Chapter II
Act 8
HABIBAH
By : Marucil
Sial, padahal sedikit lagi kami berdua pasti akan mengulang moment indah itu. Tapi kedatangan mba Habibah yang tiba-tiba menggagalkan itu semua. Sial mba Habibah, datang pada saat yang sangat tidak tepat. Mba Habibah adalah pembantu baru dirumahku. Ia bekerja di sini menggantikan bi Dijah yang memutuskan pulang kampung untuk mengurus anak dan keluarganya. Padahal aku sudah sangat sayang kepada bi Dijah yang telah bekarja dirumahku sejak aku masih kecil. Aku bahkan menganggap bi Dijah sebagai orang tua penggantiku. Sekarang sudah tidak ada lagi yang memasakan makanan kesukaanku. Selain masakan mamah dan tante Ocha bagiku makanan terenak adalah buatan bi Dijah. Tapi kini dia sudah tidak ada, aku sempat merasa sedih ketika mama bilang bi Dijah sudah tidak kerja disini dan digantikan pembantu baru. Tapi mau dikata apa lagi, itu sudah menjadi keputusan bi Dijah.
Sekarang pembantu baru dirumahku bernama mba Habibah. Dia berasal dari Indramayu Jawa Barat. Pertama kali aku melihatnya tadi sih, nampak seperti orang baik, ya itu hanya pandanganku saja karena aku belum sempat berbicara langsung denganya. Tadi ketika dia datang dia langsung meminta izin untuk langsung melaksanakan tugasnya. Aku juga sempat memperkenalkan mba Icha kepadanya, ya sekedar memperkenalkan saja. Daripada dia mengira yang tidak tidak. Tapi ternyata mama sudah memberitahukan mba Habibah kalau dirumah sedang ada temanku
Setelah mba Habibah menuju dapur untuk melakukan aktifitasnya, kuhampiri lagi mba Icha yang masih duduk ditempat kami melakukan sedikit permainan kecil sebelumnnya. Kami saling tertawa kecil, kami sama-sama mempertawakan kejadian lucu tadi, kejadian kedatangan mba Habibah yang menggagalkan
foreplay kami. Setelah hanya saling senyam senyum, mba Icha menuju kamar, ia ingin mandi dan mempersiapkan diri untuk menuju kantor redaksi majalah semprot. Selain itu dia juga hendak mengemas barang -barangnya karena nanti sore ia akan bertolak menuju Bandung.
Karena tadi subuh aku sudah mandi, akupun hanya membasuh muka saja agar terlihat segar dan kinclong. Setelah itu aku berganti pakaian santai. Setelah merasa rapi aku turun kebawah, rupanya mba Icha masih dikamar. Tapi aku biarkan saja lah, toh dia nanti juga akan turun, Setelah itu aku duduk di ruang keluarga dan menghidupkan TV, ku cari Stasiun yang menyiarkan siaran berita sudah lama aku tidak melihat perkembangan yang terjadi di Indonesia.
Rupanya harini ini berita yang tengah hangat adalah berita tentang jaringan Mafia di Indonesia, berita yang sama yang aku lihat di Koran yang papa baca kemarin. Wah rupanya di Indonesia ada juga hal yang seperti itu. Berita yang ditayangkan disalah satu TV swasta mengatakan bahwa Jaringan mafia ini membawahi berbagai lini bisnis di Indonesia, Dan yang paling mengawatirkan jaringan ini juga berjalan pada bidang pengedaran Narkoba dan Senjata Api. Sampai sekarang polisi dan pemerintah tidak bisa menyentuh otak dari jaringan mafia ini, karena kabarnya jaringan ini memiliki hubungan erat dengan keluarga penguasa dimasa lalu. Sempat merinding aku melihat berita itu. Tak kusangka Indonesia kini semakin berbahya. Ditengah ketakutanku akan kondisi Sosial di Indonesia, aku dikagetkan oleh panggilan mba Habibah
“Den, Den Bastian” Panggil “mba Habibah sambil membungkuk
“Yaaahh, ada apa mba, kaget aku” jawabku sedikit tersentak
“Itu Den, di meja makan, sudah saya buatkan kopi hitam dan kue” Kata dia
“Loh, kan saya gak minta Mba” Jawabku heran
“Gak apa-apa Den, soalnya kata mamanya den Bastian, aden itu suka banget ngopi, ya jadi saya inisiatif buatin
“Waduh makasih banyak deh mba kalau begitu” jawabku sambil mematikan TV
Lalu aku menuju ruang makan, aku duduk di kursi dan segera kuangkat secangkir kopi hitam panas yang masih mengepul. Coba kuseruput dan merasakan kopi buatan Pembantu baruku ini. Hmmm, sedikit pahit, namun ini seleraku. Tapi cukup enak pintar juga ternyata mba Habibah membuatkan Kopi. Kesan pertama yang ia tunjukan cukup baik ternyata. Semoga kedepannya dia bisa bekerja disini dengan dedikasi penuh untuk membantu keluarga kami. Tak lama mba Icha memanggilku, ia bertanya sedang berada dimana diriku. Lalu kujawab seruannya kalau aku ada di ruang makan. Ia menyusul kemari dan kutawarkan juga secangkir kopi yang sengaja dibuatkan dua oleh mba Habibah. Lalu mba Habibah menghampiriku dan bertanya sesuatu.
“Gimana den kopi buatan saya, Enak?”
“Hmmm enak banget jarang-jarang nih aku minum kopi seenak ini” Jawabku berusaha memuji.
“Iya bener enak sih kopinya, Ini mbanya yang buat” Tanya mba Icha
“Iya, itu buatan saya,” Jawab mba Habibah merendah.
“Enaak Bas, kaya kopi di café, Mba pernah kerja di café ya” Tanya mba Icha lagi.
“Iya mba Saya pernah kerja dicafe dulu setahun” Jawab mba Habibah menjelaskan kenapa kopi buatannya enak..
“Hmmmm pantesan enaak, Dulu kerjanya dikafeee sihh.” Jawabku dengan bangga.
“Yah sudah Saya lanjut kerja lagi yah den” Pamit Mba Habibah
“Ehh tunggu mba, aku kan belum kenal mba Habibah”
“Kan sudah tahu nama saya den” Sahut Habibah agak bingung
“Yah bukan itu, maksud aku, kan aku juga perlu tahu tentang mba Habibah selain jago bikin kopi, ya udah mba Duduk aja dulu!!” Kataku sambil mempersilahkan mba Habibah duduk.
Lalu mba Habibah duduk juga bersama aku dan mba Icha. Ia sedikit malu-malu berhadapan denganku. Berkali kali mukanya tertunduk. Kulihat wajah mba Habibah cukup lugu layaknya wanita dari daerah kebanyakan. Tetapi setelah kuperhatikan lebih jelas, cukup manis. hidungnya agak bulat namun tidaklah pesek. Rambutnya sebahu berwarna hitam. Wajahnya dipenuhi dengan jerawat-jerawat kecil, mungkin ini efek dari perawatan wajah yang tidak rutin, Aku dapat tahu karena warna kulit wajahnya sedikit lebih cerah ketimbang kulit leher atau lengannya.
“Mau Tanya Apa den?”
“Aduh mba jangan panggil dan den dong, aku ngerasa jadi lebih tua, memang aku sudah terlihat seperti Raden di kerajaan apah? kataku meminta
“Lalu panggil apa den” Tanya dia
“Yah panggil apa saja, asal jangan Aden kedengerannya gimana begitu” jawabku
“Kalau panggil mas saja boleh?”
“Ahh kalau itu sih boleh deh, kan jadi gak kelihatan tua tua banget mbak...”
“ya sudah mulai sekarang, saya panggilnya mas Bastian saja ya”
“Naahhhh kan enak dengernya, jadi lebih akrab juga mbak”
“Wuuu dasar kamu Bas banyak maunya” kata mba Icha sambil menoyor wajahku
“Ehhh Bas sejak kapan kamu punya jambang?” Tanya mba Icha
“Emang aku punya jambang kali” Jawabku sambil mengelus jambangku yang mulai tumbuh lagi namun masih halus.
“Loh kok selama ini aku gak pernah lihat?”
“Kan selama ini aku selalu cukur mba, sebenernya jenggot sama kumis juga udah lebat, tapi aku gak pede kalau numbuhin, jadi setiap hari pasti aku kerok. Ini karena gak sempet saja” jawabku sambil membelai pipi.
“Sekali kali panjangin dong, pengen lihat Kamu brewokan kaya gimana!”
“Ahh malu mba ahh, gak biasa aku dari dulu”
“Yah elaah sekali kali gak apa-apa dong”
“Yah deh nanti tak coba, .... tapi kalo gak pantes aku potong lagi” Jawabku.
“Oh iya, gara gara mba Icha nih aku jadi lupa”
“Hmmm, Mba sih udah kerja disini berapa lama” Kembali aku bertanya pada mba Habibah
“Yah 3 atau 4 bulan ini lah Mas” Jawabnya.
“Terus kerasan nggak mba kerja disini?”
“Kalau kerasan sih ya kerasan mas, apalagi, mamanya mas Bastian itu baik banget sama saya. Dulu waktu belum genep kerja Sebulan saja saya sudah dibolehin minjem uang buat anak saya dikampung”Jelasnya.
“Ohh mba udah punya anak toh, anaknya berapa Mba?”
“Anak saya dua Mas, sekarang sudah pada sekolah SD semua”
“Ohh gitu, berarti mba sudah punya suami dong?” tanyaku agak ngawur
“Ya udah lah bas, bego banget sih kamu.. Namanya udah punya anak yah udah punya suami lah” Potong mba Icha dengan nada agat ngotot. Disusul dengan senyuman dari mba Habibah.
“Yah sudah Mas, gimana Mas bastian ini” Lanjut mba Habibah
“Ohh iya iya lupa, terus kalau boleh tahu, Suami mba Habibah kerjanya apa?” Tanyaku lagi.
“Suami saya kerja jadi buruh pabrik di Bekasi” Jawabnya
“Lohh Berarti anak mba Habibah ditinggal dong??”
“Iya Mas, di kampung sama neneknya, yah terpaksa sih mas kalau saya nda kerja juga saya gak sanggup ngebiayain sekolah anak.”
“Wahhh kerja keras berarti yah Mba”
“Ya iyalah Bas, namanya Ibu pasti gitu, yah Mba .... Yahh” Sambung Mba Icha
“Oh iya Mba dulu kerja di Café mana, sampe bisa bikin kopi enak banget.” Tanya mba Icha penasaran
“dicafe Delima Mba, yah tapi cuma setahun saja sih” Jawab mba Habibah
“Loh kenapa keluar mba padahal bikin kopinya enak, pasti pelanggan cafenya juga suka?” Tanya mba Icha lagi.
“Habis waktu itu saya ditawarin kerja mba di Salon Delta, bayaranya lebih besar yah terpaksa deh saya keluar dari café. Soalnya waktu itu saya juga butuh uang banyak sih mba mas buat masukin anak saya ke SD”
“Ohhh gitu. Yah sudah deh mba segitu dulu yang mau aku tanyaan, Ya semoga kedepannya mba makin betah yah kerja disini. Kalau ada apa bilang aja ke Mama pasti dibantuin”Sahutku.
“Kirain kamu yang bakal ngebantuin Bas?” Jawab Mba Icha dengan nada nyindir
“Yah, kan sama aja kali “ba, kalau aku yang bantuin kan ujung ujungnya Mama juga yang keluarin duit, kan aku belum kerja” jawabku tersipu
“Makanya kerja dong!!” Seru Mba Icha
“Kan aku masih kuliah kali mba, tahu sendiri tugas-tugas kuliah aku kaya apa” Jawabku
“Aleesaan ajaa kamu”
Mba Habibah hanya senyum-senyum mendengar perdebatan kami. Akhirnya dia minta Izin untuk melanjutkan pekerjaanya.
“Yah sudah, saya lanjut kerja lagi yah Mas” Pinta Mba Habibah
“Oh iya silahkan, sekali lagi makasih yah atas kopinya”
“Sama sama Mas”
“Oh iya kelupaan, itu dikamar ada baju-baju kotorku, tolong dicuciin yah Mba”
“Siap mas, itu kan memang pekerjaan saya”
“Ya sudah aku keluar dulu yah mba”
Akhirnya aku dan mba Icha memutuskan untuk berangkat menuju kantor redaksi Semprot Magazine. Segera kukeluarkan mobil Yariz milik dan langsung aku tancap gas. Hari ini pasti macet diajalan. Bersiaplah. Ditengah perjalanan mba Icha mengajaku ngobrol.
“Eh Bas kamu kenapa sama pembantu kamu tanya-tanya kayak gitu?” Tanya Mba Icha
“Yah biar lebih deket aja mba, Soalnya dulu pernah kejadian dapet pembantu yang gak asyik”
“Maksud kamu?”Tanya Mba Icha
“Nah jadi waktu aku masih SMA tuh, pembantu lamaku namanya bi Dijah, dia kebetulan cuti selama sebulan, nah mamah nyari pembantu pengganti, eh ternyata orangnya judes, males lagi, hobinya cuma ngrumpi. Yah maka dari itu aku tanya-tanya mba Habibah kaya tadi, biar lebih tahu latar belakangnya”
“Ohhhh gituu, So asik kamu yaah” Ledek Mba Icha
“Kok sok ssik siih??” Tanyaku
“Dah aah gak usah dipikirin, eehhh habis ini nanti belok kanan ya” Kata Mba Icha sambil mengarahkan jalan menuju kantor Semprot Magazine
Cukup lama rupanya perjalanan kami menuju Kantor Redaksi Majalah Semprot. Yah sudah pasti ini hari senin otomatis jalanan akan Macet. Sejam aku terjebak macet hingga akhirnya aku sampai di sebuah gedung perkantoran didaerah Jakarta Timur. Setelah memarkirkan mobil di parkiran, aku dan mba Icha masuk ke dalam Lift dan menuju lantai di mana Kantor Redaksi majalah Semprot berada. Setelah keluar dari dalam Lift kami melangkah ke sebuah pintu bertuliskan SM didepannya. Kami diharuskan melapor kepada penjaga yang bertugas disitu. Mba Icha mengutarakan maksud tujuan kami datang kesini, memang cukup lama prosedurnya, namun akhirnya kami berdua diizinkan masuk. Aku cukup penasaran, karena ketika melihat majalahnya kemarin aku duga kantornya gak jauh berbeda dengan isi dari majalahnya.
Dan benar saja ketika baru masuk ke dalamnya, aku sudah disuguhi beragam poster-poster wanita telanjang. Ada pula poster Aura Kasih terpampang di satu sudut tembok kantor itu. Lalu seseorang menyuruh kami menunggu disuatu ruangan. Selama menunggu Aku melihat begitu banyak model-model cantik keluar masuk pada sebuah ruangan yang nampaknya itu sebuah Studio. Bukan hanya mataku saja yang membelalak. Mata mba Icha lebih liar memandangi wanita-wanita yang memiliki postur tubuh serupa dengan dirinya. Kuperhatikan dari tadi mba Icha selalu menggeser-geser pantatnya setiap kali melihat model cantik dengan bodi yang super aduhai lewat diluar ruangan tempat kami menunggu. Lalu aku mendekatkan wajahku disamping wajah mba Icha lalu kubisikan sesuatu.
“Mba, Jangaan sange dong, ngelihat gituan aja dah Sange” bisiku nakal di telinganya.
“Rese!!!, berissik ahhh!!!” jawab dia dengan muka merah padam
Kemudian tak beberapa lama seorang wanita masuk kedalam ruangan ini. lalu ia memanggil mba Icha, kemudian mereka berdua bergegas meninggalkanku diruangan ini sendirian.
Tak tek tok
Tak Tek Tok
Suara Jam begitu keras terdengar ditelingaku. Karena sedikit bosan menunggu akhirnya aku keluar dari ruangan itu. Lalu kulihat aktifitas yang terjadi disini. Seperti layaknya kantor Redaksi sebuah majalah, disini pun aktivitasnya tak jauh berbeda. Riuh seseorang yang berteriak
Ayo Ayo Dateline 3 Jam lagi,Ayo Semangat memenuhi ruangan. Dan juga aktivitas para pewarta yang tengah mewawancarai salah satu model di sebuah sofa di ruangan ini. Semuanya bekerja dengan porsi masing-masing. Mereka semua bekerja penuh dedikasi sampai tidak mempedulikan kehadiranku disini. Yah memang aku siapa sampai mereka harus repot-repot menemaniku atau sekedar menyapa. Tak Apalah pemandangan Model yang berlalu lalang cukup menghibur.