Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Till Death Do Us Part

BAB XXXIII



JANGAN AMBIL BAHAGIAKU



Hampir mau sebulan sudah Fia resmi menjadi istrinya Aslan.

Setelah sempat dirawat di rumah sakit 2 hari tepat dihari pernikahannya, kini sudah lebih kuat setelah diperbolehkan pulang. Kondisinya sudah sedikit membaik, dan bulan madu mereka pun dilakukan di rumah mereka, karena kuatir dengan kondisi Fia yang lemah.

This is my place and love that I call home. Demikian kata Fia.

Aslan pun sudah mulai bekerja kembali se[erti biasa, dan mereka menggunakan tenaga ART untuk membantu Fia di rumah. Dia kuatir sekali dengan kesehatan istrinya, makanya dia meminta ada ART yang datang pagi sekali, dan pulang saat dia kembali ke rumah, agar kondisi istrinya terpantau olehnya.

Aslan bahkan setiap jam dia selalu mengecek kondisi istrinya

“Bunda baik-baik saja, Yah….” Ujar Fia

“iya, ngga apa-apa kan ayah cek?”

“ngga dong…. Bunda senang kok…..”

Whatsapp dan video call sudah jadi menu tetap bagi mereka. Dan sementara Aslan belum mengijinkan Fia sendirian ke toko mereka yang juga sudah mulai dibuka. Mereka mempercayakan ke pegawai mereka untuk dikelola selama Fia masih belum aktif. Dan Fia lebih banyak mengontrol semuanya secara online.

Mama dan Linda sudah kembali ke Bekasi 2 hari setelah pernikahan mereka, demikian juga Paman dan Bibinya yang sudah terbang kembali ke Surabaya sehari setelah acara akad nikah. Setelah memastikan kondisi Fia sudah membaik, mereka segera kembali ke tempat mereka.

Kebahagiaan Fia rasanya sangat lengkap kini. Dia bagaikan dilahirkan kembali. Fase baru sebagai istri Aslan membuat dia sangat bersyukur memiliki suami sehebat dan setangguh Aslan. Dia tidak membayangkan jika dengan kondisinya seperti ini lalu masih menjalin hubungan dengan mantannya dulu, entah bagaimana nasibnya.

Dengan Aslan, dia merasa diperlakukan sebagai ratu. Sampai hal-hal kecil diperhatikan oleh Aslan. Aslan bagaikan ketakutan jika kondisi Fia seperti hendak drop. Satu hal yang selalu buat Fia justru jadi kasihan dengan suaminya ini yang sangat mengkuatirkannya.

Disaat pengantin baru lain sedang hot-hot nya bercinta, mereka berdua malah kadang hanya saling berpelukan. Aslan kadang sering melarang Fia jika dia meminta untuk bercinta. Karena dia tahu kondisi istrinya yang sedang sakit, meski ujung-ujungnya dia tidak kuat juga jika sudah digoda oleh istrinya.

Rambut istrinya yang mulai menipis juga bukan halangan bagi Aslan. Dia dengan bangganya suka memamerkan foto kebersamaan mereka baik di status whatsapp hingga di medsosnya. Bagi Aslan, Fia adalah hidupnya, wanita terbaik yang sangat dia cintai dan ingin dia bahagiakan.

Ratu, cinta terbaik, hingga penyemangat hidup.

Meski kadang ada ribut-ribut sedikit diantara mereka, namun cinta yang besar selalu membuat itu semua tertutupi dengan baik. Kesabaran Aslan menghadapi moodnya Fia yang kadang suka berubah, itu yang membuat segala sesuatunya jadi mengalir ringan dan menguatkan cinta mereka.

Mertua dan adik iparnya juga sangat membantu. Hampir setiap hari mereka saling berkirim pesan. Satu hal yang Fia ingin hindari ialah ada kesan jika pernikahan mereka maka apa yang selama ini Aslan wajibkan beri ke ibu dan adiknya jadi berkurang atau hilang. Dia selalu berusaha agar ini tidak jadi halangan diantara mereka.

Untungnya usaha mereka berjalan lumayan lancar dan pekerjaan dari Aslan juga mulus. Sehingga bisa dikatakan nyaris tidak ada goncangan dari transisi masa pacarana hingga menikah. Tipikal Fia yang juga malas belanja dan beli-beli barang yang tidak perlu, serta gaya hidup sederhana mereka membuat semuanya terlihat berjalan normal dan aman.

“Bu, sayurnya mau dimakan sekarang?” tanya ARTnya dari balik pintu belakang

“nanti aja Mbak….”

Ani, art yang baru bekerja sekitar 3 minggu di rumah mereka bingung

“kata Mas Aslan, jam segini Ibu harus makan……”

Fia tahu Aslan pasti akan telp dan whatsapp mengecek. Dia pun manut untuk makan

“oke Mbak…. Siapin aja…”

Sepiring kecil sayur dan buah, serta kentang yang sudah buatkan mashed lalu disajikan ke mejanya. Fia memang menggunakan taman belakangnya sebagai tempat kerja onlinenya. Sambil menscrolling data-data penjualan warungnya di tabsnya, dia juga sambil mencomot sendok dan menelan makanannya pelan-pelan.

Saat ini dia benar-benar merasakan bagaimana berjuang untuk membesarkan usahanya, ditengah kondisinya yang tidak optimal, namun dia tetap berupaya dengan keras memantau toko yang sedang dia rintis dengan suaminya. Penjualannya masih turun naik, dia juga harus mengawasi ketat proses produksinya dan pengiriman, sehingga lumayan tersita waktunya.

Namun semua disyukurinya. Dia tahu bahwa perbedaan besarnya dengan waktu dia kerja sebagai professional dokter maka dia hanya memperdulikan kerjaan dan gajian serta insentif setiap akhir bulan. Kali ini dia harus jadi pengusaha untuk usahanya sendiri, maka semua detail harus dia kuasai dan teliti satu persatu.

Disisi lain agak ribet, namun dia menikmati sekali. Baginya usaha ini ibarat sebuah kesibukan baru dan milik dia sendiri, sehingga kepuasan bathin dirasanya sangat kental, apalagi seperti hari ini, orderan datang berulang ulang dan sukacitanya luar biasa.

Ingin rasanya segera sore hari datang, karena dia ingin cerita langsung ke suaminya apa yang dia rasakan sekarang. Pasti Ayah akan sangat senang melihat penjualan kita mulai naik, demikian bathinnya membisik dan mengelebatkan rasa bahagia yang berbeda dari biasanya.

Gejolak bathinnya kini bergolak dengan dua arah yang berlawanan. Di satu sisi dia bahagia dengan apa yang dia rasakan dan capai saat ini, namun disisi lain dia tahu dan sadar betul bahwa usianya bagaikan tinggal menunggu waktu Tuhan untuk memanggilnya.

It’s very dangerous deases, doc! And you awared about that, don’t you? ….. dia ingat kata-kata dokter di Kualalumpur ketika itu.

Tanpa terasa kembali airmatanya menetes……

Rasanya dia sudah sangat tidak adil ke suaminya yang begitu mencintainya dengan penuh kesungguhan hati. Harusnya Aslan mendapatkan dirinya sekian tahun yang lalu saat dia masih sehat. Bukan saat ini dia sudah ringkih dan sakit-sakitan malah dia jadi beban untuk Aslan.

Sapuan telapak tangannya ke pipinya membuat airmatanya sedikit terhapus, meski rasa sedihnya tidak juga beranjak pergi. Kesedihannya ialah bukan karena harus menemui takdir hidupnya jika usianya memang hanya digariskan oleh Allah sampai disitu, namun karena dia merasa getir karena meninggalkan dan membuat Aslan menjalani hidup sendiri tanpa dirinya kelak

Kenapa cintamu begitu dahsyat sih, Ayah???

Dimana aku harus menemukan cinta sehebat yang kamu beri untuk aku??

Apa kamu masih kenal aku nanti jika ketemu di kehidupan lebih lanjut nanti??

Semua pertanyaan yang abstrak pun hadir dalam pikirannya. Badan yang tidak sehat membuat batin dan angannya pun ikut bergejolak tiada tentu arah. Mengembara tanpa tahu kemana harus harus dia melabuhkan pikirannya.

Dia seketika rindu dengan suaminya. Rindu dipeluk oleh Aslan, meski baru beberapa jam ditinggal ke kantor. Situasinya saat ini membuat dia jadi rapuh dan selalu butuh Aslan untuk mendampinginya. Dia bagaikan tidak mampu berbuat apapun tanpa suaminya.

Senyumnya muncul saat layar di ponselnya muncul wajah Aslan yang sedang melelang senyuman. Senyum tulus dan mata tajamnya seakan membiusnya dalam cinta yang semakin dalam setiap hari demi hari mereka bersama. Kesabaran suaminya seakan tidak berubah dari jaman mereka mulai kenal kembali setelah melewati masa anak-anak dulu. Aslan selalu sabar dan tetap memandangnya dengan penuh cinta.

Nikmati masa indah ini, Bunda…. Waktu tidak akan bisa kita ulang…. Makanya waktu bersama kita selalu indah untuk kita kenang nanti….. Allah pasti dengar doa kita jika minta secara sungguh dan pasrah dengan kehendakNya.

Kata-kata hiburan yang selalu menguatkan dirinya yang diucapkan oleh Aslan. Membuat dia meski rapuh dan galau, namun selalu bisa berdiri dengan tegap di badai derita ini.

Kadang dia sampai suka malu sendiri, jika melihat bagaimana Aslan begitu memuja dirinya dengan luarbiasa. Semua status pujian dan doa di WA, IG, dan bahkan kemana mereka melangkah, Aslan bagaikan tidak risih bahkan cenderung berlebihan dalam melindunginya. Dia membuat Fia merasa seperti seorang putri raja yang begitu dilindungi dan tidak boleh sakit atau diganggu.

The way you loved me, always makes me stronger, My love……. Status whatsapp diunggah oleh Fia dengan background foto dirinya yang tersenyum dan Aslan memeluknya dan mencium pipinya.

Senyuman manis Fia muncul ditengah taburan airmatanya yang masih mengucur. Makanan yang tadi disantapnya masih tersisa sedikit, teronggok di meja. Sedangkan tidak lama kemudian Fia yang memang dalam kondisi menkonsumsi obat-obatan, bagai diserang kantuk akibat efek obat membuat dia tidak lama kemudian terlelap di sofa di taman belakang rumahnya.


************************************



“Bu…..”

“bu…..” suara Ani pembantunya membangunkan dirinya

Fia yang masih agak keleyengan dan ngantuk, pelan-pelan terbangun

“bu…….” Agak memburu nafasnya

Fia terbangun dan samar menatap wajah Ani yang terlihat agak cemas.

“Ya Mbak……”

“Bu…..”

“iya iya……”

Melihat wajah cemasnya agak kaget dan segera bangun

“ada apa?”

“itu Bu…. Ada yang ketok-ketok pintu…..”

Benar juga, terdengar suara ketukan di pintu

Fia agak kaget

“siapa?”

“ngga tahu Bu….”

Fia bingung, smemtara ketukan semakin keras

“coba intip….” Perintahnya ke Ani

“sudah Bu….”

Fia makin deg-degan

“ada banyak orang….. ada polisi juga…..”

Fia bagaikan tersengat listrik. Ada apa polisi sampai mendatangi rumahnya?

Sementara ketukan dipintunya semakin kencang. Terdengar nama Aslan dan namanya disebut sebut.

“bukain ngga Bu….?” Tanya Ani agak panik

Fia juga tidak kalah panik. Tapi jika tidak dibuka pasti pintu itu bakal diketuk terus, bahkan makin kencang. Dia takut jika didobrak malahan.

Dengan cepat Fia meraih ponselnya.

Ayah, ada banyak tamu diluar, ada polisi juga. Whatsapp Fia ke ponsel Aslan, karena dia takut menelpon dan didengar oleh tamunya di depan. Rumahnya yang kecil tentu sulit baginya untuk menghindar dan bersembunyi. Meski dia bingung kenapa begitu banyak orang yang datang ke rumahnya.

Suara ketukan terdengar kembali

Jantung Fia berdebar kencang. Firasatnya mengatakan ada hal lain yang terjadi.

“Bu…..” suara pelan Ani yang tidak kalah gugupnya terdengar, dia seperti meminta pentunjuk lebih lanjut dari Fia untuk bertindak.

Kembali ketukan dengan keras terdengar

Akhirnya…. Fia pun menyerah

“buka aja Mbak…..”

Dengan perlahan lalu Ani membuka pintunya, sementara Fia lalu masuk ke kamarnya. Dia memakai sweater, untuk menutupi kaos lengan pendeknya yang agak ketat melekat di badannya.

“ selamat siang Mbak…..”

“siang Pak….”

"Apa betul ini rumahnya Pak Aslan?”

Diam sesaat

“betul Mbak?”

“betul Pak….”

“ada Pak Aslannya…..??”

diam sesaat

“ada ngga?” suara agak keras terdengar

“eh eh… lagi dikantor….”

“Mbak siapa?” tanya suara lain

“saya yang bantu-bantu disini”

“Ibu Nafia ada?”

Ani nampak ragu menjawab

“Kami tanya…. Ibu Nafia ada atau ngga?”

Fia yang dikamar agar gemetar juga mendengarnya, namun dia membesarkan hatinya untuk memaksakan diri keluar dari kamarnya

“selamat siang bapak-bapak…. Ada apa cari saya dan suami saya….”

Nafia keluar dari kamarnya dan menyapa orang-orang yang sudah menunggunya diepan pintu….

“sialhkan masuk…” tuturnya lembut

Nampak terlihat beberapa orang pria diluar rumahnya, ada yang memakai pakaian dinas dan sebagian lagi memakai baju bebas. Tegap-tegap dan terlihat tidak bersahabat wajah mereka saat mata mereka menatap Nafia yang baru keluar dari kamarnya

“selamat siang Mbak Fia……” sapa salah satu sosok yang berada diantara beberapa orang tersebut.

Fia kaget sesaat dibuatnya. Dia kenal dengan pria yang baru saja menyapanya

“Bang Pontas?”

“apa kabar Mbak?”

Fia bengong melihatnya sesaat

Pontas adalah kuasa hukum yang dipercayakan untuk mengurus semua masalah hokum oleh Jafar. Dan hadirnya dia disini membuat tanda tanya diawal, sedikitnya terjawab kenapa begitu banyak orang yang ada disini

“oh iya…. maaf kami dari unit resmob Polda Sultra, saya AKP Nandito, dan kami disini untuk mendampingi Pak Pontas, sekalian menindaklanjuti laporan yang sudah dibuat…..” ujar salah satu pria yang berdiri didepannya Fia tepat di depan pintu

“silahkan duduk dulu….” Fia mempersilahkan mereka duduk

Pontas dan Nandito lalu duduk di sofa, Fia juga ikut duduk. Dia lalu meberi kode agar Ani tetap tenang dan bisa duduk dibelakangnya.

“laporan apa yah Pak…..” tanya Fia

“ Gini Nona Dokter….. kami yang bertindak atas kuasa dari Abahnya Mbak Fia, maka kami sudah melaporkan ke Polda setempat untuk menindaklanjuti ini…. “

“apa salah saya?” tanya Fia bingung

Wajah pucatnya seketika langsung gugup melihat polisi berdiri didepan pintunya, lalu ada pengacara ayahnya dan beberapa lagi yang diluar menunggu.

“hmmmmm…. Laporannya sih untuk Pak Aslan…..” ujar Nandito

“apa salah suami saya?” tanya Fia heran

Pontas tersenyum kecut

“sudah jadi suami istri?”

Fia diam, dia merasa tidak perlu menjawab

“ini laporannya sih atas perbuatan tidak menyenangkan…. Ada dua pasal yang kami kenakan yaitu pasal 332 KUHP tentang Kejahatan terhadap kemerdekaan seseorang dan pasal 335 atas Perbuatan yang tidak menyenangkan….” Terang Nandito

Fia terngangah dibuatnya

“saya….. saya tidak merasa ditindas kemerdekaan saya oleh suami saya…..” bibirnya agak gemetar

“ Iya… tapi perbuatan Pak Aslan ada ditenggarai atau sudah bisa masuk ketegori pelanggaran dua pasal yang diatas…” tukas Nandito

“ancamannya 9 tahun dan 1 tahun…..” timpal Pontas tanpa ekspresi

Fia seketika gemetar dan terdiam

“tapi saya tidak merasa dipaksa…. Saya pun sudah dewasa… bukan anak dibawah umur lagi….” Fia bersikeras

“makanya kami kesini…. Biar Aslan dan Mbak Fia ke kantor dulu.. kami periksa dulu… biar kita lihat nanti dikantor….”

Mendengar ucapan salah satu polisi yang ikut bersama Pontas ini, seketika merinding rasanya Fia mendengarnya. Bayangan buruk pun seketika muncul dalam benaknya.

“saya salah apa……”

“makanya dibawa di kantor dulu…..”

“saya ngga mau…..”

Pontas tersenyum mendengarnya

“ini sudah hukum yang bicara, Mbak……”

Fia tercekat dibuatnya

“saya tunggu suami saya dulu…..”

“ya silahkan…. Kami juga memang menunggu dia…..”

Fia seketika menjadi dingin tangannya. Dia memang belum pernah berurusan dengan pihak berwajib, dan rasanya saat ini mendengar bahwa suaminya akan diperiksa bahkan akan mendapat ancaman hukuman seperti yang disebutkan tadi, mau ngga mau dia jadi sangat kuatir

“resiko…. Membawa kabur anak orang…..” ceplos Pontas

Fia agak meradang mendengarnya

“aku yang mau nikah ama Aslan…. Bukan dia yang bawa kabur…..”

Pontas tersenyum

“nanti dibuktikan oleh teman-teman dari penyidik, Mbak…..”

Melihat senyuman Pontas, Fia jadi marah

“apa sih maunya abang??”

“mau saya?” senyumannya yang agak sinis keluar

“saya ngga mau apa-apa, hanya saja saya ditugaskan oleh klien saya…. Yaitu Abah Jafar… untuk membawa Mbak Fia anaknya pulang, dan membawa Aslan ke meja hukum…. Itu mau saya….”

Fia mendelik marah

“apa kesalahan Aslan? Dia tidak membawa saya secara paksa…. Saya juga bukan anak kecil….”

“sudah-sudah Mbak…. Makanya kami sarankan kita periksa dulu di kantor…..” potong Nandito. “ jika ada kesalahan dari suami Mbak, kita proses…. Jika tidak yah kita kembalikan…..” senyuman dan kata-kata diplomatis muncul dari bibir AKP Nandito

“atau kita bawa saja dulu Mbak Fia… biar nanti Aslan menyusul ke Polda….” Usul Pontas

Usulan Pontas seketika membuat Fia kesal bukan main

“saya tidak akan pergi kemanapun……”

Pontas kembali tersenyum

“Penyidik punya surat tugas…. Jadilah warga negara yang baik……”

Fia hanya diam.

Pontas lalu berkonsultasi sebentar dengan penyidik yang ikut. Secara sepintas Fia melihat ada sekitar 10 orang petugas yang hadir ditambah Pontas. Lalu dia mendengar Pontas menelpon dengan seseorang yang dia yakini itu Abahnya, terdengar suara samar-samar di telpon Pontas.

“ Abah dan Umi sangat mengkuatirkan Mbak Fia…. Hidup enak disana… malah mau kabur dengan anak kemarin sore kesini……” ujar Pontas lagi

“ngga usah turut campur urusan saya……” tukas Fia dengan dingin.

Pontas hanya tersenyum sambil berbisik bisik ke penyidik yang disampingnya yang kemudian dibalas dengan anggukan pelan.

Fia melirik ke arah Ani. Wanita itu hanya mengangguk. Fia mengerti bahwa Aslan sudah tahu dan segera tiba.

“betul Aslan lagi dikantor?”

“benerlah…..”

“geledah aja Komandan…..” usul salah satu petugas yang berdiri dekat pintu

“ngga usah…, suami saya bukan pengecut yang membiarkan istrinya menghadapi masalah sendirian….” Potong Fia

Pontas tergelak mendengarnya

“oke… kalau dia jantan baliklah dan siap-siap kita menghadapi tuntutan ini…..”

Fia kembali termenung. Dia seketika gelisah dan kalut. Dia tidak menyangka abah dan umi akan membawa masalah ini hingga melibatkan apparat penegak hukum, meski dia tahu bahwa Abah adalah tipikal orang yang keras dan tidak mau mengalah. Namun bisa sampai sejauh ini, dia benar-benar tidak menyangka.



*********************************



Sementara itu, mendapat whatsapp dan juga teelpon dari Ani, Aslan yang sedang di kantor dengan cepat bergegas pulang. Dia menarik Adam yang dia tahu suka ngebut dengan motor balapnya utnuk mengantarnya segera pulang. Di kepalanya hanya adalah nasib Fia istrinya.

Dengan segera Adam menggeber motornya pulang. Asalan mencoba menelpon ke ponsel istrinya tidak diangkat. Dan saat dia menelpon ke ponsel pembantunya juga tidak diangkat. Membuat dia semakin kuatir.

Untung dalam perjalanan dia mendapatkan wa lagi dari Ani yang mengabarkan bahwa Fia sedang bicara dengan petugas kepolisian.

Dalam perjalanan Aslan tersadar, dia belum bicara dengan Yahya untuk minta ijin pulang dulu sebentar, meeting mereka jam 3 sore terancam tanpa dirinya jika dia harus menghadapi masalah ini.

“halo Bang…..”

“ya Aslan….”

Suara Aslan agak terdengar menderu

“lagi dimana, De?” seringnya memanggil Aslan dengan anggilan adik.

“mau ijin pulang dulu Bang…. Polisi pada ke rumah cari saya…..”

Yahya kaget bukan kepalang

“kenapa?”

“ngga tau Bang…..”

Otak Yahya segera berputar. Dia tahu Aslan tidak mungkin punya musuh. Pasti ada penyebabnya ini

“oke….. nanti saya suruh Anto kesana…..”

“makasih Bang….”

Ponselnya segera ditutup dan motor Adam dengan kencang melaju membela jalanan Kota Kendari menuju kediaman Aslan. Sementara Yahya dengan segera menghubungi sahabatnya yang aktif di Korps Marinir di Lantamal Kendari, Mayor Ilham Haryanto untuk membantu permasalahan yang kini dialami oleh Aslan.

Dan betapa kagetnya Aslan melihat banyaknya petugas yang sudah dirumahnya. Ada sekitar 7 orang sedang berdiri mulai dari depan rumah hingga pintu rumahnya. Dengan tergesa gesa dia segera menerobos masuk kedalam rumahnya.

Fia yang terlihat lelah dan pucat segera memeluk suaminya yang datang terburu buru. Tangisan Fia pecah seketika menyambut Aslan. Suaminya dengan erat memeluk Fia

“Udah Bunda…. Ayah udah disini….. tenang…..”

Petugas dan penyidik yang datang nampak seperti membiarkan mereka menenangkan diri dulu. Meski Pontas terlihat ingin segera menyelesaikan ini dengan membawa mereka ke kantor polisi, lalu membawa Fia pulang ke Jakarta, agar tugasnya segera selesai.

Setelah agak tenang sedikit, Aslan lalu menyalami petugas didepannya, termasuk Pontas

“ selamat siang Pak Aslan, maaf yah mengganggu waktunya…. Saya AKP Nandito dari Polda, hari ini kami membawa surat perintah untuk membawa Pak Aslan dan juga Bu Fia untuk kami mintakan keterangan di kantor kami……” ujar Nandito

Aslan hanya terdiam sesaat sambil memeluk istrinya

“ ini karena adanya laporan yang masuk ke kami, lewat Pak Pontas selaku kuasa hukum pelapor… makanya kami ingin bawa Pak Aslan ke kantor kami…. Untuk kami minta klarifikasi…..”

“eh… maaf yah Pak…. Bukannya saya tidak mau…. Tapi kan ini tidak jelas apa dasarnya sampai saya harus dibawa untuk dmintai keterangan….” Sanggah Aslan

“makanya kami ajak ke kantor untuk kita minta keterangan…..”

“saya bingung Pak….. apa salah saya….”

“makanya ke kantor polisi, biar disana jelas….” Timpal Pontas

“abang apa sih…. Wajar dong kita tanya apa salah kita….” Jawab Fia

“ kalian dari tadi muter-muter aja terus…. Mbak juga dari tadi banyak alasan kami mau bawa ke kantor… sekarang ada Aslan pun banyak alasan…..” sergah Pontas ke Fia dengan ketus “ kami dan bapak-bapak ini banyak urusan lain, bukan hanya urusin kalian saja……”

Mendengar Pontas membentak ke istrinya, emosi Aslan langsung naik

“eh… abang jangan bentak-bentak istri saya yah….”

“lu berdua banyak muternya dari tadi…..”

“banyak omong di rumah gue lu…..” Aslan menatap tajam kearah Pontas

“sudah sudah sudah…..” Nandito menengahi “ ayo kita segera selesaikan di kantor saja…”

Dia memberi kode ke anak buahnya

“saya ngga mau…..” teriak Fia histeris

“sudah…. Ikut saja…….”

“ saya siap-siap dulu…..” Aslan mengalah akhirnya

“udah gitu aja….. mau diperiksa banyak alasan….” Ujar salah satu petugas yang mungkin sudah lama menunggu Aslan datang

“ngga usah tarik-tarik…..” teriak Aslan saat salah satu petugas hendak menarik tangan Fia

“kau ini…. Jangan jadi jagoan yah….. “ bentak salah satu petugasnya. Mendengar suara salah satu kawannya, petugas lain ikut masuk dan langsung menarik Aslan. Suara Fia berteriak langsung terdengar saat melihat suaminya mau ditarik bajunya.

“udah diam… dari tadi diajak baik-baik banyak alasan kalian….” Bentak salah satu petugas.

Adam dan banyak warga yang mendengar suara gaduh dari rumah Aslan mau tidak mau ikut menonton dari luar pagar rumah. Ani pembantunya hanya bisa dia saat Aslan dan Fia hendak dibawah keluar rumah oleh petugas kepolosian.

Tiba-tiba satu mobil double cabin dan satu mobil Avanza berhenti didepan rumah Aslan. Turun lah sesosok bertubuh tegap dan diikuti beberapa orang lain berperawakan sama, ada yang menggunakan baju dinas dan ada yang menggunakan baju bebas. Dari baju seragamnya dipastikan mereka ini bukan sosok biasa, tapi nampaknya dari kesatuan marinir.

“selamat siang Pak…..”

Sapanya sambil terlihat santai menyapa mereka yang sudah hendak keluar dari rumah Aslan. Kehadiran tamu tak diundang ini tak pelak membuat langkah mereka untuk pergi segera terhenti seketika

“eh… ada apa nih Pak?”

Suasana seketika jadi canggung

“salam kenal Pak…. Saya Anto….”

Dia lalu menyalami Nandito dan Pontas serta beberapa orang petugas lain. Kawannya yang juga sudah turun dari mobil juga ikut menyalami.

“iya Pak…. Kami dari Polda, dan kebetulan hendak membawa Pak Aslan dan Bu Fia ke kantor untuk dimintakan keterangan…..” ujar Nandito

“oh begitu……” dia lalu mentapa Aslan dan Fia sejenak

“wah…. Saya baru mau silahturahmi dengan pengantin baru ini…. Ternyata malah ada urusan lain yah…..”

Aslan hanya terdiam, Fia pun demikian

“silahkan pak kalau demikian…..” ujar Anto mempersilahkan.

Aslan agak heran dan kaget. Dia kenal dengan sosok ini karena sering berjumpa dengannya setiap diajak oleh Yahya. Fia pun demikian, tidak kalah herannya.

“tapi maaf Pak…. Dengan bapak siapa tadi?” tanya Anto

“saya AKP Nandido dari unit resmob Polda…..”

“saya Pontas Pak…..”

Anto mengangguk

“saya Mayor Marinir Ilham Haryanto……”

“siap Komandan…. Kami mohon ijin jika demikian…..” pamit Nandito dan anak buahnya

“iya silahkan……”

Lalu….

“tapi…. Adik saya ini apa kesalahannya?” tanya dia

Langkah mereka terhenti seketika. Dan teman-teman yang baru turun dari mobil Avanza tadi sekitar 7 orang terlihat berjaga dan menutupi pintu keluar pagar rumah Aslan.

“ini Bang…. Ada laporan dari pihak keluarga Mbak Fia terkait perbuatan tidak menyenangkan dan juga pasal 332 tentang perbuatan melarikan wanita……” urai Nandito lagi.

“oh begitu…..”

Firasat Nandito kali ini agak aneh. Meski tadi Anto mempersilahkan mereka pergi, namun nada bicaranya tidak terldengar seperti itu, dan juga gelagat tatapan anak buahnya yang seperti menghalangi pagar depan, ini bukan signal persahabatan sesama aparat penegak hukum sepertinya yang dimunculkan

“tentang apa itu……” tanya dia lagi

Pontas yang agak gusar lalu menjawab

“ini makanya kami mau klarifkasi di kantor…. Karena unsur pidananya sudah terpenuhi….”

“maaf abang siapa?” tanya Anto balik

Pertanyaan Anto membuat Pontas makin gusar

“saya kuasa hukum pelapor…”

“oh… saya tanya ke penyidik….. bukan ke abang….”

“ sebagai sesama penegak hukum jangan saling menghalangi…..”

“jangan mentang-mentang anda pengacara lalu bisa bicara sesuka hati…. “ tatapan dingin Anto menghujam mata Pontas

“saya tanya dimana kesalahan mereka ini sampai dua pasal itu dikenakan ke adik saya ini…..”

Nandito dan anakbuahnya terdiam

“ini sebabnya kami mau bawa ke kanotr untuk kami periksa….”

“oh periksa??”

“iya Bang….”

“makanya ini saya tanya apa kesalahannya dia sampai dikenankan pasal begitu…..”

“ini subyektifitas penyidikan Bang…”

“wah… jangan dong…. Bahaya hukum kita kalau anda sebagai penegak hukum dengan dalih subyektifitas penyidikan lalu main angkut orang….. ini namanya kriminalisasi, Boss…..” potong dia lagi.

“duduk-duduk dulu kalian De…. Kasihan itu istri kamu lagi sakit……” dengan setengah memaksa dia merebut Aslan dari pegangan petugas kepolisian dan menyuruh Aslan dan Fia masuk dan duduk kembali.

Nandito hanya dia dan memberi kode ke anak buahnya untuk tetap kalem, karena selain Anto, 3 orang lain yang turun dari mobil yang sama dengannya juga terlihat diam dan hanya mentapa mereka dengan tatapan dingin tanpa senyum.

“saya tanya Pak….apa pelanggarannya….?” Logat ala makasar terdengar saat Anto bertanya kembali

“laporan dari pihak keluarga mbak Fia….. “

“melarikan anak mereka?”

Nandito hanya tersenyum

“kira-kira demikian Bang…. Makanya kami ingin periksa dulu di kantor…..”

“wah….. ini terlalu sumir dan subyektif sekali…. Meski itu ada hak Mas Nandito untuk lakukan…. Tapi lucu saja kalau saya dengar…..”

Petugas yang disamping Nandito berbisik sejenak ke telinga Nandito

“ ini sangat bisa diperdebatkan…. Karena saya tahu pernikahan mereka…. Saya juga sempat hadir…. Jadi saya tahu sah dan memenuhi unsur baik secara agama dan negara… kalau karena itu diperiksa oleh polisi apalagi sudah bawa surat penangkapan…. Ini sudah kriminalisasi namanya….”

Fia dan Aslan sedikit bernafas lega melihat Anto yang datang membela metreka. Mereka tidak tahu apa jadinya nasb mereka kaalu tidak ada Anto yang dikirim oleh Yahya datang membantu mereka. Pasti sudah dibawa ke polda dan akan panjang ceritanya disana.

Nandito masih terdiam

“Mbak Fia ini usianya sudah dewasa…. Mereka nikah pun ada wali yaitu adiknya Bapaknya Mbak Fia…. Lalu dimana pelanggarannya……”

Nandito hanya bisa menganggukan kepalanya. Dia pahan situasi ini sangat tidak ideal. Melihat gaya bicara dan cara Anto dalam percakapan mereka, dia yakin sosok ini menguasai hukum dan juga terlihat keras.

“tapi ini kami sudah bawa surat untuk membawa Pak Aslan untuk pemeriksaan…..”

“ surat itu bisa diperdebatkan Pak…. Hancur negara kita ini jika hanya berdasarkan subyektifitas pemyidik lalu siapa saja yang dilaporan tanpa screening dan gelar perkara yang tepat lalu diadakan penangkapan atau pemanggilan…… rusak hukum kita Mas….”

Nandito kembali terdiam

“tapi jika Mas bersikeras mau bawa yah silahkan……. Toh percakapan kita ini direkam… anak buah mas rekam, anak buah saya juga rekam…. “

Nandiot tahu arahnya kemana

“begini Pak… ini khan tugas kepolisian untuk….”

“ yang ijinkan bapak bicara siapa?” potong Anto ke Pontas

Seketika Pontas terdiam

“anda kan pengacara pelapor, wajar saja anda mau Aslan ditahan…..”

Nandito terdiam, lalu dia berdiri dan beranjak bicara dengan anak buahnya diluar. Kesempatan ini diambil dengan baik oleh Aslan untuk menghardik Pontas yang gayanya tadi seperti layaknya penyidik.

“lu awas yah… kelar masalah ini gue cari lu……” Aslan menuding wajah Pontas, yang disambut senyum geli oleh Anto

“udah Yah…..” Fia mencoba meredakan emosi Aslan

Tidak lama masuk Nandito

“Bang, saya mohon maaf saya harus menjalankan tugas……” dia tetap meminta ijin ke Anto

“silahkan saja Mas…..” anto tersenyum

Nandito dibuat bingung dengan sikap Anto. Dia mempersilahkan, tapi pasukannya malah tidak beranjak dari depan pintu pagar. Dan dari gelagat anakbuahnya ini, raut wajah mereka terlihat datar tanpa senyuman. Nandito dan anak buahnya bingung, mereka disisi lain ingin meneruskan proses hukum ini secara lanjut di kantor, namun disisi lain mereka sadar adanya potensi bentrokan dengan kesatuan lain yang punya kepentingan berbeda dengan mereka.

Melihat kondisi ini, Nandito kemudian segera mengambil keputusan.

“baik Bang, mungkin abang masih ingin silahturahmi dengan pengantin baru….. kami akan panggil mereka lagi nanti di lain waktu……” dia kemudian mengambil keputusan akhirnya untuk menyudahi silang dan sengketa ini.

Pontas terlihat protes dengan raut wajahnya yang kaget

“saya dan teman-teman pamit jika demikian….”

“oke…. Baik….. Terima kasih Mas Nandito…..”

Mereka lalu bersalaman komando, dan kemudian Nandito memberi kode ke anakbuahnya agar segera meninggalkan rumah Aslan. Meski dengan wajah yang sedikit kecewa dan kesal, namun mereka memilih untuk tidak bentrok dengan kesatuan lain. Mereka segera beranjak keluar, termasuk Pontas juga.

Petugas kepolisian itu lalu berlalu dan sempat memberi hormat ke petugas marinir yang bejaga di luar rumah Aslan, sebelum naik ke mobil mereka dan berlalu dengan cepat. Acara dan rencana penangkapan Aslan pun berantakan dengan hadirnya Anto dan pasukannya dari Lanal.

Fia segera memeluk suaminay dengan erat. Dia tidak henti-hentinya bersyukur atas bantuan yang dikirm Yahya lewat Anto, sehingga masalah besar yang menimpa mereka seketika bisa dihindarkan saat ini, setidaknya untuk sementara.

“makasih yah Bang…….” Aslan dan Fia berterima aksih ke Anto dan kawan-kawannya.

“ngga apa-apa…. Yahya itu sudah kayak sodara saya…. Kamu pun sudah kayak adiknya dia, artinya adik saya juga…. Kriminalisasi macam ini ngga boleh dibiarkan…. Bahaya…..” ujar Anto

Dia lalu menolak meski Aslan hendak memberi sekedar uang makan.

“ke anak buah saya saja…. Buat mereka ngopi….” Ujar dia.

“yang penting Bang Aslan ikhlas kasihnya……”

“sangat ikhlas Bang…..”

“saya pamit yah… ada apa-apa, kontak saya segera…..”

“iya Bang…..”

Pasukan mereka segera pamitan dan bergegas pergikembali ke markas. Adam juga kemudian bergegas untuk kembali ke kantor.

“nanti mobil ama laptop diantar sama saya dan Haryono…..”

“oke Dam…. Makasih banyak yah…..”

“sama-sama Bang….., mari Ka….”

“iya… maksih yah Bang Adam….”

Fia lalu memeluk suaminya dengan eratnya. Airmatanya menetes penuh keharuan. Dia tidak menyangka hari ini diberi cobaan maha dasyat seperti ini oleh Yang Kuasa. Namun dia bersyukur, dan dan Aslan boleh terhindar sejenak dari masalah ini. Yang dia tidak sangka ialah setega itu Abah melaporkan bahkan berniat menjerumuskan suaminya dia ke penjara, yang nota bene sudah jadi menantunya, meski Aslan adalah menantu yang tidak dia inginkan.

Sejenak sakit kepalanya bisa dia lupakan karena kejadian traumatis tadi siang itu. Dia tadi makan hingga malam, hanya mau dekat dengan suaminya saja. Dia takut malam hari ada sesuatu yang tidak dia inginkan terjadi lagi, makanya dia enggan pisah dengan Aslan meski hanya sejenak.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd