Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT TETANGGA PERKASA

Terjadi Lagi.. Dan Lagi....
----------------------------------------





POV ASTY



"Pak, sampeyan mau apa....? ".. Aku terkejut mendapati Pak Dibyo sekarang tidak lagi memakai bajunya. Bahkan celana hitam gombrongnya pun sudah tak lagi terikat dibagian pinggang.

" Nduk.. Nurut sama bapak ya... Bapak gak tahan liat tubuh Nduk Asty.. ". Pak Dibyo berkata sambil tangannya membuka merenggangkan kedua paha ku.

Rasa sakit dan bengkak memerah dipaha kiriku tak diperdulikan olehnya, kemudian Pak Dibyo menundukkan wajahnya dengan lidah merah keunguan yang menjulur.

Aku bukan lagi wanita yang suci. Tubuhku telah sangat kotor, sudah banyak batang lelaki yang menodai kewanitaan ku. Diposisi seperti sekarang, aku bingung sekali. Melawan, tentu akan membuat lelaki tua ini marah dan kecewa, berdiam diri menerima, nanti malah aku dianggap wanita murahan.

"Jangan Pak.... ". Naluri ku berusaha mencegah. Meski kedua kakiku tak ada penolakan ketika tubuh Pak Dibyo masuk diantaranya.

Dan ketika lidah tua itu mencapai bagian sensitif di pangkal paha, aku hanya bisa memejamkan mata. Jilatan Pak Dibyo membuat rasa panas, sakit dan gatal bekas sengatan tawon menjadi hampir tak lagi terasa, berganti sensasi nikmat ketika lidah itu menjulur memasuki liang syurga. Menjilati liar kesana kemari, melumat dan menghisap hisap semua yang ada disana.

"Punyamu wangi Nduk... ". Aku hanya terdiam, airmata yang tadi mulai mengering kini kembali membasahi pipi. Dalam Gelinjang kegelian aku mengeluh dalam hati.

" Kenapa nasibku jadi begini.. Kenapa semua lelaki seperti mengincar tubuhku.. Kenapa...? ". Aku tak ingin seperti ini, tapi apa yang dilakukan pak Dibyo begitu nikmat, bahkan lebih nikmat dari semua jilatan lelaki yang pernah kurasakan selama ini. Apakah karena efek sengatan tawon itu...?

Yang pasti, semakin gencar Pak Dibyo menjelajahi pangkal paha ku, semakin berkurang pula sensasi perih dan gatal di paha kiriku, berganti gatal yang lain, ditempat lain. Gatal yang menuntut pelampiasan. Itu juga yang membuat sampai detik ini aku tidak melakukan perlawanan. Bahkan ingin semuanya dituntaskan. Masa bodo semuanya. Aku telah gatal.

" Ohhhh... ". Lenguhku menahan nikmat tak terlukiskan.

"Enak Nduk...? ". Sebuah pertanyaan yang tak perlu. Aku memaki dlam senyap. Tapi bibirku malah menjawab lirih..

"Iya Pak. .. ".

"Nduk Asty suka....? ".

"Sialan... ". Aku kembali memaki lelaki tua ini dalam hati. Terlepas dari segala macam norma norma dan batas ketidak pantasan, kurasa tidak ada wanita yang yang tak suka kewanitaannya dijilat jilat. Jadi tak usahlah ditanya lagi. Jilat saja, jangan banyak bicara. Atau kakiku ini menerjang kepalamu nantinya.

Kedua tangan Pak Dibyo mengangkat pinggulku lebih tinggi, kemudian lidahnya semakin dalam menusuk. Aku merasakan lidah itu sangat panjang dan bergerak gerak liar didalam. Belum pernah aku merasakan jilatan lidah sampai sedalam ini. Seperti tidak sewajarnya lidah.. Apakah benar itu lidah....?

Rasa perih di paha kiri semakin tenggelam oleh rasa nikmat. Meski aku tak bisa leluasa menggerakkan kaki, tapi akibat dari sengatan tawon itu seperti telah hilang. Pak Dibyo benar, dia memang mampu menghilangkan sakit akibat sengatan tawon dengan cara yang diwarisi nya turun temurun.

Meski aku tau, meski bukan Pak Dibyo yang menjilat, sepertinya cara ini tetap akan ampuh mengobati sakit bekas di sengat.

Seperti pepatah para lelaki yang mengatakan obat sakit cinta adalah cinta yang lain, maka obat sakit disengat adalah sengatan yang lain pula.

Benar benar mujarab, setidaknya untuk saat ini. Sementara ini. Dan perkiraan ku terbukti benar karena ketika Pak Dibyo menghentikan jilatan nya dan berdiri sejenak untuk membuka celana gombrongnya, rasa sakit dan perih serta gatal di paha kiriku kembali terasa berdenyut.

"Tawon sialan...!! ". Makiku jengkel sekali. Entah kenapa aku sekarang gampang sekali memaki. Meski cuma didalam hati.

Dan debaran indah di jantungku seperti kesenangan ketika melihat Pak Dibyo kembali berjongkok dan merapat dipahaku, kali ini telanjang bulat. Sekujur tubuhnya yang dipenuhi kerut keriput sangat jauh berbeda dengan batang kejantanannya yang kencang mengkilat. Seperti milik bujangan saja. Aku membathin.

"Nduk.. Bajunya dibuka ya... ". Terdengar lagi basa basi yang menjengkelkan itu. Buka saja kenapa..? Apa harus aku yang membuka sendiri...?...

Demi setan... Kenapa aku jadi tak sabaran begini....?
Sudah benar benar rusak kah aku...?

Se hina inikah aku sekarang....?. Betapa aku begitu mendamba perzinahan dengan lelaki tua yang adalah orang tua kandung dari Mas Amin. Orang tua yang seharusnya ku hormati dan ku jaga nama baiknya. Tapi bukankah seharusnya lelaki tua ini yang menjaga kehormatan ku...?. Bukankah dalam sepengetahuannya aku adalah istri dari anak lelakinya...?

Dunia memang sudah keblinger.. Dan aku juga sudah dikuasai Iblis. Sama seperti lelaki tua yang saat ini sedang berusaha melepas kaos yang kupakai berlahan lahan. Dan setelah kaos hoodie lengan panjang itu terlepas seutuhnya, tangan Pak Dibyo dengan cekatan melepas pengait bra dan kemudian menyingkirkan penutup payudaraku itu sejauh-jauhnya.

Tubuhku tersentak keatas ketika lumatan bibir Pak Dibyo menyentuh puting payudara. Aku dibawanya melayang entah kemana. Kenikmatan yang luar biasa menjalar di sekujur tubuh. Aku tak tahan......

"AAAAAAHHHHHH... ". Kepalaku terhempas ke kiri dan ke kanan..

"Enak Nduk...? ".

"Tai lah.... ". Aku mendelik marah. Banyak bicara sekali kau Pak Dibyo...

Kurang ajar sekali aku pada lelaki tua ini. Tapi terhadap lelaki bejat dan mesum memang tak perlu bersikap sopan.. Untuk apa...?. Dia saja jahat begitu kepadaku....

Dan kejahatan Pak Dibyo semakin menjadi ketika kemudian lelaki tua ini menarik tubuhnya yang menindih ku sedikit keatas untuk mengarahkan batang tuanya ke lobang kewanitaan ku yang sudah basah dan berkedut kedut hampir sampai pada klimaks.
Dan terjadilah.......

"PAAAAAAKK.....!! ".

Aku berteriak seperti kesetanan ketika batang kontol Pak Dibyo melesak sangat kuat dan begitu dalam. Ku rengkuh dan kupeluk erat tubuh kurusnya sementara sekujur tubuhku gemetar.. Aku sampai dipuncak kenikmatan hanya dengan sekali tusuk saja. Luar biasa lelaki tua ini.. Aku belum pernah sampai senikmat ini, belum pernah sampai setinggi ini sebelumnya.

"OOOUUHHHH... ".

Aku merintih.. Menarik nafas.. Menghembus dengan keras dan kembali merintih dibawah genjotan keras dan mantap Pak Dibyo. Kepala kejantanannya seperti melewati lobang rahim dan mengaduk aduk kedalam. Sangat panjang sekali dan terasa meliuk liuk seperti ular.

Jika saja tadi tidak melihat sendiri batang kejantanan Pak Dibyo yang masuk, aku tentu akan mengira seekor ular lah yang menusuk jauh di lobang kewanitaan ku.

Mataku mendelik delik keatas. Getaran tubuhku belumlah reda. Dan sekarang Pak Dibyo malah mempercepat gerakan pinggulnya.

"Nduk... Tempik mu legit sekali.... ". Racau nya mesum.

" Kontol Bapak seperti di pilin dan diremas remas... Oooohhh.... ". Suara lelaki ini parau terdengar.

Mataku yang terpejam rapat membuka berlahan. Pandangan ku buram. Tak nampak buah randu, tak kelihatan warna hijau dedaunannya. Aku melihat seperti ada jutaan Peri yang berterbangan di sekitar kepalaku. Menyiram ku dengan madu kenikmatan yang membuai, mengangkat tubuhku dan me ninabobo kan.

Pak Dibyo terus berpacu, dan aku yang terhimpit dibawah tubuhnya kembali merasakan akan keluar. Pinggul ku mengejar gerakan batang kejantanannya yang menusuk nusuk tiada henti. Aku sudah basah kuyup oleh keringat sekarang.

"TERUS PAAAAK.... ". Ku lengkingkan teriak sekuat kuatnya. Aku tak perduli jika ada yang mendengar, aku tak mau tahu. Dua kali sudah aku muncrat dalam rengkuhan nikmat, sementara Pak Dibyo masih sangat gagah perkasa menunggang tubuh mungilku.

"Kamu nikmat sekali Nduk... Bapak gak tahan lagi...".
Pak Dibyo menciumi seluruh bagian wajahku dengan penuh nafsu. Nafasnya yang berbau mint menghembus kasar. Aku hanya sanggup menengadah tanpa perlawanan. Aku kembali dituntun kepuncak untuk yang ketiga kalinya.

Dalam perasaan ku yang kacau balau didera birahi yang tak mau turun, aku merasa batang itu semakin besar. Semakin sesak didalam lobang kewanitaan ku.

Aku menjerit histeris ketika menyadari itu sudah diambang batas kemampuan ku untuk menerima. Aku memberontak sekuat tenaga, pelukanku di tubuh Pak Dibyo semakin erat, se erat yang aku bisa. Berontak ku bukan ingin lepas, tapi ingin lebih dalam lagi dimasuki. Ingin lebih nikmat lagi, sampai batas terakhir tingkat kenikmatan yang bisa dirasakan oleh manusia. Aku tak perduli, mungkin setelah ini aku akan mati..

Tak ada Mas Deni, tak ada Mas Amin, tak ada Pak Mukhlis, tak ada juga Pak Ibrahim, apalagi Jarot dan Alek. Yang ada cuma Pak Dibyo... Lelaki tua ku..

"Paaaak Dibyoooo... ". Aku mengerang lirih seiring pandangan mata yang semakin memburam. Tubuhku melejang lejang dan Aku menggeliat sebisaku ketika kurasakan tubuh Pak Dibyo menegang. Semakin menegang dan kemudian semprotan cairan kental menghantam pertahanan ku yang terakhir dan aku kembali terhempas dilanda klimaks yang ketiga kalinya.

" AAAAAAHHHHHHHHH..... ". Aku dan Pak Dibyo melolong panjang berbarengan.

Samar samar dalam pandangan mata yang semakin gelap aku melihat Pak Dahlan dan Bu Utari tersenyum pedih dibelakang Pak Dibyo yang masih saja tak mau berhenti menusukan batang kejantanannya meski dia sudah mencapai puncak Nirwana.

Pak Dahlan dan Bu Utari, kedua orang tuaku.. Senyum mereka sangat pedih. Akupun merasakan betapa sakit senyum itu menusuk relung hati ku. Dan ketika dua sosok kecil muncul dari belakang, mataku benar benar telah terpejam rapat.

Dan semua gelap. Semakin gelap............




________________




Ratusan bahkan mungkin ribuan kilometer dari lereng Gunung Semeru. Di sebuah desa kecil yang tak jauh dari sebuah sungai besar yang membelah Pulau Sumatera, didalam sebuah rumah sederhana dua orang yang sudah berusia renta tampak duduk bersandar di dinding rumah.

"Bu.. Kok sudah lama sekali tak ada kabar dari anak kita...?".

"Entahlah Pak, sudah hampir setengah bulan tak ada telpon dari Asty.. ". Sosok perempuan tua yang tak lain adalah Bu Utari menjawab sedikit tak bersemangat. Perasaan hatinya dari kemarin terasa sangat tidak enak. Resah tanpa sebab.

"Oh ya.. Cucu kita mana, kok gak kelihatan...? ". Mata tua itu mencari cari.

"Barusan tadi dimandikan si Narti, mungkin sekarang lagi nonton kartun... ". Pak Dahlan kemudian bangkit berdiri dan melangkah ke teras depan. Memberi makan dua ekor burung perkutut kesayangan. Bathin lelaki tua ini pun sama resahnya. Gelisah entah kerena apa.

Hari sudah menjelang sore. Biasanya 3 hari sekali ada kabar dari Asty. Tapi sudah lebih dari seminggu ini tak ada kabar berita. Biasanya Asty akan menelpon Narti, dan kemudian Narti memberikan hapenya untuk Pak Dahlan dan Bu Utari bisa mengobral dengan anak bungsunya yang tengah merantau ke Jakarta.

Mejelang magrib kedua cucu Pak Dahlan terlihat memasuki halaman.

"Mbah.. Nanti Idan beliin topi BoBoiBoy ya Mbah... ". Wildan anak bungsu Asty memeluk Pak Dahlan yang berjongkok menyambut kedatangan sangat cucu.

" Topi apa Nang.... ?".

"Topi BoBoiBoy, yang ada tanduknya Mbah... ".

"Topi yang di film kartun itu lo Mbah... ". Jihan anak sulung Asty mencoba menerangkan. Tapi mana tau Pak Dahlan dengan segala film kartun.

"Iya.. Nanti klo ada uang, Mbah belikan.. ". Pak Dahlan pun menjawab sekenanya. Yang penting sang cucu tersayang tak lagi merengek.

"Janji ya Mbah... ". Sang cucu setengah tak yakin.

"Iya... Mbah janji. Mau beli berapa..?".

" Beli Tiga... ". Dan Pak Dahlan sontak tertawa melihat sang cucu mengembangkan ke lima jarinya ketika menyebut angka tiga.


______________



Desa Rahayu telah tersaput kegelapan malam. Meski PLN sudah 2 tahun ini masuk ke wilayah itu, tapi tidak banyak lampu jalan yang terpasang. Kedua cucu Pak Dahlan sudah tertidur lelap. Sementara lelaki tua menjelang 80 tahun itu masih terlihat duduk dibangku teras depan. Segelas kopi dan sebatang rokok lintingan menemani kesepiannya malam ini. Bu Utari sendiri ikut terlelap setelah tadi menina bobokan Wildan cucunya.

Gerimis turun satu satu menjelang pukul seouluh malam.

"Belum tidur Mbah....? ". Si Peno sang adik sepupu mendekat dan ikut duduk dibangku.

" Gak ngantuk No.... ".

Kedua kakak beradik sepupu itu kemudian terlibat obrolan yang cukup seru untuk waktu yang entah sampai kapan berakhirnya. Bu Utari yang sempat terbangun kemudian menghidangkan segelas kopi untuk Supeno dan lantas tidur lagi setelahnya.



_____________




Hujan mengguyur Desa Rahayu dengan cukup deras. Sesekali kilatan cahaya petir menerangi kegelapan malam.

Pukul dua dini hari. Nirmala tidur pulas dikamarnya. Suasana malam yang dingin menambah lelap tidur sang dara jelita.

Tanpa setahu siapapun ditengah hujan deras sesosok tubuh berlari kecil menuju rumah Nirmala. Tak lama kemudian sosok yang basah kuyup itu nampak mengendap endap di samping rumah, didepan jendela kamar yang tertutup rapat. Setelah yakin kamar itu benar adalah kamar sang dara, tangan sosok yang memegang sbatang linggis kecil kemudian bergerak mencongkel jendela kayu.

Tak butuh waktu lama jendela kayu yang sudah termakan usia itupun terbuka. Dengan lincah sosok itu kemudian melompat masuk. Seringainya mengembang begitu melihat sang gadis cantik tidur terlentang dengan paha sedikit terbuka. Dengan terburu buru sosok yang baru saja masuk itu kemudian melepas seluruh pakaian basah ditubuhnya sehingga telanjang bulat kemudian menerkam tubuh Nirmala dengan ganas.


"EEHHHH...!!.. SIAPA KA...... HMFFFFF... " Teriakan sang gadis terbungkam tangan besar dan kasar.


"Jangan berteriak sayang... Atau aku bunuh kamu sekarang... ". Suara sosok yang ternyata seorang lelaki itu terdengar pelan, tapi kalimatnya mengerikan.

" Kang Jarot.....? ". Terbata suara Nirmala begitu mengenali siapa yang bertelanjang bulat menerkamnya.

" Jangan Kang.. Jangan lakukan itu lagi... ". Sang gadis remaja cantik meratap. Dia mulai menangis.

" Sudah... Gak usah menangis.. Aku gak akan menyakiti kamu Mala... Aku justru akan memberikan kehangatan dan kenikmatan padamu... ". Jarot berkata pelan ditelinga sang dara.

" Mala gak mau Kang... Mala gak mau... ". Sang gadis semakin pilu menangis. Kepalanya menggeleng geleng menghindari lumatan bibir Jarot.

" He he he.... ". Jarot terkekeh mendapati penolakan sang gadis.

" Tunggu setelah kontolku masuk, kau pasti akan keenakan Mala... He he he.... ".

Sang gadis yang tempo hari keperawanannya telah direnggut oleh lelaki yang sama yang sekarang tengah menggumulinya hanya mampu menangis dan terus meronta yang justru malah membuat Jarot semakin bernafsu.

Nirmala sadar, dalam Keadaan seperti ini dia tak akan mampu melawan, tak akan pernah mampu...



Bersambung....
 
Terakhir diubah:
Asty asty nasibmu pie nduk ...
Makasih updatenya om @Lidause
Saya juga sebenarnya agak gak tega gitu suhu.. Tapi gimana lagi.. Demi cerita yang seru... 🤣🤣🤣
Tapi saya janji, suatu ketika nanti semuanya akan happy ending. Happy buat Asty, happy juga buat Deni..dan Happy Asmara buat siapa. Eh,...... 🤭🤭🤭🤭🤭
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Terjadi Lagi.. Dan Lagi....
----------------------------------------





POV ASTY



"Pak, sampeyan mau apa....? ".. Aku terkejut mendapati Pak Dibyo sekarang tidak lagi memakai bajunya. Bahkan celana hitam gombrongnya pun sudah tak lagi terikat dibagian pinggang.

" Nduk.. Nurut sama bapak ya... Bapak gak tahan liat tubuh Nduk Asty.. ". Pak Dibyo berkata sambil tangannya membuka merenggangkan kedua paha ku.

Rasa sakit dan bengkak memerah dipaha kiriku tak diperdulikan olehnya, kemudian Pak Dibyo menundukkan wajahnya dengan lidah merah keunguan yang menjulur.

Aku bukan lagi wanita yang suci. Tubuhku telah sangat kotor, sudah banyak batang lelaki yang menodai kewanitaan ku. Diposisi seperti sekarang, aku bingung sekali. Melawan, tentu akan membuat lelaki tua ini marah dan kecewa, berdiam diri menerima, nanti malah aku dianggap wanita murahan.

"Jangan Pak.... ". Naluri ku berusaha mencegah. Meski kedua kakiku tak ada penolakan ketika tubuh Pak Dibyo masuk diantaranya.

Dan ketika lidah tua itu mencapai bagian sensitif di pangkal paha, aku hanya bisa memejamkan mata. Jilatan Pak Dibyo membuat rasa panas, sakit dan gatal bekas sengatan tawon menjadi hampir tak lagi terasa, berganti sensasi nikmat ketika lidah itu menjulur memasuki liang syurga. Menjilati liar kesana kemari, melumat dan menghisap hisap semua yang ada disana.

"Punyamu wangi Nduk... ". Aku hanya terdiam, airmata yang tadi mulai mengering kini kembali membasahi pipi. Dalam Gelinjang kegelian aku mengeluh dalam hati.

" Kenapa nasibku jadi begini.. Kenapa semua lelaki seperti mengincar tubuhku.. Kenapa...? ". Aku tak ingin seperti ini, tapi apa yang dilakukan pak Dibyo begitu nikmat, bahkan lebih nikmat dari semua jilatan lelaki yang pernah kurasakan selama ini. Apakah karena efek sengatan tawon itu...?

Yang pasti, semakin gencar Pak Dibyo menjelajahi pangkal paha ku, semakin berkurang pula sensasi perih dan gatal di paha kiriku, berganti gatal yang lain, ditempat lain. Gatal yang menuntut pelampiasan. Itu juga yang membuat sampai detik ini aku tidak melakukan perlawanan. Bahkan ingin semuanya dituntaskan. Masa bodo semuanya. Aku telah gatal.

" Ohhhh... ". Lenguhku menahan nikmat tak terlukiskan.

"Enak Nduk...? ". Sebuah pertanyaan yang tak perlu. Aku memaki dlam senyap. Tapi bibirku malah menjawab lirih..

"Iya Pak. .. ".

"Nduk Asty suka....? ".

"Sialan... ". Aku kembali memaki lelaki tua ini dalam hati. Terlepas dari segala macam norma norma dan batas ketidak pantasan, kurasa tidak ada wanita yang yang tak suka kewanitaannya dijilat jilat. Jadi tak usahlah ditanya lagi. Jilat saja, jangan banyak bicara. Atau kakiku ini menerjang kepalamu nantinya.

Kedua tangan Pak Dibyo mengangkat pinggulku lebih tinggi, kemudian lidahnya semakin dalam menusuk. Aku merasakan lidah itu sangat panjang dan bergerak gerak liar didalam. Belum pernah aku merasakan jilatan lidah sampai sedalam ini. Seperti tidak sewajarnya lidah.. Apakah benar itu lidah....?

Rasa perih di paha kiri semakin tenggelam oleh rasa nikmat. Meski aku tak bisa leluasa menggerakkan kaki, tapi akibat dari sengatan tawon itu seperti telah hilang. Pak Dibyo benar, dia memang mampu menghilangkan sakit akibat sengatan tawon dengan cara yang diwarisi nya turun temurun.

Meski aku tau, meski bukan Pak Dibyo yang menjilat, sepertinya cara ini tetap akan ampuh mengobati sakit bekas di sengat.

Seperti pepatah para lelaki yang mengatakan obat sakit cinta adalah cinta yang lain, maka obat sakit disengat adalah sengatan yang lain pula.

Benar benar mujarab, setidaknya untuk saat ini. Sementara ini. Dan perkiraan ku terbukti benar karena ketika Pak Dibyo menghentikan jilatan nya dan berdiri sejenak untuk membuka celana gombrongnya, rasa sakit dan perih serta gatal di paha kiriku kembali terasa berdenyut.

"Tawon sialan...!! ". Makiku jengkel sekali. Entah kenapa aku sekarang gampang sekali memaki. Meski cuma didalam hati.

Dan debaran indah di jantungku seperti kesenangan ketika melihat Pak Dibyo kembali berjongkok dan merapat dipahaku, kali ini telanjang bulat. Sekujur tubuhnya yang dipenuhi kerut keriput sangat jauh berbeda dengan batang kejantanannya yang kencang mengkilat. Seperti milik bujangan saja. Aku membathin.

"Nduk.. Bajunya dibuka ya... ". Terdengar lagi basa basi yang menjengkelkan itu. Buka saja kenapa..? Apa harus aku yang membuka sendiri...?...

Demi setan... Kenapa aku jadi tak sabaran begini....?
Sudah benar benar rusak kah aku...?

Se hina inikah aku sekarang....?. Betapa aku begitu mendamba perzinahan dengan lelaki tua yang adalah orang tua kandung dari Mas Amin. Orang tua yang seharusnya ku hormati dan ku jaga nama baiknya. Tapi bukankah seharusnya lelaki tua ini yang menjaga kehormatan ku...?. Bukankah dalam sepengetahuannya aku adalah istri dari anak lelakinya...?

Dunia memang sudah keblinger.. Dan aku juga sudah dikuasai Iblis. Sama seperti lelaki tua yang saat ini sedang berusaha melepas kaos yang kupakai berlahan lahan. Dan setelah kaos hoodie lengan panjang itu terlepas seutuhnya, tangan Pak Dibyo dengan cekatan melepas pengait bra dan kemudian menyingkirkan penutup payudaraku itu sejauh-jauhnya.

Tubuhku tersentak keatas ketika lumatan bibir Pak Dibyo menyentuh puting payudara. Aku dibawanya melayang entah kemana. Kenikmatan yang luar biasa menjalar di sekujur tubuh. Aku tak tahan......

"AAAAAAHHHHHH... ". Kepalaku terhempas ke kiri dan ke kanan..

"Enak Nduk...? ".

"Tai lah.... ". Aku mendelik marah. Banyak bicara sekali kau Pak Dibyo...

Kurang ajar sekali aku pada lelaki tua ini. Tapi terhadap lelaki bejat dan mesum memang tak perlu bersikap sopan.. Untuk apa...?. Dia saja jahat begitu kepadaku....

Dan kejahatan Pak Dibyo semakin menjadi ketika kemudian lelaki tua ini menarik tubuhnya yang menindih ku sedikit keatas untuk mengarahkan batang tuanya ke lobang kewanitaan ku yang sudah basah dan berkedut kedut hampir sampai pada klimaks.
Dan terjadilah.......

"PAAAAAAKK.....!! ".

Aku berteriak seperti kesetanan ketika batang kontol Pak Dibyo melesak sangat kuat dan begitu dalam. Ku rengkuh dan kupeluk erat tubuh kurusnya sementara sekujur tubuhku gemetar.. Aku sampai dipuncak kenikmatan hanya dengan sekali tusuk saja. Luar biasa lelaki tua ini.. Aku belum pernah sampai senikmat ini, belum pernah sampai setinggi ini sebelumnya.

"OOOUUHHHH... ".

Aku merintih.. Menarik nafas.. Menghembus dengan keras dan kembali merintih dibawah genjotan keras dan mantap Pak Dibyo. Kepala kejantanannya seperti melewati lobang rahim dan mengaduk aduk kedalam. Sangat panjang sekali dan terasa meliuk liuk seperti ular.

Jika saja tadi tidak melihat sendiri batang kejantanan Pak Dibyo yang masuk, aku tentu akan mengira seekor ular lah yang menusuk jauh di lobang kewanitaan ku.

Mataku mendelik delik keatas. Getaran tubuhku belumlah reda. Dan sekarang Pak Dibyo malah mempercepat gerakan pinggulnya.

"Nduk... Tempik mu legit sekali.... ". Racau nya mesum.

" Kontol Bapak seperti di pilin dan diremas remas... Oooohhh.... ". Suara lelaki ini parau terdengar.

Mataku yang terpejam rapat membuka berlahan. Pandangan ku buram. Tak nampak buah randu, tak kelihatan warna hijau dedaunannya. Aku melihat seperti ada jutaan Peri yang berterbangan di sekitar kepalaku. Menyiram ku dengan madu kenikmatan yang membuai, mengangkat tubuhku dan me ninabobo kan.

Pak Dibyo terus berpacu, dan aku yang terhimpit dibawah tubuhnya kembali merasakan akan keluar. Pinggul ku mengejar gerakan batang kejantanannya yang menusuk nusuk tiada henti. Aku sudah basah kuyup oleh keringat sekarang.

"TERUS PAAAAK.... ". Ku lengkingkan teriak sekuat kuatnya. Aku tak perduli jika ada yang mendengar, aku tak mau tahu. Dua kali sudah aku muncrat dalam rengkuhan nikmat, sementara Pak Dibyo masih sangat gagah perkasa menunggang tubuh mungilku.

"Kamu nikmat sekali Nduk... Bapak gak tahan lagi...".
Pak Dibyo menciumi seluruh bagian wajahku dengan penuh nafsu. Nafasnya yang berbau mint menghembus kasar. Aku hanya sanggup menengadah tanpa perlawanan. Aku kembali dituntun kepuncak untuk yang ketiga kalinya.

Dalam perasaan ku yang kacau balau didera birahi yang tak mau turun, aku merasa batang itu semakin besar. Semakin sesak didalam lobang kewanitaan ku.

Aku menjerit histeris ketika menyadari itu sudah diambang batas kemampuan ku untuk menerima. Aku memberontak sekuat tenaga, pelukanku di tubuh Pak Dibyo semakin erat, se erat yang aku bisa. Berontak ku bukan ingin lepas, tapi ingin lebih dalam lagi dimasuki. Ingin lebih nikmat lagi, sampai batas terakhir tingkat kenikmatan yang bisa dirasakan oleh manusia. Aku tak perduli, mungkin setelah ini aku akan mati..

Tak ada Mas Deni, tak ada Mas Amin, tak ada Pak Mukhlis, tak ada juga Pak Ibrahim, apalagi Jarot dan Alek. Yang ada cuma Pak Dibyo... Lelaki tua ku..

"Paaaak Dibyoooo... ". Aku mengerang lirih seiring pandangan mata yang semakin memburam. Tubuhku melejang lejang dan Aku menggeliat sebisaku ketika kurasakan tubuh Pak Dibyo menegang. Semakin menegang dan kemudian semprotan cairan kental menghantam pertahanan ku yang terakhir dan aku kembali terhempas dilanda klimaks yang ketiga kalinya.

" AAAAAAHHHHHHHHH..... ". Aku dan Pak Dibyo melolong panjang berbarengan.

Samar samar dalam pandangan mata yang semakin gelap aku melihat Pak Dahlan dan Bu Utari tersenyum pedih dibelakang Pak Dibyo yang masih saja tak mau berhenti menusukan batang kejantanannya meski dia sudah mencapai puncak Nirwana.

Pak Dahlan dan Bu Utari, kedua orang tuaku.. Senyum mereka sangat pedih. Akupun merasakan betapa sakit senyum itu menusuk relung hati ku. Dan ketika dua sosok kecil muncul dari belakang, mataku benar benar telah terpejam rapat.

Dan semua gelap. Semakin gelap............




________________




Ratusan bahkan mungkin ribuan kilometer dari lereng Gunung Semeru. Di sebuah desa kecil yang tak jauh dari sebuah sungai besar yang membelah Pulau Sumatera, didalam sebuah rumah sederhana dua orang yang sudah berusia renta tampak duduk bersandar di dinding rumah.

"Bu.. Kok sudah lama sekali tak ada kabar dari anak kita...?".

"Entahlah Pak, sudah hampir setengah bulan tak ada telpon dari Asty.. ". Sosok perempuan tua yang tak lain adalah Bu Utari menjawab sedikit tak bersemangat. Perasaan hatinya dari kemarin terasa sangat tidak enak. Resah tanpa sebab.

"Oh ya.. Cucu kita mana, kok gak kelihatan...? ". Mata tua itu mencari cari.

"Barusan tadi dimandikan si Narti, mungkin sekarang lagi nonton kartun... ". Pak Dahlan kemudian bangkit berdiri dan melangkah ke teras depan. Memberi makan dua ekor burung perkutut kesayangan. Bathin lelaki tua ini pun sama resahnya. Gelisah entah kerena apa.

Hari sudah menjelang sore. Biasanya 3 hari sekali ada kabar dari Asty. Tapi sudah lebih dari seminggu ini tak ada kabar berita. Biasanya Asty akan menelpon Narti, dan kemudian Narti memberikan hapenya untuk Pak Dahlan dan Bu Utari bisa mengobral dengan anak bungsunya yang tengah merantau ke Jakarta.

Mejelang magrib kedua cucu Pak Dahlan terlihat memasuki halaman.

"Mbah.. Nanti Idan beliin topi BoBoiBoy ya Mbah... ". Wildan anak bungsu Asty memeluk Pak Dahlan yang berjongkok menyambut kedatangan sangat cucu.

" Topi apa Nang.... ?".

"Topi BoBoiBoy, yang ada tanduknya Mbah... ".

"Topi yang di film kartun itu lo Mbah... ". Jihan anak sulung Asty mencoba menerangkan. Tapi mana tau Pak Dahlan dengan segala film kartun.

"Iya.. Nanti klo ada uang, Mbah belikan.. ". Pak Dahlan pun menjawab sekenanya. Yang penting sang cucu tersayang tak lagi merengek.

"Janji ya Mbah... ". Sang cucu setengah tak yakin.

"Iya... Mbah janji. Mau beli berapa..?".

" Beli Tiga... ". Dan Pak Dahlan sontak tertawa melihat sang cucu mengembangkan ke lima jarinya ketika menyebut angka tiga.


______________



Desa Rahayu telah tersaput kegelapan malam. Meski PLN sudah 2 tahun ini masuk ke wilayah itu, tapi tidak banyak lampu jalan yang terpasang. Kedua cucu Pak Dahlan sudah tertidur lelap. Sementara lelaki tua menjelang 80 tahun itu masih terlihat duduk dibangku teras depan. Segelas kopi dan sebatang rokok lintingan menemani kesepiannya malam ini. Bu Utari sendiri ikut terlelap setelah tadi menina bobokan Wildan cucunya.

Gerimis turun satu satu menjelang pukul seouluh malam.

"Belum tidur Mbah....? ". Si Peno sang adik sepupu mendekat dan ikut duduk dibangku.

" Gak ngantuk No.... ".

Kedua kakak beradik sepupu itu kemudian terlibat obrolan yang cukup seru untuk waktu yang entah sampai kapan berakhirnya. Bu Utari yang sempat terbangun kemudian menghidangkan segelas kopi untuk Supeno dan lantas tidur lagi setelahnya.



_____________




Hujan mengguyur Desa Rahayu dengan cukup deras. Sesekali kilatan cahaya petir menerangi kegelapan malam.

Pukul dua dini hari. Nirmala tidur pulas dikamarnya. Suasana malam yang dingin menambah lelap tidur sang dara jelita.

Tanpa setahu siapapun ditengah hujan deras sesosok tubuh berlari kecil menuju rumah Nirmala. Tak lama kemudian sosok yang basah kuyup itu nampak mengendap endap di samping rumah, didepan jendela kamar yang tertutup rapat. Setelah yakin kamar itu benar adalah kamar sang dara, tangan sosok yang memegang sbatang linggis kecil kemudian bergerak mencongkel jendela kayu.

Tak butuh waktu lama jendela kayu yang sudah termakan usia itupun terbuka. Dengan lincah sosok itu kemudian melompat masuk. Seringainya mengembang begitu melihat sang gadis cantik tidur terlentang dengan paha sedikit terbuka. Dengan terburu buru sosok yang baru saja masuk itu kemudian melepas seluruh pakaian basah ditubuhnya sehingga telanjang bulat kemudian menerkam tubuh Nirmala dengan ganas.


"EEHHHH...!!.. SIAPA KA...... HMFFFFF... " Teriakan sang gadis terbungkam tangan besar dan kasar.


"Jangan berteriak sayang... Atau aku bunuh kamu sekarang... ". Suara sosok yang ternyata seorang lelaki itu terdengar pelan, tapi kalimatnya mengerikan.

" Kang Jarot.....? ". Terbata suara Nirmala begitu mengenali siapa yang bertelanjang bulat menerkamnya.

" Jangan Kang.. Jangan lakukan itu lagi... ". Sang gadis remaja cantik meratap. Dia mulai menangis.

" Sudah... Gak usah menangis.. Aku gak akan menyakiti kamu Mala... Aku justru akan memberikan kehangatan dan kenikmatan padamu... ". Jarot berkata pelan ditelinga sang dara.

" Mala gak mau Kang... Mala gak mau... ". Sang gadis semakin pilu menangis. Kepalanya menggeleng geleng menghindari lumatan bibir Jarot.

" He he he.... ". Jarot terkekeh mendapati penolakan sang gadis.

" Tunggu setelah kontolku masuk, kau pasti akan keenakan Mala... He he he.... ".

Sang gadis yang tempo hari keperawanannya telah direnggut oleh lelaki yang sama yang sekarang tengah menggumulinya hanya mampu menangis dan terus meronta yang justru malah membuat Jarot semakin bernafsu.

Nirmala sadar, dalam Keadaan seperti ini dia tak akan mampu melawan, tak akan pernah mampu...



Bersambung....
Lancrooot suhu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd