Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG TETANGGA PERKASA 2 : Mimpi Tak Tergapai

Juragan Tua



"BRAKKK..!! ".

Suara meja kayu yang dihantam menggunakan kepalan tangan dengan sangat keras membuat Pak Mardikun terkejut setengah mati. Sang istri yang sedang berada di dapur sampai terlonjak dibuatnya. Spontan saja wanita setengah abad itu mengurut dada untuk mengurangi denyut jantung yang berdetak cepat.

"Jadi, anakmu benar benar menolak lamaran ku, Mardikun...? ". Suara itu menggelegar. Membuat Pak Tua Mardikun semakin mengkeret.

Orang di hadapannya yang sedang marah ini bukan orang biasa. Jika mau, bisa saja Pak Mardikun dibunuhnya detik ini juga.

"Ma... Maaf.. Juragan. Sa.. Saya dan istri sudah membujuk Nirmala berulangkali. Tapi..... ".

"Kalian memang bangsat... ". Suara orang seusia Pak Mardikun yang dipanggil juragan itu agak mengendur. Tapi nafasnya masih memburu.

"Aku bisa saja menyuruh orang untuk menghabisi kalian saat ini... ". Lanjutnya.

"Maafkan kami Juragan.. ". Istri Pak Mardikun keluar dari dapur dan setengah bersujud kepada Pria Tua yang sedang marah marah.

Pria berumur yang dipanggil Juragan itu adalah Supeno. Pria Tua berusia 50 tahun lebih sedikit. Badannya tinggi menjulang tapi kurus seperti tongkat kayu. Bahkan urat urat lehernya terlihat bertonjolan saking kurusnya. Apalagi tulang tulang iga.

Beliau ini adalah seorang Blantik Sapi dari Desa sebelah yang yang terkenal kaya raya. Tapi tukang kawin. Istrinya banyak. Bertebaran dimana mana. Selain sebagai Blantik, Pak Supeno juga memiliki puluhan hektar sawah, yang didapat dari menyita sawah para petani yang berhutang besar kepadanya. Pak Supeno ini juga adalah seorang rentenir yang terkenal kejam.

Supeno ini bukanlah Supeno bapaknya Narti, Paman Asty. Dia Supeno yang lain. Berasal dari desa lain. Cuma kebetulan saja namanya sama.

"Begini saja, kalau memang Nirmala anakmu tidak mau menikah denganku, maka hutangmu yang puluhan juta itu harus kau bayar lunas segera... ".

"Waduh... Uang dari mana juragan...? ". Pak Mardikun kebingungan sekali.

"Aku tak mau tahu. Kalian pikir sendiri.. ".

Setelah berkata demikian, Supeno Sang Blantik Sapi, Sang tuan tanah dan sang rentenir itu kemudian melangkah keluar rumah dan pulang dengan mengendarai mobil Toyota Fortuner keluaran terbarunya. Meninggalkan debu debu yang berterbangan di halaman rumah Pak Mardikun.

"Piye iki Pak e.....? ". Suara Bu Sutinah, istri Pak Mardikun itu tercekat dan seperti mau menangis saja.

"Embuh Buk e..".


______________


Sepulangnya dari rumah Pak Mardikun, Pak Supeno tidak langsung ke rumahnya, tapi mampir dulu di sebuah penginapan kecil di pusat kota kecamatan.

"Kita refresing dulu... Hehehe.. " . Lelaki tua itu tertawa mengekeh ketika Maryono Sang Sopir pribadi baru saja membukakan pintu mobil. Kemudian Dia melangkah berlahan mengikuti Sang Bos masuk kedalam penginapan.

"Eh.. Juragan Supeno. Lama gak mampir, kemana aja...? ". Darti pemilik penginapan menyambut kedatangan Sang Juragan dengan senyum sumringah.

"Sibuk..".. Pak Supeno menjawab Singkat dan kemudian langsung menuju ke lantai dua, tempat dimana kamar yang dia pesan semenjak di mobil tadi telah dipersiapkan. Sedangkan Maryono Sang Sopir entah menuju ke mana.

Lelaki kurus panjang dan sudah mulai tua itu kemudian menghempaskan tubuh diatas kasur busa tebal didalam kamar itu. Tidak ada ranjang. Kasur tebal itu tergeletak begitu saja diatas lantai keramik.

Wajah tirus nya masih terlihat tegang. Amarahnya belum sepenuhnya hilang. Jengkel sekali Pak Supeno. Sudah Bapaknya berhutang uang puluhan juta, eh... Gadis kecil kutuan itu malah menolak lamarannya. Sialan betul..

"Aku harus menunggu lagi. Hmmmm... ". Dia membathin.

"Aku akan lihat, apakah Si Tua sialan Mardikun bin Samingun itu bisa mengembalikan uang ku... ".

"Itu jumlah uang yang banyak baginya.. Dasar Mardikun... Bisa bisanya dia ketakutan ku gertak soal hutangnya kepadaku... Hahahaha... ". Hanya suara tawa saja yang terdengar sedangkan kalimat sebelumnya cuma didalam hati.

"DARTIIIIII...!! ". Tiba tiba Pak Supeno berteriak keras sekali.

Darti wanita setengah baya pemilik penginapan pun lari tergopoh gopoh. Dia tentu saja tidak mau jika Juragan berduit itu sampai marah. Karena biasanya jika Pak Supeno singgah di penginapan ini, maka Dia akan kecipratan duit yang lumayan banyak.

"Ada apa Pak Bos Juragan......? ". Tuh kan.. Sampai belepotan Si Darti bicara. Nafasnya terdengar memburu pula.

"Ada barang baru tidak...? ". Sahut Pak Supeno masih berbaring.

Mendengar itu Darti Komalasari tersenyum genit. Kemudian melangkah masuk kedalam dan duduk di pinggiran kasur.

"Yang Baru ada, Pak. Tapi ini benar benar Gres... Belum buka bungkus... Hehehe... ". Darti berkata sembari mengedip ngedipkan mata.

"Ah.. Yang bener...? ".

"Iya.. Klo soal perawan apa nggak sih gak tau. Belum di tes.. Tapi bempernya masih yahud. Orisinil.. ". Kata Darti lagi sambil mengacungkan jempol kanan.

"Wah.. Boleh tuh.. Gak mahal kan... Hehehe.. ".

"Bagi juragan, tentu saja berapapun tarifnya gak akan terasa mahal. Juragan kan orang terkaya se kecamatan... " ujar Darti dengan senyum dikulum. Sesekali bibir merahnya dibasahi menggunakan lidah.

"Atau, Juragan mau maen sama saya...? ". Godanya kemudian.

"Ogah.. Kau gendut begitu.... ". Cepat Pak Supeno menolak.

"Enak saja.. Bukan aku yang gendut. Tapi juragan itu yang kekurusan... ". Sewot Si Darti dibilang gendut. Kemudian dia keluar kamar meninggalkan Pak Supeno yang tertawa terbahak bahak melihat Si Darti marah.

"Suruh kesini orangnya.... ". Pak Tua itu berucap ketika Darti sudah di ambang pintu. Dan wanita itupun cuma mengacungkan jempol.

Darti, wanita setengah baya berpenampilan menor dan seksi itu kemudian menuju kearah belakang penginapan 25 kamar miliknya. Penginapan yang dulu adalah milik Harjo, suaminya hasil dari merebut suami orang. Tapi kemudian belumlah sampai dua tahun berumah tangga, Darti diceraikan oleh Harjo, karena desakan istri pertamanya. Darti pun tak bisa berbuat apa apa, dan kekecewaannya pun sedikit terobati ketika Harjo memutuskan penginapan di pusat kota kecamatan ini menjadi milik Darti.

Itu peristiwa sepuluh tahun yang lalu, ketika Darti masih berusia 30an tahun dan masih langsing, belum se gendut sekarang ini.

"Mala, kamu sedang apa...? ". Darti melihat Nirmala, pembantu baru di penginapannya sedang berada di dapur.

"Lagi bersih bersih Mbak... ". Jawab Si Pembantu yang baru saja dua hari berkerja di sini.

"Asty mana...? ". Tanya Darti lagi, kemudian dia mengambil sebuah kursi plastik dan duduk didepan Nirmala.

" Mbak Asty kepasar... ". Nirmala menjawab sambil menunduk. Bagaimanapun, yang duduk di depannya sekarang ini adalah majikan, bos, dan apalah lagi sebutannya. Yang mana padanya lah Nirmala saat ini menggantungkan besar kecil pendapatan nya.

"Ohh... ".

Darti lantas mengeluarkan hape, kemudian mengetikkan sesuatu di sebuah aplikasi berwarna hijau. Kemudian senyum lebar terkembang dari bibirnya. Wanita itu menatap lekat kewajah cantik dan polos Nirmala,

"Bikin kopi segelas, lalu anterin ke kamar di lantai dua. Kamar nomor 24,ya....". Darti kemudian beranjak pergi setelah Nirmala meng iya kan perintahnya barusan.

" Mudah mudahan Juragan Supeno berkenan dengan gadis ini... Hehehehe... ". Darti berucap dalam hati.

"Duit... Duit... Duit.... Aku mencium bau duit..". bathinya gembira.


_________



TOK.. TOK... TOK....

"Masuk saja. Gak dikunci... ".

Terdengar suara seorang Pria dari dalam kamar. Dada Nirmala sedikit berdebar. Dia seperti tidak asing dengan nada suara itu.

Berlahan pintu kemudian di dorong. Nirmala pun melangkah masuk setelah pintu terbuka.

" Tutup lagi pintunya... ". Terdengar sebuah perintah.

Tanpa menyahut, Sang Gadis kembali menutup pintu kemudian berjalan kearah sebuah meja kecil di sisi sebelah kiri kasur. Diatas kasur dia melihat sesosok tubuh sedang tengkurap dengan wajah tertutup selimut.

"Kopinya Pak... ". Setelah meletakkan kopi, Nirmala berucap selembut mungkin. Karena Tamu yang menginap di penginapan ini adalah sumber penghasilan Sang Majikan.

Mendengar suara Nirmala, Pria di kasur terlihat kaget. Serta merta dia mengibaskan selimut yang menutupi kepalanya dan terlonjak ketika menyadari siapa yang masuk mengantarkan kopi.

"NIRMALA.....? ".

" Pak Supeno....? ".


______________


"Waduh Neng... Motornya mogok... ". Nizam bersuara panik ketika motor yang dia kendarai benar benar telah mati. Berulang kali di starter, bahkan diengkol pakai kakipun mesin tetap tidak mau hidup.

"Mana ditempat sepi lagi... ". Pria yang juga berkerja di penginapan milik Darti itu mengeluh sambil celingak celinguk.

Asty yang duduk di boncengan sambil menenteng keranjang besar berisi sayur mayur dan barang belanjaan lain kemudian turun.

"Terus gimana nih, Bang.... ?". Tanya nya kemudian. Keranjang yang lumayan berat itu diletakkan di tanah.

Ini sudah setengah perjalanan menuju ke penginapan tempat dia dan Nirmala berkerja. Dari pasar ke arah penginapan memang pemukiman masih jarang jarang. Karena jalan besar yang dibangun melalui persawahan dan juga lahan lahan yang masih kosong, maka di beberapa titik disepanjang jalan kiri kanannya adalah lahan kosong. Tidak ada rumah atau pemukiman. Karena jarak antar dusun atau antar desa letaknya cukup berjauhan.

Asty bergidik ketika teringat di ruas jalan inilah dulu dia di hajar Pak Mukhlis didalam mobil. Entah dititik jalan yang mana, tapi Asty yakin itu tidak jauh dari posisinya sekarang.

Sementara Nizam sibuk berusaha memperbaiki motor, Asty memilih berteduh dibawah sebatang pohon Trembesi yang tumbuh rindang.

"Emang Bang Nizam bisa mbengkel...? ". Asty bertanya iseng. Sekedar menghilangkan jenuh.

"Gak bisa... ". Pria itu menoleh dan tertawa lebar.

"Lha.. Terus...? ".

"Untung untungan aja Neng... Siapa tau jadi... Hehehe... ".

Asty manyun. Dia kira tadi lelaki yang sebenarnya masih cukup muda itu memang bisa, ternyata tidak.. Huhhh.....

"Kalo tambah rusak gimana...? ".

"Iya minta ganti baru, sama Bu Darti... ". Nizam menjawab enteng dengan masih tersenyum senyum.

"Bukan masalah motornya, Bang Nizam.. Tapi kita pulangnya gimana...? ". Asty sedikit kesal pada Nizam yang seolah tak ada beban.

Eh, laki laki itu malah tertawa lagi. Menuju pula dia kesini.... Bathin Asty melihat Nizam justru ikut duduk berteduh dibawah pohon.

"Kita telpon Majikan kita.. ". Kata Nizam setelah Pria ini duduk tak jauh dari Asty.

"Dari tadi kek.. ". Asty masih kesal dan jengkel sepertinya, membuat Nizam tersenyum jail.

"Gak pulang juga saya rela kok... ". Ucap pria itu tiba tiba.

"Maksudnya...? ".

"Asal berdua sama Neng Asty disini... Hehehe... ".

"Gak Usah genit.. Ingat anak istri.. ". Asty menjawab ketus dengan mata sengaja di delikkan. Hal itu justru membuat Nizam semakin keras tertawa.

Setelah puas dia tertawa, lelaki itu tiba tiba terdiam sehingga suasana menjadi hening. Sunyi sepi karena entah kenapa disiang hari yang terik ini tidak ada kendaraan lain yang lewat.

Asty yang heran karena Nizam mendadak diam kemudian menoleh. Ditatap nya wajah lelaki yang sebenarnya belumlah setua penampilannya. Nizam pernah berkata bahwa usianya belumlah sampai 35 tahun. Tapi perjalanan hidup yang keras dan penuh penderitaan membuat wajah itu terlihat sepuluh tahun lebih tua.

"Kenapa diam... ".

"Ingat anak... ". Nizam menjawab singkat. Matanya seperti berair.

"Gak inget istri...? ". Asty iseng menggoda.

Mendengar itu, Nizam terlihat menghela nafas dalam dalam. Terlihat jelas raut kesedihan diwajah yang tua sebelum waktunya itu.

"Istriku kabur.... ".

Angin sepoi sepoi bertiup, menggoyangkan dedaunan, menerbangkan sedikit debu debu, berusaha menyapu keheningan.

Asty terdiam tak bersuara. Sedikit sesal dihatinya karena sadar telah membangkitkan kesedihan di hati Nizam. Pria itu tercenung lama sekali. Kepala menunduk dengan kedua siku tangan bertekan pada lutut yang terlipat keatas.

"Maaf... ". Lirih suara Asty kemudian.

"Tak apa.. Biasa saja Neng... ". Nizam menoleh dan memaksakan seulas senyum dibibir.

"Oh ya.. Bang Nizam tinggal dimana...? ". Asty kembali membuka pembicaraan, bosan dia menunggu jemputan yang belum juga datang.

"Rumah saya gak jauh dari penginapan, rumah kecil Neng. Cuma saya dan dua anak saya yang menghuni... ".

"Anaknya usia berapa...? ".

"Yang pertama cowok. Kelas 5 SD. Yang kedua cewek. Baru masuk TK.".

"Ohh... Jadi kalo Bang Nizam kerja, mereka cuman berdua dirumah...? ". Tanya asty lagi.

"Iya.. Saya bersukur anak saya yang cowok sudah bisa mandiri. Bisa masak sendiri, dan bisa momong adeknya". Jawab Nizam sedikit bernada bangga.

"Anak pintar... ". Tulus Asty memuji. Dia jadi teringat kedua anaknya dirumah yang harus selalu terpisah dari sang Ayah. Untung Jihan dan Wildan bukanlah anak anak manja yang rewel. Seperti kedua anak Nizam yang bisa mengerti keadaan orang tuanya.

Asty tergugu.. Hatinya sedih sekali. Ternyata perceraian mengakibatkan anak anak kehilangan kebahagian masa kecil. Kehancuran rumah tangga berarti kehancuran pula untuk anak anak. Disaat seharusnya mereka berlimpah kasih sayang orang tua, tapi justru mereka dipaksa untuk hidup mandiri oleh kerasnya kehidupan. Air mata Asty tak terasa meleleh..

"Kenapa menangis, Neng...? ". Tentu saja Nizam heran. Dia yang sedih, kok Asty yang menangis.

"Nasib anak Bang Nizam sama persis dengan kedua anak saya... ". Asty tak mampu mengusir lara. Dia menangis terisak.

"Maafkan Saya kalo membuat Neng Asty sedih... ". Nizam kembali menunduk. Dia serba salah jadinya. Sudah motor mogok, bikin wanita menangis pula.

Asty menyusut air mata dengan kedua tangan. Melihat itu Nizam merogoh kantong kemeja dan mengulurkan sehelai sapu tangan yang masih bersih dan terlipat rapih.

"Masih bersih, belum dipake... Steril kok... ". Ucap Nizam membuat mau tak mau Asty jadi tersenyum kemudian meraih sapu tangan biru itu.

"Terimakasih Bang.... ".

Nizam cuma tersenyum... Sekarang dia paham, wanita cantik didepannya ini adalah seorang janda.


_____________


Pak Supeno menyeringai lebar. Dengan sigap pria kurus tua itu bangkit dari pembaringan mendahului Nirmala yang terlihat masih syock. Kemudian lelaki tua kaya raya itu menuju ke arah pintu kamar lantas menguncinya.

"Ke.. Kenapa di kunci, Pak...? ". Nirmala tergagap. Dia mencium adanya bahaya mengancam.

"Pucuk dicinta ulam tiba. Tak akan lari gunung dikejar... E.. E.... ". Pak Supeno sempat sempat nya berpantun, meniru gaya Markonah yang viral.

"Buka pintunya. Aku mau keluar... ". Nirmala bangkit berdiri dan menuju ke pintu. Kemudian tangannya memutar gagang pintu. Tapi Pak Supeno tertawa tawa sambil memutar mutar anak kunci di tangan.

"Buka saja. Tak akan bisa. Lebih baik kau buka saja pakaianmu... Hahaha..... ". Tawa Supeno laksana auman serigala yang siap menyantap daging menjangan yang telah tak berdaya.

"Jangan Pak.. Aku tak mau... ". Nirmala menangis. Air matanya bercucuran. Tubuh mungilnya kemudian terduduk lemas, tersandar di dinding kamar. Trauma ketika diperkosa Jarot, dan juga ketika disantap beramai ramai oleh Pak Wijaya dan anak anak buahnya tempo hari masih membekas. Membuat gadis muda cantik rupawan itu seperti kehilangan tenaga.

"Tenang saja manis.. Aku tak akan menyakitimu. Aku justru akan membawamu terbang tinggi ke awang awang, melanglang buana menikmati madu surga... Hahaha... ". Bahagia sekali Pak Supeno kelihatannya. Tak perduli dia dengan Keadaan Nirmala yang semakin meringkuk dipojok kamar. Terkukung oleh rasa takut yang teramat sangat.

"Jangan sentuh aku... ". Nirmala berteriak histeris ketika tangan berurat besar Pak Supeno terjulur bermaksud menyentuh pahanya. Tapi lelaki tua itu mana mau perduli. Sekali sentak baju kaos yang dipakai Nirmala robek besar dibagian dada.

"Jangan coba melawan. Atau kau akan kusiksa habis habisan... " ancam Pak Supeno kemudian.

Tentu saja gadis muda itu semakin ciut nyalinya. Tapi dia belum mau menyerah. Tubuhnya ditekuk sedemikian rupa, membuat Pak Supeno tidak bisa leluasa menyentuhnya.

Hal itu membuat lelaki tua itu hilang kesabaran. s Sekali sentak lagi, tubuh Nirmala yang kecil terangkat dan diseret kearah kasur busa tebal kemudian dihempaskan begitu saja seperti menghempaskan batang pisang.

"Aduhhhh.... ". Nirmala berteriak. Lalu spontan membalikan tubuh tengkurap ketika Pak Supeno menyusul naik ke atas kasur. Dengan penuh nafsu pria tua itu menindih tubuh Nirmala dari belakang. Kemudian kedua tanganya bergerak cepat meremas remas payudara gadis itu dengan kuat. Membuat Nirmala berteriak teriak tanpa henti.

"Tidak.. Jangan.... Uhh... Bajingan tua...!! ".

"Hehehehe.... ". Pak Supeno cuma tertawa.

Nirmala berharap teriakannya didengar oleh orang orang diluar. Dia tidak tau kamar yang ditempati oleh Pak Supeno ini adalah kamar khusus dengan tingkatan fasilitas yang lumayan dan juga kedap suara karena selain sebagai penginapan, tempat yang di kelola Darti ini juga menyediakan pelayanan bagi lelaki hidung belang. Nirmala dan Asty tidak tahu akan hal itu, jika mereka tahu, tidak mungkin mereka mau berkerja di tempat ini. Sama saja seperti anak rusa yang masuk ke kandang macan.

Pak Supeno dengan kasar membalikkan tubuh Nirmala sehingga tubuh itu kini terlentang. Pak Tua itu kembali menyeringai. Betapa menggairahkan tubuh itu dimatanya. Kecantikan Nirmala memang sudah terkenal dimana mana, pun juga keindahan lekuk lekuk tubuhnya sudah menjadi buah bibir para lelaki.

Duduk di atas paha Sang gadis, Pak Supeno melanjutkan kembali aksinya. Kaos yang telah robek semakin terkoyak oleh tangan kasar juragan tua itu. Kemudian kaos itupun berhasil dilepaskan, Menampakkan bra berwarna kuning gading yang membungkus sepasang payudara tegak membusung.

"Indah sekali... ". Pak Supeno berdecak kagum. Kejantanan miliknya mulai bergerak bangkit. Padahal barang besar itu belum melihat. Masih tersembunyi didalam celana Sang Juragan. Tapi Naluri Sang Batang sudah tahu, kalau sebentar lagi akan ada mangsa empuk yang bakal dinikmati. Begitulah sifat batang kontol kalau sudah pernah merasakan jepitan lobang wanita. Meski sudah berumur, tetap saja memiliki naluri yang tajam. Tak kalah dengan batang batang muda. Bahkan pada beberapa kasus, justru batang batang versi lawas ini yang justru lebih tahan banting, lebih alot lebih tahan lama.. Semacam merek ponsel jadul NOK*A, jika Dibandingkan dengan merek merek Android dalam hal ke dayatahan an..

"Diam saja Nduk. Terima saja takdirmu. Dari pada aku emosi dan malah menyakitimu.. ". Bujuk Pak Supeno masih berusaha untuk bersabar.

"Tapi Pak.... ".

"Tapi apa.... Hah.... ". Melotot mata Sang Juragan Tua mendapati Nirmala masih saja menolak.

"Aku tak mau seperti ini.... ". Lirih sekali Nirmala berbunyi.

"Salahmu sendiri. Kulamar baik baik malah kau tolak. Sekarang, aku... RADEN SUPENO DJOJOHADISUKAMTO tidak akan melepaskanmu. Kalaupun setelah ini kau masih tak mau menikah denganku, tidak mengapa. Aku sudah cukup puas bisa menikmati tubuh indahmu ini.. Meski tetap saja aku yang rugi... ".

"Rugi....? ". Tentu saja Nirmala heran.. Kenapa rugi....?

"RUGI BESAR... ". Supeno berteriak.

"Tapi tak mengapa. Daripada uangku tidak kembali. Menyita sawah bapakmu juga percuma, wong sawah sak uprit begitu, laku berapa....? ".

"Maksud Ba.. Bapak.. A.. Apa...? ".

"Kau tahu... ? ". Nirmala menggeleng..

"Hadeeh... Aku belum bicara Cuplis.... ".

"I... Iya Pak..... ".

"Bapakmu Si Mardikun itu, punya hutang padaku.. Banyak. Sangat banyak sampai tak mungkin dia bisa membayarnya dengan uang.. Jadi, aku datang baik baik untuk menganggap hutangnya lunas, dengan syarat kau mau menikah dengan ku.. Tapi dasar anak tuyul, kau malah menolak.. ". Pak Supeno bercerita, membuat Nirmala akhirnya paham kenapa Bapak dan Ibunya getol sekali membujuk agar dia mau menikah dengan Juragan tua ini.


Tapi... Darimana ceritanya Sang Bapak bisa punya hutang banyak..?, Seingatnya kedua orang tua nya tidak pernah terlilit masalah, atau membeli sesuatu yang berharga mahal misalnya...?. Kehidupan mereka sederhana, tidak pernah neko neko selama ini. Menggarap sawah pun Sang Bapak tidak kekurangan modal, apalagi itu cuma sawah setengah hektare, tidak mungkin bisa mengakibatkan hutang sangat banyak meskipun gagal panen berkali kali.

Atau.....?

"Sampeyan menjebak Bapak saya ya...? ". Todong Nirmala langsung sembari matanya menatap tajam kearah wajah lelaki tua yang masih duduk menjelepok diatas kedua pahanya.

Pak Supeno tentu saja kaget dan gelagapan mendapat tuduhan semena mena itu.

"Enak saja kau bicara.. Meski aku rentenir, aku tak pernah sengaja menjebak orang... ".Juragan tua itu berkelit.

"Sudah.. Jangan banyak bacot. Layani saja aku... ". Ucapnya kemudian tak sabar.

"Tidak. Berceritalah dulu... Aku ingin tahu.. ". Nirmala sengaja mengulur ulur waktu. Meski dia sudah tidak lagi perawan, tapi di hatinya seolah tidak sudi jika harus melayani keinginan bandot kurus tua ini. Dia akan menghindar selagi bisa. Kecuali kalau memang tidak bisa, ya sudah... Pikirnya...

"Kau ingat...? ". Nirmala ingin menggeleng, tapi Pak Supeno sudah tahu gelagat itu.

"Aku belum bicara.... " sergahnya mendahului, membuat mau tak mau Nirmala harus mati matian menahan tawa. Entah kenapa, saat ini rasa takutnya terhadap Pak Supeno sudah jauh berkurang. Malah Sang Gadis menganggap lucu tingkah polah orang tua kaya ini.

"Dulu..... " Pak Supeno Mulai bercerita...

Skip... Skip.... Skip...

"Jadi begitu....? ". Nirmala terlihat sedih. Begitu berat perjuangan Bapaknya untuk memberikan kehidupan yang layak pada anak istrinya. Ini berkaitan dengan Sang Kakak Sulung Suhendra yang sudah bertahun tahun tidak pulang kerumah.

"Bagaimana.... Aku baik kan...? ". Pak Supeno tersenyum bangga.

"Baik apaan, ada modus begitu... ". Nirmala menyanggah...

"Sampeyan baik karena ada maunya. Ingin menjadikan aku istri muda yang kesekian.. ".

"HEH... KUTU KUPRET...!!. ". Pak Supeno meradang.

"Kau kira waktu itu kau sudah sebesar ini, apa..? ". Lanjutnya.

"Waktu itu Kau masih segini... ". Pak Supeno mengangkat sebelah tangannya kira kira setinggi tak sampai satu meter.

"Dekil, ingusan, cengeng.. Kurus kering... Kakimu banyak koreng... ". Katanya lagi membuat Nirmala mendelik.

"Enak saja. Aku gak seperti itu. Aku ini sudah cantik dan manis dari kecil.. ". Sergahnya.

"Kau mana ingat, Sudah, keburu maghrib. Ayo..!!. Buka pakaian mu. Layani aku. Setelah itu kita atur kapan kita menikah.... Hahaha.... ". Pak Supeno tergelak. Nirmala merengut kesal.

Sepertinya tidak ada jalan untuk lolos. Lagipula, apa yang mesti dipertahankan...?. Setan lalu berbisik dihati kecil Sang Dara.

"Layani saja, tak mengapa. Toh kau sudah tidak perawan. Lagipula, lelaki ini kaya raya. Kau akan hidup enak nantinya. Dan juga, kau bisa membantu Bapakmu lolos dari jeratan hutang. Kau akan jadi anak hebat, kan....? ". Nirmala mengeluh, bisikan Setan itu benar juga..



Bersambung.
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd