Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG TANPA BATAS

CHAPTER 6




Sore itu cuaca agak mendung, hujan baru saja reda. Terlihat beberapa genangan air di halaman belakang sebuah rumah. Walaupun hari tampak sendu tetapi keceriaan bisa terlihat dari wajah Martin dan Nia. Dengan ditemani secangkir kopi, membuat obrolan mereka menjadi lebih menarik serta membuat suasana menjadi lebih hangat dan lebih terbuka. Sesekali terdengar tawa mereka. Terdengar juga celetukan lucu yang mengundang tawa. Dalam suasana santai, pasangan suami istri tersebut mulai menceritakan pengalaman masing-masing bersama pasangan mereka.

“Nina memang wanita cantik, tapi aku masih bisa membandingkan kalau kamu lebih cantik dari dia.” Martin menutup ceritanya tentang Nina. “Sekarang, ceritakan siapa dan bagaimana orang yang bernama Felix itu?” Martin kemudian bertanya.

“Hhhmm ... Dia pemuda yang tampan sepertimu ... Dia punya permainan ranjang yang sangat panas ... Em, sepertinya kamu harus belajar banyak dari dia.” Ungkap Nia yang langsung dipotong Martin.

“Benarkah?” Tanya Martin terkejut sekaligus penasaran.

“Hi hi hi ... Aku harus mengatakannya supaya kita bisa memperbaiki kelemahan-kelemahan kita.” Kata Nia.

“Ok, aku mengerti. Sekarang lanjutkan.” Martin tersenyum dan mengakui kebenaran ucapan istrinya.

“Felix adalah anak dari konglomerat yang bernama Brotoseno.” Ucapan Nia kali ini langsung disambar Martin dengan pekikan yang lagi-lagi tak percaya.

“APA??? FELIX BROTOSENO???” Dalam kata-kata itu, Martin benar-benar terkejut hebat. Bahkan Nia dapat melihat wajah Martin menjadi pucat. Seolah-olah pria itu melihat hantu atau semacamnya.

“Kenapa?” Tanya Nia yang malah terkejut oleh sikap yang dinampakan Martin.

“Oh ... Em ... A..aku ...” Kegugupan menerjang Martin, ia hanya mampu memandang istrinya tanpa bisa berkata-kata.

“Martin, ada apa denganmu?” Tanya Nia dengan suara lemah lembut. Nia bangkit dari kursinya lalu duduk di atas pangkuan Martin. “Katakanlah sejujurnya, aku akan mendengarkan.” Lanjut Nia lalu mencium kening Martin penuh kasih sayang.

“Sebenarnya aku tidak boleh begini.” Martin pun mendesah penuh penyesalan.

“Katakanlah ...” Nia tetap dengan suara lemah lembutnya.

“Aku tahu benar siapa Felix yang kamu maksudkan.” Martin memandang wajah istrinya dengan mimik lelah. “Felix adalah seorang playboy yang banyak mematahkan hati para wanita. Beberapa hari yang lalu, salah satu pacarnya bunuh diri karena Felix hanya mempermainkannya.” Ungkap Martin.

“Berarti kamu takut?” Nia coba menyimpulkan perkataan Martin. Martin hanya menatap sendu ke wajah Nia. Apa yang dikatakan istrinya seratus persen benar. Martin sangat takut apabila Nia benar-benar jatuh cinta pada pemuda tampan itu, jatuh cinta yang sesungguhnya. “Jawab!” Pinta Nia masih dengan suara lemah lembutnya.

“Sejujurnya, ya aku sangat takut. Felix memiliki semuanya sebagai modal menjatuhkan seorang wanita. Aku takut kehilangan dirimu.” Jujur Martin lalu memeluk erat tubuh Nia.

“Kamu masih belum yakin dengan keteguhan hatiku untuk selalu menyayangi dan mencintaimu. Tapi baiklah, aku gak mau kamu sakit dan aku akan kembali ke komitmen kita dari awal, bila salah satu diantara kita tidak nyaman, maka kita mundur. Lebih baik kita hentikan saja yang selama ini sudah kita lewati. Kita jalan dengan cara kita sendiri untuk saling menyayangi dan saling mencintai.” Tutur Nia sambil tetap tersenyum.

Pada saat itu, Martin bisa melihat kejujuran dan ketulusan dari setiap ucapan Nia. Di situ Martin merasa sangat bersalah. Bahkan sekarang Martin mulai menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi saat itu. Martin merasa begitu cengeng sehingga tak sadar berimbas tak baik bagi Nia. Tiba-tiba Martin teringat ucapan Nindi tentang kemungkinan terburuk yang akan terjadi apabila dirinya menarik diri dengan sesuatu yang telah mereka mulai.

“Maafkan aku ... Aku bu...” Belum sempat Martin melanjutkan ucapannya, tiba-tiba terdengar suara bel rumah berbunyi. Martin dan Nia pun saling menatap sejenak.

“Itu pasti Nina.” Ujar Nia sembari bangkit dari pangkuan Martin. “Biar aku saja yang buka pintunya.” Lanjut Nia lalu berjalan memasuki rumah dan langsung menuju ruang depan.

Martin seperti kebingungan dan seperti orang linglung. Otaknya seakan tidak mau bekerja sama dengan hatinya. Dan kini Martin hanya bisa menelan ludah pahit menghadapi dilema hatinya. Martin terduduk dengan kedua lutut merapat ke tubuhnya, serta kedua tangannya meremas-remas kuat rambutnya.

Sementara itu, Nia membukakan pintu lebar-lebar. Tampak wanita cantik seusianya berdiri manis di ambang pintu. Nia mengakui kalau wanita di hadapannya berwajah cantik. Sore ini, wanita yang berdiri di hadapan Nia terlihat tampil sederhana namun tidak mengurangi keseksiannya. Ia menggunakan pakaian casual dengan celana panjang satin berwarna krem.

“Nina?” Tanya Nia langsung menebak.

Nia?” Sambut sang tamu sambil tersenyum ramah.

“Oh, silahkan masuk!” Nia memberi jalan pada Nina dan Nina tidak lantas masuk. Tiba-tiba wanita itu mendekati Nia. Nina kemudian mengambil tangan Nia lalu digenggamnya erat.

“Maaf, kalau aku mengganggu harimu.” Ucap Nina bersahaja.

“Oh, tidak sama sekali. Bahkan kami sudah menunggumu dari tadi.” Jawab Nia sambil menggoyangkan tangannya sebagai tanda persahabatan mereka.

“Sebenarnya saya tidak enak untuk datang ke sini, tapi...” Perkataan Nina langsung dipotong Nia.

“Gak usah menjadi tidak enak, buat enak saja. Ayo, masuk!” Ajak Nia sambil menarik tangan Nina membawa wanita yang baru dikenalnya itu ke teras belakang.

Sesampainya di teras belakang, Nia dan Nina tidak melihat Martin di sana. Tempat duduknya kosong yang tertinggal hanya cangkir kopinya yang terisi setengah. Nia pun memanggil-manggil suaminya namun tak jua muncul batang hidungnya. Nia menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya kuat-kuat. Sikap Nia yang demikian itu dapat diterjemahkan Nina dengan sangat baik, Nina merasa ada sesuatu yang terjadi di antara mereka.

“Ada apa sebenarnya?” Nina pun akhirnya bertanya.

“Martin sedang sedih karena aku menyudahi apa yang telah kita mulai.” Lirih Nia sambil duduk agak menyentakan pantatnya di alas kursi.

“Bolehkah aku mengetahuinya?” Tanya Nina lagi sembari duduk di kursi yang letaknya di samping Nia.

“Kamu pasti sudah diberitahu Martin kalau kami sedang memulai kehidupan baru kami yang bebas.” Nia menahan ucapannya sambil menoleh ke arah Nina. Nina pun mengangguk tanda apa yang dikatakan Nia adalah benar. “Kami saling membebaskan setiap kami untuk memiliki pasangan lain. Martin telah memilihmu, dan saat aku mengatakan nama pasanganku, Martin terlihat keberatan dengan alasan takut kalau aku meninggalkannya. Akhirnya aku putuskan, kehidupan bebas kami harus disudahi karena komitmen awal kita adalah apabila salah seorang merasa tidak nyaman maka semuanya harus diakhiri.” Papar Nia panjang lebar.

“Hhhmm ... Sebenarnya aku justru heran dengan pilihan hidup kalian. Tapi aku tidak punya hak untuk menilai apa yang telah kalian pilih. Sejujurnya aku salut pada kalian karena keterbukaan kalian. Kalau boleh aku punya saran, kamu seharusnya tidak memutuskan sendiri. Yang namanya komitmen pasti dibuat oleh kalian berdua, dan harus disudahi oleh kalian berdua juga.” Ungkap Nina yang sukses membuat Nia tersadar.

“Oh Tuhan ... Kenapa aku seceroboh itu?” Nia menyesali dirinya sendiri.

“Nia, bukannya aku ingin ikut campur masalah kamu dengan Martin. Tapi rasanya ideku perlu kamu pertimbangkan supaya suasana mencair.” Kata Nina lagi sangat hati-hati.

“Memang aku perlu pencerahan. Katakanlah.” Ujar Nia penasaran.

Nina pun bicara pelan-pelan mengungkapkan idenya, seakan ada yang mengawasi dan takut ketahuan. Tak lama, Nia tersenyum, dengan muka penuh semangat dan mata berbinar indah. Nia merasa ide Nina sangat masuk akal dan mereka mulai mendiskusikan langkah-langkah yang perlu diambil untuk menyukseskan ide tersebut. Setelah selesai dan sepakat, Nia menarik tangan Nina dan memasuki rumah. Kedua wanita itu menuju kamar tidur yang diyakini Nia kalau Marti berada di sana. Benar saja, Martin sedang berbaring terlentang dengan kedua tangan dilipat ke belakang menjadi tumpuan kepalanya.

“Martin ... Dengarkan ... Aku punya rencana. Bagaimana kalau kita semua makan malam bersama dan kita undang Felix untuk bersama kita.” Ungkap Nia yang kini sudah duduk di sisi tempat tidur. Martin pun mengerutkan dahinya, ia masih saja menyalahkan dirinya sendiri.

“Berarti ... Kamu tidak benar-benar ingin menyudahi kehidupan bebas kita?” Tanya Martin tidak percaya.

“Hhhmm ... Anggap saja kita mulai lagi dari awal. Ayo, bangunlah! Kita siap-siap.” Pinta Nia sementara Nina tersenyum manis tatkala Martin menatapnya.

“Tadi aku bicara sama Nia ... Mungkin jalan keluarnya adalah kita makan malam bersama ... Kita berempat ... Setelah itu, baru kita memikirkan langkah yang tepat selanjutnya.” Ucap Nina.

“Hhhmm ... Baiklah ... Mudah-mudahan kita mendapatkan jalan keluarnya.” Kata Martin sambil bangkit dari posisi terlentangnya kemudian turun dari tempat tidur.

Sesungguhnya kondisi Martin saat itu masih merasakan dilema. Otak dan hatinya masih terus berkubang pada suatu pilihan yang sangat memberatkan dan membingungkan. Berkali-kali ia menghela nafasnya lelah ketika pikiran dan kalbunya masih terus saja berdebat, beradu argumen tentang perasaan yang tengah ia rasakan. Namun, demi menjaga hubungan baik dengan Nia, akhirnya Martin menerima ajakan Nia. Martin pun sangat berharap akan ada jalan keluar yang bisa menyenangkan semua pihak.

Beberapa menit kemudian, Martin sudah berada di belakang kemudi sementara Nia dan Nina duduk di jok belakang kemudi. Ajaibnya, kedua wanita itu langsung akrab seolah telah terjalin chemistry yang terbangun sejak lama. Martin melihat para wanita itu dari kaca spion dan secara berangsur kerumitan pikiran dan hatinya mulai memudar. Tiba-tiba saja ada sedikit di relung hatinya yang menyatakan kalau kehidupan baru yang sudah ia mulai dengan Nia sebaiknya dipertahankan.

Hanya satu jam kurang ketiga orang tersebut sudah memasuki sebuah restoran yang sangat mewah. Pemilihan restoran ternyata ditentukan oleh Felix yang sejam lalu ditelepon Nia untuk ikut serta dalam acara makan malam. Restoran ini mengusung konsep Skandinavian yang mengedepankan kenyamanan dengan furnitur bergaya modern di tengah suasana alam yang super asri dan hijau. Restoran ini juga menyalakan lilin-lilin di semua meja tamu, sehingga tercipta suasana romantis dari cahaya reman-remang.

“Itu Felix ...” Kata Nia sambil menarik tangan Nina mendekati Felix yang sedang berdiri di samping meja. Tak lama ketiganya sampai di mana Felix berada.

“Salam kenal pada kalian bertiga. Aku sangat yakin kalau aku sekarang sedang berhadapan dengan Martin.” Ujar Felix sambil berjalan mendekati Martin lalu menyodorkan tangannya pada suami Nia itu.

“Senang berkenalan dengan seseorang yang luar biasa. Aku sangat tersanjung bisa mengenalmu.” Martin pun menyambut tangan Felix. Mereka berjabatan tangan erat.

“Aku ini sama dengan kalian. Aku masih makhluk yang disebut manusia.” Felix merendah.

Semuanya tertawa mendengar celotehan Felix. Kemudian mereka pun duduk di kursi yang telah disediakan. Tak lupa, Nia memperkenalkan Nina kepada Felix sebagai pasangan tidak sah Martin. Makan malam itu terkesan kaku di awalnya. Namun setelah mereka menyelesaikan makanan pembuka mulai terasa tercipta keakraban. Rasa gugup dari keempatnya hilang dengan hidangan appetizer mereka.

“Felix ... Kamu adalah pewaris ayahmu yang super kaya. Kamu punya semuanya jadi sangat mudah untukmu mendapatkan wanita yang kamu mau, termasuk Nia.” Ucap Martin agak menyelidik. Martin sangat ingin tahu penilaian Felix terhadap Nia.

“Nia memiliki kriteria wanita yang aku sukai. Dan harta tidak ada sangkut pautnya dengan rasa suka. Tapi, aku akan menceritakan sebuah rahasia yang Nia pun tidak tahu.” Ucap Felix yang langsung disambar Nia.

“Hah ... Apa itu?” Tanya Nia sedikit melebarkan matanya, menatap Felix penasaran.

“He he he ... Saat di nightclub itu, aku tak sengaja melihat vaginamu. Dan sekarang aku mau bertanya padamu, Nia. Kenapa malam itu kamu tidak menggunakan celana dalam?” Saat Felix selesai mengucapkan itu dan tawa mereka berempat pun pecah.

“Sialan! Aku mau mengatakan kalau saat itu aku sedang melakukan tantangan yang diberikan dari temanku. Aku harus mempertontonkan vaginaku pada orang lain yang dilakukan seolah-olah tanpa sengaja. Eh, malah beneran gak kesengaja ada orang yang melihat vaginaku.” Nia pun terkekeh.

“Itu tantangan gila dari temannya. Aku pun tak mengerti apa maksud dari tantanga itu.” Sambung Martin.

“Oh ya ... Kamu masih tinggal sama orangtua?” Tanya Nina yang tampaknya mengagumi juga ketampanan pemuda di depannya itu.

“Tidak ... Aku tinggal di kondominium tak jauh dari sini, hanya beberapa menit berjalan kaki. Kondominium sederhana yang dibelikan ayahku. Sampai saat ini aku masih suka menghabiskan uang ayahku. Aku ini penganggur, em, tepatnya masih kuliah. Bagaimana kalau sehabis makan malam ini, kalian singgah dulu ke tempat tinggalku?” Tanya Felix sangat antusias.

“Aku sangat ingin ... Bagaimana sayang?” Kini Nia minta pendapat suaminya sambil memeluk lengan Martin manja.

“Iya ... Kita akan ke sana.” Martin pun memberikan persetujuan.

Setelah makan malam selesai, keempatnya hanya membutuhkan sekitar lima menit untuk sampai di kondominium milik Felix. Marin hanya bisa mengagumi saat kondominium itu dijaga oleh beberapa orang polisi bersenjata. Felix pun memasang kode khusus pada lift yang mengantarkan mereka ke tempat yang dituju. Martin, Nia dan Nina semakin terkagum-kagum saat mengetahui Felix ternyata memiliki penthouse juga. Saat keempatnya memasuki penthouse super mewah itu, lampu secara otomatis menyala dan musik klasik mulai dimainkan. Perabotan yang berada dalam penthouse sangat tersentuh oleh teknologi mutakhir. Penthouse tersebut sepenuhnya didekor oleh desain interior kelas dunia. Seluas seluas 333 meter persegi. ‘Rumah’ tersebut penuh dengan perabotan kulit berwarna putih, kursi makan krom, lampu gantung kristal, serta bantal-bantal dengan gambar kuda bersulam benang emas.

"Apakah kalian suka minuman dengan campuran sedikit alkohol? Aku punya cukup komplit di sini, tapi aku harus mencampurnya dulu supaya tidak terlalu keras." Ujar Felix sambil berjalan ke sebuah bar yang letaknya agak di ujung ruangan.

“Kami ikut saja, asalkan jangan yang terlalu memabukkan.” Jawab Nia sambil menghampiri Felix yang mulai meracik minuman. “Apakah sudah kamu siapkan?” Tanya Nia kemudian berbisik sangat pelan pada Felix dengan badan memunggungi Martin dan Nina yang sedang asik melihat-lihat kemegawan tempat tinggal Felix.

“Tenang saja, aku selalu punya cairan perangsang termahal di dunia.” Canda Felix yang juga berbisik pelan sambil menyicikan obat perangsang ke dalam salah satu gelas.

“Aku harap ini akan berhasil.” Bisik Nia lagi.

“Aku harap juga begitu.” Balas bisik Felix.

Akhirnya, keempatnya berjalan-jalan sejenak mengitari kerajaan kecil kepunyaan felix. Setiap mereka memegang gelas yang telah berisi cairan racikan Felix. Sambil menikmati minuman beralkohol itu, mereka terus berkeliling. Akhirnya mereka sampai di sebuah spa yang di dalamnya terdapat jacuzzi atau kolam kecil air hangat. Nia langsung menanggalkan pakaiannya dan melemparkan pakaian itu ke kursi di dekat pintu masuk spa. Martin berikutnya, tetapi berhenti sejenak untuk membantu membuka ritsleting gaun Nina. Felix tidak menunjukkan keengganan untuk telanjang, ia pun membuka pakaiannya hingga telanjang.

Felix dan Nia sudah berada di spa ketika Nina dan Martin masuk ke dalam jacuzzi menenggelamkan ke air yang hangat. Nina terus mengagumi fasilitas yang ada. Payudara montoknya bergetar tatkala menurunkan tubuhnya ke dalam air hangat yang menggelegak. Puting yang tegak di atas areola gelap sulit untuk diabaikan oleh Martin. Badan Martin pun menghangat, ia mulai merasakan libidonya meningkat tajam.

Martin duduk di samping Nina, memperhatikan saat sikap Nia yang sangat genit, berusaha duduk di pangkuan Felix. Mata Felix tertuju pada Martin dengan sedikit khawatir tentang keberadaannya bersama Nia. Martin tersenyum dan mengangguk pada teman baru istrinya walaupun masih ada sedikit rasa cemburu yang menggelayuti hatinya. Namun Martin segera menepis perasaan negatif itu demi kebahagiaan Nia. Dia tidak seharusnya memelihara perasaan negatif itu sebagai pelaksanaan kepada komitmen yang mereka telah sepakati.

Mata Nina menangkap Nia telah berpelukan ke pangkuan Felix. Nia dan Felix sudah mulai saling meraba organ intim masing-masing. Nina pun akhirnya berinisiatif untuk melakukan hal yang sama. Nina pun merangkak naik ke pangkuan Martin dan duduk saling berhadapan. Nina pun menyodorkan payudaranya ke mulut Martin dan membimbing tangan kiri pria itu ke vaginanya. Nina sangat berharap kalau malam itu Martin mau menidurinya. Martin yang sudah terbakar meladeni tindakan Nina dengan menyesap kedua putingnya dan mempermainkan jari-jari tangan di vagina Nina. Tangan dan mulut masing-masing dari empat orang itu mengembara pada tubuh pasangan mereka. Mereka bercumbu dengan pasangan mereka selama lima belas menit sehingga suhu seksual malam itu meningkat dengan sangat cepat.

“Hei ... Bagaimana kalau kita melakukan seks malam ini ...?” Teriak Nia tiba-tiba dengan tangan kanannya masih menggenggam penis besar dan panjang milik Felix.

“Aku setuju ...” Langsung dijawab Nina.

“Begini peraturannya. Kita pindah ke kamar Felix. Kita ngeseks di ranjangnya. Felix dan aku ingin melihat kalian berdua bercinta terlebih dahulu dan kami akan menyaksikan kalian. Setelah kalian selesai, baru kami bercinta dan kalian yang menonton kami.” Ujar Nia.

Martin langsung bergidik ngeri, betapa pernyataan Nia tampaknya meyakinkan dirinya bahwa Nia benar-benar ingin melakukan hubungan seks dengan Felix. Martin sekali lagi berusaha menghilangkan keberatannya, tetapi tetap saja, perasaan Martin tidak bisa dibohongi. Bisakah dia menonton saat istri tercintanya melakukan seks dengan Felix? Bisakah dia menikmati atau harus berpura-pura menyukai apa yang terjadi, sehingga Nia bisa mendapatkan kenikmatan penuh dari hubungan seks itu? Dan yang terakhir, apakah dirinya siap untuk ditinggalkan Nia dan memilih Felix sebagai pasangan hidup yang sesungguhnya. Kekhawatiran Martin tentang Nia yang akan bercinta dengan Felix membanjir otaknya kembali. Martin sangat khawatir Nia akan meninggalkannya dan memilih Felix seumur hidupnya. Pernikahan mereka akan berantakan. Felix akan menjadi pasangan hidup yang jauh lebih baik daripada dirinya; dan seterusnya.

Martin pun bergerak enggan mengikuti tarikan Nina. Walau penisnya sudah sekeras batu namun hatinya belum sepenuhnya mengijinkan untuk bermain cinta dengan Nina. Setelah sampai di kamar, Martin dan Nina memulai permainan cinta mereka dengan gaya 69. Sementara Nia dan Felix duduk di sofa kamar menyaksikan Martin dan Nina di atas kasur. Lidah Martin langsung bekerja, menjilati vagina panas Nina yang baru saja menduduki mukanya. Sementara Nina mulai mengulum dan mengurut penis Martin.

Walau di sepanjang foreplay itu Martin terus memikirkan apa yang akan dilakukan Nia dan Felix, namun efek obat perangsang yang berada dalam tubuhnya cukup mampu menstimulasi libidonya. Kali ini Martin yang berinisatif untuk melakukan persetubuhan dengan gaya doggie. Martin mulai memompakan penisnya keluar masuk vagina Nina dari belakang. Tangan Martin mencengkram kuat pinggul wanitanya dan menggerakan pantatnya konstan. Akhirnya, Martin mulai menikmati bagaimana badan Nina terus mengejang dengan semua sentuhannya, matanya terus mengamati setiap respon erotis pada tubuh wanita itu.

Kulit bokong Nina yang putih menjadi kemerahan akibat tumbukan selangkangan Martin dengan kilat keringat yang menambah keerotisannya. Selang limabelas menit, desahan keduanya semakin keras, sementara mereka tidak dapat menghentika tubuh mereka yang terus bergerak. Akhirnya keduanya mencapai puncak yang mereka daki. Semua rasa nikmat itu membuat persendian mereka melemah, tapi dalam waktu bersamaan ototnya harus terus menegang.

“Sekarang giliran kami.” Ucap Nia sambil berdiri bersamaan dengan Felix. Martin merasakan jantungnya melompat ke tenggorokannya.

Martin dan Nina pun turun dari tempat tidur. Mereka berjalan ke arah sofa sementara Felix dan Nia berjalan ke arah tempat tidur. Namun mata Martin membulat sempurna, saat dirinya berbalik badan, ia melihat Felix dan Nia masih berdiri menghadapkan wajahnya pada Martin. Mata Nia menatap lekat mata suaminya seolah ingin mengatakan kalau dirinya sangat menyayangi dan mencintai Martin. Nia berjalan perlahan menghampiri Martin lalu menarik tubuh suaminya ke dalam pelukannya dan mencekiknya dengan ciuman panas. Sementara Felix duduk di sisi tempat tidur di samping Nina.

“Martin ...” Ucap Felix dan sesaat kemudian ciumannya dengan Nia terlepas. Martin menatap aneh pada pemuda tampan itu. Felix pun melanjutkan ucapannya, “Nia sangat mencintaimu lebih dari apa pun di dunia ini, dan aku tidak ingin menjadi orang yang berada di antara kalian. Ini adalah semua rencana Nia juga Nina yang ingin membuktikan bahwa istrimu akan selalu memegang komitmennya untuk terus mencintaimu. Jujur, aku sangat menyukai Nia, dia sangat menggairahkan dan seksi. Tapi, untuk menjaga hubungan baik kalian sebagai suami istri, aku dan Nia memutuskan untuk tidak saling bertemu lagi. Aku sangat menghargai keputusan Nia. Jadi aku menginginkan kalian tetap dengan gaya hidup bebas kalian, yang tentunya tanpa aku ada di dalamnya.”

Martin tiba-tiba harus menahan isaknya dan membenamkan kepalanya di leher Nia. Air mata mengalir di pipi Martin mendengar perkataan Felix, rasa haru dan sedih menyeruak di dadanya, memenuhinya hingga membuat bening di matanya menetes satu persatu. Sungguh keterlaluan, Martin merasa dirinya tidak menyadari perasaan istrinya, tidak sampai Martin menyadarinya. Nia telah melakukan pengorbanan yang sempurna. Nia memilih untuk menyudahi hubungannya dengan Felix.

Nina mendekat pada Martin dan Nia yang masih berpelukan lalu berkata, “Martin ... Salah satu bukti bagaimana Nia secara tulus menyayangimu adalah dengan membiarkan kamu menyetubuhiku di depan matanya. Itu bukan rencana yang aku buat, Nia sendiri yang memintanya. Bahkan Nia menyuruhku untuk mencintaimu setulus hatiku. Martin, sesungguhnya aku sangat mencintaimu. Aku ingin menjadi bagian dari hidupmu. Sungguh luar biasa, aku kagum pada istrimu yang menyuruhku untuk tetap mencintaimu.” Kata Nina sungguh-sungguh.

“Oh, mengapa aku ini sangat bodoh. Aku termakan oleh egoku. Ini tidak adil, ini harus aku akhiri.” Lirih Martin sambil mengurai pelukannya pada Nia. Kemudian Martin mengulurkan tangan dan memegang tangan Nina. "Aku tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Aku sangat bingung, aku merasakan juga perasaan itu mengalir saat kita bersetubuh beberapa menit yang lalu. Aku sangat mencintai kalian ... Aku pikir, kita perlu bicara bersama.” Lanjut Martin terisak-isak.

Nina tersenyum dan air mata mengalir di pipinya saat dia menoleh pada Martin. "Aku benar-benar mencintaimu dan menyayangi Nia. Aku bersumpah akan melakukan apa pun yang kalian minta."

Nia langsung mengambil lengan Nina dan mencium buku tangannya. "Aku juga menyayangimu, Nina ..."

“Oke ... Semua sudah clear ... Saatnya membereskan tempat tidurku yang kalian rusak. Setelah itu, aku akan mengusir kalian dari rumahku dan jangan pernah kembali lagi ke sini.” Teriak Felix dengan nada bercanda hingga suasana kembali hangat seperti sedia kala.

Semua orang membereskan ‘rumah megah’ milik Felix dan setelahnya mandi membersihkan diri masing-masing. Martin, Nia dan Nina akhirnya berpamitan kepada si empunya ‘rumah’ lalu kembali ke rumah mereka sendiri. Mereka tiba di rumah satu jam kemudian, ketiganya berbaring di tempat tidur yang sama, di mana Martin berada di tengah-tengah kedua wanita cantik itu. Anehnya, ketiganya hampir tidak berbicara. Mereka berlombaan untuk segera tidur dan memasuki alam mimpi mereka masing-masing.​

******​

Martin, Nia dan Nina sedang menikmati sarapan pagi. Wajah ceria dengan semangat membara terlihat di diri mereka hari ini. Ketiganya membicarakan kejadian tadi malam. Berkali-kali Martin meminta maaf kepada Nia karena telah berlaku sangat bodoh, ia merasa sangat bersalah karena sempat meragukan ketulusan hati Nia. Nia pun berkali-kali mengabulkan permintaan maaf Martin sampai Nia sendiri merasa bosan.

“Sudahlah, sayang ... Gak usah diungkit-ungkit lagi, yang lalu biarlah berlalu.” Omel Nia karena kesal.

“Iya, Tin ... Nia sudah memaafkanmu sampai seribu kali. Kamu harus sadar sejak detik ini kalau istrimu itu selalu menjaga perasaanmu. Pengorbanannya harus kamu hargai dan jaga.” Sambung Nina.

“Ya ... Itu juga yang semalam aku pikirkan ... Bahkan aku telah memutuskan agar Felix bisa bergabung dengan kita lagi.” Ucap Martin dengan keyakinan tingkat dewa.

“Aku belum ingin lagi ... Aku sekarang mungkin akan lebih fokus ke kelompok kecil kita saja dulu sebelum bermain di luaran lagi.” Nia merespon keinginan Martin dengan jawaban yang mengejutkan.

“Hei ... Dia punya uang tak berseri loh ...” Goda Nina sambil tersenyum.

"Aku tidak peduli dengan uangnya. Aku tidak membutuhkannya." Kata Nia keras.

“Nia ... Semenjak kejadian tadi malam. Kini aku sudah bertekad dalam diriku dan bersumpah bahwa aku akan mempercayaimu seribu persen. Sejak saat ini aku akan membebaskanmu sebebas-basanya apa yang kamu mau. Kebebasan tanpa batas.” Martin berkata sambil menatap wajah Nia yang terus tersenyum. Martin melanjutkan perkataannya, “Nina, sebenarnya kamu tidak harus mencintai kami, tapi kamu melakukannya. Aku hargai keputusan itu dan secara pribadi aku akan menyatakan kalau kamu telah menjadi bagian dari kami. Dan aku juga melihat kalau Felix telah membuktikan dirinya kalau dia adalah teman sejati, bahkan lebih dari sejati. Orang itu sangat bisa dipercaya. Oleh karena itu, aku berharap padamu, Nia ... Kembalilah pada Felix karena aku yang menginginkannya.” Martin mengakhiri penjelasannya.

“Terima kasih, Martin ... I love you ...” Lirih Nina.

“Kalau memang itu maumu ... Nanti aku akan bicara dengan Felix ... Aku tidak bisa memutuskan sendiri untuk masalah ini.” Jawab Nia.

Perbincangan pun usai, ketiganya segera berangkat ke tempat kerja masing-masing. Nia menggunakan mobilnya sendiri sementara Martin bersama Nina menggunakan mobil Martin. Setelah sampai ke tempat kerja masing-masing langsung saja ketiga orang itu melakukan tugas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Sepertinya mereka harus memiliki tenaga ekstra untuk memulai hari. Jika sebelumnya hanya dipusingkan oleh pekerjaan rutin namun hari ini dipusingkan juga oleh pekerjaan tambahan yang diberikan atasan.​

******​

Nindi sangat terkejut saat masuk ke rumah Martin dan Nia yang seperti biasa tanpa mengetuk. Nindi melihat Nia dan Nina duduk di kursi meja makan sambil membicarakan sesuatu, sementara Martin sedang memasak sarapan hanya dengan mengenakan boxer-nya saja. Awalnya kedatangan Nindi tidak diketahui penghuni rumah sebelum akhirnya suara Nindilah yang mengagetkan orang-orang yang sedang berada di dapur.

“Luar biasa ... Sekarang suami yang melakukan pekerjaan istri, sedangkan istri yang menunggu dilayani suami. Aku suka itu.” Kata Nindi lantang sambil berdiri di ambang pintu masuk dapur.

"Hai, Nindi ..." Sapa Martin sambil mengangkat spatula dan melanjutkan masaknya.

Nindi menghampiri Martin dan memeluk tubuh Martin dari belakang. Nindi menggesekan payudaranya pada punggung Martin selama beberapa menit. Namun Nindi sangat heran ketika tangannya menyentuh selangkangan Martin, Nindi tidak merasakan penis pria itu mengeras.

"Apa yang salah denganku ya ... Apa aku sudah menarik lagi? Penismu kok lembek? Aku sudah tidak merangsang lagi untukmu?” Pertanyaan nyerocos keluar dari mulut Nindi yang kecewa. Martin pun hanya tertawa lalu mengecup bibir Nindi sekilas.

Terdengar Nia tertawa, "Kami habis memakainya barusan. Tapi aku pastikan dia akan pulih malam ini.” Jelas Nia pada Nindi.

“Hhhhmm ... Pantes saja ... Dan ini siapa?” Tanya Nindi kemudian sambil menatapkan wajahnya ke arah Nina.

“Oh ya ... Kenalin ... Namanya Nina ... Nina, dia ini kepala suku kelompok kita, namanya Nindi.” Nia memperkenalkan keduanya.

“Wow ... Salam kenal.” Ujar Nindi sambil nenangkupkan kedua telapak tangannya yang ia simpan di depan dada.

“Salam kenal juga.” Balas Nina dengan menyamakan sikapnya di hadapan Nindi.

“Dia di sini menginap untuk beberapa hari sampai pekerjaannya dengan Martin selesai. Mereka sedang mengerjakan proyek bersama.” Lanjut Nia.

“Kalian treesome?” Tanya Nindi tanpa ragu-ragu karena Nindi dapat menciumnya.

“Ya, baru saja selesai ...” Jawab Nia tanpa sungkan.

“Luar biasa ... Kalian benar-benar mengalami kemajuan yang sangat pesat.” Ucap Nindi sambil bertepuk tangan. “Apa kalian berniat untuk mengajak Nina bergabung dengan kelompok kita?” Tanya Nindi kemudian.

“Aku belum bicara dengannya tentang masalah itu ... Sebaiknya kamu yang jelasin.” Jawab Nia.

Akhirnya Nindi menjelaskan pada Nina kalau di lingkungan ini ada pasangan yang melakukan swinger dan mempunyai jadwal rutin, setiap sabtu malam, melakukan pertemuan kecil-kecilan. Awalnya Nina lumayan terkejut namun akhirnya Nina merasa tertarik untuk bergabung dengan kelompok ini. Nindi pun menyambut kehadiran Nina dengan sangat terbuka dan langsung mengajak Nina untuk bergabung dalam pesta nanti malam.

Nindi bergerak mengitari meja dan memeluk Nina. "Kamu pasti akan cocok. Semua orang akan mencintaimu, dan jangan khawatir tentang penerimaan anggota yang lain. Aku rasa mereka juga akan menerimamu dengan sangat baik. Sayangnya, kamu single, tapi tak apalah nanti pelan-pelan kita juga akan mempunyai anggota laki-laki yang single.” Ungkap Nindi.

“Maafkan ...” Lirih Nina.

“Gak masalah ... Santa saja ... Oh ya, nanti malam acara kita adalah ‘menjadi sangat sensual’. Aku yakin kalian pasti maksudku. Jadi persiapkan diri kalian sebaik mungkin. Martin sudah pernah bercinta denganku, sementara kamu belum satu pun dari anggota laki-laki kita yang bercinta denganmu. Aku saranin, kamu pilih salah satu dari mereka yang merasa kamu siap dengannya.” Jelas Nindi blak-blakan.

“Wow ... Sangat menarik ...” Martin berteriak senang.

“Hei ... Kamu malam ini bersamaku, Martin ...” Ucap Nindi keras.

“No problem ...” Respon Martin singkat.

“Bagus ... Kita ngewe sampai spermamu habis.” Canda Nindi. “Oh ya, apakah kamu sudah memutuskan?” Tanya Nindi kemudian.

“Sudah mulai ke tingkat selanjutnya ya ... Em, tapi aku rasa aku siap sekarang dengan salah satu dari mereka. Bahkan aku siap dengan siapa saja.” Papar Nia penuh keyakinan.

“Wow ... Wow ... Amazing ... Itu yang aku suka darimu. Baiklah kalau begitu. Nanti biar undian saja yang menetukan. Masalahnya semua laki-laki sangat menginginkan vaginamu. Mungkin dengan mengundi akan lebih fair. Tapi aku harap partnermu malam ini dengan jangan Ricky lagi.” Ungkap Nindi.

“Ya, aku harap juga begitu ... Aku ingin yang lain ...” Jawab Nia yang membuat mata Nindi terbelalak. Nindi tidak menyangka kalau Nia telah benar-benar siap.

“Martin ... Kau apakan istrimu ...?” Teriak Nindi.

“Ada aja ... He he he ...” Sahut Martin sambil cekikikan.

Nindi kembali menatap Martin. "Martin, malam nanti persiapkan dirimu sebaik-baiknya. Jangan buat aku kecewa, buat aku orgasme sepanjang malam. Karena malam ini kita akan bercinta sampai pagi.”

“Apakah aku harus minum dulu obat kuat?” Canda Martin tanpa membalikan badan. Martin masih terus menyelesaikan masakannya.

“Kalau itu diperlukan ... Boleh juga ... Tapi harus ingat dosis ... Aku tak ingin kamu mati jantungan.” Ucap Nindi balas candaan Martin.

Nindi pun akhirnya berpamitan dan berjalan cepat ke rumahnya sendiri. Nindi merasa bergairah sekali hari ini. Dirinya sangat ingin segera malam dan memulai pesta rutin sabtu malamnya. Nia dan Nina mencandai Martin yang baru saja diancam Nindi. Namun Martin hanya tersenyum, sebenarnya dirinya juga sangat ingin bercinta dengan wanita yang mengancamnya itu.​

-----ooo-----
Bersambung

Thank for reading, sorry for typo

Note:
Nia Vs Martin
Nindi Vs Fadil
Devi Vs Ricky
Anggi Vs Hendrik
Nina​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd