Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Till Death Do Us Part

Bimabet
BAB XIX


Ya Allah, beri aku waktu hidup lebih lama lagi




Aku mencintaimu bukan karena siapa dirimu

Tapi karena siapa diriku saat bersamamu

Tulisan awal pembuka saat Fia menyalahkan laptop Aslan yang dia pinjam hari ini. Dan dia tersenyum manis saat melihat fotonya dia saat di bandara Cengkareng mengantar Aslan terpampang jadi wall paper laptop Aslan. Dia merasakan hal yang lucu tapi fun, di usia yang menginjak 30 tahun, dia merasa seperti abg merasakan hal seperti ini.

“sayang....” sapanya ke Aslan

“yup?”

“makasih yah....”

“untuk apa Ka?”

“ini....” dia menunjukan fotonya yang di laptop ke Aslan.

“keren banget.... aku suka...” sambil senyumnya sumringah diwajahnya

“aku yang makasih Ka, sudah diberi kehormatan mencintai Kaka....”

Fia langsung memeluk lengannya Aslan yang di sampingnya berdiri.

Fia lalu duduk di ruangan depan yang tadinya kamar disulap jadi runagan para tim admin, sedangkan Aslan yang harusnya punya ruangan di belakang, dia memilih bergabung dengan teman-teman sesama surveyor lain di ruangan tengah. Ruang kamar belakang yang harusnya jadi ruangan manager cabang, digunakan sebagai ruangan meeting.

Hari ini Fia ikut bersama Aslan ke kantor, dia menenmai Aslan yang sibuk dengan kerjaan hariannya, dan karena Aslan tidak jalan survey, dia kebagian melalukan verifikasi dan merevisi semua lapran dari anakbuahnya di lapangan.

Sesekali dia melirik ke arah Fia yang sedang utak atik laptop di ruangan depan dengan Yani dan Vika, sambil tersenyum sendiri. Dia sepeti bermimpi melihat kekasih hatinya yang sangat dia cintai, akhirnya datang berkunjung dan bersamanya kali ini di Kendari.

Fia yang kebeutaln duduk di dalam juga sesekali melirik ke Aslan, dan tersenyum manis saat pandangan mereka bertemu

“Bang... kenapa duduk diluar sih... sini aja, biar ngga pandangan-pandangan jauhan gitu..” ledek Yani yang ditanggapi dengan tertawa oleh Fia dan Aslan.

Mereka memutuskan makan siang di kantor saja, makan bersama Haryono, Vika dan Yani yang ada di kantor, karena sebagian surveyor semua di lapangan, jadi yang tersisa makan di kantor sama-sama. Fia merasa sangat bersyukur melihat kerukunan dan kekompakan mereka dalam bekerja. Aslan yang masih relatif muda ternyata bisa memimpin tim dengan baik, terlihat dia banyak belajar dengan pengalaman yang dia punya.

Fia tersenyum dalam hati. Kondisi kantor Aslan jelas tidak ada apa-apanya dengan ruangan kantor Hanif yang terletak di kawasan Rasuna Said. Mewah dan sangat berkelas, namun dia bisa merasakan bagaimana kehangatan tim disini, ada kebahagiaan tersendiri yang dia lihat saat mereka bahas masalah rintangan, persoalan kerja, hingga tertawa saat mendengar laporan yang dikirim sudah disetujui oleh klien, sehingga insentif pun bertambah.

Mata Fia tersangkut di sebuah gambar di instagram, sebuah cincin yang lucu. Dia tiba-tiba tersenyum, sepertinya akan fun jika pakai cincin seperti itu. Dia ingin membelikan Aslan cincin, yang jika dia pergi kemanapun itu akan melingkar terus.

Saat sore mereka akan pulang, Fia mengajak Aslan untuk cari mall terdekat.

“Ka, besok kita ke Wakatobi yuk.....”

“asyik.... sayang dpaat cutinya?”

“sudah, tadi Pak Yahya ijinin buat 2 hari...”

“lumayanlah....”

“iya nanti sepulang dari sana kita Bokori yang dekat.... jadi ngga perlu minta cuti....”

“baik sayangku....”

Pelukan Aslan di bahunya dengan mesranya menuju mobil

Setibanya di Lippo Mall, mereka jalan sebentar berputar putar, karena Fia ingin jalan keliling mall sebelum cari makan, dan kemudian tiba-tiba berhenti disebuah toko emas. Fia lalu mengajak Aslan kesitu.

Mereka melihat lihat sebuah cincin, dan Fia meminta agar cinci itu diambil untuk dicoba

“yang... cobain...” ujarnya ke Aslan

Asaln kaget mendengarnya.

“buat aku?”

Fia menganggukan kepalanya sambil tersenyum

“iya dong...”

“eh... Ka.... kayaknya...”

Udah.. ngga usah protes... masa aku ngga boleh kasih apa-apa ke kamu?” bisik Fia sambil senyum

Melihat wajah Fia yang tersenyum sambil menunjukan mimik seriusnya,dia akhirnya menyerah

“pas Kaka....” ujar ibu pemilik toko emas

“sayang suka?”

“kaka suka ngga?” tanya Aslan

“suka dong... biar kemanapun sayang pergi cincin itu melekat....”

Aslan tersenyum penuh haru

“saya ambil ini....” dia langsung mencabut atm nya dan meneyrahkan ke pemilik toko, dan menunjukan mimik ketidaksetujuannya saat melihat Aslan mencabut dompetnya.

“ini hadiah aku buat sayang....” bisiknya ke Aslan

Aslan terdiam, dia llau mengedarkan pandangan ke arah etalase, dan kemudian dia menunjuk sebuah cincin juga

“ayang...” protes Fia

“supaya kita punya masing-masing...” ujar Aslan.

Fia akhirnya tidak membantah, dan kali ini Aslan mengeluarkan dompetnya membayar cincin yang sudah ditangan Fia, tepatnya di jari manisnya Fia.

“makasih sayang...”

Aslan memeluknya dan mencium kepalanya Fia

“kalau mau dinamain boleh Mbak, Cuma perlu beberapa hari...”

“ngga usah Bu... nama saya sudah ada di hatinya..” ujar Fia yang disambut senyuman oleh Aslan.

Mereka lalu keluar dari mall, karena Fia memilih untuk cari makan diluar, bukan di mall. Di mal makanannya apa bedanya dengan makan di Sumareccon Bekasi? Demikian kilah Fia, dia ingin makan makanan yang khas Kendari aja.


Foto mereka berdua, termasuk foto genggaman tangan dengan cincin masing-masing, rasanya ingin sekali Fia upload di medsosnya, dia ingin membagi kebahagiaannnya dengan dunia luar, namun dia sadar, melakukan itu sama saja dengan menabuh genderang perang.

“ayang...”

“Ya Ka....”

“kalo abah dan umi marah dan ngga terima.....”

Aslan tersenyum

“mereka memang ngga akan terima Ka....” senyumnya pahit

Fia juga menarik nafas panjang

“iya... maksud aku.... kamu gimana?”

“ngga gimana-gimana Ka... aku berusaha sekuat tenagaku... agar bisa menaklukan hati abah dan Umi....”

Fia tersenyum pahit, hatinya mendadak sakit dan perih jika mengingat itu. Dia tahu sampai dunia mau terbalik pun rasanya Aslan akan sulit diterima sebagai menantu mereka. Dia sedih mengingat itu, karena dia ingin sebetulnya terbuka ke semua orang, bahwa dia dengan Hanif sudah berakhir, dan dia akan melanjutkan hidupnya dengan Aslan.

“mama dan Linda mungkin akan sangat welcome, tapi abah dan umi...”

Rasa sedih Fia mulai terasa jika mengingat hal ini.

“udah ah Ka... jangan dipikirin dulu... saat ini Kaka dengan aku disini, jadi aku ngga mau mikir yang lain...” hibur Aslan

Fia menganggukan kepalanya pelan

“makan yuk....” ajak Aslan sambil tersenyum

Ya Allah, tuh senyuman kok semakin hari semkain menarik sih, sayangku?? Fia merasa kini dia sudah di fase yang sangat mencintai Aslan, bukan belajar mencintai lagi, tapi sudah di area dimana dia sudah tidak mampu melangkah tanpa hadirnya Aslan.

Makan malam yang sederhana, namun enak dan bersama orang yang dicintai memang sangatlah berbeda. Fia dan Aslan bisa merasakan itu, rasanya makan bersama Aslan jauh lebih menyenangkan dibanding makan diruang makan mewahnya di rumah, namun penuh ketegangan antara dia dan abah serta umi, seperti belakangan ini.

Setiba dirumah, mereka mandi dan melaksanakan sholat bergantian, lalu duduk bersama di ruangan belakang, karena seperti biasa malam Aslan suka meeting online dengan Yahya dan tim lapangan. Dan Fia lalu ikut duduk dan tiduran di paha Aslan, saat Aslan sedang conferenca call via zoom.

Dia agak sedikit bertanya tanya, karena belakangan ini dia melihat rambutnya rontok lumayan sering, dan meski belum kambuh juga, tapi sakit kepalanya masih suka menyerangnya, meski beberapa hari ini rasa bahagianya mengalahkan rasa kuatirnya.

Sebagai dokter, Fia bisa merasakan ada sesuati yang mengkuatirkan bagi dirinya terhadap kondisi kesehatannya selama ini. Namun dia selalu menepisnya dengan memilih menghindari scan dan MRI untuk lebih jelas lagi. Rasa cintanya yang kini tumbuh mengakar ke Aslan, membuat dia enggan berpikir yang lain-lain, dia ingin hanya bahas kebahagiaannya dengan Aslan, apalagi selama seminggu disini dia ingin hanya fokus dengan liburan, dan bercinta dengan Aslan.

Dia tersenyum lucu dan geli saat tangannya dengan nakal meneglus selangkangan Aslan, yang sementara konsentrasi dengan zoom meetingnya, namun urat kejantanannya kini mau tidak mau ikut bereaksi saat dielus tangan halus Fia dari luar. Cubitan lembut dari Aslan ke lengannya membuat dia ingin tertawa.

“besok jam berapa kita jalan kesana?”

Tanya Fia saat Aslan sudah selesai zoom

“pesawat jam 9.45...”

“apa nama bandaranya?”

“wangi Wangi...”

“oke.... berapa jam?”

“40 menit sayang...”

Fia lalu memeluk Aslan dari belakang, sementara Aslan yang sedang mengetik email sesekali mengelus lengan Fia.

“Hmmm.... Ka...”

“ya sayang...”

Aslan agak malu malu

“kenapa?” tanya Fia sambil tersenyum.

Kini Fia masuk lagi tidur dipangkuan Asalan, bukan di pahanya lagi, setengah badannya di pangkuan Aslan, sedangkan Aslan duduk sambil mengetik email balasan, dan sesekali dia mengusap lengan kekasihnya

Aslan lalu merogoh tasnya yang tadi ditaruh di dekat laptopnya, dimeja. Dia mengambil amplop dari dalam tas, sambil malu-malu dia bicara ke Fia

“hmmm.... kan kalau di rumah, mama itu bendahara... jadi kalao kita seperti itu kira-kira Kaka gimana?”

Fia tersenyum mendengar ucapan Aslan, sepertinya jauh dan dalam ini, pikirnya

“yah... terserah sayang... kita kan punya cara dan gaya yang bisa kita bicarakan...”

“iya... makanya bingung...” Aslan tersenyum

“ngga usah bingung.....” senyum Fia menyemangati Aslan

“maunya sayang bagaimana...”

Aslan terdiam sesaat sambil senyum malu

“eh, maunya sih kita kemana mana Kaka yang pegang uangnya, aku kalau perlu apa-apa minta sama Kaka....”

Fia tersenyum bahagia

“ya ngga apa-apa jika sayang maunya demikian....”

“iya... aku maunya taunya kerja aja... semua urusan keuangan itu biar istri yang urus....”

Fia tersenyum terharu, dia membelai wajah Aslan.

“aku ikut maunya suami.....”

Aslan terharu mendengarnya, dengan lembut dia memeluk Fia dan mencium pipinya

“Cuma maaf yah Ka... gaji aku kan masih kecil.... “

Fia tersenyum kembali

“sayang, aku cari hati, cinta dan tanggungjawab yang luarbiasa yang ada didiri sayang.... bukan yang lain....”

Tatapan Fia mengisyaratkan sebuah rasa yang sulit digambarkan

“ di usia semuda ini, dengan apa yang syanag capai... ini sudah diluar perkiraan semua orang... dan aku bangga jadi bagian hidup kamu, sayang.....”

Aslan terharu mendengarnya

“kecil besar pendapatan kamu... tergantung kita mengelolanya... dan aku bangga jika sayang percaya ke aku... artinya ku dianggap, dan bakal jadi istri kamu....”

Aslan menganggukan kepalanya

“ jangan bicara begitu lagi yah.... kita jalan bersama....”

“iya Ka...”

“Cium dong....”

Bibir Aslan menempel ke bibir Fia dengan lembut

“taruh aku dihati kamu... aku bukan Fia yang kamu intip sekian tahun lalu.... aku ini Fia yang ada di hati kamu, dan kamu didalam hati aku....”

Jemari Aslan mengusap wajah kekasihnya dengan hangat.

“makasih Ka.....”

Mata Fia seperti memancarkan ribuan rasa yang sangat sulit diduga apa yang dia rasa, namun aura kebahagiaannya membuat wajahnya kini berseri seri, dia lupa dengan sakitnya, lupa dengan pekerjaannya, dan lupa dengan semua hal lai, hanya dia dan Aslan saat ini, bahagianya yang dia inginkan.

“jadi semua uang aku, nanti digabung sma Kaka, Cuma palingan nanti disisihkan buta ke mama, Linda, bayar mobil, dan bayar rumah yang sudah otomatis dipotong....”

Fia menganggukan kepalanya, dipegangnya amplop yang diserahkan oleh Aslan.

“ini insentif aku, tadi baru dikasih sama Mbak Yani.....”

“buat hari-hari ongkos dan makan aku, aku minta dari Kaka nanti.....” sambungnya lagi

Rumah tangga yang ideal sepertinya sedang dirancang oleh Aslan. Dia memiliki semua atribut yang sudah sangat lengkap untuk memulai hidup baru sebagai suami, bahkan dia dikaruniai berkah karena dipaksa matang sebelum waktunya, jadi kepala rumah tangga saat ayahnya harus meninggalkan mereka.

Semua mereka miliki saat ini, kecuali restu dari Umi dan Abah.

“ka....”

“ya sayang..” lamunan Fia terputus

“istirahat yuk...” ajak Aslan

“kalo gitu malam ini kita istirahat yah....” goda Fia lagi

“iya istirahat....” kata Aslan

“maksud aku kita tidur, jangan ngapa-ngapain lagi...” senyum Fia lagi

Aslanh tertawa sambil mematikan laptopnya

“hmm... ada yang bilang istirahat kok dedeknya ngga mau yah.....” kepala Fia disegek gesek ke selangkangan Aslan yang memang sudah menegang

“kaka....”

“kenapa....”

"jangan digitu gituin....”

Fia tidak perduli, tetap saja digesek geseknya dan kini tangannya juga mengelusnya dengan lembut.

Asaln tidak mau kalah, dengan nakal tangannya masuk ke tepian tanktop Fia yang tidak memakai bra malam itu, dan meremas buah dada indah dengan puting yang sudah mengeras

“sayang....” protes Fia

“kenapa...”

“geli....”

“masa sih.... ini kok keras dan tegang yah....”

Mereka tertawa dan saling berciuman dengan mesra.

Lalu dengan sekali bergerak berdiri sekaligus dia mengangkat dan menggendong Fia dari depan, dan yang disambut teriakan senang dari Fia, lalu membawanya ke kamar, dan meletakan Fia di kasur, setelah kakainya menendang pintu kamar agar tertutup.

“sayang.... kuat yah...” bisik Fia

Aslan membalas dengan mencium kekasihnya dengan mesra.

Tatapannya kini dengan penuh cinta menghujam mata Fia, jemarinya membelai wajah cantik yang menghiasi isi hatinya sekian tahun.

Lalu dengan lembut, bibirnya berucap....

“Ka... diluar sana ada banyak yang ngefans ke Kaka.... jika ada seribu fans Kaka, aku salah satunya... dan jika ada lima fans Kaka juga, maka aku juga salahsatunya... jika hanya ada satu fans Kaka, itulah aku... jika dunia menentang Kaka, aku yang akan menentang dunia....”

Air mata Fia menetes mendengar ucapan itu

“ dan jika sudah tidak ada satupun yang mengagumi Kaka lagi .... artinya aku sudah tidak ada di dunia ini.....”

Pelukan Fia dengan erat melekat ke badan Aslan mendengar kata-katanya. Sebuah ungkapan yang sungguh maha dahsyat dirasa olehnya, membuat dia semakin meyakini dan teryakini, bahwa cinta dan sayang Aslan memang takdirnya hanya untuk dirinya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd