Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Till Death Do Us Part

BAB XXVIII



Penolong di tepian jalan berkabut.



Airmata Annisah tumpah seketika saat membuka kamar anaknya. Kamar yang rapi dan bersih itu terlihat tidak ditiduri dari semalam, dan saat mendapat laporan dari pembantunya bahwa Fia tidak keluar dari kamar sama sekali semenjak kemarin, dia lalu berinisiatif membuka kamar Fia dengan kunci emergency.

Tangannya gemetar membaca sebuah tulisan rapi di secarik kertas diatas meja rias putri bungsunya itu


Dear Umi dan Abah,

Ade minta maaf karena sudah berani ambil langkah seberani ini, karena Ade yakin Abah dan Umi tidak akan pernah merestui langkah Ade.

Ade bukannya tidak ingin patuh dengan apa perintah Umi dan Abah, tapi perkara hati dan bahagia, rasanya biarlah Ade menentukan sendiri. Percayalah, ini pilihan terberat yang harus Ade ambil karena situasi yang sulit bagi diri Ade, dan juga buat Umi dan Abah.

Pasti Abah dan Umi marah besar dan bahkan bertindak lebih jauh nantinya. Tapi Ade tegaskan bahwa di ujung usia Ade, ijinkan ade memilih langkah ade sendiri.

Jangan cari Ade lagi kecuali Abah dan Umi berubah pikiran untuk menerima pilihan hati Ade.

Umi dan Abah tetaplah orangtua Ade, yang jasa dan kasih sayangnya tidak bisa Ade balas hingga Ade tutup mata nanti.

Ade harap, sebelum Ade tutup mata, Allah akan ijinkan Ade melihat Abah dan Umi lagi.


Salam sayang selalu


Ade



Annisah nanar dan gemetar membacanya, airmatanya tumpah tidak terkendali lagi.

Kamu terlalu berani nak

Kamu terlalu jauh mengambil keputusan ini

Jafar yang masuk ke ruangan kamar Fia, dengan cepat mengambil surat dan membacanya. Rasa amarah dan gusarnya bertambah berat saat membaca apa yang ditulis Fia dalam surat itu

“sudah Bah….” tahan Annisah saat Jafar akan beranjak keluar. Dia tahu Jafar akan beranjak ke rumah tetangganya, makanya dia segera mencegah arah langkah Jafar

“malu kita….”

Jafar menghentikan langkahnya sesaat

“tapi harus kita kasih pelajaran….” Geramnya terlihat sekali.

“sudah Bah…. Anak kita juga yang salah….”

Annisah wajah dan pipinya berlinangan penuh airmatanya.

Jafar pun demikian panas dan gusar mendapati Fia kabur tanpa berita. Dia merasa wajahnya seperti ditampar oleh anaknya sendiri. Anaknya yang dia agung-agungkan dan banggakan, malah berbelok arah menantang keputusannya dengan kabur bersama Aslan, anak kencur yang dia sangat benci.

“lagian belum tentu dia kesana…”

“Belum tentu bagaimana? Dia kemana lagi kalau bukan kesana?”

Suasana menegang diantara suami istri ini.

“nomor teleponnya juga tidak aktif semuanya…”

Jafar mencoba menghubungi nomor ponsel Nafia

“pastilah dimatiin sama dia….”

Jafar emosi berat

Annisah stress dan sedih

Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Tidak ada yang menyangka anak semanis Fia berani mengambil tindakan senekat ini. Dia tahu bahwa sampai kapanpun hubungan mereka berdua tidak akan pernah mendapat restu dari Jafar dan Annisah, namun cara nekat ini hanya membuat orangtuanya malah semakin marah, dan membuat semua situasi jadi semakin rumit.

“anak durhaka..” gerutu Jafar

“entah apa yang dikepalanya dia….”

Annisah hanya terdiam sambal menyeka airmatanya. Bagaimanapun anak ini adalah anak yang dia sayangi. Anak yang dia kandung dan lahir dari rahimnya. Yang kemudian jadi Dokter kebanggaan dia, anak yang tidak pernah terpisah dengan mereka selama dia hidup hingga saat ini, dan hari ini anak itu memilih jalan yang berbeda, jalur dan jalan yang sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh semua orang, termasuk dirinya yang paling mengenal anaknya itu.



****************

Berita hilangnya Fia tentu tidak bisa ditutupi oleh Jafar dan Annisah. Mereka berdua sedang marah-marah di kamar Annisah, whatsapp nya Ulfa sudah menerima berita tersebut. Pembantu di rumah mereka memang kenal dekat dengan Ulfa, sehingga apa yang terjadi dan heboh di rumah majikannya, tentu langsung disampaikan ke Ulfa

Ulfa tentu hanya bisa membathin dalam hatinya. Dia tahu bahwa mereka berdua sudah sulit untuk dipisahkan. Cara Aslan memintanya agar berbicara dengan Jafar dan Annisah saja dia bisa melihat betapa kuatnya ikatan mereka selama ini.

Apalagi gaya Nafia saat marah dan emosi melihat bapak dan ibunya yang menentang Aslan saat dia berdua anaknya kesana, dia bisa melihat bahwa hubungan Aslan dan Nafia sudah sangatlah dalam dan sulit utnuk sekedar dipisahkan.

Ulfa hanya bisa diam dan pasrah

Airmatanya tumpah saat dia meletakan semua masalahnya dalam sholat duhanya pagi ini. Dia memilih agak siang baru ke pasar, dia mengeluh semua masalah ini dalam doa dan sholawatnya kepada Allah sang Pemilik Hidup.

Disaat seperti ini dia rindu dengan sosok mending auaminya. Meski dikenal tegas dan keras ke Aslan, namun sosok Jusuf almarhum tetaplah sosok suami dan ayah yang bijaksana dimata Ulfa. Masalah sebesar ini pasti bisa dia lewati jika berdua bersama memecahkannya dan mencari jalan keluar.

Ulfa sendiri menyalahkan Aslan juga dalam hal ini. Meski atas nama cinta, tapi tindakan dia sebagai seorang pria dan melakukan ini juga kurang bijak rasanya. Meskipun Ulfa juga bingung jika ditanya harus dengan dengan solusi apa yang dia beri untuk Aslan dan Fia.

“mau ade telp Abang?” tanya Linda yang kebetulan tidak kuliah hari ini

“ngga usah…..”

Diam sejenak ruangan makan mereka

“ kalaupun mereka mau datang lagi, Mama harus siap hadapi mereka….”

Linda memandang wajah ibunya dengan perasaan kasihan. Dia bisa merasakan bagaimana sedih dan terpukulnya Mama jika kedua orangtua dari Nafia mulai menebar kata-kata dan olok-olok terhadap keluarga mereka. Meski sekarang Mama bisa menjawab bahkan sering merespon dengan keras, karena situasinya saat ini memang sudah jauh berubah, dan apa yang dia lihat kemarin saat mengantar mereka berdua ke bandara, dia bisa dengan sangat jelas melihat bagaimana Nafia terang-terangan mengatakan bahwa dia tidak ingin berpisah dengan Aslan.



****************

Hari yang melelahkan sebenarnya buat Nafia dan Aslan, karena hari ini mereka nonstop bergerak, dari rumah, ke kantor, lalu jalan melihat calon ruko yang akan mereka sewa, serta juga bertemu dengan Ibu Wenny. Semua meeting dan planning yang mereka rencanakan, berjalan lancar dan sesuai dengan apa yang mereka inginkan selama ini.

Fia juga sering buka website dan surfing melihat komposisi dan juga berbagai resep jus sehat di internet, dia juga banyak mengirim wa ke teman-temannya yang jadi ahli gizi untuk berkonsultasi seputar kandungan gizi dan jenis makanan atau minuman sehat dai buah-buah segar. Dia beruntung karena Ibu Wenny pun terbuka dengan ide-ide baru untuk pengembangan menu yang ada.

Meski melelahkan, namun ada rasa bahagia yang luarbiasa besar di hati Fia. Dia tidak henti hentinya bersyukur melihat Aslan yang setia mendampinginya. Menuntunnya, bahkan membawa kursi lipat kecil, karena dia tahu Fia suka gampang lelah belakangan ini, maka kursi lipat kecil itu dia tenteng agar memudahkan Fia jika ingin beristirahat

Dia suka terharu dan sedih jika mengingat bagaimana Umi dan Abah yang memandang sebelah mata akan kesungguhan dan kualitas diri seorang Aslan.

Harusnya kalian lihat dan selidiki dulu hati dia, Umi… Abah…. Bisik bathin Fia. Dia benar-benar sosok yang luarbiasa mencintai aku. Tidak pernah sedikitpun mengeluh, meski dia tahu bahwa sakitnya Fia ini bukan sakit yang main-main, tapi rasa sayangnya memang sulit ditakar dengan kata-kata.

“Bunda mau pakai kerudung?” tanya dia tadi pagi

Fia hanya menggeleng

“mau pake hoodie?”

Fia hanya tersenyum

Memang Aslan mengerti bahwa kondisi Fia yang rambutnya terus mengalami kerontokan, membuat dia sedikit tidak percaya diri jadinya. Namun Aslan selalu menunjukan rasa sayangnya lewat dukungan dia yang sangat kuat untuk Fia. Ini yang buat Fia selalu terharu dan kadang sedih.

Dia tahu, usianya bakal tidak panjang lagi. Kanker otak ini bukan penyakit yang bisa disembuhkan. Dia pun memilih untuk menjalani hidup bahagianya, tanpa harus menjalani berbagai macam treatment yang hanya bisa memperlambat usianya, namun memberi penderitaan berkepanjangan bagi tubuhnya dan jiwanya.

“Yah….”

“ya sayang…?”

“ makasih ya…”

“untuk apa?”

“untuk semuanya….”

Aslan tersenyum sambal memegang tangan kekasihnya yang duduk bersender di jok mobil.

“ kewajiban…..”

Fia tersenyum penuh arti

“capek ngga?” tanya Aslan lagi

“ lumayan sih….. tapi senang…”

Tatapan Aslan dengan lembut menatap wajah Fia

“bunda senang, aku juga senang…..”

Senyuman manis Fia lalu berubah menjadi sedikit sendu

“ayah udah telp Mama Ulfa?”

“belum… nantilah di rumah yah…”

Fia menganggukan kepalanya

“ Mama Ulfa marah ngga sama Bunda?”

“ngga lah… mama Ulfa bijak kok orangnya…”

Dilema besar yang dihadapi mereka berdua memang bukan main-main. Disaat Nafia yang sedang berjuang menghadapi penyakitnya yang sangat mematikan, kedua orang tuanya malah masih menjadi penghalang terbesar dalam gerak langkah Fia mencapai kebahagiaannya yang ingin dia gapai Bersama Aslan.

Meninggalkan pekerjaannya, meninggalkan orangtuanya, merupakan keputusan besar yang dia ambil untuk memperjuangkan apa yang dia yakini sebuah kebenaran dalam cinta. Cinta dan syaang Aslan terlalu besar dan sulit bagi diirinya untuk menampik rasa itu. Bahagianya dengan Aslan pun rasanya hanya dia dan Aslan yang tahu.

“yah…”

“kenapa Bun?”

Fia melirik dan melemparkan senyuman indahnya

“ngga nyesal kan milih Bunda?”

Aslan tertawa kecil

“pertanyaaan yang ngga perlu dijawab kali…”

“jawab dong….”

Senyum lagi Aslan

“ngga akan pernah….”

“beneran?”

“yup….”

Fia tersenyum

“meski Bunda sakit…. Bunda akan banyak bergantung….”

“bunda…..” tegas suara Aslan

Fia terdiam sesaat

“jangan pernah bicara begitu lagi yah….” Ujar Aslan pelan, namun tegas

Nafia hanya terdiam sambal menatap jalanan di depannya

“Aku sayang sama Bunda… ngga ada syarat-syarat apapun….”

Ujaran lembut membuat hati Fia tersentuh. Dia hanya bisa menganggukan kepalanya pelan, mengiyakan apa yang dikatakan oleh Aslan.

“maaf yah Yah….” Bisiknya pelan

Aslan memahami kondisi Fia yang memang tertekan dengan psikis dan fisiknya

“Bunda jangan pernah berpikir apapun tentang hal itu… aku pengen Bunda bahagia… “ bisik Aslan lagi

“dan bahagianya Bunda itulahlah bahagianya aku juga….”

Mata berjelaga bening itu kini menatap ke arah Aslan.

“makasih Yah….. I love you….”

Aslan menepuk lembut punggung tangan Fia, dia ingin memberi kekuatan dan juga keyakinan yang besar bagi kekasihnya itu, bahwa dia tidak memandang apapun selain cintanya yang besar kepada Fia.

“tadi aku udah bicara sama Pak Yahya….”

Fia tertegun sesaat

“Pak Yahya bossnya Ayah?”

Aslan mengangguk

“bicara apa?”

“bicara tentang kita….. kesulitan kita….”

“lalu.. apa kata Pak Yahya…”

Aslan tersenyum

“dia siap membantu….. “

Nafia tersenyum lega

“alhamdulillah Yah…. Masih ada orang baik yang bantu kita…..”

Aslan tersenyum

“ dia siap jadi wali nantinya…..”

Nafia tidak bisa menahan rasa harunya. Dia menyandarkan kepalanya ke bahu Aslan.

“senang dengarnya Yah…..”

“iya Bun……”

Lalu

“tapi aku harus bicara dengan Mama…. Rasanya sih Mama akan setuju… tapi Bunda kan perlu wali… makanya aku bicara dengan Pak Yahya….”

Fia menganggukan kepalanya

“Bunda bahagia rasanya…. Bisa merasakan cinta yang luarbiasa… cinta yang kelak…..” Nafia tidak melanjutkan kata-katanya lagi, ada rasa haru dan sedih menyedak di rongga dadanya, membuat dia sulit melanjutkan kata-katanya.

“bunda…..”

Nafia terdiam sambal mengusap airmatanya

“apa yang jadi rahasia Allah, biarlah itu menjadi kuasaNYa…. Kita jalanin hidup kita Bun….” Ujarnya lagi.

Nafia menganggukan kepalanya sambal menahan haru yang menerpa hati dan pikirannya.

Rasa haru bercampur bahagia, dan juga sedih silih berganti menghampirinya. Disisi lain dia merasakan bahagia yang luarbiasa indahnya dengan hadirnya Aslan dalam hidupnya, disini lain juga ada rasa haru akan kuatnya cinta dan sayang Aslan baginya, meski mendapat tantangan berat dari keluarganya Fia. Namun disisi lain juga, dia merasakan bagaimana beratnya hati dia saat dia tahu jika usianya tidak akan panjang lagi.

Kesedihannya ialah saat dia menyadari bahwa percintaannya yang indah ini harus segera berakhir, tanpa dia tahu kapan itu, dan dia tidak punya waktu yang lama untuk merasakan indahnya ikatan cintanya dengan Aslan.

Mobil lalu parkir di halaman depan rumah mereka, membuat hayalan dan alur pikiran sedihnya harus terjeda.

Nafia turun dengan dibantu oleh Aslan. Pria ini tidak sedikitpun membiarkan kekasihnya jalan sendiri, dia menuntun dengan hati-hati, dan mendudukan Fia di sofa. Lalu dia membereskan semua tetengan dan tas yang ada di mobil.

“bunda mau makan?”

“nanti aja Yah…”

“boboan dulu yah….”

Nafia menganggukan kepalanya

“ayah sudah lapar?”

Aslan tersenyum

“nanti aja sama Bunda makannya….”

Dia lalu membaringkan Fia di kasurnya. Aslan menyadari kesulitan Fia untuk bangun jika kasurnya masih dibawah lantai seperti ini. Dia sudah memesan tempat tidur untuk ditaruh kasur diatasnya, agar Fia mudah untuk naik dan turun dari kasurnya.

Ciuman lembut Aslan ke kening Fia

“ nanti malam Bunda minta yah….” Bisiknya lembut di kuping Aslan

“minta apa?”

Fia tersenyum malu

“minta dicelup ama Ayah…”

Aslan tertawa kecil

“lagi sakit Bunda ini….”

“hmmmmm…. Tapi mau…..”

Aslan memeluk Fia dengan eratnya. Dia bisa merasakan bahwa Fia pun ingin memberikan yang terbaik untuk dirinya sebagai seorang suami atau kekasih, tapi dia tahu diri dan sangat mencintai Fia, dia kasihan dan ingin agar kesehatan Fia lebih utama dari sekedar hubungan intim antara dia dan kekasihnya

“bunda makan dulu, setelah agak sehatan kita bercinta…. Oke?” tawar Aslan akhirnya

Mata yang indah dan sedikit meredup karena tekanan sakit itu kini bulat membesar.

Rona bahagia terpancar di bias paparan sinar mata itu.

Nafia lalu tersenyum sambal menganggukan kepalanya

“ayah janji?”

“janji dong….”

“peluk….”

Aslan kembali menenggelamkan sosok cantik itu ke dalam pelukannya dengan eratnya.

Kamu ngga sendiri sayang…. Ada aku selalu disini bersamamu… sampai kapanpun aku selalu bersama dirimu… bisik hati Aslan dibalik eratnya pelukan ke tubuh lunglai yang pasrah dalam dekapannya itu.

Aslan lalu merenggangkan pelukannya

“ayah siapin makan dulu yah…..”

“Bunda mau bantuin….”

“ngga usah… bunda istirahat aja dulu sebentar… kalo udah enakan panggil ayah yah….” Tepis Aslan

Fia agak cemberut wajahnya

“boleh Bunda ngga bantah ayah kali ini?” tanya Aslan pelan namun tegas

Fia akhirnya menganggukan kepalanya tanda menyetujui

“bunda cantik…..” kecupan Aslan di pipinya

“sebelah belum….” Protes Fia

Aslen tersenyum sambal mencium pipinya sebelah yang belum dicium

“bibir….” Manja Fia kembali muncul

Aslan mengecup bibir yang kelu dan agak kering itu.

“bunda minum obat dulu biar enakan yah…..” bujuk Aslan

“oke…”

Aslan keluar dan tidak lama kemudian dia kembali membawa obat dan sepotong roti yang sudah diisi coklat selai coklat kesukaan Nafia.

“makan dikit yah, biar minum obat….”

Fia tersenyum. Dia terharu melihat betapa telatennya Aslan merawatnya.

“makasih Ayah……”

Senyuman Aslan mengiringi suapan roti ke mulut Fia. Dia mengunyah dengan pelan, sementara matanya menatap dengan penuh cinta ke wajah tampan didepannya.

Dia merasa bagaikan ratu yang diagungkan oleh seorang pangeran tampan yang sedang menjaga hatinya. Dia tahu bahwa mudah saja bagi Aslan meninggalkannya saat ini. Dia sakit, tidak berdaya dan juga mungkin usianya tidak panjang lagi. Namun meski egonya sering muncul karena emosinya yang belum stabil, dia tahu bahwa pria ini selalu mengedepankan cintanya yang luarbiasa untuk dirinya.

Aslan bahkan selalu mendahulukan kepentingan dan kesehatan Fia. Berpikir untuk dirinya sendiri pun dia tidak pernah, selalu kekasihnya yang sedang tidak berdaya ini yang dia dahulukan.

Ayah…. Betapa beruntungnya aku memilikimu, sayang…. Bisik hatinya dia

“bun…” tegur Aslan melihat ada bulir airmata di pipi Fia

Fia tersenyum sambil menyeka airmatanya

“makan lagi?”

Fia mengangguk. Dia bersemangat menghabiskan rotinya, lalu membuka mulut untuk menelan obat dari tangan Aslan, mengguyurnya dengan air hangat dari gelas, dan mengucapkan terima kasih ke Aslan

“makasih Yah….”

“siap…. Bunda istirahat sebentar yah…..”

“iya Yah….”

Aslan mengecup keningnya

“bangunin bunda kalau ayah mau makan….”

“Iya sayang….”

Kecupan kembali di kening Fia

“bunda rehat sejenak yah…..”

“iya yah….”

Aslan lalu keluar kamar, membereskan semua bawaan dari mobil. Membereskan dapurnya, memasukan baju kotor mereka berdua ke dalam mesin cuci, menggilingnya sambal dia mengerjakan pekerjaan rumah yang lain, termasuk memanaskan makanan yang sudah dia pesan tadi.

Aslan sempat mengintip di kamarnya, Fia terlihat terlelap dengan tenangnya. Obat nya yang ada kandungan sedikit penenang sepertinya bekerja dengan baik sehingga Fia boleh tidur dengan lelap. Aslan lalu kembali mengerjakan pekerjaannya yang belum tersentuh di laptopnya.

Sejam setelah dia mengerjakan laporannya, dia lalu membuka ponselnya. Whatsapp dan pesan banyak sekali masuk yang membuat dia sibuk membalas satu persatu pesan yang penting, termasuk pesan dari Mama Ulfa dan Linda yang menanyakan kabarnya dari tadi siang.

Hingga akhirnya ada sebuah notifikasi yang membuat dia sedikit kaget dan agak gemetar.

Permintaan mengikuti, beserta sebuah permintaan pesan di instagramnya, dari sosok asing namun dia kenal dengan baik, sebuah account IG @shakilaadibakareem meminta untuk diaccept permohonan mengikuti dan permintaan sebuah pesan

Tolong baca pesan saya, dan jangan jadi pengecut. Saya mau bicara sama kamu dan adik saya Fia. Kalau kamu laki-laki, bicara dengan baik.

Balas pesan saya, dan kirim no telp atau balas dm saya.

Jangan jadi anak kecil yang penakut.


Aslan terdiam sejenak. Dia sebelum melanjutkan apa yang harus dia lakukan, dia lalu melirik sejenak ke kamarnya, dan Fia masih terlelap dengan damainya disana. Aslan hanya tersenyum melihat kekasihnya yang tertidur, dia mengurungkan niatnya mencium Fia, dia lalu kembali ke belakang, lalu membuka kembali pesan dari Adiba

Jarinya lalu dengan tenang mengetik sebuah nomor ponsel miliknya dan membalasnya di direct message di percakapan di intagram. Dia tahu mungkin Fia akan marah dia melakukan itu, namun Aslan sudah sangat siap, menghadapi siapapun yang menghalangi cintanya, termasuk keluarga Nafia sendiri.

Dan tidak lama, layer ponselnya muncul sebuah panggilan. Nomor tanpa nama, dan dengan awalan +65, dia sudah tahu siapa pemilik panggilan itu.

Dengan tenang dia memencet tombol hjau untuk menerima panggilan tersebut….

“halo Aslan…..”

“ya… selamat malam Ka Adiba….”
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd