Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT TETANGGA PERKASA

Asty gmn kabarmu?

Apakah engkau masih duduk dipangkuan Kang Bondan mengempot-empot keperkasaannya tetanggamu dulu itu setelah beberapa ronde menghangati rahimmu.

Lama tiada kabar, hening, sepertinya Asty sangat menikmatinya, atau bahkan balas memberi pelayanan nikmat teruntuk kang Bondan tetangga perkasanya. Hmm ...

:p
 
PENYERGAPAN
________________




Selesai Shalat Subuh, Kyai Thoriq duduk diam termangu di ruang tamu rumahnya. Raut wajah lelaki tua itu menampakkan kesedihan yang mendalam. Dia sama sekali tidak menduga Putri nya Latifah akan menjadi sasaran pembalasan Pak Wijoyo.

Bu Hamidah dan putri bungsu nya Nurul pun ikut duduk tefekur, berdiam diri diantara puluhan orang yang duduk bersandar di dinding.

"Kita harus memutar otak, mencari tahu kemana larinya Pak Wijoyo.. ". Terdengar Pak Hermanto yang berbicara. Semua yang ada disitu diam tak bersuara. Benak mereka dipenuhi segala macam pemikiran.

Kyai Thoriq menatap istrinya yang menunduk sedih, kemudian pandangan matanya tertuju kepada putri nya Nurul yang berurai air mata. Diperhatikannya Sang putri bungsu dengan seksama. Bathin lelaki Tia itu teriris pedih melihat betapa Nurul tak mampu menahan isak tangis kesedihan.

Tiba tiba dahi Kyai Thoriq berkerut. Tangan kiri Nurul yang jadi perhatiannya.

"Gelangmu mana Nduk...? ". Nurul menatap Sang Ayah tanpa berkata apa apa.

" Bapak ini bagaimana toh...?. Malah segala macam gelang yang diurusi... ". Bu Hamidah yang menyela.

"Apa hilang Nduk...? ". Sang Kyai tidak memperdulikan protes dari istrinya, dan masih tetap bertanya tentang gelang itu kepada Nurul. Itu gelang hadian ulang tahun darinya untuk Nurul hampir setahun yang lalu.

"Tadi malam dipinjam Mbak Mala Pak... ". Jawab Nurul kemudian. Jawaban yang tidak begitu bersemangat.

"Subhanallah.. Allah Maha Besar... ". Kyai Thoriq berucap hampir seperti berteriak. Lelaki tua itu bangkit dari duduknya dengan bersemangat. Semua yang hadir disitu menatap Sang Kyai dengan antusias.

" Kenapa Pak... ". Bu Hamidah yang mendahului bertanya.

"Ada GPS di gelang itu.. ". Jawab Kyai Thoriq dengan wajah sumringah. Yang lain pun mendekat dengan bersemangat.

"Sampeyan yakin...? ". Pak Hermanto mencoba memastikan.

"Iya Pak. Saya sendiri yang membelinya tempo hari.... ".

"GPS di gelang itu terhubung ke HP ini.". Tambah Kyai Thoriq seraya mengeluarkan HP Android dari saku bajunya.

Pak Hermanto menerima HP itu dengan cepat kemudian membuka layar yang memang tidak pernah terkunci. Bukan karena tak ada rahasia di HP itu, tapi memang Kyai Thoriq tidak paham cara mengatur segala macam urusan kunci mengunci layar HP.

"Bagus.. Kita menemukan lokasi mereka... ". Sang Komandan tersenyum lebar.

"Ini daerah mana...? ". Tanyanya kepada Zaid yang duduk disebelah kiri.

"Pesisir pantai timur.. Itu di sungai alam kecil yang disebut sungai gagak.. ". Jawab Zaid setelah memperhatikan sejenak.

"Masuk cukup jauh kedalam. Setahu saya, disitu terkenal sebagai sarang bajak laut.. ". Amin menambahkan.

"Hmmmm... Lawan kita bertambah banyak.. Kita tidak bisa berkerja sendiri ". Pak Hermanto mengerutkan kening berfikir keras.

"Apa rencana selanjutnya Ndan..?". Salah satu anak buah Pak Hermanto bertanya.

"Aku fikirkan dulu. Yang jelas, sekarang kita tahu posisi mereka, dan bisa memperkirakan kekuatan mereka ".

"Siap Ndan... ".




___________________



Matahari mulai mengintip diantara dedaunan pohon nipah dan pohon sejenis api api dan pidada yang tumbuh rapat di pinggir sungai kecil diperkampungan bajak laut pimpinan Bondan. Sinar kemerahan memenuhi langit diufuk timur. Sebuah pemandangan yang sangat indah sebetulnya. Tapi keindahan fajar itu tak mampu sedikitpun memberikan kedamaian dihati ketiga wanita yang setengah telanjang didalam gubuk milik Sang pemimpin. Tubuh ketiganya tergeletak begitu saja diantara puluhan laki laki berwajah sangar yang memerah setengah mabuk alkohol. Asap rokok mengepul pekat membuat sesak pernafasan. Suara gelak tawa kepuasan tak berhenti terdengar.

Latifah merintih lirih... Sangat lirih.. Sehingga hanya Asty yang mendengar rintihan itu. Bathin wanita beranak dua itu trenyuh mendapati betapa buruk nasib yang menerpa kehidupan putri Kyai Thoriq itu.

Meskipun nasib Asty sendiri tidaklah lebih baik, tapi Latifah masih perawan. Akankah keperawanan gadis itu akan terenggut hari ini....?.

Yah. Sampai detik ini Latifah masih selamat. Itu karena Bondan semalam tidak mengizinkan siapapun menyentuh Latifah, Tentu saja atas permintaan Asty. bahkan Pak Wijoyo pun tak mampu berbuat apa apa, tak sanggup pria tua itu membantah kata kata Bondan. Hingga akhirnya Nirmala lah yang jadi pelampiasan Pak Kades mesum itu.

Tapi kebaikan Bondan bukan tanpa pamrih. Asty harus rela tubuhnya menjadi boneka kenikmatan milik Bondan, dan Asty pun harus memenuhi segala macam keinginan lelaki bajak laut itu, tak terhitung berapa puluh kali cairan kenikmatan milik Bondan memenuhi rahim sang wanita.

Bahkan Asty diharuskan berjanji akan bersedia diperistri oleh Bondan, dan ibu dari bocah bernama Wildan itu terpaksa menyanggupi, semua demi keselamatan Latifah..sehingga sampai detik ini keperawanan Latifah belum terusik, meski bagian wajah dan dadanya yang mulus tetap saja berlumuran cairan sperma dari puluhan lelaki biadab di dalam gubuk itu. Dan beberapa puluh batang kelelakian telah merasakan kenikmatan kuluman dan sedotan bibir Sang Putri Kyai.

Setidaknya Latifah masih perawan. Dan Asty sedikit lega, pengorbanan yang dia lakukan tidak sia sia.

"Aku ingin lagi... ". Terdengar Pak Wijoyo berkata belahan sembari melepas celana pendek hitam yang dia kenakan. Batang besar lantas saja mencuat dan berayun siap melahap apa saja.

Bondan menoleh sejenak kemudian kembali memalingkan muka. Pemuda itu menghidupkan sebatang rokok kemudian menghisap dalam dalam.

"Apa boleh aku dengan Asty...?".

"Jangan main main....!! ". Bondan melotot manatap wajah Sang Paman.

"Dia punya ku... ". Katanya lagi.

"Sekali saja.. Setelah itu tidak lagi... ". Pak Wijoyo tersenyum sedikit. Tapi matanya menatap tajam kearah Sang keponakan.

Tatapan tajam itu membuat Bondan menghela nafas.

"Baiklah... ". Akhirnya Bondan menjawab setelah beberapa saat berdiam diri seperti berfikir. Lelaki itu kemudian bangkit berdiri dan melangkah keluar. Pemuda itu seperti tidak rela jika Asty disentuh oleh Sang Paman. Tapi sebagai keponakan yang banyak berhutang budi, dia bisa apa..?. Jangankan hanya seorang Asty, andai pun Pak Wijoyo meminta nyawanya pun sepertinya Bondan tak kuasa menolak.

Sedangkan Asty hanya meringis.. Dia tak mampu berbuat apa apa selain pasrah.

Dan wanita itu hanya menggigit bibir ketika merasakan kedua kakinya direnggangkan.

"Cah ayu... Layani aku dengan baik ya... Hehehe... ". Pak Wijoyo cengengesan ketika tangannya mulai mengarahkan tombak besar berurat itu ke lobang kewanitaan milik Asty yang sudah menganga lebar sedari tadi karena berpuluh kali dimasukin batang milik Bondan. Batang yang hampir dua kali lipat lebih besar dari milik Deni suaminya dan juga milik Amin Sang selingkuhan.

Sampai pagi ini Asty memang hanya melayani Bondan saja, tapi sama saja akibat yang mesti diterimanya, lelaki itu begitu perkasa tak kenal lelah.. Seperti batangnya tak bisa loyo. Selalu saja keras terpancang kokoh meski telah berkali kali orgasme.

"Aaahhh.... ". Lolongan lirih terdengar dari bibir Asty, yang kemudian disusul desah kenikmatan Pak Wijoyo yang memejam menahan nikmat ketika pinggul Sang Kepala Desa berlahan turun.

"Luar biasa... Punyamu masih terasa rapat dan menggigit meski sudah berkali kali dihajar si Bondan itu.... ". Racau Pak Wijoyo kemudian. Bibir Sang lelaki tua itu memagut erat bibir Asty yang hanya bisa mendesah desah. Dicekoki miras dan sejenis obatin, membuat Asty mudah sekali terangsang. Meski akal fikiran nya masih berjalan, tapi nafsu birahinya sama sekali tak bisa dikendalikan.

Tak ayal cumbuan dan rangsangan serta hentakan kuat dari pinggul Pak Wijoyo membuat Asty menjerit jerit meski dengan suara lemah. Matanya menatap sayu kearah wajah Pak Wijoyo yang memerah menahan nafsu, dahi mulus dan putihnya berkilat, basah beserta ujung rambut yang beberapa helai menempel di leher yang putih berkeringat.

Latifah yang tergeletak menyamping, menyaksikan pergumulan itu dengan pandangan mata yang sulit diartikan. Beberapa kali mengulum dan disemprot sperma, membuat akal Sang Gadis terkontaminasi. Satu sisi dia lega karena sampai saat ini dia tidak kehilangan Mahkota nya, tapi disisi lain ada rada penasaran yang membuncah. Sisi liar dihatinya mengharapkan sesuatu yang lebih, tapi sisi yang lain menentang. Membuat Sang gadis salah tingkah dan memutuskan untuk tetap menggeletak saja dengan pakaian yang tidak lagi menutup tubuhnya dengan sempurna. Beberapa kali Latifah menggeliat memancing respon dari banyak lelaki di ruangan sempit itu, tapi sampai detik ini perintah Bondan benar benar dipatuhi oleh para anak buahnya. Tidak ada satupun yang nekat menusukkan batang kejantanan nya di lobang sempit milik Latifah. Hanya mulut Sang gadis yang jadi sasaran. Tidak untuk lobang yang sebenarnya lebih menggiurkan.

"Ah... Ah... Uh..... Mmmmmm.... Ssshhh.... ". Asty meracau dengan gumaman tak jelas, dia sudah berada di puncak. Kedua tangannya merangkul erat tubuh Pak Wijoyo, sementara Sang Kades terus menghentak dengan kekuatan penuh.. Giginya terkatup rapat, rahang menggembung menahan batangnya untuk sebisa mungkin tidak muncrat terlalu cepat. Tubuh wanita itu terlalu nikmat, bahkan lebih nikmat dari tubuh Nirmala yang padahal masih gadis dan jauh lebih muda. Sayang dia hanya bisa menikmati sekali ini saja. Asty sudah di klaim oleh Bondan Sang keponakan.

"Sialan... ". Pak Wijoyo merutuk dalam hati sambil terus menggenjot Asty.

Berlahan Sang mentari pun mulai meninggi. Sinarnya menembus dinding gubuk yang terbuat dari rangkaian daun nipah. Sementara didalam gubuk pergumulan penuh nafsu itu semakin seru. Asty yang berada dibawah tubuh besar Pak Wijoyo semakin kehilangan kesadaran dan justru ikut berburu kenikmatan bahkan sampai secuil kecilpun dia kejar. Pantat putihnya terlihat kemerahan berulang kali terangkat, terhempas, terangkat lagi, terhempas lagi menghantam papan lantai gubuk karena hujaman batang Pak Wijoyo yang semakin lama semakin memabukkan bagi Sang wanita.

Tak ada rasa malu, tak juga ada rasa risih meski pergumulannya disaksikan oleh Latifah dan Nirmala. Yang ada dibenak Asty adalah bagaimana agar puncak itu lekas tergapai sempurna. Dan tubuh mungilnya kemudian mulai menegang kaku ketika sepasang matanya melihat seorang pria mendekati Latifah dan menyandarkan gadis perawan itu kedinding, sehingga Latifah kini duduk bersandar dengan kaki mengangkang, pakaian bawahnya sudah terlepas dari sejak lama, sehingga memudahkan bagi pria itu untuk mendekatkan wajah dan mencumbu langsung bagian pangkal paha Sang gadis dengan lahapnya. Jilatan lidah membuat Latifah memekik kencang, entah marah atau justru nikmat yang dia rasakan, yang jelas tangan Sang gadis berlahan sekali menyentuh kepala yang berada disela pahanya dan dengan agak ragu terlihat sedikit menekan. Bibirnya mendesis, memancing gairah bagi siapa saja yang mendengar, membuat Asty semakin terbang keatas awan. Refleks dan tanpa bisa dicegah, tangan Asty menarik kepala Pak Wijoyo sedikit kebawah, dan bibirnya kemudian dengan cepat melumat bibir hitam lelaki tua Kepala Desa itu. Mendapati perlakuan Sang wanita, Pak Wijoyo tambah bersemangat, gerakan pinggulnya semakin bertenaga, memberikan segala macam sensasi nikmat yang membuat Asty terlolong lolong Blingsatan.

Batang kejantanan Pak Wijoyo seperti berputar putar, mengaduk aduk isi lobang Asty, dibalas Sang wanita dengan jepitan dan empotan yang membuat mata Pak Wijoyo terpejam rapat. Ini luar biasa.....

"Aku tak akan puas hanya dengan sekali ini, tak akan puas.... ". Bisikan Pak Wijoyo ditelinga Asty membuat tubuhnya merinding, bulu roma Sang wanita meremang, dan nikmat itu terasa semakin menggeletar. Seluruh urat urat di tubuhnya terasa dialiri listrik dengan voltase rendah, membuat seluruh urat itu bergetar, mengantarkan aliran nikmat kearah satu titik diatara pangkal paha.

Jantung Asty berdetak beberapa kali lebih cepat dari biasanya, memompa aliran darah, mempercepat proses mengalirnya getaran getaran nikmat itu,..

"Teruuusss... Pak.... ". Asty terkejut sendiri mendengar suara yang keluar dari bibirnya. Dia malu sekali ketahuan telah takluk dan bertekuk lutut dibawah hujaman Pak Wijoyo. Wanita itu lantas menyembunyikan wajah cantiknya di antara leher si lelaki, sembari pinggulnya tetap saling kejar dengan genjotan lelaki tua itu.

Nirmala tersenyum mendengar rintihan Asty, diakuinya permainan para lelaki didalam gubuk ini sangat luar biasa. Gadis yang memang sudah tidak perawan itu sekarang duduk diatas pinggang seorang lelaki brewok dengan badan kekar berbulu, salah satu anak buah Bondan. Dengan penuh semangat Nirmala menaik turunkan pinggulnya, menjemput batang perkasa yang terasa penuh didalam lobang sempitnya. Gadis itu mendongak, kemudian menjatuhkan tubuh sintalnya diatas dada lelaki kekar itu, seketika si lelaki kemudian merangkul tubuh mulus itu dan menggenjotkan batang besarnya dengan kecepatan penuh dan sekuat tenaga, membuat tubuh Nirmala sampai terlonjak lonjak kedepan karenanya.

"Ahhh.. Ahhh...Aaahh..... ". Hanya itu yang keluar dari bibir tipis Sang gadis, tapi itupun sudah cukup untuk membuat si lelaki semakin bernafsu. Batang kejantanan itu terasa semakin lama semakin membesar dan memanjang didalam tubuh Nirmala. Sesaat mata Sang gadis membeliak, tapi kemudian terpejam lagi ketika menyadari hujaman batang itu terasa semakin nikmat.

Tidak ada satupun diantara mereka yang menyadari perubahan cuaca diluar sana. Pagi buta yang sebelumnya cerah, tiba tiba berubah mendung. Alam sekitar kembali gelap karena sinar matahari pagi tertutup awan tebal. Bahkan sesekali kilat menyambar. Bondan yang sedari tadi duduk didermaga kecil sambil menikmati rokok dan segelas kopi merasakan perubahan itu, dan seketika ada rasa gelisah menyelusup di hatinya. Entah karena apa..

"Ini perubahan cuaca biasa, kenapa aku resah...? ". Bathin Sang pemimpin bajak laut. Tiba tiba hujan lebat turun mendadak seperti tercurah begitu saja dari langit. Bondan yang belum sempat berteduh basah kuyup jadinya.

*CLERETTTT... DUAAAARRR..!! ". Kilat menyambar dekat sekali disusul suara petir menggelegar sangat keras hampir berbarengan. Bondan sampai terlompat saking terkejutnya, kemudian lelaki itu berlari masuk kedalam gubuk dengan degup jantung yang seperti seribu kali lebih cepat.

Didalam gubuk, para pemburu kenikmatan yang tadi bergulat lekat seperti tak mau lepas sekarang terduduk lemas dengan wajah pucat pasi. Kejut mereka bukan olah olah, jantung seperti lepas mendengar suara gelegar halilintar barusan.

"Firasat ku tidak enak. Cepat kalian berpakaian... ". Perintah Bondan kemudian. Lelaki itu kemudian melangkah kedalam kamar lantas mengambil sebuah pistol didalam lemari dan menyelipkannya di pinggang.

Namun belum sempat Bondan mengganti bajunya yang basah, tiba tiba....

"KALIAN SUDAH TERKEPUNG..!!. DIAM DITEMPAT, JANGAN ADA YANG BERGERAK...!! ".




_________________




" Bagaimana Pak...? ". Zaid menatap wajah Pak Hermanto dengan tatapan sedih. Mereka telah mengetahui posisi para penculik, tapi menyerbu kesana saat ini tidaklah mungkin,
Selain kalah jauh dalam hal jumlah personel, mereka juga tidak ada sarana transportasi air, sedangkan lewat jalan darat jelas mustahil.

Kening Sang komandan berkerut. Matanya terpejam. Jelas sekali lelaki itu sedang memeras otak mencari jalan keluar.

"Bribka Doni, coba kau cek dimana lokasi Pos AIRUD terdekat... ". Tiba tiba Pak Hermanto berucap.

" Siap komandan... ". Bripka Doni kemudian mengeluarkan hape dari kantong celana kemudian mulai menjelajah.

"Di muara Sungai Pisang Komandan... ". Ucapnya beberapa saat kemudian.

" Dua puluh Kilometer dari sini... ". Tambahnya lagi.

"Bagus... Coba kau hubungi.. ".



*************


Setelah terlibat obrolan melalui hape, akhirnya diketahui Pos AIRUD Itu dikomandani oleh Aipda Iwan, dan kebetulan pula personel di pos itu berjumlah cukup banyak. Aipda Iwan sendiri memang sudah lama dibuat geram oleh kejahatan Bondan Cs, sehingga ketika mendengar penjelasan Pak Hermanto, dia langsung bersemangat dan bersedia turun tangan langsung beserta seluruh anggotanya.

Dengan mengendarai dua buah Speedboat milik kepolisian yang biasa dipakai untuk patroli, akhirnya rombongan gabungan tim Pak Hermanto dan Pak Iwan kemudian meluncur menuju lokasi perkampungan Sarang penjahat.

Zaid dan Amin ikut serta, dan setelah sedikit berkoordinasi, sekarang dua buah Speedboat itu melaju cepat dalam keadaan siap tempur.

Ketika mulai memasuki sungai kecil yang dikenal dengan sebutan sungai Gagak, tiba tiba cuaca berubah mendung. Kemudian tak lama dari situ hujan pun turun dengan sangat deras. Tapi kendaraan air itu terus melaju kencang,meliuk liuk menyusuri sungai kecil yang berkelok kelok. Seluruh personel telah dalam keadaan siaga penuh. Sementara Zaid dan Amin duduk dibangku belakang dengan wajah tegang.

Satu sambaran kilat dan dentuman suara petir menyambut kedua Speedboat itu ketika dua tikungan lagi mereka akan sampai ke lokasi perkampungan.

Tak sampai satu menit kemudian perkampungan kecil itu telah terlihat. Speedboat melaju cepat langsung menuju rumah kecil dengan lampu paling terang di tengah tengah kampung. Begitu moncong Speedboat menyentuh tebing, anggota kepolisian gabungan yang berjumlah 30 orang itu langsung berloncatan dan mengepung rumah kecil terbuat dari kayu dan berdinding daun nipah itu.

Pak Hermanto berlari paling depan dengan pistol sudah di tangan. Dibelakangnya Pak Iwan mengikuti dengan sigap kemudian Komandan Pos AIRUD itu berteriak lantang..

"KALIAN SUDAH TERKEPUNG..!!. DIAM DITEMPAT. JANGAN ADA YANG BERGERAK.. !!.

Tak ada respon dari dalam gubuk. Sunyi... Sepi..... Tanpa pergerakan. Hanya suara desau angin dan gemuruh air hujan yang menimpa dedaunan yang terdengar. Pak Iwan sedikit menghela nafas, tapi belum sampai nafas ke kerongkongan, tiba tiba dari gubuk kecil di sebelah kanan terdengar letusan berkali kali.

Komandan Pos itu terkesiap, Pak Hermanto pun tak luput dilanda kaget. Suara itu adalah letusan senjata laras panjang rakitan jenis locok yang mampu menyemburkan banyak peluru dalam sekali tembak. Dan jika sepuluh locok ditembakkan berbarengan, bayangkan berapa banyak peluru yang tersembur.

"BERLINDUNG....!! ". Pak Iwan berteriak kemudian merunduk mencari perlindungan. Semua anggota kepolisian berpencar mencari tempat berlindung masing-masing. Dan detik detik mereka hilang fokus itulah yang kemudian digunakan dengan baik oleh Bondan Cs untuk lari berhamburan masuk kedalam hutan. Juga para penghuni gubuk sebelah yang tadi menembak pun ikut lari kedalam hutan. Dari gubuk gubuk kecil lain pun terlihat satu dua orang pria yang melompat keluar gubuk dari pintu belakang dan menghilang didalam kerapatan pohon pohon nipah dan aneka jenis pohon pesisir Laut lainnya.

Rombongan Bondan dan Pak Wijoyo serta anak anak buahnya berlari cepat ditengah hujan menyusuri jalan setapak yang lebih mirip jalan lewat kawanan babi, ketiga wanita tawanan pun ikut serta digeret geret memasuki hutan belantara dengan berpakaian seadanya. Hujan semakin deras, kerapatan pohon membuat suasana semakin gelap seperti kembali malam hari.

Sedangkan Pak Hermanto dan rombongan yang bermaksud mengejar terhadang oleh puluhan ibu ibu dan juga anak anak yang berhamburan keluar gubuk dan seperti sengaja menutup jalan.

"MINGGIR..!!.. MINGGIR....!! ". Tapi teriakan itu tak mereka perdulikan.

Susah payah akhirnya Pak Hermanto dll berhasil melewati hadangan puluhan ibu ibu nekad itu, tapi mereka telah kehilangan banyak waktu. Ketika mulai memasuki hutan, Pak Hermanto dan para anak buahnya telah kehilangan jejak.

"IBU IBU SIAL...!!. Pak Iwan memaki. Tangan kirinya kemudian mengacak acak rambut kepalanya yang basah. Topi polisinya telah terjatuh entah dimana.

"Berpencar dan terus maju... ". Pak Hermanto memberi instruksi. Pandangan matanya berkeliling, tapi tidak dilihatnya keberadaan Zaid dan Amin.


"Kemana mereka berdua....? ".



_______________




Amin dan Zaid melangkah berlahan dalam kepekatan hutan. Curah hujan yang luar biasa deras dan pohon pohon yang tumbuh rapat membuat pandangan keduanya tak bisa terlalu jauh kedepan. Bahkan cahaya kilat pun tak mampu menerangi kegelapan. Seperti terhalang dedaunan. Hanya gelegar halilintar yang sesekali terdengar mengagetkan.

"Min.. Sebesar itukah rasa cintamu kepada Asty, sehingga kau rela berkorban seperti ini...? ". Zaid berkata sedikit berteriak karena suara gemuruh air hujan cukup mengganggu pendengaran.

Amin yang berjalan didepan mendengar itu sedikit kaget dan menghentikan langkah.

"Maksudmu...? ". Lelaki itu kemudian berbalik dan menatap tajam ke wajah Zaid.

Pria yang ditatap hanya nyengir dan kemudian berucap berlahan.

" Lupakan.... ". Dia pun melangkah kedepan bermaksud melewati Amin yang masih berdiri terpaku.

" Sebentar... ". Amin menghentikan langkah Zaid.

" Sebenarnya... Si-Siapa... Kau...? ". Terdengar gugup Amin berkata. Banyak kesimpulan yang coba dia rangkai dari kejadian demi kejadian yang dia alami, tapi Amin belum berani menduga duga. Yang jelas, lelaki itu sebenarnya sudah menaruh curiga kepada sosok Zaid dari semenjak pertama kali mereka bertemu tempo hari.

"Hehehehe... Kalem bro... ". Zaid malah membalas dengan tertawa kecil, seperti sengaja menambah nuansa misteri tentang sosoknya.

" Ayo kita lanjutkan pengejaran.. Keburu mereka jauh... ".

Amin cuma menganggukkan kepala berlahan. Dan membiarkan Zaid melangkah mendahului. Di benaknya bermunculan sejuta tanya. Dan sejuta kekhawatiran jika saja dugaannya benar..

" Tuhan.. Ku mohon... Jangan sampai itu menjadi kebenaran.... ". Lirih sekali Amin bergumam. Dan Zaid tak mungkin mendengarkan.

Tiba tiba petir besar kembali terdengar sangat dekat dari tempat Amin berdiri, membuat lelaki muda itu terlonjak kaget dan segera melangkah cepat menyusul Zaid yang berjalan dengan wajah cengegesan..

Tak ada seorang pun yang tau, bathin Zaid mulai perih dan hatinya mengucurkan darah.. Cengengesan diwajahnya, tapi tetesan air mata mengalir disudut kedua mata, tetesan air mata yang tak mungkin terlihat karena tersapu curah hujan.

"Asty sayang... Masih adakah jodoh diantara kita..? ".

Zaid mengusap wajah, tiba tiba pemuda itu tercekat dan kemudian dia dilanda panik. Selaput kulit tipis yang menutupi wajahnya selama ini sedikit terkelupas tertimpa curah hujan. Bahkan kulit bagian bawah hidung seperti terlepas dan tak mau menempel kembali meski berulang kali ditekan tekan.

Sekilas mata Zaid melirik Amin yang melangkah dengan menundukkan kepala sedikit jauh dibelakang. Kemudian pria muda guru ngaji itu melangkah lebih cepat dengan tangan kanan menutupi bagian antara mulut dan hidung. Zaid bingung, apa yang harus dia lakukan, apakah dia berterus terang saja kepada Amin tentang siapa dia sebenarnya.....?.




Bersambung...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd