Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG TANPA BATAS

CHAPTER 8




Pukul 4.40 sore, waktu kerja telah usai sejak beberapa menit yang lalu, gedung perusahaan pun sudah mulai sepi dari para penghuninya. Namuan Nia dan Nindi masih berbincang-bincang seperti enggan meninggalkan ruangan kerjanya. Mereka masih berleha-leha, merasa lebih enak tinggal sejenak di kantor, dan tidak terganggu. Tampaknya, kedua sahabat itu memang biasa mengulur waktu keluar kantor karena kurang suka berdesak-desakan dengan pegawai lain.

“Nia ... Apakah kamu sungguh-sungguh akan meninggalkan Felix?” Tiba-tiba Nindi bertanya. Nia menoleh pada Nindi dengan kerutan kening yang dalam.

“Aku sebenarnya tidak ingin melakukannya, tapi kalau aku dekat lagi dengan dia, aku khawatir Martin terluka lagi. Aku tidak ingin itu terjadi.” Jawab Nia dengan nada sendu.

“Hhhmm ... Kamu masih saja paranoid. Aku sangat yakin kalau Martin sudah sembuh total. Dia tak akan merasa cemburu lagi kalau kamu dekat lagi dengan Felix.” Ujar Nindi sangat yakin.

“Aku prefentif saja, Ndi ... Memang kelihatannya Martin tidak akan apa-apa untuk saat ini. Tapi, kita gak tahu ke depannya akan menjadi bagaimana. Aku hanya coba mencegah kejadian tempo hari tidak terulang kembali.” Nia mengutarakan alasannya. Sesaat tak ada suara dan hanya terlihat wajah keduanya tampak sedang merenung dan berpikir.

Tiba-tiba Nindi tersenyum dan berkata, “Aku punya ide ...” Pekik Nindi.

“Apa?” Tanya Nia mulai bersemangat.

“Nina ... Kita pakai Nina sebagai umpan ... Maksudku, Kau dorong Nina untuk menjadi kekasih Martin. Sibukkan Martin dengan Nina, supaya kamu punya alasan kuat untuk mendekati Felix lagi karena keadaan berimbang.” Kata Nindi dan langsung saja wajah Nia sangat cerah.

“Ide yang bagus ... Martin pernah bilang padaku kalau Nina akan pindah ke kota ini. Aku nanti akan bilang pada Martin kalau Nina tinggal saja dengan kami. Bagaimana menurutmu?” Ungkap Nia dengan senyumnya.

“Bagus ... Aku setuju ... Sekarang pastikan dulu Martin menyetujui usulanmu. Masalah Nina biar aku yang handle.” Kata Nindi.

Beberapa menit Nia dan Nindi mematangkan rencana mereka sebelum akhirnya keluar dari gedung perusahaan dan pulang ke rumah masing-masing. Hanya berselang satu jam kurang, Nia sampai di rumahnya dan langsung mendapati Martin dan Nia sedang berada di dapur. Mereka terlihat sedang membicarakan proyek yang mereka hadapi sambil menikmati kopi hangat dan beberapa makanan kecil.

“Maaf aku terlambat.” Kata Nia sambil mencium bibir Martin sekilas.

“Kami sudah menunggumu lama. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu.” Ujar Martin sambil menatap istrinya.

“Kelihatannya sangat serius. Katakanlah!” Nia membalas tatapan suaminya dengan intens.

“Aku sudah bicara banyak dengan Nina tentang kepindahan Nina ke kota ini. Dan perlu kamu ketahui, sekarang Nina sudah menjadi pegawai di perusahaanku sebagai ahli mesin. Em, Nina tentunya memerlukan tempat tinggal. Tadi aku menyarankan kalau Nina tinggal bersama kita, di rumah kita. Nina ingin tinggal di rumah ini asalkan ada izin darimu.” Ucap Martin yang sukses membuat hati Nia berteriak kencang. Rupa-rupanya apa yang akan Nia bicarakan telah didahului oleh Martin.

Sambil tersenyum senang, Nia pun berkata, “Aku sangat tidak keberatan kalau Nina ingin tinggal di sini. Bahkan aku sangat senang menerimanya menjadi bagian keluarga kita. Tapi aku mempunyai permintaan kecil untuk kalian berdua.” Nia menahan ucapannya.

“Apa itu?” Tanya Martin penasaran.

“Hi hi hi ... Aku ingin kalian menjadi pasangan teromantis di rumah ini. Martin, kamu harus perlakukan Nina seperti kamu memperlakukanku. Dan Nina, kamu harus memperlakukan Martin sebagai suamimu sendiri. Paham maksudku kan?” Ujar Nia. Martin dan Nina sejenak tercengang namun tak lama mereka pun tersenyum.

“Apakah kamu tidak keberatan membagi suamimu untukku?” Tanya Nina sangat hati-hati.

“Malah itu yang aku harapkan ... Jadilah pasangannya sebaik-baiknya pasangan hidup. Buatlah Martin bahagia dengan caramu sendiri. Aku sangat yakin, ada bagian yang tidak bisa kuberikan pada Martin yang bisa kamu tutupi.” Nia berkata seolah sedang menjadi mediator profesional.

“Aku menghargai keinginanmu itu. Tapi, apakah itu tidak berlebihan?” Kini Martin yang bertanya.

“Tidak, sayang ... Aku sungguh tulus untuk menjadikan Nina pasanganmu. Dan aku tegaskan sekarang juga kalau Nina sudah menjadi bagian dari keluarga kita. Sekarang kamu mempunyai dua istri yang kamu harus layani secara adil.” Nia meraih tangan Martin dan tangan Nina lalu dipersatukan. “Kita akan menjadi keluarga yang hebat!” Teriak Nina meluapkan kegembiraannya.

Keceriaan melingkupi setiap detik kebersamaan mereka. Hati yang begitu senang membuat waktu berjalan tak terasa, tahu-tahu sudah hampir pukul sembilan malam. Malam itu, Nina tidur di kamar Martin dan Nia. Ketiganya tidur dalam satu ranjang dan ini akan terus berlangsung entah sampai kapan. Ketiganya pun bercinta seperti biasanya membangun pola FFM. Saat itu Martin begitu puas dilayani oleh dua wanita cantik yang menurut Martin keduanya adalah wanita terpanas di dunia.​

******​

Sudah lebih dari seminggu Felix lebih memilih berdiam diri di penthouse-nya. Pemuda itu duduk di depan televisi besar dan seringkali menghela nafas berusaha menentramkan hatinya yang tak menentu jika mengingat wanita itu. Meski selama ini dikenal sebagai playboy, tapi sepertinya level Felix sebagai playboy turun drastis ketika bertemu dengan Nia. Felix pun tak habis pikir, kenapa dirinya begitu terobsesi dengan wanita yang satu itu. Entah mengapa Felix juga merasa mood-nya hilang pada wanita. Sekuat tenaga ia berusaha melupakan dan mengikis kenangan tentang Nia di otaknya, tetap tak bisa.

Dengan gerakan cepat Felix bangkit dari duduknya. Pemuda itu menyambar jaket dan kunci mobil lalu turun ke basement. Mercedes Benz warna hitam milik Felix kini sudah berada di jalan raya. Felix bisa memacu kendaraan agak kencang karena malam itu suasana jalan sedikit lengang. Satu jam kemudian, Felix memasuki sebuah kompleks perumahan. Mobilnya bergerak pelan menyusuri jalanan kompleks. Tak lama, pemuda itu menepi dan matanya memandang ke arah sebuah rumah yang diyakininya itu adalah rumah Nia.

Felix yang memiliki sifat kuat dan tegar dalam menggaet wanita, kini berubah menjadi pengecut. Namun itu bisa dimaklumi karena sifat dasar Felix adalah anti menggoda wanita bersuami. Itulah yang menjadi alasan kenapa Felix harus beribu kali memikirkan untuk mendekati Nia kembali. Hati pemuda itu ciut sebenarnya. Membayangkan ditanya-tanya suaminya, atau mungkin diinterogasi sebelum akhirnya diusir. Tapi setelah menebalkan rasa berani dan membesarkan jiwa ‘pejuangnya’, setelah menebalkan muka dan berhitung segala kemungkinan, akhirnya Felix turun dari mobil lalu berjalan melangkah ke depan pintu rumah.

Tak lebih satu menit kemudian ia sudah berdiri di depan pintu bercat coklat dan tangannya terangkat menekan bel. Pintu baru dibuka setelah Felix menekan bel untuk ketiga kalinya. Raut wajah tuan rumah yang berdiri di ambang pintu menegaskan dugaan Felix bahwa si tuan rumah sedang dalam keadaan terkejut.

“Felix???” Benar saja nada suara Martin menandakan kalau ia sedang terkejut hebat.

“Hai ...! Apakah kamu keberatan saya berkunjung ke rumahmu?” Tanya Felix agak kaku.

“Oh, tidak ... Aku malah sangat senang kamu berkunjung ke rumah kami.” Jawab Martin sambil mempersilahkan Felix masuk lalu membimbingnya duduk di sofa ruang tamu.

“Maafkan kalau aku mengganggumu.” Sekali lagi Felix meminta maaf.

“Kamu tidak perlu meminta maaf karena tidak ada yang harus dimaafkan. Tunggu sebentar, aku akan panggil Nia di belakang.” Ujar Martin sambil membungkukan badan yang dijawab senyum oleh Felix.

Martin begitu gembira sampai-sampai langkahnya sedikit berlari. Baginya ini adalah kesempatan untuk ‘menjodohkan’ Nia dengan Felix sebagai ‘imbalan’ perjodohan dirinya dengan Nina. Tak lama Martin sampai di dapur dengan wajah yang sumringah. Tentu saja roman muka Martin menjadi pertanyaan dari kedua wanita yang sedang menikmati makan malam mereka.

“Kamu tak akan menyangka siapa yang datang.” Ujar Martin sambil memeluk Nia yang sedang duduk dari belakang.

“Siapa yang datang?” Nia bertanya heran.

“Felix ... Ya Felix datang untukmu, sayang.” Jawab Martin bersemangat. Nia pun terkejut setengah mati. Ia tak menyangka kalau Felix akan datang ke rumah ini.

“Mau apa dia?” Tanya Nia yang keterkejutannya mulai tergantikan oleh rasa bahagia. Tapi perasan itu ia sembunyikan untuk menjaga image-nya di depan Martin.

“Aku rasa dia ingin bertemu denganmu.” Sekali lagi Martin menjelaskan.

“Hhhhmm ... Duduklah dulu ... Kita harus bicara dulu ...” Pinta Nia dengan suara yang dibuat lesu. Martin pun duduk di kursi sebelah Nia.

“Aku tahu apa yang akan kamu ucapkan ... Aku pastikan kalau aku sangat senang jika kamu mau menemuinya di depan. Mohon jangan pikirkan lagi kebodohanku tempo hari. Sekarang saatnya aku akan membalas kebaikanmu karena kamu telah menjodohkan aku dengan Nina. Malam ini, aku akan menjodohkan kamu dengan Felix.” Ungkap Martin bersungguh-sungguh.

“Kamu yakin dengan keinginanmu, sayang?” Tanya Nia sembari menangkup wajah Martin.

“Selama hidupku, aku tidak pernah seyakin ini. Temuilah. Cepat! Nanti aku dan Nina menyusul.” Pinta Martin setengah menarik lengan Nia agar wanita itu cepat pergi ke ruang tamu.

Nia langsung berakting lesu, padahal hatinya sudah sangat ingin menemui pemuda tampan itu. Nia berjalan dibuat gontai meninggalkan dapur. Saat Nia melewati pintu tengah, ia menahan laju langkahnya di sana. Matanya menatap sayu ke arah Felix yang tiba-tiba berdiri dan menatap balik Nia. Kedua mata saling beradu pandang. Saling mematung satu sama lain. Sebelum akhirnya Nia melanjutkan langkahnya.

“Hai ...” Sapa Nia sedikit kaku.

“Hai ...” Jawab Felix yang kalah kakunya. Nia pun duduk di sofa. Sengaja Nia duduk agak berjauhan dengan tempat duduk Felix saat itu.

“Maaf ... Bukannya kamu sudah tidak ingin bertemuku lagi?” Tanya Nia dengan pertanyaan yang menekan. Lagi-lagi Nia berakting. Ia memasang muka sedih.

“Maafkan aku kalau aku menjilat ludah sendiri. Tapi aku tak bisa menahannya. Entahlah, aku juga tidak mengerti.” Jawab Felix masih dengan kekakuannya.

“Felix ... Kamu ini orang yang istimewa. Banyak wanita yang mengelilingimu. Maaf, kalau aku kurang percaya dengan ucapanmu barusan.” Nia coba mempermainkan hati Felix. Padahal Nia sadar kalau ucapan Felix barusan adalah kenyataan.

“Aku bersungguh-sungguh, Nia ... Buat apa aku memaksakan diri datang ke sini kalau bukan karena kamu?” Felix menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Nia.

“Aku bersuami ... Aku bukan typemu ...” Ucap Nia lagi lebih menekan.

“Kamu pengecualian ... Percayalah, aku sangat merindukanmu.” Kata Felix setengah mendesah. Felix meraih kedua tangan Nia. Memainkannya sebentar oleh jari-jarinya baru kemudian menciumnya dengan lembut.

“Felix ... Aku bukanlah wanita yang layak untuk kamu rindukan ... Kamu kan tahu, kalau aku adalah wanita yang hidup dengan kebebasan ... Jadi saranku, carilah wanita yang lebih baik dariku. Aku bukanlah orang yang tepat untukmu.” Nia berdiplomasi.

“Tidak Nia ... Aku tak peduli dengan kehidupan bebasmu. Aku tak bisa melupakanmu. Aku ingin kamu bersamaku.” Felix terdengar memohon.

“Kamu yakin?” Tanya Nia mulai tersenyum.

“Aku sangat yakin.” Jawab Felix tersenyum lebar.

Nia pun bangkit dari duduknya lalu berpindah duduk di pangkuan Felix. Tangan Nia melingkari leher Felix. Sejenak keduanya saling bersitatap dan entah siapa yang mendahului kedua bibir mereka sudah saling melumat. Ciuman panas pun terjadi, dengan gerakan tangan di sana sini yang kemudian merambat ke arah yang lebih intim. Di dalam hati, Nia bersorak riang. Nia merasa semua yang ia rencanakan berjalan dengan sangat mudah karena ia tidak perlu bersusah payah untuk menjerat Felix ke dalam pelukannya.

“Ehem ...” Suara deheman membuat dua insan yang sedang berciuman itu segera terlonjak kaget dan menjauhkan diri masing-masing. “Maaf, kami mengganggu.” Martin berkata kemudian. Martin dan Nina berjalan menghampiri sofa dan duduk di sana.

“Sayang ... Aku dan Felix jadian.” Ucap Nia malu-malu sambil melirik Felix di sebelahnya.

“Baguslah ... Aku sangat senang mendengarnya. Sekalian saja aku akan mengesahkan kalian sebagai pasangan teromantis di rumah ini. Felix, aku berharap kamu menyayangi Nia seperti aku menyayanginya. Dani kamu Nia, sayangi Felix seperti kamu menyayangiku.” Ucap Martin mengikuti ucapan Nia ketika mengesahkan hubungannya dengan Nina.

“Aku bersumpah akan menyayanginya segenap hatiku.” Janji Felix yang terdengar merdu di telinga Nia.

“Aku juga akan menyayangi kalian berdua, oh dan Nina juga.” Ucap Nia sambil tersenyum bahagia.

“Hi hi hi ... Jadilah kita keluarga yang bahagia.” Pekik Nina.

Mereka terlibat obrolan ringan sambil menikmati secangkir kopi dan penganan ringan. Malam itu penuh dengan perbincangan yang meriah. Felix berpelukan dengan Nia, sementara Martin berpelukan dengan Nina. Obrolan keempatnya mengalir begitu saja sampai pada suatu saat obrolan mereka mengarah pada obrolan erotis yang pastinya cepat membuat penis kedua laki-laki itu siuman. Ditambah lagi godaan-godaan sensual dari Nia dan Nina semakin membuat Martin dan Felix terpicu gairahnya.

Tiba-tiba Martin menarik Nina dalam pelukannya, mereka melakukan ciuman panas di hadapan Nia dan Felix. Seperti tak kalah, Felix segera saja menarik Nia dalam pelukannya lalu menyambar bibir Nia yang sudah menanti untuk dilumat. Mereka berempat berciuman dengan pasangan masing-masing seolah seolah mereka telah lama saling terpisah dan merasakan kerinduan yang meluap. Menumpahkan semua hasrat, gairah, perasaan rindu pada ciuman tersebut.

Nia ternyata yang mempunyai inisiatif pertama. Wanita itu melucuti pakaiannya sendiri dengan sedikit bantuan Felix. Tak lama Nina mengikuti Nia untuk membugilkan diri. Setelah itu, kedua wanita dengan rajin menanggalkan pakaian pria pasangannya. Tak lama, tampaklah tubuh polos dari keempat orang tersebut. Kini posisinya adalah kedua pria telanjang duduk di atas sofa sementara dua wanita telanjang berlutut di depan selangkangan pasangan masing-masing.

Nia mengurut-urut lembut batang penis Felix yang panjang dan besar dengan menjilati bagian kepalanya. Dengan perlahan Nia mulai menjilati dan mengulum penis itu. Felix mengerang sambil meremas rambut Nia lalu pemuda itu mendorong dan menarik pelan di mulut Nia. Nia mulai mengocok batang penis Felix di mulutnya dengan sangat liar. Dipompanya kemaluan Felix keluar masuk dengan cepat hingga buah zakarnya terasa memukul-mukul dagunya. Perlakuan yang sama dibuat Nina atas penis Martin.

Hampir selama sepuluh menit, akhirnya posisi berganti. Kini giliran para wanita yang dilayani para pria. Kedua wanita cantik itu duduk di atas sofa dengan paha mengangkang, sementara para pria berlutut di antara kedua paha mereka sambil menjilati vagina dari masing-masing pasangan. Kali ini lidah Felix mengait-ngait klitoris Nia beraturan namun dengan arah lidah acak. Nia semakin bergetar. Goyangan pinggulnya terasa sekali oleh Felix. Sementara tangan Felix yang kiri membelai payudaranya bergiliran secara adil. Kiri dan kanan. Sementara tangan kanan pemuda itu diletakkan di bawah pantatnya. Pantat seksi itu ia remas sesekali.

Felix melihat Nia sudah kepayahan menahan hasratnya. Wajahnya sudah memerah dengan nafas yang memburu sangat kencang. Felix pun yang kini akan memulai pertarungan yang sesungguhnya. Pemuda itu memposisikan penisnya di kemaluan genit milik Nia yang sudah menantang batang kemaluan Felix yang kokoh untuk beraksi. Felix memandangi Nia dengan sayang. Nia juga seolah mengerti arti tatapan pemuda itu. Felix segera mengecup bibir Nia. Nia membalas. Mereka berpagutan sesaat.

Perlahan Felix mendorong pinggulnya. Penisnya menembus membela labina milik Nia. "Aaaarhhh…" Nia mendongakan kepala, ia merasakan nikmat yang tiada taranya. Felix mulai memompa kelaminnya keluar masuk. Nia menolehkan kepala kiri dan kanan merasakan nikmat yang Felix berikan. Felix mendorong masuk lebih dalam. Kembali Nia hanya bisa merasakan dirinya terbelah dua dari ujung ke ujung. Dan kembali pula Felix mendorong masuk lebih dalam lagi. Nia menjerit kecil dan mencengkram lengan pemuda Felix. Terasalah sudah seluruh batang keras itu di dalam miliknya, begitu besar dan panjang hingga bergetar menimbulkan rentetan nikmat di sepanjang dinding-dinding lembut bagian dalam liangnya. Sambil terus mendorong memaju-mundurkan batangannya, bibir Felix memagut lembut bibir merah merekah Nia yang langsung menerima. Lidah saling bertaut di dalam sana, menimbulkan getaran-getaran halus.

Martin pun dengan gagah ‘menunggangi’ Nina. Martin memainkan pinggulnya maju mundur sehingga penisnya memompa kemaluan Nina. Badan Nina tersentak-sentak dan menggelepar-gelepar. Martin sempat menengok ke arah wajah istrinya yang memperlihatkan kalau istrinya sedang menikmati penyatuan kelamin mereka. Terlihat penis Felix yang berlumuran cairan bening dari vagina Nia. Suara erangan dan desahannya saling berkejaran menandakan kalau Nia tenggelam dalam kenikmatan birahi.

Keempatnya berpacu menggapai nikmat masing-masing, berliter-liter keringat telah membanjir keluar dari tubuh keempatnya. Seolah sudah direncanakan, tangan para pria meremas kasar payudara wanitanya sambil terus menggenjot vagina dengan ganas. Hunjaman-hunjaman penis Felix dan Martin pada vagina pasangan mereka kuat dan menyentak, membuat Nia dan Nina merasakan kenikmatan yang sangat. Mata kedua wanita itu hanya membeliak-beliak dengan erangan-erangan yang sudah semakin menghilang.

Sungguh malam itu, para pria tidak ingin membuktikan bahwa dialah yang terkuat di antara mereka. Ego Martin dan Felix secara diam-diam berlomba. Martin dan Felix ingin saling mengalahkan. Tak ayal, yang tersiksa nikmat adalah para wanita pasangan mereka. Entah sudah berapa kali Nia dan Nina mendapatkan orgasme mereka sampai-sampai kedua wanita itu tidak sempat menanggapi lagi karena mereka sudah mencapai orgasme berkali-kali. Kenikmatan kali ini yang Nia dan Nina rasakan sudah tak terukur.

“Aaaaaccchhh...” Tiba-tiba Martin memekik.

“Uuuuggghhhh...” Disusul oleh Martin.

Martin dan Felix melengkungkan tubuh masing-masing ingin lebih memasuki. Kedua pria tersebut mencoba menembuskan penisnya sampai ke tempat terdalam milik wanitanya. Dan para wanita terlihat seolah ingin mencakup seluruh milik pasangannya. Kedua pasangan melipat dan saling mengatupkan diri dengan kuat-kuat seolah ingin berpadu tak teruraikan. Setelah beberapa saat menumpahkan sperma, Martin dan Felix berbaring duduk bersebelahan di lantai dengan menyandarkan punggung mereka di pinggiran sofa. Martin dan Felix saling pandang lalu tersenyum. Kemudian kepalan tangan mereka beradu di udara.

“Lihat ... Istri-istri kita tidak bisa bangun ...” Ucap Martin pada Felix.

“He he he ... Sepertinya kita akan membuat mereka terus begitu.” Sambut Felix senang.

“Siapa bilang gak bisa bangun!” Tiba-tiba Nia bangkit dan ikut duduk di lantai sebelah kanan Felix. Tangan Nia melingkari lengan Felix sangat mesra. “Tapi, aku akui. Tadi persetubuhan paling nikmat yang pernah aku rasakan. Terima kasih sayang.” Lanjt Nia sambil mencium pipi Felix.

“Aku juga begitu ... Malam ini kamu sangat perkasa, sayang ...” Ujar Nina yang sudah duduk di samping Martin sambil memeluk lengan pria itu.

Mereka pun tertawa bersama, bercanda bersama dalam kehangatan. Setelah beberapa menit, Felix pun meminta izin kepada Martin dan Mia untuk kembali pulang ke penthouse-nya. Martin dan Nia pun mengantar Felix sampai pintu depan rumah. Sesaat Felix dan Nia berciuman mesra sebelum akhirnya Felix meninggalkan rumah kediaman Martin dan Nia. Setelah mobil Felix tak terlihat lagi, pasangan suami istri itu berjalan berangkulan menuju kamar tidur mereka. Ternyata Nina sudah duluan rebahan di atas tempat tidur, Martin duluan naik te atas tempat tidur baru kemudian Nia menyusul. Martin rebahan diapit oleh Nia dan Nina.

“Akhirnya Felix kembali pada kita.” Ucap Martin sambil menoleh ke arah Nia.

“Aku juga senang dia kembali. Aku mencintainya seperti aku mencintaimu. Tapi kamu adalah yang utama. Jika ada benturan kepentingan antara kamu dan Felix, pasti aku akan mendahulukan kepentinganmu.” Kata Nia sambil menatap mata Martin.

“Kamu gak usah begitu juga. Situsional saja, mana yang lebih penting itu yang diutamakan. Bukan begitu, Nina?” Martin akhirnya mengajak Nina bicara.

“Ya ... Benar kata Martin ... Kamu gak usah memaksakan Martin yang utama ... Masalahnya, sangat dimungkinkan akan ada Felix-Felix lainnya yang menyusul di belakangmu. Kamu juga harus memperhitungkan itu.” Saran Nina bijaksana.

“Benar juga ... Tapi bagaimana pun aku sangat mencintaimu, Martin.” Ungkap Nia sambil memeluk tubuh suaminya sangat mesra.

Sambil menunggu kantuk, ketiganya ngobrol untuk beberapa lama. Mereka tampak sangat kompak, serta bahagia. Terlihat dari senyum juga tawa mereka yang cukup lepas. Tenaga mereka terus berkurangan untuk menahan mata, rasa kantuk pun mulai terasa. Akhirnya mereka tertidur lelap, masuk ke dalam alam mimpi mereka masing-masing.​

******​

Saat jam menunjukkan pukul 12.00 siang, Nindi mengajak Nia untuk makan siang di kafetaria kantor. Saat itu, kafetaria tampak kurang ramai, hanya satu dua pegawai saja yang sedang bersantai menikmati makan siang mereka. Sudah menjadi kebiasaan jika bulan muda, banyak pegawai yang memilih makan siang di luar. Nindi pun senyam-senyum sendiri saat mendengar cerita Nia yang menyatakan kalau Felix kembali lagi padanya. Semua kejadian semalam Nia ceritakan pada Nindi cukup detail.

“Syukurlah kalau Felix sudah kembali. Berarti aku bisa juga mencicipi kemaluannya. Tapi, sekarang aku mau menagih janji tantangan padamu. Karena sudah tiga minggu aku belum mendapatkan hasilnya.” Ujar Nindi lalu menyendok makanannya kemudian memasukan makanan itu ke mulutnya.

“Tantangan yang mana?” Nia memekik tak senang. Nia merasa tantangan yang diberikan Nindi sudah ia ‘lalap’ semua tak bersisa.

“Pura-pura lupa ... Itu loh, yang mempertontonkan vaginamu pada orang lain.” Ucap Nindi sedikit berbisik. Langsung saja mata Nia mendelik.

“Bukannya aku sudah melakukannya? Hasilnya adalah Felik!” Jawab Nia dengan intonasi kesal.

“Belum ... Itu tidak termasuk hasil dari tantangan, karena itu kebenaran bukan dari hasil setting kamu.” Nindi menyanggah pernyataan Nia. Nia pun mendesah.

“Aku leleh, Ndi ...” Keluh Nia sambil menghela nafas kuat-kuat.

“Tantangan kali ini akan aku ganti. Dan tantangan kali ini sekaligus buat ngetes Felix. Apakah dia akan seperti Martin atau tidak. Kamu harus menguji Felix. Kalau dia depresi dengan kebebasanmu, sebaiknya kamu tinggal dia saja. Aku menginginkan Felix bersikap seperti Martin saat ini.” Jelas Nindi membuat Nia membuka lebar matanya. Nia merasa ada benarnya juga perkataan Nindi barusan.

“Oke ... Apa tantangannya ...” Nia mulai bersemangat.

“Tantangannya adalah kamu harus bisa ngajak tidur atasan baru kita, Pak Roy.” Ucap Nindi dan disambut dengan pekikan tak percaya Nia.

“Apakah kamu sudah gila! Bisa-bisa aku dipecat!” Nia geleng-geleng tak percaya dengan tantangan baru dari Nindi.

“Kamu sanggup?” Nindi tersenyum sambil mengedipkan matanya.

“Berat, Ndi ... Siapa yang gak tahu atasan baru kita ... Orangnya tertutup, gak banyak bicara. Tapi sekalinya bertindak, dia sangat kejam. Dengan sangat mudahnya dia memecat pegawai yang bermasalah. Sekarang, kamu aku ingin membuat masalah dengannya? Oh, Nindi ... Aku tidak berani.” Nia keluarkan alasan keberatannya.

“Nilai positifnya, dia tampan walau sudah agak tua. Rasanya cocok untuk membuat Felix cemburu.” Kata Nindi menggoda. Nia pun harus mengakui kalau atasan barunya adalah pria yang digandrungi para pegawai wanita di kantor ini.

“Tapi, aku gak pernah mendengar dia mempunyai affair dengan wanita di kantor ini. Aku sangat yakin kalau dia pria setia pada istrinya.” Ucap Nia.

“Siapa tahu kamu lah wanita pertama yang membuatnya melakukan affair.” Nindi tetap mendesak. Kali ini Nindi menatap Nia dengan tatapan berharap.

“Hhhhmm ... Aku pikir-pikir dulu.” Nia tak berani langsung menjawab tantangan Nindi.

Jam istirahat usai, Nia dan Nindi kembali ke ruangan kerja dan duduk di kursi kerja masing-masing. Berkali-kali Nia melirik ke arah ruangan atasannya, memperhatikan wajah tampannya yang banyak digilai wanita. Nia tidak menyangkal kalau Roy memang tampan di usianya yang tidak kurang dari 45 tahun itu. Sebenarnya Nia ingin juga bisa tidur dengan atasannya tetapi keinginannya itu cukup sulit untuk dilakukan mengingat Roy adalah pria yang keras dengan pendiriannya serta berprinsip. Dan yang jelas, Roy adalah atasan yang sangat kejam pada pegawai yang bermasalah.

Pada malam harinya, Nia menceritakan perihal tantangan Nindi kepada Martin dan Nina beserta kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Nia juga menceritakan kalau tantangan ini dimaksudkan untuk menguji Felix, apakah Felix akan bersikap seperti Martin atau tidak atas gaya hidup bebasnya. Tentu saja tantangan baru dari Nindi itu disambut antusias oleh Martin dan Nina. Keduanya setuju dengan pandangan Nindi. Mereka bertiga akhirnya berdiskusi untuk menentukan cara agar Nia bisa tidur dengan atasannya yang bernama Roy.

Beberapa menit berselang, Nina menjelaskan rencananya yaitu mengirim foto bugil Nia ke smartphone Roy dengan berpura-pura salah kirim. Foto ‘panas’ Nia yang 'seharusnya' dikirim ke Martin, akan masuk ke ponsel pintar Roy. Itulah rencananya. Rencana Nia langsung disambut baik oleh Martin dan Nia. Jika mendapat respon positif kemungkinan besar Nia bisa tidur dengan Roy. Dan apabila diperoleh respon negatif, mereka akan memikirkan cara lain.

Malam itu juga, Nia dibantu Martin dan Nina melakukan sesi pemotretan dengan menggunakan smartphone. Martin dan Nina menghabiskan setengah jam bersamanya untuk mengambil foto tubuh Nia yang telanjang bulat. Martin dan Nina membantu Nia untuk berpose dan mendapatkan gambar terseksi yang menonjolkan lekuk tubuh Nia, payudaranya, dan terutama vaginanya.

Keesokan paginya, Nia nampak gugup, sampai-sampai wanita itu hampir tidak bisa memegang secangkir kopi tanpa menumpahkannya. Nia menjadi cemas sendiri atas apa yang akan dia lakukan. Nia merenung dan sampailah pada satu titik di mana dia tidak peduli, apakah dia akan dipecat. Nia tersenyum sendiri, ternyata hati kecilnya menginginkan sensasi rencana tersebut.

Tekad Nia sudah bulat, tidak ada yang bisa menahannya. Sesuai rencana, Nia langsung mengambil smartphone-nya. Nia mengetik pesan teks yang berbunyi, “Aku selalu memikirkanmu malam ini ketika aku sendirian di tempat tidur kita. Foto ini aku kirim padamu agar kamu tidak melupakan aku. Aku cinta kamu. Istrimu yang kesepian. Nia.” Nia membuat pesan teks yang telah ia sususn dan menambahkan foto bugilnya yang paling seksi.

Beberapa kali Nia melirik ke arah pintu masuk ruangannya, dan tiba-tiba Roy datang dengan membawa makan siangnya menuju ruang kerjanya. Langsung saja Nia mengirim pesan teks plus foto bugil dirinya ke smartphone Roy.

Nia kembali pada makan siangnya yang tergeletak di atas meja dan dengan wajah polos Nia tersenyum pada Roy saat atasannya itu berjalan melewati Nia. Nia mendengar nada di telepon yang baru saja wanita itu tuju mengumumkan pesan teks yang ia kirim telah diterima. Hal itu berarti pesan teks dan foto bugil itu sudah sampai di alat komunikasi Roy.

Nia menunggu selama satu menit; banyak waktu bagi Roy untuk melihat pesan yang baru saja ia kirim dan melihat tubuh telanjangnya dan membaca pesan menggoda yang pura-pura dikirim untuk suaminya. Pada hitungan mundur sudah mencapai nol, Nia langsung bergerak dan berlari ke ruangan Roy. Tanpa izin, Nia pura-pura panik dan masuk ke dalamnya. Benar saja, Roy sedang memandangi layar smartphone miliknya. Wajah Roy mengkerut seperti berpikir sesuatu.

“PAK, TOLONG ... JANGAN BACA PESAN DI TELEPON BAPAK ... ADA KESALAHAN ... SAYA SALAH KIRIM ...!” Kata-kata Nia itu sudah dilatih dengan baik, dan cara Nia menyampaikannya jelas mempengaruhi keadaan mental Roy.

Roy menatap Nia dengan tatapan yang tidak Nia mengerti. Tatapannya begitu misteri. Tak lama Roy memandang layar smartphone-nya lagi. Cukup lama dengan mimik yang tidak berubah. Nia pun mulai berakting dengan mengerang kecil dan pekikan kekesalan bercampur kesedihan, memperlihatkan distres vokalnya saat melihat pria itu memandangi tubuh telanjang Nia pada layar smartphone miliknya.

Dia mulai menjelaskan dan meminta maaf pada saat yang bersamaan. Berbicara setidaknya dua kali lebih cepat dari biasanya. Nia berkata, "Pak, suami saya sedang tugas luar kota dan saya ingin menggodanya. Tepat setelah saya menekan tombol KIRIM, saya menyadari kalau nomor itu bukan milik suami saya, tapi milik bapak. Maafkan atas kebodohanku. Saya berharap bapak menghapusnya dari sana. Tolong pak, hapus pesan saya itu.” Nia mengoceh dengan nada memelas yang sangat meyakinkan. “Apakah saya saja yang menghapus pesan itu?” Lanjut Nia.

“Hhhhmm ... Kalau kamu memang menginginkan pesan ini dihapus, silahkan hapus. Tapi, aku menginginkan pesan itu ada di smartphone-ku saja.” Ucap Roy sambil menyodorkan smartphone-nya pada Nia.

“Aku malu pak ... Tidak seharusnya foto tidak senonoh ini ada di smartphone bapak.” Nia berkilah sambil mengambil smartphone itu dari tangan Roy.

“Aku tidak memandang foto itu dari segi seksualitasnya, tapi aku lebih melihatnya dari aspek artistik.” Ucapnya yang datar dan sangat serius. Nia pun memandang wajah Roy lekat-lekat.

“Apakah foto ini mempunyai nilai artistik? Saya pikir foto ini sangat menjijikan.” Ucap Nia dengan senyum tipisnya.

“Tidak ... Ini foto punya nilai seni walau agak terlihat kaku. Aku mempunyai hobby fotography, setidaknya aku punya pengalaman untuk menilai karya foto seseorang.” Ungkap Roy sambil membalas tatapan Nia.

“Maaf, pak ... Ini harus saya hapus. Mohon ijin bapak.” Sekali lagi Nia pura-pura memohon dan langsung dijawab dengan anggukan Roy.

Dengan cekatan Nia melakukan operasi penghapusan pesan. Permintaan maaf dan desakan Nia untuk melupakan seluruh kejadian ini berulang kali terucap ketika Nia dengan pura-pura panik menghapus pesan teks dan foto tersebut. Tak lama, Nia mengembalikan smartphone itu kepada pemiliknya. Nia pun berjalan mundur perlahan dengan masih mengucapkan permintaan maaf atas pesan teks dan foto yang salah kirim tersebut, dan meminta Roy untuk melupakan seluruh kejadian. Roy hanya memandang Nia, pria itu tidak berkata sepatah kata pun.

Nia berlari ke meja kerja Nindi. Nia tampak terlihat panik dan kesal. Nia bernafas agak cepat di depan sahabatnya. Nindi berbisik pada Nia kalau Roy sedang berdiri di ambang pintu ruangannya sedang memperhatikan dirinya. Nia sangat khawatir atas apa yang telah ia lakukan. Tak lama, Nia pun berbisik pada Nindi, “Kalau tantangan ini membuatku dipecat, kamu adalah orang yang paling bertanggung jawab."

“Hei ... Apa yang telah kamu lakukan?” Tanya Nindi dengan menahan senyum. Nindi mempunyai keyakinan kalau Nia telah melakukan tantangan darinya, tapi bagaimana caranya Nindi tidak mengetahuinya.

Nia melotot dan Nindi tertawa. Nindi memberitahukan kalau Roy sudah masuk ke ruangannya lagi. Nia pun segera berlari ke kursi kerjanya dan duduk dengan sedikit membantingkan pantatnya. Jantung Nia berdebar-debar dan tubuhnya mengeluarkan keringat dingin. Nia tidak bisa memprediksi bagaimana masa depannya, apakah akan lebih baik atau sebaliknya.​

-----ooo-----​

Bersambung

Thank for reading, sorry for typo

Note:
Nia Vs Martin
Nindi Vs Fadil
Devi Vs Ricky
Anggi Vs Hendrik
Nina
Felix​
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd