Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Terjebak di Amanika

Siapa tokoh perempuan favorit kalian di cerita ini?

  • Karina

  • Nabila

  • Gendis

  • Widi

  • Rini


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Bimabet
Part 4: Kemah

Pagi menjelang di sebuah resort mewah yang berada tepat di pinggir pantai di kawasan timur Indonesia. Beberapa rombongan peserta outing sudah ada yang bangun dan menyantap sarapan yang telah tersedia di ruang makan. Namun beberapa yang lain masih harus berjuang menghadapi rasa lelah dan pening setelah berpesta semalam.

Karina-1.jpg

Tepat pukul 9, Karina bersama Raymond dan Johan sudah menunggu di depan resort dengan mobil van yang mereka gunakan untuk menjemput rombongan tersebut dari bandara. Johan tampak sibuk memeriksa jam tangan yang ia kenakan.

"Bos Karina, mau sampai kapan ini kita menunggu?" Tanya Johan dengan logat timur yang kental. Tugas utamanya sebagai pengemudi van membuatnya khawatir apabila waktu keberangkatan tertunda, yang artinya ia harus mempercepat laju kendaraan di perjalanan nanti.

"Santai saja, Johan. Sebentar lagi juga mereka turun. Amanika tidak terlalu jauh kan? Dan sampai sana pun tidak ada acara khusus, jadi kamu bisa langsung istirahat. Paling bantu Raymond saja untuk mendirikan tenda, lalu kalian bisa bebas," jawab Karina sambil tersenyum pada anak buahnya tersebut.

"Siap kalau begitu, Bos Karina."

Dan benar saja, rombongan tersebut tak lama kemudian turun dari kamar mereka masing-masing sambil mengenakan pakaian santai yang memang cocok untuk berkemah di bukit. Terlihat hampir semuanya membawa tas ransel berisi pakaian ganti dan kebutuhan pribadi mereka masing-masing.

"Selamat pagi, semuanya. Sudah siap berpetualang ke Amanika?" Sambut Karina.

"Sudaaaaaaahhhh," ujar mereka kompak.

"Coba ingat-ingat lagi, apakah ada barang dari daftar dari saya yang masih ketinggalan atau tidak. Yang terpenting adalah barang pribadi kalian masing-masing, karena tenda dan bahan makanan sudah saya siapkan bersama tim. Udara di Amanika juga tidak terlalu dingin, sehingga kalian tidak perlu menyiapkan pakaian tebal. Cukup pakaian ganti untuk tiga hari dua malam saja."

Para peserta tampak sudah siap dengan barang bawaan mereka, sehingga hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan Karina.

"Apakah semua sudah lengkap?" Tanya Karina.

Tiba-tiba, Pak Harso mengangkat tangan. "Istri saya izin tidak ikut, Bu. Katanya masih capek, dan mau menikmati resort ini saja. Tidak masalah kan?"

"Tidak masalah, Pak. Selama masih di resort ini, Bu Suyati pasti aman. Tapi kalau mau pergi keluar atau semacamnya, bisa langsung hubungi saya saja," jawab Karina.

"Baik, Mbak Karina. Terima kasih."

"Memangnya semalam habis ngapain sih, Pak. Kok bisa sampai kecapekan seperti itu?" Cetus Pak Doni, yang langsung diiringi sorakan para peserta yang lain.

"Sialan memang kamu, Don," ujar sang atasan.

Nabila-1.jpg

Tiba-tiba Nabila juga mengeluarkan suara. "Suami saya juga tidak ikut Mbak Karina. Katanya sejak semalam tidak enak badan, mungkin karena belum terbiasa dengan perjalanan jauh."

"Oh, baiklah kalau begitu Bu Nabila. Sekarang, semua yang ikut, silakan masuk ke dalam mobil."

Di tengah keceriaan teman-teman yang lain, hanya Nabila yang tampak muram. Jujur, ia begitu kecewa akan kondisi suaminya yang mengaku sakit. Memang saat ia sentuh, tubuh suaminya sedikit panas, tapi menurutnya masih dalam batas normal. Namun sang suami begitu ngotot bahwa dirinya sedang sakit, dan ingin bertahan di resort saja. Nabila pun akhirnya menyerah karena tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dengan suami tercintanya tersebut.

Padahal, Nabila sudah merencanakan untuk berkeliling bukit Amanika bersama suaminya, dan memadu kasih saat menginap di sana. Ia bahkan sudah membuat permintaan khusus kepada Karina untuk menyiapkan sebuah tenda terpisah untuk dirinya dan suami. Namun, rencana tersebut akhirnya gagal.

Sempat tersirat di benak Nabila untuk tetap tinggal di resort demi menemani sang suami, tetapi ia merasa tidak enak dengan Pak Harso yang sudah merencanakan ini semua. Apalagi teman-temannya yang lain, pasti merasa kecewa saat mendengar makin sedikit peserta yang bergabung. Karena artinya, suasana tidak akan seseru biasanya. Atas dasar pemikiran itu, Nabila pun memutuskan untuk tetap berangkat.

"Sudah, Bu. Jangan cemberut gitu. Ini waktunya bersenang-senang, kan," ujar Gendis yang duduk tepat di samping Nabila di dalam mobil. Perempuan berjilbab itu pun tersenyum mendengar kata-kata rekan kerjanya tersebut.

"Loh, Mbak Karina tidak ikut?" Ujar Pak Doni kaget sambil mengeluarkan kepala lewat jendela. Ia baru sadar bahwa pemilik tour itu hanya berdiri di luar mobil tanpa ada gerakan akan masuk ke dalamnya.

"Haa, saya memang tidak ikut, Pak. Cukup Raymond dan Johan saja yang menjaga kalian di sana, saya akan menjaga rombongan yang tersisa di resort," jawab Karina sambil tersenyum.

"Yah, nambah lagi deh yang kecewa di dalam mobil," gumam Tomi sambil terkikik.

***​

Beberapa jam kemudian, rombongan Pak Harso dan para karyawannya pun sampai di sebuah bukit yang dikelilingi pohon tinggi di sana sini, mirip seperti hutan.

Sepanjang perjalanan, mereka harus melewati jalan kecil yang hanya muat dilewati satu mobil. Apabila berpapasan dengan mobil lain dari arah berlawanan, mereka harus menurunkan kecepatan dan sedikit menepi ke pinggir jalan agar kedua mobil bisa lewat. Untungnya, mereka sama sekali tidak bertemu dengan mobil lain hingga sampai di tempat tujuan.

Jalan yang mereka lalui hanya dibangun dengan aspal yang terkesan murah, sehingga masih terasa tidak rata di sana sini. Itulah mengapa Johan sang pengemudi harus mengendarai van dengan sangat lihai agar mereka semua bisa sampai dengan selamat. Meski begitu, para penumpan tetap merasa nyaman, terbukti dengan kebanyakan dari mereka hanya tertidur sepanjang perjalanan.

"Ahh, akhirnya sampai juga ..." ujar Widi sambil meregangkan tangan dan kakinya. Perempuan tersebut hanya mengenakan kaos santai yang cukup ketat membungkus tubuh indahnya, dan celana jeans yang juga ketat. Adiknya yang bernama Rini pun mengenakan pakaian yang serupa.

Rombongan itu bisa langsung merasakan betapa sejuknya tempat tersebut. Namun bukan hanya karena lokasinya yang cukup tinggi dari permukaan laut, tetapi juga karena banyaknya pohon rindang di sekitar sana.

Dengan sigap, Raymond dan Johan langsung menyiapkan meja portabel dan menyusun kursi di sekitarnya, sehingga rombongan bisa duduk di situ. Mereka pun langsung mengeluarkan beberapa cemilan untuk disantap.

"Bapak Ibu, silakan duduk di sini dulu ya, sambil menunggu kami mendirikan tenda dan mempersiapkan semuanya. Tidak lama kok, sekitar 30 menit saja," ujar Raymond. "Untuk pengaturan tendanya ada sedikit perubahan karena beberapa rombongan tidak ikut. Kini Bu Nabila akan menginap dengan Bu Gendis, Pak Harso akan bersama Pak Karjo. Sedangkan Pak Tomi akan tetap satu tenda dengan Pak Doni, dan Mbak Widi tetap bersama Mbak Rini."

Para peserta outing pun mengangguk tanda setuju dengan pengaturan tersebut.

***​

Dan benar saja, tidak sampai 30 menit kemudian, Raymond dan Johan sudah menuntaskan janji mereka. Tenda yang mereka dirikan ternyata merupakan tenda siap pasang, yang cukup dibuka seperti payung, lalu diberi patok agar tidak berpindah tempat. Karena itu, lima tenda pun langsung berdiri dalam waktu singkat.

Kelima tenda tersebut dibangun dengan posisi menghadap satu sama lain, dengan sebuah terpal menaungi tanah kosong di depan tenda-tenda tersebut. Tempat di bawah terpal itu nantinya akan berguna untuk tempat mereka berkumpul, serta melindungi para rombongan apabila turun hujan. Namun cuaca siang itu tampak cerah, sepertinya tidak akan ada hujan yang turun dalam waktu dekat.

"Bapak, Ibu, semuanya. Tenda sudah selesai didirikan. Silakan memilih mana tenda yang kalian ingin tempati. Kami juga telah menyiapkan kompor gas kecil untuk memasak yang bisa kalian gunakan, lengkap dengan bahan makanan seadanya. Nanti malam, baru kita berkumpul kembali untuk membuat api unggun. Selamat bersenang-senang," ujar Raymond.

"Mas Raymond, saya mau tanya," tiba-tiba Widi membuka suara.

"Iya Mbak Widi, ada yang bisa dibantu? Kalau untuk mandi dan buang air nanti bagaimana ya?" Tanyanya malu-malu.

"Oh iya, saya lupa jelaskan. Karena ini adalah tempat yang terpencil, jadi mohon maaf tidak ada toilet dan kamar mandi yang layak di tempat ini. Oleh karena itu, Bapak Ibu bisa mandi di sungai yang berada di dekat sini, cukup berjalan ke arah sana lalu turun sedikit ke bawah," jawab Raymond sambil menunjuk ke sebuah arah. "Setelah mandi, silakan berganti pakaian di tenda khusus yang telah kami sediakan. Yang berwarna gelap di ujung sana. Untuk buang air kecil dan buang air besar juga bisa dilakukan di sana, karena kami sudah menyediakan air bersih dan toilet portabel. Setelah selesai, tinggal bilang saja pada kami, dan kami akan membereskan sampahnya nanti. Apakah jelas?"

Para rombongan pun mengangguk tanda mengerti, meski mereka sepertinya belum pernah menggunakan toilet portabel sama sekali seumur hidup. Beberapa perempuan bahkan dalam hati berniat untuk tidak buang air besar sama sekali selama aktivitas camping ini. Paling tidak, ada tempat tertutup yang bisa mereka gunakan untuk berganti pakaian selama menginap.

"Kalau kami mau berkeliling, apakah boleh Mas Raymond?" Kali ini giliran Rini yang bertanya.

"Boleh saja, tapi kalau bisa jangan terlalu jauh. Dan usahakan bawa teman juga, jangan sendirian. Agar bisa langsung dibantu apabila terjadi sesuatu. Namun tempat ini aman kok dari binatang buas atau semacamnya, jadi kalian tidak perlu khawatir," jawab Raymond.

Setelah puas bertanya-tanya, mereka pun langsung masuk ke tenda yang mereka pilih. Karena tidak ada penghuni tenda yang berlainan jenis kelamin, mereka pun memanfaatkan waktu untuk berganti pakaian. Beberapa peserta ada yang memutuskan untuk tidak mandi sore ini, karena masih canggung akan perubahan situasi yang berbeda dari resort mewah ke tempat camping tanpa toilet ini.

Gendis-1.jpg

Saat hari menjelang sore, Pak Doni dan Tomi keluar tenda untuk berkeliling lokasi camping tersebut. Di depan tenda mereka, terlihat Nabila dan Gendis sedang asyik memasak sesuatu. Mereka pun menghampiri para perempuan berjilbab yang telah menikah tersebut.

"Wah, masak apa neh Ibu-Ibu?" Tanya Pak Doni.

"Ada kentang goreng dan sosis bakar neh, langsung ambil aja kalau kalian mau. Kalau mau minum kopi juga ada air panas yang bisa langsung dituang," jawab Gendis sambil terus menggoreng kentang.

Pak Doni dan Tomi pun langsung mencomot beberapa kentang dan sosis yang sudah matang. Lumayan untuk mengisi perut yang mulai lapar, pikir mereka. Saat sampai, Raymond dan Johan memang telah membagikan makan siang yang sepertinya berasal dari resort. Namun, belum beberapa jam berlalu, kedua pria tersebut sudah merasa lapar lagi.

"Lho, mau ke mana kalian?" Tanya Nabila saat melihat Pak Doni dan Tomi bergerak meninggalkan area tenda.

"Mau jalan-jalan keliling aja, Bu," jawab Tomi.

"Oh, ya sudah. Hati-hati ya."

"Iya, Bu."

Setelah sekitar 10 menit berjalan, Pak Doni dan Tomi sampai di sebuah tempat yang sedikit terbuka dan tidak tertutup pepohonan. Di kejauhan, terlihat laut yang terbentang luas, meski jaraknya cukup jauh dari tempat mereka berada. Namun, mereka ternyata tidak hanya berdua di tempat itu.

"Woyy, lagi ngapain neh adik kakak," ujar Pak Doni saat telah begitu dekat dengan dua orang yang telah berada di situ sebelumnya.

"Ah, gangguin aja neh Pak Doni. Lagi serius neh lagi ngobrol soal keluarga," ujar Widi sambil tertawa.

"Eh, serius Wid?"

"Nggak lah, bercanda. Sini duduk bareng aja. Eh ada Tomi juga, kalian ini kayak pasangan kekasih aja ya."

"Heh, ngomong dijaga ya," ujar Pak Doni kesal.

Tomi telah terlebih dahulu duduk di samping Widi, sehingga Pak Doni pun terpaksa duduk di samping Rini. Mereka berempat sama-sama melihat ke arah bentangan laut di hadapan mereka yang begitu indah, terlebih dengan warna langit yang merona seiring waktu kian beranjak menuju senja. Terasa hembusan angin yang sangat segar di tempat tersebut, membuat keempat orang tersebut seperti tidak mau pergi dari sana.

"Kamu kenapa gak bawa pacar kamu ke sini, Wid?" Tanya Tomi. "Bagus banget lho tempatnya."

"Udah putus, Tom. Tadinya sih mau diajak, dan aku sudah bayar juga ongkosnya. Eh, ternyata setelah itu putus, makanya aku ajak aja Rini," ujar Widi malu-malu. "Kamu sendiri kenapa gak ajak pacar kamu?"

"Sudah putus juga," jawab Tomi sambil menggaruk-garuk kepalanya sendiri.

Widi-1.jpg

Saat itu, Widi tengah menggunakan kaos ketat berwarna putih yang dibalut dengan cardigan berwarna coklat. Namun pakaian tersebut tidak mempu menutupi bentuk payudara perempuan tersebut yang membusung. Pemandangan tersebut membuat Tomi jadi gelisah.

Harus ia akui, Tomi memang sempat menaruh hati pada Widi, terutama karena bentuk tubuhnya yang indah dan perilakunya yang begitu bersahabat di kantor. Sebagai seorang pegawai front office, Widi memang selalu ramah pada semua orang, termasuk Tomi. Hal itu sempat membuat Tomi kepincut dengan perempuan muda yang usianya tak jauh berbeda dengan dirinya itu. Memandang Widi yang begitu cantik itu di kantor seperti menjadi rekreasi tersendiri bagi dirinya.

Namun selama dia bekerja di kantor tersebut, Widi selalu dalam hubungan dengan pacarnya, dan ia tidak ingin mengganggu mereka. Sempat ia dengar bahwa Widi baru saja putus, tetapi tak lama kemudian ia kembali dijemput oleh pacarnya tersebut ke kantor. Tomi pun jadi malas mendekati Widi, dan memilih untuk mencari pacar di tempat lain.

Karena itu, saat mendengar Widi sedang tidak mempunyai pacar, ia pun jadi bersemangat. Apakah kali ini dia punya kesempatan mendekati perempuan cantik tersebut?

Begitu asyiknya mengobrol, Tomi dan Widi tidak sadar bahwa Pak Doni dan Rini sudah beranjak meninggalkan mereka. Rini hendak melihat sebuah pohon yang berada di dekat situ, dan Pak Doni pun berinisiatif menemaninya.

Namun saat mereka tengah berjalan, kaki Rini tiba-tiba tersandung akar pohon yang menjalar dan terjatuh ke depan. Beruntung Pak Doni menyadari itu dan langsung mendekap tubuh perempuan muda itu, mencegahnya terjatuh. Saat melakukan aksi yang cukup heroik itu, Pak Doni pun bisa menghirup parfum menggoda yang dikenakan sang perempuan.

Rini-1.jpg

Harus diakui, Pak Doni sama sekali tidak menaruh perasaan apa-apa kepada Rini saat pertama kali bertemu di bandara. Baginya, Rini hanyalah anak kecil yang sedang ikut kakaknya jalan-jalan, dan harus dilindungi. Namun saat tengah dalam posisi memeluknya seperti itu, Pak Doni baru menyadari bahwa Rini punya tubuh yang cukup seksi untuk anak seumurannya.

Rini mengenakan baju yang serupa dengan kakaknya, tapi ia tidak mengenakan cardigan kain, melainkan jaket berbahan kulit. Ia pun tidak mengenakan celana panjang, dan hanya celana jeans yang begitu pendek, hanya menutupi sampai setengah paha. Kakinya yang mulus pun terbuka lebar bagi siapa pun yang ingin melihatnya, termasuk Pak Doni.

"Kamu tidak apa-apa, Rini?"

"Tidak apa-apa, Pak. Terima kasih atas bantuannya," jawab Rini malu-malu.

Mereka pun berjalan kembali ke tempat Tomi dan Widi duduk dengan perlahan, agar tidak terjatuh lagi. Rini berjalan di depan, dan Pak Doni mengikutinya dari belakang. Karena itu, pria berusia 40 tahun tersebut bisa melihat dengan jelas lenggak lenggok mahasiswi muda tersebut, yang begitu menggoda birahinya. Dibandingkan dengan sang kakak, Rini sepertinya mempunyai bokong yang lebih sekal, meski wajah kakaknya tampak lebih manis.

Tanpa sadar, Pak Doni pun baru saja meneguk ludahnya sendiri karena keindahan tubuh Rini.

(Bersambung)
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd