Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Till Death Do Us Part

menarik ceritanya
 
BAB XXXIV



Telaga Kecil di ujung kemarau



Rumah mewah dengan halaman luas dikawasan Cibanon Bogor hari ini terlihat sedikit lebih ramai dibanding hari biasa. Hari ini adalah haul dari alm H. Thaha Hassan Kareem, yang setiap tahun diperingati oleh anak-anak dan cucunya serta kaum keluarga terdekatnya.

H. Thaha dulu hanyalah seorang penjual karpet di Kawasan Anggada Cibinong, Bogor. Namun dua anak laki-lakinya Jafar dan Talib yang usaha mereka maju pesat, lalu membuatkan rumah mewah untuk kedua orangtuanya H. Thaha dan ibunya Hajjah Fatimah. Rumah besar yang hanya dinikmati sekitar 7 tahun oleh ayahnya sebelum kemudian berpulang ke pangkuan Sang Khalik.

Keluarga lalu berinisitif setiap tahun di acara haul mendiang ayah mereka, semua berkumpul, baik dua anak laki-lakinya maupun tiga anak perempuannya, bahkan cucu-cucunya juga. Tidak terkecuali hari ini. Semua wajib hadir dan datang, sekalian sungkeman dengan nenek mereka, Hajjah Fatimah.

Talib dan istrinya serta dua anak laki-lakinya serta menantu dan cucunya datang bersama, dari subuh mereka sudah terbang dari Surabaya, khusus untuk acara kali ini. Jafar dan Anissah juga demikian, pagi hari mereka sudah jalan dari Bekasi, tidak lupa Adiba dan anak-anaknya juga hadir, hanya suaminya yang sedang tugas ke China. Kesibukannya sebagai seorang banker, membuat Anand banyak terbang travelling ke banyak negara.

Pertemuan para cucu dan cicit yang jarang terjadi membuat rumah yang selama ini hanya diisi oleh Hajjah Fatimah dan pembantunya, seketika langsung jadi ramai. Semua berteriak senang karena bertemu dengan saudara-saudaranya.

Namun diantara sukacita di acara haul tersebut, ada bom yang siap akan meledak.

Jafar yang sudah tiba di sana, setelah memeluk dan sungkem dengan ibunya, serta menyalami kedua adik perempuannya, matanya seketika mendelik mencari satu sosok yang ingin dia ajak ribut hari ini, tanpa dia peduli jika hari ini adalah haul mendiang ayahnya.

Perilaku adiknya Talib yang berani untuk menikahkan Fia dengan Aslan rasanya tidak bisa dimaafkan oleh Jafar. Dan selama ini dia mencoba menelpon selalu tidak digubris oleh Talib, bahkan meski sudah menelpon adik iparnya pun, Talib menolak bicara dengannya. Tindakan Talib bagi Jafar ialah tindakan fatal yang sulit diterima olehnya, karena sudah bertindak sebagai wali untuk menikahkan Fia dengan Aslan, dimana pernikahan ini tidak pernah dianggap ada oleh Jafar.



**********************************


Sementara di Kendari

Sosok Fia nampak terbaring lemah di salah satu kamar VIP di RS Hermina – Kendari. Sudah mau tiga hari dia terbaring di kamar perawatan salah satu rumah sakit terbaik di Kendari ini. Jenis pengobatan berupa terapi terarah dan persisi yang kali ini dipilih oleh Aslan dan Fia untuk mencoba melawan kanker yang kian mengganas di kepala Fia.

Kondisinya yang semakin lemah dan kurus, membuat Aslan sangat prihatin dan tidak tega meninggalkannya. Dia memilih untuk bekerja dari RS untuk menyelesaikan semua tugas dan pekerjaannya. Untuk masalah di lapangan itu sduah dihandle oleh para surveyor lapangannya yang lain, sehingga dia bisa fokus merawat istrinya.

Dan pagi ini saat Fia terbangun, dia mengelus kapala suaminya yang tertidur di sisinya. Aslan yang sedang duduk dan karena saking mengantuknya, membuat dia tertidur dengan kepala rebah di kasur Fia. Melihat bagaimana Aslan yang sangat gigih dan tetap tiada lelah menjaga dan merawatnya, tak urung itu membuat Fia jadi semakin sedih.

Rasanya tidak adil bagi dirinya dengan kondisinya saat ini dan bukannya dia yang merawat suaminya, malah suaminya yang kini merawatnya. Semua kebutuhan mulai dari makan, mandi, sampai ke kamar kecil pun Aslan yang melakukannya untuk Fia.

Mama Ulfa dan adiknya Linda pun selalu memberi kekuatan baginya. Dia jadi malu sebenarnya, karena bukannya memberi yang terbaik untuk Aslan, malah dia merasa jadi beban untuk suami dan keluarganya.

Ini berbeda dengan apa yang dia rasakan dari keluarganya sendiri, ayahnya malah ingin menjebloskan suaminya ke penjara karena hanya demi sebuah gengsi yang hingga kini dia bingung tidak pernah hilang.

Aduh Abah…. Jika abah lihat bagaimana Aslan mencintai anakmu ini…. Apa iya masih tega mau memenjarakannya??

Fia selalu dibuat menyesal dengan semua ini. Menyesal dengan hubungan dia, serta suaminya dengan keluarganya sendiri, juga menyesali kenapa dia baru bertemu dengan Aslan setelah sekian tahun, bahkan menyesali lagi kenapa dia sempat menyia-nyiakan cinta Aslan hanya karena menunggu sesuatu yang dia rasa itu cinta sejati dari seoarang Hanif, yang ujungnya malah meninggalkannya saat dia justru butuh pundak untuk bersandar.

Kepala Aslan beregrak seketika membuat tangan Fia yang lemah jadi bergerak juga membelai rambut suaminya

“bun……” sapanya

Fia tersenyum lemah

“dari tadi Bunda bangun?”

Fia kembali hanya tersenyum

“maaf yah sayang…. Aku ketiduran….”

Aduh, waktu istirahatnya saja krang malah masih minta maaf karena dia tertidur kelelahan

“ngga apa-apa Yah……” sahut Fia lemah

Aslan segera bangun

“Bunda mau sarapan?”

Fia menggeleng

“nanti aja Yah….”

“kok nanti aja? Makan yah dikit?” desak Aslan

Fia tahu kalau sudah begini maka dia hanya bisa mengikuti apa yang diminta suaminya. Dia pun menganggukan kepalanya

“boleh Yah….”

“oke….”

Ciuman manis di dahi Fia sebelum dia beranjak mempersiapkan sarapan istrinya.

Fia sungguh merasa terharu melihat Aslan. Selain menjaga istrinya dirumah sakit, semua pekerjaan dikebut oleh Aslan sambil menjaga istrinya. Laptop dan perlengkapan kerjanya semua dibawah ke rumah sakit. Untung fasiltas VIP di rumah sakit ini lengkap sehingga Aslan bisa mandi dan tidur disini sambil menjaga Fia

Hal ini membuat dia bersemangat untuk bisa sembuh. Semua upaya kecuali operasi, laser dan kemoterapi dia hindari. Tapi peluang lewat obat herbal atau terapi lain, dia dan Aslan tempuh, meski secara sadar Fia sebagai dokter tahu, semuanya ini sulit menandingi keganasan kankernya dia yang sudah masuk ke stadium akhir.

Rambutnya rontok, sampai dia pun sudah sering kabur penglihatannya, mudah lelah dan sering keram bahkan kejang hingga akhirnya Aslan harus membawanya untuk dirawat di rumah sakit. Semua hal yang bisa dia lakukan sellau dia upayakan untuk istrinya. Bahkan sampai membawa ahli terapi kanker dengan obat tradisional untuk Fia, karena dia tahu Fia tidak berkenan dengan beberapa tindakan kedokteran yang hanya menunda derasnya rambatan kanker, tapi tidak bisa menyembuhkan sama sekali.

Doa, harapan dan sujud selalu tidak pernah dilewatkan oleh Aslan. Sampai semua para dokter dan perawat yang sering berkunjung ke ruangan Fia, dibuat kagum akan besarnya cinta dan perhatian sang suami untuk istrinya.

You have such a wonderful husband, Fia…. Kata dan ucapan dari Mika sahabat dokternya juga tidak kalah membuatnya bahagia meski dalam derita. Ini yang disyukuri oleh Fia, saat sakit dan penderitaannya terasa menhujam tubuhnya, dia selalu kuat karena melihat betapa Aslan selalu ada disampingnya.

“yuk….” Tangan Aslan terulur sambil memegang sendoknya

“Bunda doa dulu…..”

Senyuman Fia lalu muncul, dan kemudian dia memejamkan matanya memanjatkan doa, mengusap tangannya di wajahnya, lalu membuka mulutnya dan mulai mengunyah makanan yang disuapin suaminya

“ayah ngga makan?”

“nanti sayang…. Selesai Bunda baru ayah makan….” Jawabnya sambil mencium dahi istrinya

Fia terdiam sesaat

“selesai ini, mandi yah…..”

Fia hanya menganggukan kepalanya

Dia merasa miris, baru hitungan bulan lebih mereka menikah, bukannya madu sebuah manisnya pernikahan diawal fase bersama, tapi malah sakit dan derita panjang yang dia rasakan, bahkan untuk memberi hal yang terbaik untuk suaminya pun dia sulit.

Keganasan kanker ini pun sangat terlihat kasat mata dengan cepat menggerogoti tubuh dan kondisi Fia. Badannya turun drastis, fisiknya semakin lemah dan ingatannya sering mulai goyah, ditambah penglihatannya yang makin kabur, membuat dia jadi semakin ketergantungan dengan orang lain, termasuk terhadap suaminya.

Aslan yang tahu betul masalah ini, dia selalu menguatkan istrinya. Semakin menderita istrinya, semakin besar rasa cintanya ke Fia. Dia pun memaklumi jika Fia kadang moodnya lagi kurang bagus, dia tetap sabar dan tenang menghadapi istrinya. Baginya, ini justru saatnya untuk menunjukan bahwa dia sangat mencintai istrinya.

Saat sakit, saat senang, saat susah dan bahkan hingga ujung usia kita pun, aku ngga akan pernah memalingkan wajah dan hatiku dari dirimu. Sebuah goresan indah yang selalu dia patrikan dalam hatinya dan tunjukan secara nyata untuk Fia, bahwa cintanya memang hal terbesar yang dia tahu dalam hidupnya.

Genggaman tangan Fia dengan erat memegang lengan Aslan. Pria tampan itu tahu, ada sesuatu yang dipikirkan Fia. Dengan lembut dia mengusap punggung telapak tangan Fia, seolah memberi kekuatan bagi istrinya untuk tetap berjuang bersama.

Jauh nun dalam di relung hati Fia, dia hanya bisa merasakan hal miris karena tidak bisa membahagiakan suaminya secara fisik dan mental, terlebih lagi dia semakin miris karena keluarganya belum mau menerima Aslan sebagai pria pilihan hatinya, meski mereka tahu kondisi dirinya yang semakin hari semakin lemah akibat ganasnya penyakit ini.

Fia juga ingat, jika hari ini adalah haul kakeknya. Hari yang dimana biasanya mereka semua berkumpul. Tahun lalu di hari yang sama dia masih dengan bangganya datang berdua Hanif, memamerkan kemesraan yang disertai puja puji dan juga kalimat iri akan kemesraan serta betapa serasinya mereka berdua.

Namun kini dia justru berada di situasi yang berbeda setahun kemudian. Meski dia selalu tak henti-hentinya bersyukur karena memiliki Aslan yang luarbiasa dalam mencintai dirinya saat ini. Hal yang dia sesali karena terlalu lama dia menyadari itu.

Senyuman penyemangat Aslan terlihat begitu ceria di sela lelahnya dia mengurus istri dan juga kerjaannya. Sementara tak lelah dia sambil menyuapi, membetulkan bantal istrinya, sambil sesekali dia membalas pesan dari ponselnya terkait masalah pekerjaan.

Suamiku, rasanya kamu masih terlalu muda untuk harus menerima derita ini sayang, bisik hati Fia

Sementara genggaman tangan Aslan semakin erat, seperti hendak memberi kekuatan dan kehangatan selalu, yang dibaca oleh bathin Fia sebagai tanda bahwa dia selalu ada untuk Fia, bahkan disaat sulit seperti inipun dia tidak beranjak jauh, tapi selalu disamping istrinya untk menguatkan dan memastikan bahwa badai ini akan mereka lewati bersama.



*************************************



Suara saling bentak dan hardik terdengar dari ruangan keluarga di rumah Hj. Thaha di kawasan Cibanon. Suara itu membuat semua keluarga yang hadir jadi ikut berkumpul di ruangan tengah menengahi

“sialan lu…. Berani melangkahi gue yah…..”

“apa lu bilang?? Lu yang sialan…..”

“eh…. Lu yang salah yah…..”

“apa salah gue??”

“ngapain lu turut campur urusan gue ama anak gue…..”

“kalo gue turut campur kenapa??”

“ya salah lah lu…..”

Saling hardik terdengar, dua bapak-bapak saling hardik dan bentak, sementara istri-istri mereka sibuk menengahi.

“ngapain lu nikahin dia ama anak itu??”

“dia sudah bareng tinggalnya…. Mo nambah dosa lagi lu???”

“urusan gue…. Dia anak gue…. Gue sebagai bapaknya ngga setuju…..”

“sekarang lu bilang urusan lu… lupa lu dulu??? Setiap ada masalah lu selalu bilang anak kita????”

“jadi lu mo bangke-bangke urusan lama? Berapa hutang gue ama lu, Talib?”

“berapa….. sekarang berduit lu banyak omong……”

Annisah segera menrik lengan suaminya

“udahlah Bah… ini acara haul kok malah ribut….”

“udah Dek….. Tarik suami kamu….” Pintanya ke Farida, istri Talib.

Bukannya mereda malah masih saja saling tuding dan saling sahut diantara kedua kakak beradik itu. Jafar yang murka karena Talib melangkahinya dengan berani menjadi wali untuk anaknya sendiri, memang emosi dan marah sekali ke adiknya itu. Sebaliknya Talib juga marah dengan ucapan Jafar yang menudingnya melangkahinya. Dia merasa Jafar sudah keterlaluan sebagai ayah terhadap anaknya. Fia yang sudah sakit-sakitan bukannya diikuti apa maunya, malah dia keukeuh untuk tidak merestui pernikahan anaknya.

Dan yang bikin Talib makin emosi ialah cara Jafar mengirim penasehat hukumnya untuk melpaor ke kepolisian agar Aslan dipenjara untuk sesuatu hal yang menurutnya lucu dan berlebihan sekali.

“dia anak gue……”

“dia anak gue juga….. lupa lu??? Mau gue ungkit lagi masa lalu kita???” bentak balik Talib ke Jafar.

Memang Talib duluan sukses dibanding abangnya. Sedikit banyak usaha abangnya berhasil banyak juga bantuan modal dari Talib yang memang sudah lama berhasil dengan usahanya sebagai kontraktor rekanan pemerintah daerah.

Bahkan diawal-awal anak-anak Jafar dulu sekolah di sekolah mahal, bantuan adiknya Talib juga tidak sedikit sebelum Jafar sukses sebagai pengusaha pelumas, termasuk saat ini kesuksesannya sudah jauh diatas adiknya sendiri.

“trus kenapa lu nikahin dia sama anak itu??”

“lu gila kali… lu tahu si Fia kondisinya gimana sekarang???? Calon mantu kebanggaan lu aja ngga peduli…..”

“tapi bukannya lu nikahin dia ama anak itu.. lu langkahin gue juga….”

“Cuma dia yang peduli ama Fia….”

Lalu tiba-tiba…

“cukup……” suara bentakan dari mulut tua terdengar sekaligus membuat suasana hening seketika.

Suara keras dari mulut seorang wanita tua rasanya sangat ampuh meredakan pertengkaran dua kakak beradik itu. Semua juga jadi ikut terdiam mendengar titah nenek mereka ibu Hajjah Fatima yang harus turun tangan melerai pertengkaran kedua putranya itu.

“bikin malu kalian ini…. Haul abah kalian malah saling ribut….. “ sambungnya lagi.

Talib hanya terdiam

Jafar pun hanya bisa mematung sambil menundukan wajahnya.

Jiddah, demikian panggilan cucu-cucunya untuk sang nenek, adalah sosok yang sangat ditakuti oleh semua anaknya. Jika ayahnya mereka atau Hj. Taha almarhum adalah sosok ayah yang pendiam dan pekerja keras, namun Fatimah adalah sosok yang dominan di rumah, dia keras dan kuat menghandle anak-anaknya hingga semua bisa sukses seperti saat ini.

Titah dan suaranya sangat didengar oleh anak-anaknya, termasuk kali ini.

“duduk kalian…..” perintahnya lagi.

Semua langsung terdiam dan anak-anaknya semua mencari posisi untuk duduk.

“pak Ustad sebentar lagi akan datang, Umi minta kalian semua jangan lagi berdebat dan bertengkar…. Ini acara setahun sekali, dan Umi tidak ingin ada keributan antara kalian kakak beradik disini…..”

Semua hening

“mengerti kamu, Jafar?”

Anggukan dari Kepala Jafar

“kamu Talib?”

“iya Mi…..”

Kembali hening suasana di ruang besar keluarga itu.

Tangan tua yang masih terlihat kuat dan sehat itu lalu menyingkirkan bantal dari sofa, dan kemudian duduk disitu, sepertinya ada yang ingin dia sampaikan lagi untuk keluarganya itu.

“Umi sudah tahu semuanya….”

Getaran terdengar dari suaranya

“tadi pagi Alma telpon Umi……”

Ucapan sang nenek membuat mereka semua kaget.

Alma adalah nama panggilan nenek dan kakeknya Kepada cucu mereka Nafia. Almahyra yang menjadi nama tengah dari Fia adalah nama yang diberikan oleh mendiang kakeknya, dan itu yang selalu dipakai untuk memanggil cucunya.

“umi nangis lihat keadaanya…….”

Semua hening kembali

“dan kalian berdua ribut disini hanya karena saling mempertahankan keegoisan kalian…..” suara Bu Hajjah ini meninggi.

“tahu ngga kamu kondisi anak kamu, Jafar???”

Jafar terdiam

“Annissah, kamu tahu ngga????”

Annisah hanya diam, hanya isakan tangis yang terdengar.

“kamu juga Adiba… dia adik satu-satunya… kamu tahu ngga kondisinya??”

Waniat cantik yang berkerudung itu hanya terdiam sambil memeluk anak bungsunya yang bengong melihat neneknya yang sedang bicara dengan nada tinggi.

Tangan Fatimah menggapai tisu di meja, wajahnya yang sudah berias dengan make up sejak pagi, kini matanya harus diisi oleh derai airmata. Kondisi cucunya yang terbaring sakit, wajah lemah dan senyum manisnya saat menghubunginya pagi ini lewat sambungan video call, membuat dia sangat sedih.

“kalau kalian masih mepertahankan ego kalian, mungkin kita tidak akan pernah melihat dia lagi…..” suara desis nenek itu kini terdengar

Suara tangis mulai terdengar. Bagaimanapun sosok manis periang dan selalu humble, merupakan ciri khas dari Nafia yang selalu dirindukan oleh semua orang setiap acara kumpul seperti ini. Sosok yang jauh dari kata arogan. Berbeda dengan Adiba yang cenderung agak menjaga jarak dengan keluarganya, sedikit sombong apalagi semenjak menikah dengan Anand, membuatnya sangat jauh berbeda dengan Nafia yang ramah periang dan dekat dengan semua sepupunya dan keponakannya.

“JIka dia sudah memilih Aslan sebagai suaminya…. Kita harus bisa menerimanya…..”

Batu besar bagaikan menghantam dada Jafar mendengar itu.

Tisu berlembar lembar ditarik oleh Fatimah

“ Dia minta maaf tidak bisa datang….. “ raut wajah sedih tergambar jelas di wajah tua yang tegar itu

“namun yang buat Umi kuatir…. Dia cerita jika dia sering ddatangin Abah kalian dalam mimpinya belakangan ini……” Fatimah tidak mampu meneruskan kata-katanya. Airmatanya turun dan isak tangisnya terdengar diseisi ruangan

“Umi ngga tahu dia bisa bertahan sampai kapan…….”

Tangisan semakin kencang terdengar

“Umi kuatir dan takut……”

Semua yang hadir hanya bisa terdiam, wanita yang ada disana semua meneteskan airmata. Bayang-bayang kesedihan dan bakal terjadi sesuatu yang buruk pun muncul di benak meraka. Terutama di benak Annisah, sang ibu kandung yang kini semakin lusuh dan tidak terlihat bersemangat semanjak anaknya menghilang.

Dia hanya bisa diam dan menangis. Pertengkaran dengan suaminya pun sudah jadi makanan sehari hari, hanya karena Nafia anaknya.

“dan hebatnya kamu Jafar….. masih sibuk dengan ego kamu……” dia menatap wajah anaknya yang kini terdiam.

Dia tahu persis keras kepalanya Jafar, dan dia sadari bahwa egonya dia sebagai ibu yang secara tidak langsung berperan untuk membentuk karakter keras anak sulungnya itu. Namun saat seperti ini, bukanlah hal yang tepat membawa itu dalam menyelesaikan masalah ini. Bagaimanapun Nafia adalah cucunya yang harus dia lihat dan jaga.

“kamu masih ingat apa amanah terakhir abah sebelum abah pergi???” tanya Fatimah ke Jafar

“kamu ingat Annisah???” meninggi lagi suaranya

Airmata dan isak tangis Annisah terdengar kencang. Dia seperti orang histeris. Semua seketika inga tapa yang disampaikan oleh Hj. Thaha menjelang akhir ajalnya. Pesan yang sangat jelas dan kuat disampaikan ketika itu

“ Nafia sangat ringkih dan sakit-sakitan waktu kecil, bebrbeda dengan Adiba yang sehat dan kuat fisiknya…. Sampai Abah harus menitipkan Nafia untuk kamu jaga lebih ketat lagi kesehatannya….. lalu sekarang dia sakit malah kamu suruh pengacara kamu memenjarakan dia dan Aslan???”

Hening

“dimana akal sehat kamu????”

Jafar terdiam dan tidak mampu berkata kata lagi

“Umi ingat….. selesai diwisuda dia datang kesini, ajak Umi ke makam Abah…. Dia ingin menunjukan bahwa dia bisa lulus jadi dokter ke abah…..”

“dia sangat bahagia sekali waktu itu….. meski dia menangis disana karena abah tidak sempat melihat dia jadi dokter….”

Tangisan sang nenek kembali terdengar

“aku ingat sekali tangisan dia waktu itu….”

Semua hanya bisa terdiam, menangis dan ingat bahwa Nafia memang dalam kondisi yang sangat tidak baik-baik saat ini.

Jafar hanya bisa bisa tertunduk. Dia bingung dengan apa yang harus dia lakukan. Hati kecilnya tidak bisa memungkiri akan kerinduannya dia terhadap anaknya, meski alasan dan cara anaknya sulit bagi dirinya untuk bisa menerima. Termasuk pilihan anaknya untuk menikah dengan Aslan, anak yang dia sama sekali tidak kehendaki untuk jadi menantunya

“ dia cerita….. Talib juga cerita…. Bagaimana Aslan merawat dan menjaga Nafia…. Seharusnya kamu bersyukur dia tidak menikah dengan Hanief. Mungkin sekarang dia sudah janda duluan saat ini, jika melihat gelagat anak itu…..”

Dentangan makin keras menghantam Kepala Jafar, membuat dia semakin dilematis

Lalu Fatima berdiri

“Ustad sebentar lagi datang…. Bersiaplah kita…..” ujarnya lagi

“Talib…”

“iya Umi….”

“besok carikan tiket pesawat ke Kendari…. Kamu temanin Umi untuk menjemput Nafia dan Aslan…..”

Perintah dan titah sang ratu membuat semuanya lagsung terdiam

“jika kita tidak jemput mereka….. siap-siaplah kita hanya akan mendengar kabar yang tidak kita inginkan…..”

Fatimah segera berlalu ke ruangan belakang.

Sekeluarga yang hadir disana semua terdiam. Airmata dan kesedihan bagaikan tumpah mengingat nasib Nafia. Dan semua mata serta tudingan kini menunjuk ke wajah satu orang, yaitu Jafar. Ayah sekaligus sosok yang menyebabkan semua kekacauan ini terjadi. Dia hanya bisa terdiam dan menundukkan wajahnya.

Bingung harus berbuat apa, antara egoisme sesaat, atau kembali menata hatinya untuk merima apa yang sudah putri kesayangannya putuskan, dimana dia harus membuang semua keras hati dan pahit di masa lalunya untuk menerima Aslan datang dalam kehidupan mereka, karena pasti meski dijemput, Fia tidak akan mau kembali jika Aslan masih ditolak oleh keluarganya.

Laporan terakhir dari Pontas pengacaranya, kondisi Aslan yang dijaga oleh boss nya, membuat cara dia menggunakan aparat hukum atau mungkin cara yang lebih ekstrim akan lebih sulit untuk memulangkan anaknya kembali ke rumahnya.

Tatapan anaknya Adiba, cucu-cucunya dan bahkan istrinya Annisah seakan mememintanya untuk segera memberi jawaban. Ditambah lagi dengan seruan dan juga bahasa tubuh adik-adiknya seakan memintanya untuk membuka hati dan ikut apa yang sudah Umi mereka perintahkan. Ini membuat Jafar pusing dan bingung memutuskannya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd