Chapter IV
Act 17
AFTER MATCH
By : Marucil
3rd PoV
Mungkin sejam, dua jam atau lebih. Coba kumelihat jam tanganku, arah jarumnya menunjuk arah setengah 4 sore, hmm aku tertidur belum lama, Hanya sekitar satu jam, karena tadi kami sampai kerumah Rifki sekitar Jam 2 lebih. Ahhh Tapi memang aku sangat ngantuk tadi. Tunggu kemana Rifki dan yang lainya. Samar kudengar suara sorakan mereka dari arah lantai dua atau lantai tiga. Aku tak tahu karena memang rumah ini begitu besar. Kucoba mengendalikan mataku, kukucek mataku agar penglihatanku kembali jelas. Ouch, badanku terasa sangat pegal, namun aku mencoba menggerakannya. Aku mengeluarkan kompres yang masih ada didalam celanaku. Penisku sudah tidak terasa memar lagi, kompres tadi rupanya berhasil. Walau masih ada satu titik yang sedikit nyeri terutama otot sekitar selangkanganku.
Kuambil sisa minuman yang masih ada diatas meja. Kutenggak habis untuk menghilangkan dahagaku. Lalu kucoba beranjak dari sofa mewah ini dan mencari dimana Rifki dan yang lainya berada. Namun ketika aku hendak mencari dimana Rifki berada, aku mendengar suara seorang wanita yang begitu berwibawa. Khas suara wanita yang sangat berumur, sepertinya itu suara Ibunya Rifki. Apakah Ibunya sudah pulang. Dan benar saja, rupanya arah suara tadi bersal dari ruang makan, kulihat ada seorang wanita yang menggunakan setelan baju kerja panjang dengan rambut yang sedikit di gelung (Sanggul)
"Permissi" Kucoba menyapa
"Yaahhh Ehhh nak Bastian sudah bangun rupanya" Jawab wanita tersebut dengan senyum khasnya
.
"Sudah Bu Arum, sudah bangun saya" balasku singkat.
Sesungguhnya aku masih belum mempercayai situasi ini. Rifki adalah salah satu Temanku di Jogja. Bu Arum adalah wanita yang kutemui secara tidak sengaja dan juga di jogja. Aku dan Rifki berteman sejak kami satu kelompok ketika Ospek lalu. Sedangkan Bu Arum, kami bertemu dan dia mengulum penisku dengan sangat luar biasa. Kenapa kearah situ aku mengingatnya. Tapi mau seperti apa lagi. Perkenalan singkatku dengan bu Arum memang demikian, tidak ada hal special lainya yang dapat kuingat. Paling, hanya ratusan foto mesumnya di Laptopku yang beberapa hari lalu ia kirimkan kepadaku.
Aku mendekat kearah Bu Arum. Aku sedikit canggung begitu juga dengan Bu Arum. Nampaknya kami sama sama tidak menyangka akan semua hal ini. dapat kulihat dari Wajah bu Arum yang begitu berkaca. Ia tersenyum namun tak bersuara. Ia menawarkan minuman kepadaku, aku mengiakan. Sembari Bu Arum membuatkan minuman kepadaku, aku duduk diatas kursi tinggi disebuah Mini Bar didalam Ruang Makan yang begitu luas nan dipenuhi dengan perabotan Mewah. Tak Lama bu Arum membawakanku gelas tinggi berwarna kuning muda. Kucoba merasakan minuman itu. Rupanya ini adalah Es Jeruk Nipis, wahh mataku seketika menjadi segar. Bu Arum duduk berjarak satu kursi denganku. Aku tahu maksud semua ini. Ia tidak mau semua berprasangka macam macam.
"Jadi, Nak Bastian sama Rifki sudah saling kenal? " Tanya Bu Arum lirih
" Iya Bu, kita kenal waktu Ospek dulu gak nyangka yah ternyata Bu Arum Ibunya Rifki, tadi itu aku sempet kaget bukan main loh ketika lihat di Foto keluarga kok ada Bu Arum juga. Bener bener kebetulan yah Bu "Sahutku
"yah begitu lah Nak, Dunia kan memang sangat sempit, tadi Pas Ibu pulang Ibu juga sedikit terkejut waktu lihat kamu tidur di Sofa. Tadinya Ibu gak percaya, eh setelah dilihat lebih jelas itu beneran nak Bastian."
Hahahaha Iya tertawa ringan
"Sekarang Rifkinya dimana Bu? "Tanyaku
"Ada dikamarnya mungkin sedang main game. Tadinya mereka nyoba bangunin kamu, tapi kamunya gak bangun2 deh. Jadi kamu ditinggal. Sok sana disamperin Rifkinya" Jawab Bu Arum senyum
"Ohh gitu, kalau gitu Aku ke kamar Rifki deh Bu, kamar Rifki diatas kan" Jawabku setelah menghabiskan Es Jeruk Nipis. Lalu turun dari Kursi bar.
"Iya diatas, kesana saja. Hmmm" Jawab Bu Arum
"Yah sudah saya tinggal ya Bu." Seraya meninggalkan Bu Arum yang masih duduk diatas Kursi Bar
"Ehh tapi nak Bastian." Panggilnya
"Iyaa Bu.." Jawabku kembali berpaling kearahnya.
"Tapi bukan berarti kita gak bisa seperti itu lagi kan? "Tanyanya penuh makna
Aku hanya senyum lebar dan mengangguk beberpa kali. Bu Arum mengerti maksudku dan ia juga tersenyum seolah lega atas jawabanku barusan. Akhirnya aku benar benar meninggalkannya dan menuju Kamar Rifki. Bu Arumpun segera beranjak dan menuju kesalah satu ruangan dirumah yang lebih pantas disebut dengan Istana ini. Ternyata benar rumah ini berlantai tiga. Dan kamar Rifki berada dilantai paling atas.
Setelah menemukan kamar Rifki dan masuk kedalamnya, kulihat mereka semua tengah asyik bermain game PES. Pantas saja meraka begitu asyik rupanya mereka memainkan Game kegemaran semua laki-laki. Aku mencoba ikut satu permainan dan setelah cukup puas bermain aku mencoba memberi isyarat untuk mengajak Willy pulang. Akhirnya Willy mengerti dan ia memutuskan untuk pulang juga
Kami semua turun dari kamar Rifki. Sebelum pulang kami berpamitan dengan Ibunya Rifki, kami bersalaman dengannya. Begitu juga denganku, aku bersalaman dengan Ibunya Rifki, bu Arum seolah aku dan dia tidak pernah mengenal sebelumnya. Ku lihat Rifki sama sekali tidak tahu bahwasanya Ibunya memiliki affair dengan temannya ini. Aku tersenyum lega dan bergegas menuju Mobil Willy. Willy segera masuk kedalam Mobilnya dan segera melaju menghantarku pulang kerumah.
Setelah beberapa lama akhirnya kami sampai dirumahku. Papah dan Mamah seperti biasa sedang ngobrol dan ngeteh di Teras depan. Kulihat Mba Melanie dan Pak RT juga ada disana. Setelah Willy mematikan mesin Mobilnya, ia segera turun dan menghampiri kerumunan didepan teras itu. Willy memang begitu dekat dengan kedua orang tuaku, sehingga ia tak canggung sama sekali menyapa kedua orangtuaku tersebut.
"Haloo Om Tante Apa kabar Sapa Willy" sambil berjalan menuju teras.
"Yah Ampuun Willy kamu tuh loh udah jarang main kesinii yaaah." Sahut papa menjawab sapaan Willy
"Hehe, biasa Om sibuk bantuin Papa juga, Om Apa kabar?" Tanya Willy sambil bersalaman dan mencium tangan papa.
"Kabar Om Baik.. ayoo duduk duduk, gimana Papa kamu sehat juga kan? "Tanya Papa kepada Willy
"Sehat Om, sekarang masih di Singapura, biasa ngurursin kantor yang disana, om sendiri lancer kan kerjaannya
Kerjaan sih Lancar.?"
Papa dan Willy langsung asik membicarakan bisnis. Walau Usia Willy belum genap 22 tahun, tetapi dia sudah mengerti betul tentang bisnis. Saat ia lulus SMA dan masuk kuliah dia sudah diberi kepercayaan oleh papanya untuk memegang salah satu perusahaan yang dibangun oleh orang tua Willy. Sementara Papa dan Willy asik berbicara Bisnis, aku duduk saja samping mama dan Mba Melanie. Melihat semakin ramai disini. Pak RT berpamitan dengan halus.
Aku hanya mendengarkan saja mama dan Mba Melani berbincang karena aku juga cukup malas bergabung. Aku memilih menyandarkan punggungku ke sofa untuk sekedar meluruskan otot2 yang sedikit kaku pasca main Futsal tadi siang.
"Habis dari mana kalian? "Tanya mama kepadaku
"Biasa Mah main futsal, udah lama gak main soalnya" jawabku sambil mencoba memejamkan mata.
"Nih Mba Melan mau ngomong sesuatu nih.." Kata mama yang membuatku sedikit terkejut. Apakah Mba Melani sudah tahu.
"Bas. Besok pagi kamu gak kemana mana kan? Mba bisa minta tolong anterin gak?" Sahut Mba Melanie
Hufftt aku pikir dia sudah tahu kalau anaknya sudah tidak perawan lagi oleh ku Huffttt.
"Enggak deh kayaknya, emang mau kemana Mba" Tanyaku sedikit lega karena Mba Melani menanyakan hal lain.
"Cuma kedokter sih sebentar, nanti pulangnya sekalian belanja bulanan. Soalnya didapur Mba udah pada kosong, tolong yah Bas"
"Siangaan kan mba?" Tanyaku
"yah jangan siang dong, berangkatnya pagi sekalian nganter Bryan sama Melly, bisa kan?" Tambahnya
"Waduh Pagi betul dong Mba..? "Sahutku kaget karena musti pagi pagi bangun
"Naaah, berarti kamu besok harus bangun pagi.. awas kalau bangun siang lagi" ujar Mama
"Iya iya maaah, Ya Aku usahaain yah Mba" Jawabku
"Makasih loh Bas, besok Mba tunggu"
"Kalau gitu aku pulang dulu yah mba sudah sore" pamit mba Melanie kepada mama dan berdiri dari duduknya
"Mari Mas" sahut Mba Melanie menyapa Papa
"Ohh Mari Mari. " Jawab papa seadanya dan lanjut ngobrol bersama Willy
"Sudah makan belum kalian?" Tanya Mama kepadaku.
"Beluum tante, Willy belum makan" Willy langsung menyambar dan menjawab pertanyaan mama tersebut
"Ahhh kamu Will, aku yang ditanya kenapa kamu yang jawab." Protesku
"Nah, kalau gitu sana kamu mandi sudah mau maghrib juga kan. Nanti kita makan bareng yaah"Pinta Mamah.
"Iyaa Maah.." jawabku.
Setelah itu kami semua masuk kedalam rumah karena terdengar kumandang adzan dari Masdjid di perumahan kami. Aku dan Willy langsung ke kamarku. Aku mandi terlebih dahulu, setelah itu menyusul papa dan mama untuk sholat maghrib berjamaah sementara Willy gantian mandi dikamarku. Tak lama Willy turun, ia telah berpakaian rapi karena ia memang membawa pakaian ganti di tasnya.
Setelah makan bersama Aku dan keluarga, Willy berpamitan karena hari sudah kunjung Malam. Setalah aku mengantar Willy kedepan aku kembali menuju ruang keluarga dimana Papa dan Mama sedang duduk santai disana. Mama sedang asik membaca buku dan Papa asyik membaca berita melalui ipad. Aku duduk dihadapan mereka, ingin sekali aku membakar rokok namun aku sudah janji untuk tidak merokok di dalam rumah. Akhirnya aku tahan saja keinginanku itu.
"Bas.. Bilangin Habibah yah Papa minta Kopi, "Sahut Papa sambil tetap membaca berita.
Akhirnya aku berjalan menuju dapur denggan sedikit terseret karena pahaku masih sedikit sakit karena tersepak bola tadi siang. Sebenarnya sudah tidak sakit sih. Namun aku sengaja melakukan itu.Setelah meminta pesanan Papa kepada Mba Habibah (Bibie) aku segera kembali menuju ruang keluarga. Mama memperhatikan langkahku yang terlihat cukup berat.
"Kaki kamu kenapa Bas?" Tanya Mama..
"Cuma sedikit keseleo aja Maahh tadi pas main Futsal, dibawa tidur juga ilang nanti"
"Hmmm, makanya mainnya yang hati hati dong Bas, kalau kenapa - kenapa kan Mama Papa juga yang repot" Sahut Mama.
"yah namanya juga main Futsal mah, kan gak tahu bakal kejadian apa tadi tiba tiba kesenggol lawan terus aku jatohh dehhh."
"Hmmm Kamu ada ada saja hmmmm" gumam Mama.
Tak lama Mba Habibah datang membawa dua cangkir Kopi untukku dan papa dan secangkir the untuk mamah.
Silahkan Pa, Bu Mas sahut Mba habibah seteah menaruh cangkir-cangkir itu diatas meja.
"Oh makasih Bah, nda Manis kan" Sahut Papa.
"Endak Pak, seperti biasanya.." Jawab Mba Habibah sambil menggapit Baki dilengannya. Lalu ia berpamitan untuk kembali ke dapur.
"Ehh tunggu Baah.. sini sebentar" Panggil Mama..
"Iya ada apa lagi Buu.?" Jawab Mba Habibah bertanya, kembali lagi kesini.
"Kamu nanti tolong pijitin Bastian yah, katanya keseleo itu habis main Futsal." Perintah Mamah.
"Baik Buu" Jawab Habibah
"Memang Mba Habibah pinter mijet?" Tanyaku padahal aku sudah tahu semuanya.
"Hmmm Jangan salah kamu Bas, Bibah ini jago mijet loh, sekarang aja kalau Papa sama Mama pegel2 minta pijetnya sama Bibah. Udah nanti kamu biar dipijet sama Bibah aja biar nda makin sakit nanti kakinya"Jelas Mama.
"Iya dehh. nanti ke kamar aja yah mba" Sahutku sambit tersenyum
Sambil menikmati minuman hangat obrolan antara Orang Tua dan Anakpun terjadi. Sambil menyeruput Kopi Hitam Pahit, papa terus bercerita, saat sat seperti inilah yang aku suka. Saat saat keintiman sebagai sebuah keluarga. Aku merasakan kedamaian dihati ketika kami berinteraksi seperti ini. Lalu ketika sudah tidak ada lagi air didalam cangkir, dan semua topic sudah diperbincangkan Papa dan Mama memutuskan untuk Istirahat.
"Eitss Kamu jangan begadang yah, kasihan tuh mba Melanie kalau gak kamu temenin sudah hamil besar soalnya" Sahut Mama mengingatkanku lagi
"Iya Mah iya.. Bastian inget kokk" Jawabku meyakinkan.
Setelah Papa dan Mama masuk dan mengunci pintu kamar mereka aku memanggil Mba Habibah untuk mengangkat cangkir2 kosong diatas meja. Mba Habibah langsung bergegas menuju kemari. Dan aku bilang juga kalau aku minta dipijat dikamar saja
"Mba aku tunggu di kamar aja yah Mba" Pintaku
"Iya Mas, habis Cuci piring saya kesana, Nanti mau pake Jahe atau pake Minyak urut?" Tanya Mba Habibah
"Aduh jangan yang panas deh.. Yang adem aja,
handbody atau minyak zaitun gituu.. "Pintaku
"Ohh iya saya ngerti, ya sudah saya kembali ke dapur lagi yah mas Bastian"
Belum ada hal hal yang mencurigakan, semua berjalan sesuai yang aku harapkan. Hmmm oke aku kembali kekamarku dan menunggu Mba Habibah sembari tiduran diatas kasur. Kunyalakan Televisi sembari menunggu. Kuraih Hp berniat menghubungi Eva hmm tapi nanti saja lah. Lalu tak lama Mba Habibah datang membawa sebotol Minyak Zaitun yang biasa diguanakan mamah untuk pijat.
"Mas Bastiaan" Sapa Mba Habibah
"Masukk Ajaa, terus dikunci aja sekalian yah Bie".. Jawabku
Tanpa curiga Mba Habibah masuk dan mengunci pintu kamarku
"Mba bagian betisnya dulu yah, agak pegel disitu". Pintaku
Lalu aku posisikan tubuhku tengkurap diatas kasur lalu mba Habibah duduk disamping Betisku dan mulai membalur kakiku dengan Minyak Zaitun yang wangi itu. Hmm memang benar Pijatannya sungguh enak, baru sebentar betisku ia pegang, otot2ku sudah terasa sedikit longgar. Hmmmm. Enaak Mbaa.. gumamku.
"Jadi Miss Bibie ini dulu lama ya kerja di Delta Spa? "Sahutku membuat Mba Habibah terdiam dan melepas tangannya dari Betisku
"D-da-Dari mana Mas Bastian tahu dengan nama Itu.?" Tanya Mba Habibah sedikit terbata- bata
"Aku tahu semuanya, Miss Bibie, Delta Spa, sampai kemana Mba pergi sama laki2 kemarin sore, aku tahu.."kataku sambil membalikan tubuh dan duduk bersila.
"Sekarang Mba ceritakan semua yang Mba sembunyikan tenang Aku jaga kok rahasianya"
Mba Habibah menghela nafas. Wajahnya terlihat Pucat mengetahui aku tahu semua rahasia hidupnya. Sejenak ia terdiam dan kembali mengambil nafas panjang..