BAGIAN X
Saat Cinta tak seirama dengan khitah
Aslan membuka pintu pagar rumahnya, dan sepertinya kedatangan dia yang diam-diam ke Bekasi sudah diketahui oleh Ibunya dan adiknya. Mereka berdua sedang duduk di ruang tamu seperti sedang menunggu kedatangan Aslan, dan mendengar pintu pagar yang belum digembok itu terbuka, serentak mereka membuka pintu.
“assalamualaikum, Ma....” Aslan mencium tangan ibunya
Ulfa memeluk erat tubuh putra kesayangannya itu. Linda lalu menyalami dan memeluk kakaknya
“belum tidur?”
“belum...” senyum Ulfa mengembang
Aslan lalu ke kamar mandi, dia lalu mandi dan bersiap melaksanakan sholat isya yang belum dia lakukan malam ini.
Selesai sholat, dia duduk di meja makan, dan Ulfa bertanya jika Aslan mau disiapkan makanan.
“ngga usah Ma....”
“ngga lapar?”
Aslan menggeleng
“ade bikinin teh manis yah Bang....”
“boleh Dek....”
Aslan lalu menekan menu pembayaran. Dia segera issued tiket untuk kembali ke Kendari pukul 03.30 pagi ini. Sampai dia tiba di rumah, tidak ada whatsapp dan juga telepon dari Fia, malah yang ada foto Fia sudah berubah menjadi putih dan tidak terlihat lagi.
Sesak rasanya hatinya melihat itu
Ulfa lalu duduk didepannya di meja makan
“Linda jadi prosesnya gimana Ma?”
“sudah daftar.... tinggal tunggu hasil aja.... semoga keterima lah...”
“oke Ma....”
“biayanya lumayan lho Bang.....”
“ngga apa-apa Ma...”
Ulfa menghela nafasnya saat Linda meletakan gelas berisi teh manis panas
“maksud Mama, jika bisa jurusan lain yang lebih murah.....”
“ngga apa-apa Ma.... abang mampu kok untuk sekolahkan ade di UI....”
Ulfa terdiam
“ya sudah jika begitu....”
Lalu dia kembali menyambung
“bang.... memang abang sering ketemu Fia....?”
Aslan hanya diam mendengar pertanyaan ibunya itu
“saran Mama sih sebaiknya abang lupakanlah itu.....”
Linda yang duduk tidka jauh dari meja makan pun kasihan melihat abangnya
“Fia anak yang baik dan ramah.... tapi papa dan mamanya khan abang tau sendiri...” pinta Ulfa dengan lembut
“ Pak Jafar itu sampai sekarang pun lebih suka lihat kotoran daripada lihat muka kita..... Mama sih ngga masalah... tapi Mama ngga terima jika Abang, Ade, bahkan almarhum Papa juga masih suka diomongin....”
Aslan tidak mampu bicara apa-apa
“ barusan Bu Annisah wa Mama... panjang dan agak kasar isinya.... “
Hening di ruangan itu
“makanya Mama dan Ade tau abang ada disini....”
Ulfa sedih melihat anaknya. Dia mengerti bahwa anaknya begitu menyukai Fia dari jaman dia masih kecil dulu, dan rasa itu dia pelihara hingga kini. Fia anak baik, ramah dan cantik, dia pun sangat menghargai tetangganya, termasuk dirinya dan anaknya Linda, namun sosok Jafar yang sombong dan Annisah yang ikut-ikutan tinggi hati, membuat dirinya harus turun tangan menasehati anaknya, Aslan.
“bukannya Mama minta abang jauhi Fia.... tapi sebaiknya jaga jaraklah.... kedekatan kalian kan bukan kedekatan sesama tetangga lagi jika dilihat orang, apalagi Fia sudah punya calon suami... “
Malu dan rasanya hatinya seperti nyeri mendengar itu
“mama yakin akan ada wanita lain yang akan tulus suka sama Abang....”
Linda juga terharu melihat kakaknya, kebanggaannya yang selalu dia puja puja ke teman-temannya, sebagai sosok kakak yang luarbiasa, yang bahkan rela berkorban apa saja untuk keluarganya, lalu mendapatkan perlakuan yang tidak pantas seperti ini, hatinya jadi miris.
Lalu Aslan mengangkat wajahnya
“iya Ma.....”
Ulfa terharu melihat anaknya. Dia sungguh sedih sebenarnya. Anaknya bukanlah kaleng-kaleng sebetulnya, wajah gantengnya dan rambut ala badboy bukannya kekurangan fans, namun entah kenapa dia dari kecil memang sudah menunjukan rasa sukanya terhadap tetangganya mereka.
“abang balik kapan?”
“hmmmm... jam 12 abang ke bandara...”
“lho? Kok...?”
“besok ada kerjaan Ma.... harus selesaikan laporan....”
Ulfa kali ini terdiam
Linda hanya bisa termenung. Bagi dirinya perlakuan tetangga disebelah ini memang sudah keterlaluan. Mereka bahkan memilih untuk tidak berbelanja di indomaret di depan perumahan ini, karena itu milik keluarga Jafar, dan lebih memilih belanja di seberangnya. Bahkan Linda sempat jika tidak ditahan oleh mamanya, hampir saja menjawab sindiran dari Annisah.
Sindiran Annisah ke mamanya saat mereka dalam suatu acara di RW, membuat anak 18 tahun ini meradang, apalagi sudah bawa-bawa nama Aslan dan almarhum bapaknya. Dia tahu bagaimana pengorbanan Mama dan Aslan, jadi dia tidak terima hanya karena masalah kecil dulu itu, lalu bergulir hingga tahunan dan tidak selesai selesai malah kini saling sindir.
****************
Dan akhirnya Aslan pun kembali ke dunia kerjanya. Dia perlu waktu sekitar dua minggu untuk men setup kembali isi kepalanya untuk balik normal. Pukulan keras akibat kata-kata orangtua Fia, ditambah tindakan Fia entah sengaja atau memang ada tekanan dari keluarga untuk memblokir nomor telponnya dia, membuat dia bagai dihantam keras dan kembali ke bumi setelah sempat naik ke awang awang.
Bahkan Pak Yahya sampai menelponnya secara langsung karena ada beberapa kesalahan dan pekerjaannya, dan meminta direvisi sebelum dikirim ke klien, dan ini sangat jarang terjadi sebelumnya. Kesalahan yang bersifat kritis tentu akan mebuat kredibiltas perusahaan jasa seperti milik mereka ini akan sulit untuk mendapat kepercayaan dari klien lagi.
Hingga akhirnya sebuah status di IG nya Linda, yang memajang foto abangnya dia dengan pakaian kerjanya saat sedang survey, bersama tangkapan layar formulir pendaftaran di jurusan Hubungan International UI, seketika menyadarkan diri Aslan.
Thanks my Hero..... captionnya dan diikuti dengan ucapan syukur dan pujian untuk abangnya, seketika melecut semangat Aslan, sekaligus menyadarkan dirinya, bahwa ada tanggungjawab besar yang harus dia selesaikan dan tidak boleh ada kata cengeng dalam dirinya, dia harus bangkit dan jadi pria sejati, yang tidak terpuruk hanya karena ketidak jelasan seperti ini.
Blokirannya bukan hanya di WA saja, tapi juga di IG, membuat Aslan pun semakin tahu, bahwa Fia memang jauh dari jangkauannya. Melupakan pasti sangat berat, tapi melangkah bersama waktu dia harus bisa lalui dengan segera.
Dan itu secara tidak langsung membuat hasrat Aslan untuk bangun dari mimpi indah tentang sebuah kisah bersama Fia, sekaligus membuat dia mengerti, bahwa besarnya cinta jika hanya dibangun sendirian maka itupun hanya akan menjadi sebuah cinta tanpa jalinan, dan saat maksud hati tidak tergapai, maka itu bukan akhir dari segalanya.
*****************
2 bulan berlalu, Linda sempat memintanya pulang karena syukuran dan pengajian di rumah diadakan oleh ibunya untuk syukuran Linda bisa keterima di UI. Namun karena pekerjaannya yang menumpuk, Aslan memilih tetap stay di Kendari. Hanya doa dan ucapan selamat dari dirinya untuk Linda.
Aslan sudah kembali lagi seperti biasa. Semua pekerjaan yang muncul dilibas habis, semua survey dan claim yang mereka kerjakan berjalan dengan lancar, dan kantor di Kendari pun semakin ramai karena ketambahan beberapa personal.
Dia lalu mulai mempertimbangkan untuk cari rumah kontrakan untuk dirinya, agar kamarnya dia bisa dipakai oleh surveyor yang baru yang dari luar kota. Dan dia mulai mencoba mencari cari lokasi rumah kontrakan untuk dirinya.
“beli aja sih Bang... kan abang bakal tinggal disini....” usul Yani
“mahal mahal Mbak...”
“cari yang di pinggiran, murah dan enak buat ditinggali...” usul Yani yang memang asli orang Kendari
Ada satu property yang menarik hatinya. Rumah dikawasan perkampungan pinggir kota, sudah tidak terawat dan nyaris roboh, namun memiliki halaman yang lumayan luas. Rumah berukarn 55 m2, namun dengan luas tanah 110 m2 itu dijual dengan harga yang sangat terjangkau, hanya 220 juta.
Aslan lalu berpikir untuk mencoba membelinya lewat kredit di bank. Dan tentu dia perlu persyaratannya yang lengkap untuk keperluan itu. Yahya yang mendengar bahwa Aslan akan membeli rumah lewat kredit, lalu menelpon Aslan.
“berapa harganya....”
“sekiatr 220 juta Pak....”
“uang mu untuk DP ada berapa?”
“ di tabungan sih saya siap sekitar 60-70 juta Pak....”
“sudah begini... pakai saja uang saya 200 juta... kamu ganti tiap bulan selama 3 tahun.... gimana?”
Aslan bingung
“kamu ngga niat tinggalin saya kan?”
“Ngga Pak.... kecuali bapak pecat saya....”
Tawa Yahya terdengar kencang. Dia mendengar bahwa kompetitornya banyak yang mendekati Aslan untuk dibajak, karena memang faktor kinerja dan usia mudanya itu sangat potensial, makanya dia perlu menyiapkan jaring yang bagus agar tenaga andalannya itu tidak pergi
Akhirnya deal pun terjadi. Rumah tersebut dibeli oleh Aslan dengan harga 200 juta.
Dia lalu sibuk untuk memperbaiki genteng, mengecat ulang, membangun pagar, teras, dan mendesain ulang tamannya, karena memang dia suka bercocok taman. Rumah mungil dan taman yang indah, impiannya dia pun akhirnya mampu dia dapatkan.
Aslan lalu memutuskan pindah ke rumahnya yang baru setelah selesai direnovasi. Kamarnya dia yang dimess dirubah menjadi kamar untuk surveyor yang baru. Memiliki kediaman baru yang milik sendiri ini membuat dia semakin bersemangat untuk bekerja keras. Rumah kecil dan sederhana, namun milik sendiri.
Ulfa dan Linda yang datang berkunjung ke rumahnya di Kendari saat syukuran dengan mengundang anak yatim, mereka tidak pernah berhenti bersyukur atas kebaikan Allah untuk keluarga mereka, mereka bahagia sekali meski kecil rumahnya, jauh dari kesan mewah, namun bangga karena perjuangan anaknya yang tertua ini ada hasilnya.
Namun satu saja hal yang mereka rasa mengganjal hingga saat ini, Aslan masih belum mau untuk membuka hati bagi wanita. Setiap ditanya, maka jawabannya selalu fokus dengan kerjaan dulu, yang lain menyusul.
Rumah mungil Aslan sungguh menarik dilihat, dua kamar, dapur kecil dan raung makan dan ruang tamu yang dbuat tanpa sekat, serta taman depan dan samping yang enak dilihat, membuat Linda dan Ulfa betah disini, dan hanya karena kuliah Linda akan segera dimulai makanya mereka harus kembali ke Bekasi lagi.
Dan melihat Aslan sudah move on dari Fia, Ulfa sedikit banyak lega dengan situasi yang ada. Dia sempat kuatir dengan psikologis anaknya yang sepertinya hanya Fia saja wanita dimuka bumi ini, sehingga dari kecil hingga sekarang pun sudah pindah ke Kendari, namun nama wanita itu masih terkenang dan ada di hatinya.
Aslan sendiri, meski sudah bisa berdamai dengan hatinya, namun dia masih sulit menemukan wanita lain, selain pekerjaan yang menuntutnya untuk fokus, dia memang lagi senang-senangnya mengembalikan saldonya yang terkikis lumayan banyak saat membeli dan memperbaiki rumahnya. Wanita? Selalu masih ada bayang Fia, dan kesempurnaan yang dia cari setiap kenal dengan wanita yang baru, sepertinya masih belum mampu menggeser rasa sukanya ke sang dokter.