Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Till Death Do Us Part

BAB XXIX


Ujung Cinta yang kudamba


“selamat malam Aslan…”

Suara tegas dan agak keras nadanya diujung sana

“iya Ka….”

“bisa kamu panggil aku kakak yah…..”

Terdiam Aslan. Dia bingung harus menyapa dengan ucapan apa ke wanita yang sepertinya sedang penuh emosi dan gusar ini.

“maaf Kak…”

Masih merendah suara Aslan

“dimana Fia?”

Aslan terdiam

“ngga usah basa basi ama gue…. Dimana adik gue…”

Masih hening sesaat

“jawab Aslan….”

Bentakan agak kencang dari ujung sana membuat kuping Aslan agak berdenging

Aslan hanya menghela nafasnya sesaat

“lagi istirahat Ka….”

“bangunin… gue mo bicara ama dia….”

Aslan hanya bisa menghela nafas tanda prihatin dengan semua gaya arogan dari keluarga Jafar ini. Semua menganggapnya rendah, kecuali Fia yang dari dulu selalu ramah dan sopan ke dirinya dan keluarganya.

“lagi istirahat Ka…. Baru minum obat juga…”

“eh…. Sejak kapan lu mau atur hidup adik gue??”

Aslan terdiam kembali. Ingin rasanya dia membentak balik dan menghardik semua kesombongan keluarga Jafar selama ini. Namun dia tahu ini tidak akan merubah keadaan. Saat ini nasib dan kesehatan kekasihnya Fia jauh lebih penting diatas segalanya

“mana….. !!!!”

Aslan masih diam

“lu budeg yah…”

Akhirnya

“Ka… Fia kelelahan, baru minum obat dan istirahat…. Nanti kalau dia sudah bangun saya akan telp Kakak….”

Nada gusar disana malah tambah ganas

“ih…. Bisa-bisanya yah lu…..”

Diam kembali Aslan

“lu emang dari dulu ngga ada sopan santunnya……”

Amarah Aslan agak mulai mndesak dadanya mendengar tuduhan yang sejak dulu hingga kini sellau dialamatkan ke dirinya.

“ lu pikir lu hebat bisa bawa kabur adik gue…..??? ”

Ouch, kali ini Aslan tidak terima dengan kata-kata itu

“maaf yah Kak….. ngga ada saya bawa kabur….”

“ngga ada?? Trus sekarang lu bawa dia ke tempat tinggal lu?? “ tonenya tinggi terus

“bukan bawa kabur?”

“itu yang kamu bilang kamu cinta seoarang wanita???”

“itu cara kamu menghormati seoarang wanita????”

Cerocos Adiba membuat Aslan kesulitan menyela

“lu dan keluarga lu memang sumber masalah……”

Degh…… dada Aslan kini membuncah mendengar keluarganya disebut dengan ucapan yang sinis dan penuh tuduh itu.

“jika Kaka menelpon saya hanya untuk marah-marah, maaf… saya akan tutup dan blokir nomor kaka….”

Ancaman Aslan seketika muncul

“eh.. enak aja kamu mau main tutup……”

Sepertinya ancaman Aslan tidak main-main

“gue mo bicara ama Fia….” Suaranya kini sedikit turun

“boleh?”

Kini Adiba sepertinya mengetahui akan percuma dia membentak dan marah dengan Aslan, jika nomornya diblokir dan semua akses komunikasi diputus, maka harapannya berbicara dengan Fia pasti ikut hilang, setidaknya untuk saat ini.

“Fia sedang istirahat Ka…. Tadi dia kelelahan, makanya istirahat…. Belum makan juga langsung saya suruh istirahat……”

Suara Aslan agak berat

“ ngga tega saya bangunin dia…..”

Suara nafas memburu terdengar diseberang sana

“kamu memang gila……”

Aslan terdiam kembali

“apa maksud kamu bawa kabur Fia???”

Masih diam

“jawab Aslan….”

Lalu

“jika Kakak bisa bicara baik-baik, saya akan jawab……”

Kegusaran dan kemarahan disana terdengar jelas, namun dia tidak ada pilihan lain selain ikut apa maunya Aslan

“oke fine…. “

Akhirnya

“jawablah sekarang…”

Pinta atau lebih tepat desakan dari Adiba membuat Aslan agak sedikit reda emosinya yang dia tahan - tahan sejak awal percakapan….

“fia yang menyusul kesini…..”

“bohong kamu…. Kalo ngga kamu ajak kan ngga mungkin dia mau ikut…..” potong Adiba kembali menuding

“apa yang kamu janjikan ke dia?”

Emosi Aslan kembali seperti dipermainkan

“ngga ada Ka…. Selain apa yang ada di saya……”

“bullshit…… “

Aslan hanya bisa menghela nafasnya kembali

“kamu kayak anak yang ngga ada sopan santunya aja….”

“oh sorry Ka……” potong Aslan

“saya dan Mama saya datang baik-baik minta Fia ke Abah dan Umi….”

“trus karena ditolak makanya lu ajak dia kabur??”

Masyallah…. Pikiran Aslan jadi mulai senewen dibuatnya

Tanpa Aslan sadari sepertinya suaranya yang agak tinggi membuat lelapnya tidur Fia yang tenang jadi terbangun. Selain dia mencari kekasihnya, dia juga mendengar samar-samar suara Aslan sedang berbicara, sehingga perlahan dia terjaga dan bangkit beringsut keluar kamar

Dan dadanya seketika berdebar mendengar suara perdebatan antara Aslan dengan lawan bicaranya. Kepalanya yang agak keleyengan ditahannya, dia berusaha berdiri di ambang pintu keluar ke taman belakang, dan Aslan yang sedang berbicara di telepon sedang membelakanginya, sehingga tidak menyadari kalau Fia dibelakangnya.

“yah……”

Aslan kaget mendnegar suara Fia yang sudah dibelakangnya.

Dia menoleh segera, dan terdiam sesaat karena Fia sudah berdiri di ambang pintu dengan tatapan penuh tanya kearah dirinya.

Bagi Fia, tanpa dia bertanya pun dia yakin dan tahu siapa lawan bicara Aslan. Panggilan Aslan dan suara sedikit melengking terdengar di telepon Aslan, dia mengenali siapa pemilik suara itu

“bun…… udah bangun…..”

Fia menatapnya

“halo….. haloo….. Aslan……” suara Adiba memanggilnya kencang

Nafia lalu menghampiri Aslan, dengan erat dia memeluk Aslan. Mencium pipinya dan memeluknya dengan penuh cinta. Dia seperti tidak terima dengan teriakan di ponsel itu seperti mebentak Aslan. Fia meraih ponselnya itu, menempelkan di kupingnya, lalu menyapa

“halo…..”

“Fia…..” suara disana agak tegang saat mendengar sapaan di telpon

“iya Ka…..”

“masyaallah De…. Kok kamu tega sih…..”

Fia terdiam sesaat. Aslan meraihnya agar duduk di sofa

“tega kenapa…..?” tanya Fia balik, sambal duduk dan mencoba mengatur posisinya ungar sedikit nyaman, sambal tetap meraih tangan Aslan

“iya…tega sama Abah dan Umi….”

“aku ngga tega Kak…..”

“ngga tega gimana?? Kamu kabur diam-diam dan pergi dengan Aslan….. apa bukan tega…”

Fia tersenyum sinis

“ka…. Aku ngga kabur…. Aku pergi atas keinginan aku sendiri…”

“Iya itu kabur… dan kamu tahu…. Umi sampe sedih dan ngga amakan berhari hari karena ingat kamu….”

Meski kesal dengan orangtuanya, namun mendengar nama umi yang disebut tidak makan berhari-hari, membuat Fia terdiam sesaat kembali, bagaimanapun Umi adalah sosok yang snagat dia cintai dan sayangi

“kamu emang nekat yah….”

Diam kembali

“pasti kamu sudah dipengaruhi oleh Aslan…..”

Senyum sinis kembali menghiasi wajah Fia mendengar tuduhan kakaknya

“ngga lah Ka…”

“ngga gimana…. Kamu jauh berubah De… bukan Fia yang aku tahu selama ini…. Kamu berubah…..” vonis Adiba seketika

“ngga ada yang berubah Ka….”

“lah trus??? Lari dengan pria seperti Aslan??”

Sekian tahun Fia memang selalu tidak pernah menang debat dengan kakaknya yang super ego dan sangat pintar dan perfectionis ini. Dia cendenrung mengalah dalam banyak hal, karena jiwanya bukan seperti jiwa Adiba yang kompetitif dan suka menguasai keadaan

“kalau kaka menelpon hanya untuk menuding aku berubah, salah langkahlah….. mending kita jangan bicara yah….”

“eh.. tunggu….”

Fia diam

“kamu balik ke Jakarta…. Abah dan Umi nunggu kamu….”

“ngga Ka… aku udah bulat pilihanku…”

“Fia…!!!” bentak Adiba kali ini

Aslan memberi isyarat agar telpon ditutup saja. Dia seperti tidak tega melihat Fia dibentak oleh kakaknya sendiri. Dia kuatir demgan kondisi Fia yang masih belum stabil dan rentan, lalu harus memikirkan hal-hal seperti ini

“ Ka…… dengar yah….”

“dengar apa? Dengan cerita cinta basi kamu….. ??”

Kali ini Fia mulai memuncak kekesalannya

“kayaknya kita ngga bisa bicara baik-baik Ka…”

“fia…. Kaka minta kamu balik Jakarta..”

“aku akan balik jika Abah dan Umi mau terima Aslan….. “

“fia….. kamu tahu itu tidak akan mungkin…..” pekik Adiba

“ya sudah…. Kalau begitu ngga akan mungkin juga aku balik….”

“Fia.. kamu kok jadi aneh begitu…..”

Fia mencoba menahan tone emosinya

“ka…. Aku memang tidak seberuntung Kaka…… aku juga ngga sepintar Kakak…. Kaka beruntung bisa punya pacar sehebat si Abang, yang sukses, dan terutama disukai dan direstui oleh abah dan Umi… sedangkan aku gagal mengikuti jejak Kaka…..”

Adiba terdiam kali ini

“ aku juga ingin seperti Kaka….. tapi nasib membawa aku ke garis hidup yang berbeda……”

Kali ini suara Fia mulai bergetar…..

“aslan memang lebih muda dari aku…. Dia pun punya masa lalu yang tidak bagus dengan keluarga kita…..”

Airmata Fia kini mulai turun dari pelupuk matanya ke pipi indahnya yang kini tirus itu…..

“tapi Bersama dia aku menjadi diriku sendiri…… aku menjadi Fia yang aku mau karena ada dia, Kak…..”

Suara Fia kini jadi isak tangis kecil

“ ngga akan aku bisa temui cinta dan sayang sehebat yang dia punya untuk aku…….”

Tegasnya lagi ditengah tangisannya yang mulai terdengar

“kakak tahu kan usia aku mungkin tidak akan panjang lagi……??? ”

Pertanyaan yang mau tidak mau membuat suara kakaknya disana pun mulai berubah menjadi suara iba dan bercampur tangis seorang kakak ke adiknya. Diagnose dokter sewaktu mereka di Kualalumpur begitu jelas dan hasilnya membuat mereka semua terkejut dan seketika menjadi kabur isi kepala mereka saat vonis itu disampaikan.

“hdup aku ini ibarat jarum jam yang bergerak setiap detik, dan bisa berhenti kapan saja…. Tanpa aku tahu….”

Airmatanya kini benar-benar turun. Pelukan erat Aslan dari belakang membuatnya malah semakin sedih dan merasa sangat perih. Dia hanya bisa menggenggam lengan Aslan yang melingkar di lehernya dari belakang, pelukan erat yang selalu memberinya harapan dan asa.

“jika aku bisa ada saat ini dan tetap berjuang untuk kuat, itu karena topangan dan kasih sayang Aslan yang selalu buat aku kuat…..”

Pecah sudah tangisannya kini, airmatanya tumpah dan membasahi lengan kokoh Aslan yang memeluknya dan mengusap punggung lengan kirinya.

Adiba lalu mencoba untuk mengingatkannya

“ngga lah… kami semua sayang kamu De… kamu tahu itu……’

“ia Ka…. Aku tahu… sangat tahu….”

Lalu

“sayangnya, Abah dan Umi dan juga Kakak, menyayangi aku itu masih seperti Fia yang dulu… fia yang ngga bsa mikir sendiri… fia yang harus dituntun…. Itu aja bedanya Ka….”

“ya karena kamu memang harus dituntun De…”

“Ngga kali ini Ka……”

“De…”

“please Ka… aku mohon……”

Potongan kata Fia kali ini sangat tegas

“percuma jika niat Kaka telpon aku untuk minta aku pulang……”

Adiba terdiam, dia seakan tersadar bahwa Fia yang berbicara kali ini dengannya bukan Fia yang selama ini selalu mengalah dan ikut apa yang keluarga inginkan, Fia kali ini adalah Fia yang tahu apa yang dia inginkan.

“kamu sudah salah melangkah De……” ujar Adiba

“ aku ngga akan koment……”

“ kamu sudah durhaka sama orang tua…..”

Fia kaget

“aku hanya ingin hidup dengan orang yang aku cintai untuk sisa umur aku yang tidak lama lagi… apa itu durhaka???”

“kamu jangan bawa sakit kamu sebagai alas an untuk membenarkan tindakan kamu melawan orangtua dong…”

Fia kali ini kembali tegang…..

“Ka…. Aslan dan Tante Ulfa datang meminta aku baik-baik ke rumah…. Tapi perlakuan Abah dan Umi sangat jauh dari tatakrama……”

“Ya kan kamu tahu apa sebabnya…..”

“ka… Aslan sekarang bukan Aslan yang masih SMP….. dia sekarang sudah bisa bangun hidupnya, meski tidak sekaya dan sehebat suami Kaka….. tapi dia bisa menghidupi aku…..”

“susah bicara sama kamu… kamu sudah dibutakan oleh cinta…..”

Fia kali ini sedih hatinya, dia seperti menyesal menrima telpon dari kakaknya

“ aku kok nyesal yah bicara dengan Kakak??”

“nyesal??”

“yah….. karena ngga akan ada ujungnya……”

“Fia…….”

“udah yah Ka…. Kepalaku pusing…. Malas aku debat dengan Kaka…..”

“fia… tunggu…. Fia…..”

Klik.

Fia mengakhiri pembicaraannya dengan menekan tombol merah di ponsel Aslan.

“matiin Yah….. pasti dia akan menelpon lagi….” Pinta Fia ke Aslan

Aslan lalu mematikan ponselnya sesuai dengan permintaan kekasihnya.

Dia kasihan melihat beban dan wajah sedih dari Fia. Dengan lembut dia menarik wajah kekasihnya kedalam pelukannya. Dengan penuh cinta dia merangkul Nafia, dia seperti ingin memberi kekuatan dan harapan selalu, bahwa dia akan tetap disampingnya sampai kapanpun.

“bun……”

“iya Yah…..”

“udah… jangan dipikirin yah…..”

Nfai menganggukan kepalanya

“maaf yah…. Kalo Ka Diba bicaranya kasar ke ayah….”

Aslan tersenyum

“yang penting Bunda jangan kasar ke aku…..”

Nafia tersenyum dengan bibir agak ditekuk

“mana bisa Bunda kasar sama ayah?”

Aslan tersenyum dan memeluk Nafia kembali

“Bunda selalu baik ke aku kok……”

Pelukan Fia kini melingkar ke punggung Aslan. Dia sangat dan selalu bersyukur ditengah sakit dan derita yang kini dia alami, tapi Allah memberinya sebuah hadiah yang sangat indah lewat cinta yang luarbiasa milik Aslan untuk dirinya.

“ayah dah makan?” tanya Fia sambil sedikit merenggangkan pelukannya

“belum….”

Fia tersenyum

“mana bisa aku makan kalau ngga sama Bunda…..”

Fia menyenderkan kepalanya ke leher Aslan

“makan yuk…….”

“ayo……”

Aslan membantu Fia berdiri

“abis makan Bunda minta yah…..”

Sambil memeluk Aslan dari belakang

“bunda, lagi sakit juga……”

“ih…. Pengen……”

Mata genit Fia menatap Aslan

“oke deh….”

“asyik…”

“pelan – pelan nanti yah…….” Bisik Aslan

“iya…. Mau pelan mau cepat, sekarang Bunda kalah melulu sama ayah…..”

Suara tertawa renyah muncul dari keduanya sambal beriringan ke ruang makan di dalam.

Aslan lalu menarik kursi makan, lalu membantu Fia duduk. Dia lalu mengambil piring dan sendok untuk Fia, lalu merapihkan meja dan mengambil air minum, menyediakan nasi dan lauk, serta tidak lupa dia menyeduh teh manis hangat untuk Fia.

“yah……”

“ya sayang….”

“Maafin Bunda yah….. belum bisa masak buat ayah….”

Aslan dengan penuh senyuman memeluk Fia dari belakang dan mencium kepalanya.

“kita berdoa dan berusaha agar Bunda segara sehat dan bisa masak…….”

Fia tersenyum manis, meski masih ada getir dibalik manisnya senyumannya.

Keheningan dan suara sendok beradu dengan piring yang kemudian terdengar diantara mereka yang sedang menguyah makanan mereka

“yah…..”

“Ya Bun…..”

Nafis terdiam sesaat…

“nambah?”

Dia menggeleng

“hmmmmmm…….. Yah……”

Aslan menengok dan mengangkat naik alisnya pertanda dia menunggu apa yang akan disampaikan oleh Nafia

“hmmmm…. Untuk akad nikah……” agak terputus putus suara Nafia

“bisa kan……?”

Aslan tersenyum melihat wajah Nafia yang penuh tanya

“bisa dong……”

“maksud aku….. hmmmm…… “

“mau kapan?” tanya balik Aslan

“yah Ayah maunya kapan?”

“secepatnya……”

“ya sudah atur dong…..” agak merengut wajah Fia

“iya sayang….” Hibur Aslan

“abis ini aku telp Pak Yahya yah……”

Fia mengangguk…

“mama? Linda?”

“iya…. Malam ini aku telp semua…..”

Fia menghela nafasnya, dia agak lega jadinya

“jika semua lancar, jumat atau sabtu ini kita nikahnya…..”

Mata Fia kini berbinar binary mendengar itu

“mau……”

Aslan tersenyum

“pestanya nanti ngga apa-apa kan?”

“ngga usah ada pesta….. yang penting sah sama Ayah… Bunda udah sangat bahagia….” Tuturnya penuh senyum kini

Aslan tersenyum bahagia. Bagi Aslan hidup Bersama Fia adalah kebahagian dan hal terindah dalam hidupnya saat ini. Hal yang sama juga dirasakan oleh Fia, meski dia kuatir sebetulnya jika keluarganya berhasil menemukannya. Makanya dia mendesak agar Aslan segera menikahinya, jika mereka sudah menikah, orangtuanya pasti berpikir dua kali untuk memisahkan atau mengganggu kehidupan mereka.

“ya sudah…. Bunda sudah makannya?” tanya Aslan memecah lamunan mereka berdua

Fia menganggukan kepalanya

“udah…..”

“aku cuci piring dulu, Bunda nanti minum obat… baru kita bobo yah…..”

Fia menganggukan kepalanya

“jangan lupa……”

“apa Bun…..”

“ih….ayah suka lupa…” ujarnya manja

Aslan tertawa mendengarnya

“siap Bunda…….”

Fia melengos manja wajahnya

“awas kalo ngga dikasih……”

Aslan tersenyum, dia menghampiri Fia, lalu mencium bibirnya dengan lembut…..

“Bun…..”

“ya sayang…”

“tau ngga kalo aku sayang sama Bunda…??”

“ngga…….” Jawab Fia manja sambal menggelengkan kepalanya menggoda Aslan

“sayang tau… banget……”

“masa sih???”

“iya…. Beneran…..”

“ngga akan berubah??”

“ngga akan….”

“sampai kapan??...”

“selamanya…… sampai maut memisahkan kita…….”

Pelukan Fia melekat di leher Aslan dengan eratnya. Hatinya bagaikan terbelah dua dengan nuansa arus rasa yang berbeda mendengar kata-kata Aslan. Disatu sisi dia sangat bahagia mendengar semua ucapan indah Aslan bagi dirinya, namun disisi lain, dia seperti diingatkan bahwa semua hal indah ini bisa saja pergi dengan sekejap, jika waktunya akan tiba.

Penyakitnya dan rasa sakit yang dia belakangan ini harus lawan, memang sering menyita perhatian dan moodnya ditengah kebahagiaannya, sebagai seorang insan medis, dia sadar dan tahu persis jahatnya dan ganasnya penyakit yang dia derita ini, dan itu bisa saja akan membawa luka dalam yang bahkan tidak akan sembuh selamanya baik bagi dirinya, maupun bagi Aslan nantinya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd