya ini.

Meninggalkan Aslan suaminya, disaat dia sedang merasakan cinta yang luarbiasa dahsyat dan indah, membuat dia selalu luntur rasa tegarnya. Rasa sayang dan rasa tidak tega meninggalkan Aslan, membuat dia selalu hanya bisa menangis dan bersedih.

Dia selalu mencoba kuat dihadapan Aslan, karena dia tidak ingin Aslan sedih…. Namun disisi lain dia tahu persis betapa hancurnya hatinya jika dia kelak harus meninggalkan suaminya yang sangat dia cintai itu.

Kasih sayangnya, rasa cintanya, dan pengorbanannya yang begitu besar dan dalam, membuat dirinya bagai selalu dihantui rasa bersalah….

Kenapa dia justru hadir disaat dia sudah diujung hari yang akan segera malam??

Bukankah ini hanya akan membuat dia sedih? Dia terluka?

Meninggalkan orang disaat sedang sayang-sayangnya memang rasanya perih sekali…..

What a strong man I have….. bathinnya membisikinya saat dia melihat sosok tampan itu sedang asyik menatap ke laptopnya sambil sesekali terdengar suara ketikan di tuts keyboard HP yang selalu menemaninya meski fisiknya sedang bersama istrinya di rumah sakit

“bun…….”

Fia dengan cepat menghapus airmatanya

“bun… udah bangun sayang…..”

Sosok itu bangun dari duduknya, menghampiri istrinya yang terbaring lemah

“ mau makan?”

Nafia menggelengkan kepalanya.

“makan yah… trus minum obat……”

Tatapan lembut, disertai usapan di Kepala Nafia, seakan membuat semua rasa kuatir dan takut bagaikan hilang sesaat.

Nafia hanya bisa terdiam

“Bun…. Makan yah…..”

Masih diam

“kok nangis…..?? Jangan sedih dong……”

Kata-kata hiburan yang selalu dia dengar, malah membuat dia semakin tenggelam dalam isak tangis penuh haru.

“bunda…….”

Lengan kokoh itu kini memeluk tubuh ringkih yang semakin kurus dan luntur pesona fisiknya.

Pria itu selalu berusaha kuat dan tegar didepan wanita yang kini lemah dan seperti sudah pasrah dengan dirinya itu. Dia selalu membuat dirinya menatap dengan tatapan kokoh dan optimis terhadap semua masalh yang timbul selama ini. Ini tidak lain daripada usaha dia untuk menenangkan hati istrinya, agar selalu kuat dan berjuang melawan penyakit mematikan ini.

Meski disisi lain dia tahu, bahwa saat dia memutuskan untuk menikahi dan hidup bersama dengan sosok yang dia sangat cintai ini, dia pun juga sadar bahwa resiko terberatpun sudah dia ambil untuk dijadikan taruhan terbesar dalam hidupnya sebagai pria yang mencintai seoarang wanita.

Penyakit itu sangat kejam dan tidak punya rasa ampun, Yah…..

Penyakit ini tidak ada obatnya Yah…..

Ayah siap untuk aku tinggalkan nanti??

Semua kata-kata dan ‘peringatan’ dari mulut pesimis Fia sering jadi alarm dan dentang lonceng derita bagi kupingnya saat itu terucap.

Namun Aslan selalu berpikir dan bertindak sesuai dengan apa yang dia yakini. Dia yakin semua yang hidup dan bernafas itu adalah milik Allah. Maka tidak mungkin ada yang bergerak dan hilang tanpa restu Sang Pemilik Hidup.

Doa, upaya dan ikhtiar selalu kita panjatkan, semuanya itu sisanya biar Allah yang atur.

Kita hanya bisa pasrah, Bun…… bisik lembut dirinya ke telinga wanita itu.

Pelukannya kini sedikit dikendurkan

Dia lalu menatap wajah yang dimatanya selalu tidak pernah hilang pesonanya.

Aku tidak cantkc lagi Yah….. selalu itu bisik malu dan kecewa Fia

No…. sampai memutih rambut Bunda pun, Bunda selalu cantik….. balas Aslan selalu saat kata-kata itu keluar dari Fia…

Lalu

“makan yah…. Biar dikit….” Bujuk Aslan lagi

Fia hanya terdiam dan dibalik telaga bening di matanya, dia melihat betapa saktinya sebuah rasa yang bernama cinta. Rasa yang nyaris tidak pernah dia temukan selama ini dalam pencariannya, namun diperkenankan oleh semesta untuk dia sentuh dan rasakan lewat sosok tampan dihadapannya kini.

Pelukan dan sentuhan bibir Aslan di rambutnya yang kucel dan selalu rontok setiap hari, seperti menyadarkan Fia bahwa selalu ada harapan dan asa baginya untuk berjuang. Meski dia pesimis akan bisa melawan kekuasaan dan belenggu yang dia tahu akan mustahil bagi dirinya menandingi, namun sosok itu seperti selalu mengajaknya untuk tetap bertanding hingga akhir

Anggukan dan helaaan nafas akhirnya menjadi jawaban bagi Aslan.

Dengan cekatan dia menyiapkan sarapan bagi istrinya. Disaat suami-suami lain mungkin lelah dengan rutinitas seperti ini, bagi Aslan ini adalah pengabdian dan bukti cintanya yang tidak pernah padam untuk Fia. Cinta yang dia perjuangkan bertahun tahun, melewati banyak derita, sakit hati, hinaan dan hujatan, namun dia tetap bertahan dan percaya akan cinta sejatinya.

Disaat pria lain mungkin sudah berpikir hal lain, apalagi disaat usia muda dan status pengantin baru, bagi Aslan melihat, menantap wajah kekasihnya yang kini suram, adalah hal terindah yang dia selama ini cari dan tunggu, meski kini hulu sebuah senja yang mulai terlihat gelapnya membayang dan menggodanya, namun cintanya mengalahkan segalanya.

Suapan demi suapan sambil diiringi tatapan penuh cinta dari dua sosok yang saling mencintai ini, membuat makan pagi ini jadi sesi yang menyenangkan sekaligus menyedihkan bagi masing-masing hati. Mereka sibuk dengan pikiran sendiri-sendiri, hanya senyuman dan sentuhan tangan Aslan ke pipi Fia yang jadi pembeda.

Fia lalu merangkul tangan Aslan, membawanya ke pelukannya dan mencium tangan kokoh itu. Rasanya tidak akan mungkin dia temukan lagi cinta sehebat ini. Cinta yang bukan hanya membuat dia kuat dan kokoh, namun dia bagaikan selalu diyakinkan bahwa akan selalu ada tangan yang merangkulnya saat dia tidak mampu berjalan.

Satu persatu obat ditelan oleh Nafia

“pintar…..” puji Aslan

Nafia tersenyum.

Aslan lalu naik ke tempat tidur dengan meletakan setengah badannya disamping Fia, sebelh kakinya masih bertumpuh di lantai. Dia lalu merangkul istrinya dengan penuh kehangatan, seakan memberi kekuatan bagi istrinya.

“banyak kerjaan Ayah?’ bisik Fia

“sudah selesai……”

Fia memaksa untuk tersenyum

“hebat…….”

“dari subuh selesai sholat,langsung dikebut……” bisik Aslan sembil mengecup pipi istrinya

“ kasihan Ayah…..”

“jangan bilang begitu…..” potong Aslan cepat

“iya…. tapi kan harusnya kita lagi bulan madu……”

Jari telunjuk Aslan dengan cepat menutup bibir Fia

“bunda….. menjaga Bunda saat ini adalah hal terindah bagi aku……” tutur lembut suara itu embisik di telingan Fia

“karena kehormatan besar buat aku… sebagai suami dan sebagai orang yang sangat mencintai Bunda… bisa selalu ada disisi Bunda… baik senang maupun sakit…….”

Fia sangat tersentuh dengan ucapan lembut itu

“bukankah itu janji pernikahan kita, Bunda?”

Fia hanya bisa terdiam sambil menahan rasa haru dan airmatanya

“bunda……”

“iya Yah……”

“jangan pernah bicara begitu lagi yah…..”

Anggukan dan pelukan Fia menjawab semua pinta Aslan.

“ jangan pernah tanya gimana aku menjaga Bunda…. Sampai kapanpun, aku selalu ada buat Bunda……”

Isakan dan tangisan Fia kini mengencang. Leher dan kaos Aslan jadi sasaran tumpahan air matas hari dan kesedihan Nafia. Dia merasakan sebuah penyesalan panjang dan tidak berujung, karena terlambat menyadari cinta hebat milik Aslan selama ini.

Dia sibuk dengan intimidasi sang abah, sibuk dengan mengejar cinta sebuah genggaman yang akhirnya melepaskan tangannya saat dia butuh digapai, sehingga dia mengabaikan cinta yang sedahsyat ini bertahun tahun lamanya.

Kini hanyalah kesedihan dan sesal, meski ada ucapan syukur dan bahagia yang dia bisa kecap, yang harus dia sesali kenapa itu baru dia bisa temukan disaat dia tahu, bahwa ujung usianya kini semakin menjelang dan seperti menghampirinya dan mengajaknya untuk segera berlalu.

Rasa sakit, ketidakberdayaannya, ditambah tanda-tanda fisik yang semuanya seperti mendukung dia untuk menyelami dialam sadar, bahwa dia tidak mampu melawan rasa sakit ini. Sakit yang menjadi salah satu predator ganas bagi banyak manusia, kini harus dia hadapi dan terima, meski dia tahu bahwa itulah pilihan yang dia ambil tanpa menjalani tearpi atau tindakan medis lain, tapi tak urung semua kegelisahan dan ketakutan seorang manusia pun dia alami juga.

Meninggalkan seseorang disaat dia sedang cinta-cintanya???

Meninggalkan suaminya yang kini begitu dia sangat cintai??

Apa dia rela?? Apa dia mampu meninggalkan Aslan saat ini??

Membayangkan Aslan dengan wanita lain jika dia harus pergi…. Rasanya berat dan tidak mampu baginya… terlalu berat baginya cobaan ini…. Meski disatu sisi dia pun harus bisa Terima bahwa jika kelak dia harus meninggalakn suaminya, maka dia harus merelakan suaminya memulai hidup baru tanpa dirinya nanti

Lelah, letih dan perasaan yang tidak menentuh membawanya kembali ke lamunan Panjang dibius oleh rasa kantuk yang disebebkan oleh obat yang dikonsumsinya, membuat Fia lemas terbaring tak berdaya, bahkan bisikan Aslan yang ingin melap badannya untuk dibersihkan dan mengganti bajunya pun seperti bagaikan bayang yang berlalu namun tidak mampu dia gapai.


***********************************

Menjelang siang

Suara getaran ponsel berbunyi, membuat Fia yang masih setengah tersadar ikut terjaga. Dia melirik ponselnya yang terletak di meja yang agak jauh dari jangkauannya. Dia mencoba mencari keberadaan suaminya, namun kosong di seisi kamar VIP itu. Biasanya jika bukan cari makan, mungkin ada masalah administratif atau dipanggil dokter membuat Aslan hilang sesaat dari kamarnya.

Matanya yang agak buram, membuat dia kesulitan untuk mencoba duduk, dan Fia memilih menunggu Aslan. Getaran ponsel milik dia yang berbunyi, membuat dia sedikit bertanya tanya siapa yang menghubunginya. Karena jika Mbak di rumah atau dari toko, pasti menghubungi Aslan bukan ke dirinya.

“Bun…..”

Suara pintu kamar terbuka dan muncul suaminya menyapanya

Dengan sedikit berat kepalanya dia menoleh

“dari mana…?”

“dari tanda tangan ke bagian administrasi….”

Aslan mencuci tangannya, melap tangannya dengan handuk, lalu menghampiri istrinya.

“ dari tadi kebangun?” sapanya sambil mencium kepala istrinya

Senyuman Fia sebagai jawabannya

“ telp bunda dari tadi bunyi…..”

“oh yah?”

Fia menganggukan kepalanya

“bentar aku cek…..”

Aslan mengambil iphone milik Fia yang tergelatak diatas meja, lalu mengecek di daftar panggilan, dan betapa kagetnya melihat betapa banyaknya nomor yang menelpon Fia, dan yang membuat dia makin kaget ialah daftar nama-nama yang menelpon.

Memang hanya nomor telpon dan whatsapp yang diganti oleh Fia, namun ponselnya dan contactnya tidak ada yang dihapus, sehingga nama yang masuk pun dengan mudah dikenali.

“bun…..”

“ya sayang…. Siapa yang menelpon?”

Aslan hanya diam dan menghampiri istrinya

Raut wajah kaget Fia pun tidak terelakan melihat contact yang sudah menelponnya

“Umi….. Abah…..Ka Diba……” bisiknya lirih

“jiddah……”

Ternyata sang nenek pun ikut menelponnya hari ini, dan melihat waktu telpon mereka yang hampir bersamaan, dia yakin ini bukan sesuatu yang kebetulan. Apalagi kemarin baru saja ada acara besar yang setiap tahun diadakan di rumah neneknya di Cibanon.

Dia lalu membuka aplikasi whatsappnya, sambil setengah bergetar tangannya, dia menatap wajah suaminya yang juga bingung dengan banyaknya panggilan di telpon istrinya.

De, angkat telp Umi sayang….. Umi kangen ama kamu Dek…..

Lalu

Fia, tolong angkat telponnya, Abah mau bicara

Lalu

De Fia dan Aslan, mhn contact balik. Semua menunggu kabar dari kalian, karena besok Jiddah dan Abah mau jemput kalian berdua

Seketika jantung Fia berdetak makin kencang membaca itu, dia menggenggam tangan Aslan seketika, yang tidak kalah kaget membacanya

Alma, telp balik yah De, Jiddah dan Abahmu rencana besok akan ke Kendari jemput Kelaina berdua, alhamdulillah Abah dan Umi kamu sudah sepakat dan mau Terima Aslan………

Mata Fia nanar membaca isi whatsapp itu… hanya neneknya dan mendiang kakeknya yang memanggilnya dengan panggilan itu.... dia bagai tidak percaya membacanya

“yah……” bisiknya lirih ke Aslan

Aslan tertegun, dia ikut membaca itu…… dia kaget dan bingung bagaimana harus bersikap

Tiba-tiba ponselnya bergetar, dan Nafia kaget, dia memandang Aslan seketika. Nama Adiba muncul di panggilan video call lewat whatsapp. Sepertinya dia tahu bahwa pesannya sudah terbaca oleh Nafia

“yah……”

Aslan menatap Nafia

“angkatlah Bun….. “ saran Aslan

Anggukan dan anjuran dari Aslan membuat Fia lalu dengan tangan gemetar menekan tombol camera berwarna biru keatas…..

“De……..”

“ka Diba……”

“masyaallah De….. apa kabar kamu???”

“alhamdulillah baik Ka…….”

Airmata bercampur rasa rindu muncul di dua wajah yang saling berhadapan di kamera ponsel mereka. Kakak satu-satunya, teman main, teman berbagi, teman berantem di masa kecilnya, dan sudah terpisah sekian bulan, akhirnya boleh bertemu lagi. adiba tidak mempu menhaan tangisnya melihat kondisi Nafia yang makin lusuh dan kurus itu.

“abah….Umi….Jiddah… ini Fia……” teriak Adiba memanggil semua anggota keluarganya setelah melihat Fia akhirnya muncul di layer ponselnya.

Suara tangisan dan teriakan histeris dari mulut sang Ibu, dan sang nenek segera terhambur melihat kondisi anak dan cucu mereka yang sangat mereka rindukan selama ini. Annisah bagaikan sangat terluka dan sedih melihat Fia. Anak yang dia lahirkan dan dia sangat sayangi, dokter kebanggaan keluarga mereka, kini terpuruk dan berubah dengan sangat drastic, meski ada senyuman tersungging di bibirnya

Reuni keluarga itupun berubah jadi lautan airmata dan kesedihan.

“pulang Nak…. Umi kangen Ade……” isak tangis Annisah terdengar

“Jiddah jemput besok ya, sayang…..”

Fia masih hanya terdiam sambil menyeka airmatanya

“ FIa…..” suara parau sang abah terdengar.

“ya Bah……”

Suara angkuh dan sombong selama ini selalu emndikte orang kini seperti runtuh seketika. Yang ada hanyalah suara lembut penuh rindu seoarang ayah ke anaknya

“besok kita jemput sayang…….”

Nafia masih diam

“apa ngga kangen kamu sama Abah? Umi, Jiddah dan kaka?”

Nafia tersenyum disela uraian airmatanya

“kangen Bah……”

“ya sudah…. Kita jemput besok…..”

Melihat reaksi anaknya masih diam, Jafar sekeitika tersadar

“mana suami kamu?”

Suara Abah yang lembut membuat Fia terkejut, namun dengan cepat dia lalu mengalihkan wajahnya ke Aslan yang duduk dihadapannya di kaki tempat tidur rumah sakit

“ada Bah……”

Lalu Fia mengisyaratkan Aslan untuk menghampirinya

“assalamualaikum Abah……” sapa Aslan yang muncul disamping wajahnya Fia

“wa’alaikumsalam Aslan…….”

Ditengan sedih hati, gundah gulananya dia sebagai jiwa yang sedang dalam pergumulan besar menuju hari yang kian tak pasti, momen ini adalah momen terbaik yang dia rasakan dalam hidupnya. Momen dimana dia menyaksikan dua pria yang paling dicintainya dalam hidupnya, yang tidak pernah berdamai dalam hidup mereka karena sejarah pemusuhan yang panjang, kini didamaikan dan boleh berbincang dengan penuh rasa saling menghargai dan menghormati.

“sepulang dari sini, kami akan ke rumah….. kalau Bu Ulfa ingin ikut jemput, akan kami ajak bersama…..” seuntai kata indah dari Jafar seperti menutup pagi menjelang siang ini dengan sebuah tetes air sejuk di tengah dahaga dan kemarau panjang yang nyaris sulit ditemukan sebuah kerindangan di perjalanan di padang tandus tanpa rasa damai selama sekian tahun.

Pelukan erat dan tangis bahagia akhirnya pecah setelah telpon itu ditutup. Tangisan Nafia terasa begitu indah saat ujung senja yang mulai menghitam di ufuk barat seperti menunggu waktu hadirnya sebuah pemisah.

Dia memeluk suaminya sambil menangis

Momen indah yang dia tunggu akhirnya tiba juga

Perdamaian antara keluargamnya dengan suaminya……

Dia seakan lupa dengan sakitnya…

Dia lupa dengan deritanya….

Yang ada hanyalah rasa bahagia karena akhirnya suaminya yang begitu dia cintai bisa diterima oleh keluarganya. Permusuhan Panjang yang harusnya usai, kini akhirnya bisa bertemu dengan jalan keluar yang dia yakini Allah sudah sediakan tepat waktunya.

“aku bahagia Yah……” bisiknya ditengah tangis bahagianya

“aku juga Bunda…….”

Pelukan Aslan dengan erat memeluk istrinya. Perjuangan panjang mereka berdua, sampai harus menikah diam-diam dan jauh dari keluarga Fia, kini sepertinya sudah berada di titik yang baru, titik yang membuat mereka lupa sejenak dengan pejalanan sakitnya Nafia, karena kebahagiaan mereka saat ini mau mereka nikmati setidaknya untuk saat ini.

Aslan lalu bergegas mengurus administrasinya, dia menghubungi pihak kantor, orang rumah dan juga tidak lupa menelpon pimpinannya Yahya. Dukungan dan support dari Yahya dan keluarganya membuat Aslan dengan tenang bisa mengurus rencana pindahnya Nafia dari Kendari ke Jakarta.

Dan nun jauh ribuah kilometer terpisah

Suara ponsel Adiba berbunyi, dan sebuah pesan whatsapp masuk ke aplikasi WA nya

Ka, bilang Abah dan Umi, kita ngga usah dijemput di Kendari, besok jemput di Cengkareng, kita tiba pukul 15.10 WIB.
 
Entah berapa banyak bawang yg diiris sampai" mata ini tak kuasa menahan air yg muncul" tiba" lalu menetes tanpa bisa dicegah.. Meski akhir ceritanya bakalan banyak air mata.. Tapi sebagai org yg menulis cerita tentunya punya hak prerogatif untuk bisa merubah akhir cerita yg penuh kesedihan berubah menjadi kebahagiaan dengan munculnya keajaiban diakhir cerita.
Hestek: barangkali pak penulis pengen ada kejutan 🤭
 
Kelupaan.. Terima kasih buat update ceritanya meski harus menunggu sampai tahun berganti
Tak lupa juga mo ngucapin selamat datang kembali suhu @Elkintong semoga selalu sehat dan sukses serta lancar jaya RL nya. Semoga masih berkenan untuk kembali sering" menyapa lewat karya"nya seperti tahun lalu
Sekali lagi terima kasih banyak
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd