Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Tamu Yang Tak Diundang

Apakah imajinasi terliar yang pengen kalian baca di karya Tolrat?

  • Adik Cowo vs Kakak Cewe

    Votes: 198 15,0%
  • Adik Cewe vs Kakak Cowo

    Votes: 59 4,5%
  • Anak Cowo vs Ibu

    Votes: 338 25,6%
  • Anak Cewe vs Ayah

    Votes: 195 14,8%
  • Suami Istri vs Anak Cewe

    Votes: 90 6,8%
  • Suami Istri vs Anak Cowo

    Votes: 55 4,2%
  • Suami diselingkuhi Istri

    Votes: 288 21,8%
  • Suami vs rekan kerja/teman/relasi

    Votes: 98 7,4%

  • Total voters
    1.321
  • This poll will close: .
Ikut nungguin kabar berita hubungan ayah dan anak.

Tq, Sehat selalu om ts..
 
Tamu Tak Diundang | Part 02
Dilema Hati


HAAAP
“Nyaem. Nyaem. Nyaem. Enak banget Yah. Masih sama rasanya seperti dulu pas aku masih kecil…” Kecap mulut Febby, melahap gulungan mie satu garpu penuh dalam satu suapan. Mengunyah cepat, seperti orang yang begitu kelaparan.

“Yaiyalah. Itu mie instan. Buatan pabrik. Sampai tahun berapa pun, rasanya akan selalu sama. Konsisten tanpa berubah sama sekali.” Ucapku dalam hati. Menatap rindu kearah anak gadisku yang sudah baranjak dewasa.

Aku hanya tersenyum. Sedikit menepis pikiran jorokku yang mulai meracuni. Menatap, sekaligus mengagumi putri molekku yang dalam balutan shirt kebesaran. Cantik. Walau sekilas, Febby mirip seperti gadis nakal yang ada dicover-cover majalah dewasa.

Aku tak punya stok pakaian perempuan. Ya tentu saja, karena baju dilemariku semua baju laki-laki. Aku juga tak punya persediaan pakaian dalam wanita. Yang bisa kuberikan, hanyalah kaos tipis untuk menutup payudara putriku. Dan celana dalam tersempitku, guna melindungi vaginanya. Tanpa legging, tanpa kolor.

Pundaknya yang mungil berkilauan dibawah sinar lampu ruang makan. Terekspos bebas karena kerah bajuku yang sudah cukup melar. Satu kakinya terangkat, dengan tumit di alas kursi makan, memperlihatkan lutut putih dan paha mulus dengan urat-urat tipis berwarna hijau samar.

Dimataku, Febby, benar-benar terlihat begitu dewasa dan matang.

“Sebenernya, apa sih yang kamu lakuin disini..? Tanyaku sambil menyeruput kuah mie instan yang masih mengebulkan asap panas.
“Ya begitulah..” Ucap putriku singkat, sambil mengangkat pundaknya.
“Begitulah gimana?”

"Hmmm…. Ya gitu Yah. Udah keliatan jelas kan. Aku kabur ..” Jelasnya lagi. Terus mengunyah mie goreng yang sebentar lagi habis. “Aku ngga tahan lagi Yah. Tinggal bareng Mama. Udah nggak seseru dulu lagi.
“Keliatan darimana? Ayah aja ga pernah tau kabarmu. Ga pernah dapet informasi sedikitpun tentangmu. Bahkan, sekedar photo terbarumu pun, Ayah ta punya..” Mulutku komat-kamit, menceritakan tentang putusnya hubungan ayah dan anak, pada putriku, “Kamu aja yang ga pernah mau tahu tentang Ayah..”

“Bukan Febby ga pernah mau tahu, Ayah. Mama aja, yang tak pernah memberiku nomor telephon Ayah. Setiap kali aku minta, Mama selalu jawab ‘Nanti aja. Ntar aja. Besok aja’. Kalo aku nanya tentang Ayah, Mama jadi seorang pembohong. Yang suka mengumbar janji-janji busuknya. Jadi? Gimana coba caranya, aku bisa ngehubungin Ayah..”.

Benar sekali penjelasan Febby. Selama ini , akupun tak pernah menanyakan kabar sama sekali ke Yula, ataupun putriku. Bagiku, selama Yula tak memberikan kabar apapun, itu artinya, semua, dan dirinya baik-baik saja.

Hanya saja, mungkin aku lupa, jika jauh disana, masih ada seseorang yang butuh berkomunikasi denganku. Seseorang bernama Febby. Darah dagingku. Yang seharusnya masih mendapat sedikit perhatian olehku. Yah walau hanya dari sekedar sapa.

“Aku kangen Yah. Kangen banget ama Ayah…” Ucap Febby sambil melahap kuning telur bercampur sambal. Satu suapan terakhir dengan porsi satu sendok penuh. “Bahkan disaat-saat ter-happy ku bersama Mama dan pria selingkuhannya, aku selalu ingat dan membayangkan Ayah..”

“Ah. Bisa-bisanya kamu aja itu…” Ucapku sedikit gede rasa.
“Beneran Yah.”
“Iye. Ayah percaya…” Cibirku.
“Huuu… Yaudah kalo Ayah ga percaya. Yang jelas bagiku, Mama dan Alex, adalah sebuah penderitaan buatku…”
“Tapi kalo memang mereka adalah penderitaan, kenapa kamu ga bilang Mama?”
“Hhhhh… Ayah. Percaya deh.” Dengus Febby menghela nafas pendek. “Orang yang sedang jatuh cinta, susah banget dikasih tahunya Yah…”
“Iya sih”
“Mama, mana percaya kalo pasangannya itu bajingan? Super-duper bajingan”

“Bajingan? Kok bisa?” Tanyaku menyelidik. Kuhirup teh manis yang sebentar lagi habis, dan kembali fokus ke cerita putriku, ”Emangnya, kamu diapain aja ama Alex?” Sambungku penasaran.

“Ntar dulu ya Yah. Aku agak capek kalo harus ceritain betapa bajingannya lelaki itu sekarang. Sluurrrppp... Aaahhh…” Hela Febby menenggak habis minuman yang sama denganku. Bersandar di punggung kursi makan sambil mengusap perutnya yang penuh. Kekenyangan.

Dari nada bicara dan raut wajahnya, aku bisa tahu jika ada sesuatu yang disembunyikan antara mereka bertiga. Hanya saja, mungkin sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk mengajaknya bicara.

Kutatap wajah Febby dalam-dalam, melihat sebuah kesedihan di raut wajahnya. Biarpun Febby selalu berusaha memperlihatkan wajah ceria disetiap ceritanya, tetap saja aku bisa melihatnya.

Aku bukan ahli psikolog, tapi aku bisa tahu jika ada beban berat yang menggelayuti pikiran putriku. Dari melihat spot hitam samar yang ada di sekeliling mata bulatnya, aku juga tahu jika gadis molekku ini kurang istirahat. Entah karena terlalu banyak tugas sekolah, atau memang kurang tidur.

Otot rahangnya juga sering menonjol setiap kali ia menceritakan banyak hal mengenai Yula dan Alex. Membuatku semakin yakin, jika memang hal buruk yang berusaha ia tutup rapat-rapat di pikirannya.

“Oohh. Okelah kalo begitu..” Jawabku singkat. Aku beranjak dari kursi, mengambil sisa-sisa peralatan makan yang ada diatas meja, dan meletakkannya ke tempat cuci piring. Meskipun keseharianku hidup dalam kondisi apartemen yang serba berantakan, tapi paling tidak, aku harus terlihat cukup rapi di mata putriku.

Tak lama-lah. Mungkin sehari atau dua hari. Selama Febby ada disini.

“Makasih makan malamnya ya, Yah. Meskipun cuman mie instan lauk telur, ini adalah makan malam terenak yang pernah aku makan. Lebih tepatnya, selama 3 tahun belakangan ini…”
“PREETT…”
“Suwer Yah. Ini enak…” Puji Febby, ”Beneran. Mirip makanan di hotel bintang lima..”
“Huuuu. Kaya pernah aja nginep disana.”
“Tahu dong”
“Aaaahhhh…. Palingan, kamu tahunya juga dari cerita temen-temenmu”
“Hhhhhhh…. Kalo aku ceritain juga Ayah ga bakal percaya, apa yang udah aku lalui setelah Ayah pisah dengan Mama.”

Merasa canggung. Aku langsung menutup mulutku. Tak melanjutkan percakapan yang sepertinya membuka luka dihati putriku.

Beberapa menit kemudian, cucian peralatan makan mulai terlihat bersih. Aku juga sedikit mengelap sisi wastafel yang belepotan karena cipratan air. Membuang sisa makanan ke tempat sampah dapur, lalu memutuskan untuk mandi sebentar. Sekedar menyegarkan diri dengan guyuran air hangat.

Sementara itu, Febby yang bingung harus ngapain di apartemenku, akhirnya berinisiatif untuk membantuku. Ia menyalakan music di perangkat TV-ku, mengambil sapu, dan membersihkan lantai yang penuh dengan gumpalan-gumpalan tissu.

Aku tahu, putriku sadar mengenai tissu itu. Tapi, apa yang mau dikata, aku memang tak memperkirakan jika akan kedatangan seorang tamu. Apalagi kedatangan putri kandungku. Jadi ya sudah. Apa yang ada di dalam apartemen ini, adalah perwujudan asli dari diriku selama ini.

Alias, AYAH yang MESUM.

Dengan perasaan jengah, Febby memaksakan diri untuk memunguti tissu-tissu itu dengan ujung jarinya lalu memasukkan ke kantung sampah. Meletakkan botol-botol pelumas kemaluan dan baby oil, ke rak samping TV. Memukul sofa hingga debu-debunya ngebul beterbangan lalu menyedot debunya.

“Gausah repot-repot Sayang. Nanti juga bakal berantakan lagi.” Ucapku keluar kamar mandi dengan handuk yang terlilit di pinggang. Masuk ke kamar dan mengenakan baju tidurku.

“Aku ga betah, Yah. Liat apartemen yang seperti kapal pecah gini.” Ucap Febby yang mengikutiku dari belakang. Celingukan melihat sekeliling kamarku dengan tampang yang datar, “Aku terbiasa hidup bersih. Ga kaya Ayah, yang cuek banget kaya gini…”
“Oh. Baiklah kalo begitu. Sok aja kalo mau beberes. Hanya aja. Jangan kaget ya, kalo kamu bakal nemuin hal-hal aneh disini” Sahutku memperingatkan

“Hihihi. Aman Yah. Aku paham kok. Kalo bujangan seperti Ayah. Pasti banyak menyimpan sesuatu. Karena….“ Febby tiba-tiba tak bersuara. Wajahnya fokus ke tempat sampah yang ada ditangannya. Alis matanya bertaut. Dan matanya membuka lebar. “IIIHHHSSSS. AYAH. JOROK BANGET SIIIIHHH…” Teriak Febby ketika melihat sesuatu di sudut lemari kamarku.

Mukaku mendadak memanas. Pipiku memerah dan jantungku berdetak cepat. Di tangan putriku, ada sebuah gelas plastik yang berisikan cairan kental kekuningan yang mengeluarkan aroma tak sedap.

“Ini apaan Yah…?!” Jerit Febby sambil mengacungkan gelas plastik itu tinggi-tinggi.
“Ehh. Udah-udah. Buang aja calon-calon tuyul itu.” Panikku yang langsung sadar, jika itu adalah tampungan sperma ketika aku masturbasi beberapa waktu lalu.

“Hah? Calon Tuyul? Ayah, jangan bilang kalo cairan digelas ini adalah, pejuhmu…?” Dengan gerakan spontan, Febby melempar gelas itu kedalam tempat sampah, “Iyuuuuhhhh…”

Namun, ketika gelas itu dilempar masuk ke tempat sampah, dasar gelasnya langsung membentur lantai. Akibatnya, cairan kekuningan itu langsung memantul naik, dan terbang kearah wajah cantik putriku.

CPREEET
“IIHHHSSSSS AYAAAHH….” Jerit Febby panik, karena cairan kuning itu menodai wajahnya.

Aku yang ikutan panik, pun langung mengambil tissu, dan menyeka wajahnya. Namun karena cairan itu begitu banyak, alih-alih bersih, wajah Febby jadi semakin tak karu-karuan. Karena terbalur oleh cairan spermaku.

“Ayaaahhh.. Gimana sih…? Kok muka aku malah jadi belepetan pejuh gini?”
“Eh…Ehhh.. Maap Sayang.. Duh… Maap… Buruan cuci mukamu gih. Biar Ayah yang ngebuang itu semua.” Sambungku sambil membereskan ceceran spermaku dan membuangnya ketempat sampah

“Sumpah. Dari semua ayah yang pernah aku kenal, Ayah adalah Ayah yang paling jorok.” Ucap Febby sengit sambil menyeka wajahnya. ”Jorok. Bener-bener jorok.”


***

”Ayah…” Panggil Febby setelah selesai cuci muka dikamar mandi. Ia mendekat sambil membawa dua cangkir kopi. Lalu meletakkannya di meja, samping kursi malasku.
“Gimana? Udah bersih cuci mukanya? Hihihi…” Godaku melihat raut wajah Febby udah kembali tenang.
“Auk Ah…Ayah kebangetan!” Jawabnya ketus, “Tega amat sih, meperin pejuhnya yang udah kadaluarsa ke muka aku.”
“Emang kalo masih seger, Ayah boleh ya meperin ke muka kamu…?” Godaku sambil mentowel hidung mancung putriku.

“Ihhhsss Ayah ga jelas.” Sungut Febby yang kemudian mengambil kursi malas disebelahku. Dan menggesernya mendekat. Setelah itu, ia hempaskan tubuhnya disitu.
“Hehehe. Kalo ga jelas. Berarti burem dong?”

Mendengar ucapanku barusan, Febby langsung melirik tajam kearahku. Uh, setelah sekian lama, akhirnya aku bisa melihat mata pembunuh itu. Mata yang benar-benar mirip Yula. Ketika ia sebel denganku.

Dengan tatapan lurus kedepan, Febby meraih cangkir kopinya. Ditiupnya perlahan, guna mengurangi panas kopinya. Tak lama, gadis molek itu kembali menaikkan kakinya. Bertumpu pada tumit bulatnya, seperti sedang berada di warung kopi kaki lima.

“Enak ya Yah, tinggal disini.“ Ucapnya lirih,”Bisa ngeliat hujan, gedung-gedung tinggi, dan kilatan petir dengan jelas..”
"Hmmm. Ya gitulah. Ada enak nggak enaknya.." Jawabku sambil ikut meraih sajian Febby barusan. Menyeruput cairan hitam pekat itu sambil menatap hujan yang masih begitu deras dari balik pintu kaca.

“Pasti mahal ya Yah?”
“Apanya?
“Ini. Sewa Apartementnya. Lift besar. Terasnya dapet depan dan belakang. Lalu kolam renangnya, ada air panasnya.”
“Yahh. Kamu tahu sendirilah” Ucapku sedikit merendah, tak memberitahukan status kepemilikan apartemen ini bukanlah sewa. Melainkan sudah aku miliki sepenuhnya.

“Iya ya. Apartemen mahal memang beda. Mo ngapain aja, bebas banget..” Sahut Febby melanjutkan, “Saking bebasnya. Bisa nerima tamu sambil telanjang gitu.”

“UHUK..”
Aku tersedak. Sampai-sampai cairan kopi keluar, semburat dari lubang hidungku. Uh panas sekali rasanya.

“Hihihi. Maap Yah.. Maap…” Sindir Febby
“Hmmmm…” Jawabku sekenanya.

"Hihihi… Jangan marah gitu dong Yah. Aku khan becanda. Sekedar pengen ngebalikin keakraban kita yang dulu sempat hilang..”
“Iya cantik. Ayah ga marah. Cuman Ayah ga habis pikir aja, kenapa tiba-tiba, dikehidupan Ayah yang sudah dirasa tenang-damai-tentram ini, ada kamu yang muncul disini.”
“Laaaaaaah? Emang kenapa Yah? Ayah gasuka aku ada disini?
“Bukan ga suka. Tapi Ayah kaget aja…”
“Okelah. Kalo ayah gasuka. Aku pergi lagi aja deh. Biarin Ayah menua sendiri disini.”
“Yaudah kalo mau pergi lagi. Ayah ga ngelarang kok” Ucapku sambil bangkit dan berjalan kearah depan apartemen. Membuka pintunya dan mempersilakan putriku pergi.

CTAAARRRR GLEEDAAARRRR
Suara petir plus kilat tiba-tiba terdengar bersahut-sahutan. Mengagetkan Febby dengan wajah manyun-nya..

“Ihhsss. Ayah mah bener-bener deh. Gabisa diajak becanda nih. Tega. Masa ngebiarin putrinya yang sedang bingung ini pergi lagi…” Rajuk Febby dengan wajah merengut.

“Laaaah. Tadi bilangnya mau pergi.”
“Yaaaaa, aku tuh pura-pura Yaaah.” Sewot Febby sambil mendekap kedua tangannya. Tanda jika ia sebel karena godaanku barusan.

Kututup pintu apartemenku, lalu kembali ke kursi malasku. Kucubit pipi putriku, lalu menariknya kesamping.

“Aaaayyaaahhh. Sakiiiittttt…”
“Hahahaha…” Tawaku riang.

Oh, sudah lama sekali aku tak merasakan rasa geli hati seperti ini. Baru melihat putriku ngambek aja, perasaanku sudah begitu senang. Seolah, mengembalikan sedikit keceriaan rumah tanggaku yang beberapa tahun belakang sempet hilang.

“Ngggg.. Yah… Aku boleh nanya ga?”
“Hmmm. Kenapa lagi…?”
“Nggg. Kontol….” Jeda Febby sejenak. Sedikit berpikir, “Kontol Ayah yang sekarang, kok keliatannya lebih besar ya? Dan lebih panjang? Beda banget dari yang terakhir aku liat…”

DEG
“Kontol?” Tanyaku dalam hati. Yang langsung melirik tajam kearah putriku yang dengan santai, menyebut kata ‘kelamin lelaki’ tanpa rasa malu sedikitpun.

“Kenapa Yah?” Heran Febby mendapatkan perhatian khususku.

“Kamu bilang apa barusan?”
“Bilang apa Yah?”
“Itu. Istilah alat kelamin laki-laki. Kamu tahu kata-kata itu darimana?”
“Ohhh. Maksud Ayah, Kontol?”
Aku membuka telapak tanganku, meminta sedikit penjelasan dari putri kandungku.

“ Ihhhssss. Please deh Ayah…” Lagi-lagi, aku melihat mata bulat Febby berputar keatas 360 derajat, “Ayah mah katrok. Hari gini, udah biasa kali Yah, nyebut kata-kata itu sekarang. Kontol, peler, memek, ngewe, ngentot. Udah jamak disebutin ama anak-anak jaman sekarang…”

"Ya Tuhan." Aku meletakkan kedua tanganku diwajah. Mengusap wajahku dalam-dalam, sambil berpikir keras. Apakah aku udah ketinggalan jaman ya?

Febby tertawa meilhat reaksiku, “Hihihihihi. Ayolah Yah, Ayah sebenernya tahu khan tentang kata-kata aku barusan. Toh, Ayah juga sering ngedengerin di film-film yang Ayah tonton.”

“Tapi kan itu cuman film..” Belaku.
“Yup. Aku tahu. Dan film juga kebanyakan ter-inspirasi dari kejadian nyata yang ada didunia kita. Jadi menurutku, itu hal yang wajar sih. Mama aja juga sering kaya gitu kok Yah..”

“Sering gimana?”
“Ya gitu. Tahu sendiri khan Mama.”
“Engga. Semenjak kami pisah, Ayah sama sekali ga tahu lagi tentang Mamamu.” Jelasku sedikit menceritakan,”Emang dia kenapa?”

“Hhhhh…. Mama.” Jeda Febby sambil menarik nafas panjang, “Mama tuh sering banget Yah, ngucapin kata-kata jorok itu kalo sedang bareng Alex. Apalagi ketka ia ngentot bareng laki-laki sialan itu” Jelas Febby berapi-api. Begitu detail sambil menirukan mimik wajah Yula ketika bersama Alex, ”Asal Ayah tahu, Mama sekarang tuh suka banget ama permainan seks yang kasar. ‘Entot aku Sayang. Sodok memekku. Oh Alex. Oh,iya. Alex, besar sekali pelermu Sayang. Oh, terus. Sodok memekku dengan kontol besa……………’ ”

Melihatku kebengonganku karena cerita serunya barusan, Febby langsung diam. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangan. Febby seolah lupa, jika Yula, mamanya, adalah seorang yang begitu aku cinta. Yang hingga detik ini, masih berstatus sebagai istri resmiku.

Dan menceritakan mengenai persetubuhannya dengan lelaki selingkuhannya adalah sebuah pukulan telak bagiku, “Maaf Yah…”

Membayangkan cerita Febby mengenai adegan istriku yang sedang dientot selingkuhannya, seperti ditabrak oleh truk tronton. Dan digilas, tepat di area selangkanganku.

“Maap ya Yah.” Ulang Febby sambil menggenggam tanganku, “Beneran deh. Aku ga bermaksud seperti itu..” Sesalnya.

“Halah. Gapapa Sayang…” Ucapku berusaha tegar, walau hati ini begitu pedih. Aku memaksakan untuk dapat tersenyum. Meskipun aku tahu, Febby mengerti kegetiran hatiku.

“Eh iya Yah. Nenek tua tadi siapa sih? Kok sepertinya ‘akrab’ banget…?” Ucap Febby mengalihkan pembicaraannya.
“Hahahaha…” Tawaku meledak ketika mendengar kata ‘akrab’ barusan. Sial. Ternyata putriku mahir sekali membolak-balik perasaan. “Tau tuh. Nenek judes SINTING!”

“Abisan. Kalo aku lihat, walaupun dia judes, tuh nenek perhatian banget ama Ayah loh…” Ucap Febby yang kembali menyetel wajah cerianya, “Buktinya, tuh nenek tahu mengenai hobby tabu Ayah. Sampe Ayah bukain pintu sambil telanjang gitu. Hihihihi…”

“Udah ah. Ayah malu…”
“Ihhhssss. Malu kaya apa aja Yah”Goda Febby, “Ama aku malu, tapi ama nenek-nenek nggak malu? Gitu ya? Itu malu apa doyan sih Yah? Hihihi…” Tawanya renyah disertai senyumnya yang begitu ceria.

Oh. Cantik sekali putri kandungku ini. Wajahnya yang manis. Hidungnya yang mancung. Matanya yang bulat. Serta deretan giginya yang begitu bersih, mengingatkanku pada istriku. Wanita yang belasan tahun menemani hidupku.

Ah. KAMPREEET. Menatap lama-lama wajah putriku, membuatku langsung membayangkan artis film bokep dikoleksiku. Terlebih, kilasan cerita mesumnya barusan mengenai Yula, membuat pikiran mesumku langsung terbang kemana-mana.

“Anjay. Yula jadi suka permainan kasar? Hmmm. Seperti apa ya gaya bercintanya sekarang? Doggy? Spanking? Atau mungkin Anal?” Pikirku membayangkan cerita persetubuhan istriku dengan Alex.

Buru-buru aku menumpangkan pahaku. Sekedar berusaha menutup batang yang mulai tumbuh membesar diselangkanganku

“Ayah cuman pengen memberi nenek itu pelajaran” Candaku.
“Ya, iya, iya. Pelajaran anatomi?”
“Bukan. Ayah pengen ngasih pemandangan selangkangan Ayah. Yah.. Kali aja itu bisa memberi nenek renta itu, sedikit serangan jantung..”

“Waaaaa.. Hahahahaha.” Tawa Febby tergelegak sambil memegangi perutnya yang ramping. Tubuhnya terhentak naik turun, seiring payudara tanpa bra-nya yang ikut memantul dengan kencang.

“Astaga. Itu tetek. Besar juga.” kagetku ketika melihat putting Febby tercetak jelas di kaos tipisku. Membuat desir birahiku makin berkumpul dibawah pusar.

“Ayah masih lucu. Sumpah. Aku udah lama banget ga denger cerita-cerita seru Ayah.” Riang Febby menyeka air mata tawanya. “Jadi tuh nenek bener-bener nyebelin Ayah ya?”
“Banget. Bahkan setiap kali Ayah papasan di tempat umum, atau lewat depan apartemennya, tuh nenek selalu sewot"

“Sewot gimana?”
“Ya macem-macem. Kaya sering melempar sendal, sepatu, sendok,gelas, atau apapun yang ada ditangannya. Seolah Ayah ini seta,n yang bakal ngajak dia berbuat dosa, kalo ga buru-buru diusir.”
“Iya sih. Kalo dilihat-lihat, Ayah emang seperti setan” Senyum Febby lebar, “Setan ekor buntung. Yang suka pamerin kontol besarnya ke nenek-nenek. Hahahaha.”

“Abisan. Ayah sebel banget…”
“Hmmm. Iya sih. “ Febby manggut-manggut, “Kalo aku jadi Ayah, aku mungkin bakal ngelakuin hal serupa. Kupamerin kontolku, trus kukocok cepet-cepet. Dan setelah orgasmeku mengumpul, kubuang pejuhku ke mukanya. Hahahaha…”

“Hmmm. Efek tinggal bareng Yula dan Alex nih kayanya. Rusak!!” Celetukku menyindir kalimat vulgar putriku.
“Hahaha. Iya ya Yah. Sepertinya begitu…”

Baru juga beberapa menit Febby hadir di hidupku, aku merasa suasana apartemen ini mendadak hanget. Penuh tawa dan canda.

Aku beranjak dari tempat dudukku. Berjalan kearah lemari pendingin. Kuambil sepotong donat coklat dan kuletakkannya di piring kecil. Tak lupa, aku nyalakan korek gas dan membawanya kembali ke teras.

“Selamat. Ulang tahun. Ayah ucapkan. Selamat panjang Umur, Febby Aristania-ku…” Ucapku sambil sedikit menyanyikan lagu ulangtahun.

“ASTAGA… AYAH….” Kaget putriku ketika aku membawakan kue. Berteriak girang
sambil meloncat kearahku. Memeluk erat tubuhku, hingga payudara tanpa bra-nya terhimpit penyet menekan dadaku.

“Oh. Empuknya…” Ucapku dalam hati dengan fokus yang sedikit teralihkan. Melirik kebawah. Kebelahan daging putih bulat yang rasanya begitu kenyal.

“Kok Ayah masih ingat sih…?” Serunya dengan mata berbinar-binar.
“Ya tahulah. Mana ada orangtuan yang lupa akan hari uangtahun bidadarinya…?”
“Ada. Mama lupa ulang tahunku.” Ketusnya spontan dengan mata yang berkaca-kaca.
“Eh.. Bentar, jangan peluk Ayah kenceng-kenceng gini. Ayah gabisa nafas…” Seruku mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Biarin. Bodo Amat.” Seru Febby yang makin mempererat pelukan tangannya. Membuat payudara bulatnya makin terhimpit sesak diantara kami.

“Uuuhhhh. Sayang. Bentar ah. Bentar. Nanti kuenya tumpah… “ Erangku berusaha melepas pelukan Putriku, “Nanti lagi ya peluk-pelukannya. Ayo. Sekarang. Tiup kue ulang tahunnya. Dan ucapin doa terbaikmu…”

“FUUUUHHHHH…” Tiup Febby cepat-cepat, menghembuskan nafasnya kearah korek yang menyala ditanganku. Meniup kencang api ulang tahunnya hingga padam.

Seketika, semerbak aroma asap bercampur pasta gigi menthol, menyelubungi wajahku. Membuatku terlena akan kesegaran mulut putriku. Spontan, aku menghirup udara segar itu dan menyimpannya didalam paru-paruku. Merekam adegan tiup lilin yang seharusnya sepele itu, kedalam imajinasi mesumku.

Oh. Cantik sekali putriku ini.

Ingin rasanya aku mengecap bibir tipisnya.
Menghisap liur beningnya.
Membelit lidah merah mudanya. Hingga ia mendesah kenikmatan

Mencium leher jenjangnya, lalu mengendus aroma keringatnya hingga ia menggelinjang.
Mengecup sekujur kulit dadanya yang begitu putih tanpa cela. Dan menjilat setiap jengkal payudaranya yang yang bergerak naik turun, seiring desah birahi.

“Besar sekali tetekmu Sayang” Bisikku anganku yang tanpa basa-basi, langsung melahapnya bulat-bulat. Mengecup buas sambil memberinya beberapa tanda cupang, disekitaran putting cerahnya.

Darah birahiku pun sigap. Memompa seluruh kekuatan syahwatku untuk berkumpul ditengah selangkanganku. Membuat penisku seketika bangun didalam celana kolorku.

“Hiks.. Hik… Makasih ya Yah. Makasih bangeeetttt..” Tiba-tiba tangis Febby pecah.

Imajinasiku liarku kembali ke realita. Melihat gadis molekku mulai sesenggukan, aku langsung tersadar. Menepis semua pikiran jorokku jauh-jauh dan tergantikan oleh rasa iba yang begitu dalam.

“Met ulang tahun ke 18 tahun ya Sayang..” Ucapku buru-buru mengambil kendali tubuhku sembari menekan batang penisku yang mulai menggeliat. “Selamat hari lahir. Putri semata wayangku. Buah Cintaku. Bidadari mungilku…” Sambungku sambil mengecup keningnya dalam-dalam. “Semoga. Semua doamu dapat cepet dikabulkan oleh Sang Maha Pencipta.”

“Huuu~uuuu.. Aamiinnn…Huu~uuuu…” Tangisnya makin pilu disertai suara ingus yang mulai mengisi rongga hidungnya, “Makasih Yah. Udah inget ulang tahunku…”

“Iya Sayang” Ciumku lagi sambil mengusap rambut panjangnya yang masih lembab.
“Makasih juga Yah, udah ngasih kue ulang tahun yang begitu indah ini. Walau alakadarnya, ini jauh lebih baik daripada tidak samasekali.”

Kutatap wajah sembab Febby sembari mencari tahu, penyebab kesedihan yang lagi-lagi terpancar dari wajahnya.

“Mama aja, lupa tanggal lahirku Yah. Hingga seminggu kemudian, baru deh ia sadar. Dan yang paling membuatku sedih, Mama mempermalukanku diperayaan ulang tahunku. Hiks hiks. Aku malu Yah. Malu banget…”
“Astaga. Serius?” Kagetku.
“Iya. Serius banget. Banget. Banget…”
“Hmmm. Mungkin Mama kamu lupa karena lagi sibuk banget.”
“Iyalah, sibuk. Mama sibuk ngentot ama si Alex kampret itu…” Geramnya sambil menggemeretakkan otot rahangnya.

Kukecup lagi kening Febby dalam-dalam. Berharap ia sedikit melupakan kekesalannya kepada istriku dan selingkuhannya.

“ijinkan aku tinggal disini ya Yah. Jangan biarkan aku kembali kerumah itu.” Pinta Febby dengan mata yang penuh dengan air mata. “Aku ga ingin pulang Yah. Aku mau tinggal bareng Ayah.” Sambungnya yang kembali memeluk tubuhku erat-erat. Jauh lebih erat daripada sebelumnya

Mendengar isak tangis putriku yang begitu pilu, hatiku pun perlahan luluh. Emosiku melemah. Berubah menjadi rasa empati.

Jujur, aku keberatan jika Febby tinggal di apartemenku. Dengan adanya dia disini, aku merasa kebebasanku bakalan terancam. Dan ketika ia tinggal disini, aku tak lagi bisa berbuat sesuka hati. Aku bakal terkurung, antara koridor ayah dan anak.

Namun, setelah sekilas mendengar derita psikis dari ceritanya, aku menjadi galau. Kasihan. Tak tega. Meskipun itu bukan masalahku, akan tetapi mengusir Febby dari sini, bukanlah sebuah solusi yang baik. Terlebih, gadis imut yang ada didekapanku ini, masih berstatus putri kandungku.

“Aku sayang Ayah…” Desah Febby terus memelukku erat-erat. Membuat himpitan payudaranya yang besar didadaku, seolah memberikan rasa empuk yang nyaman pada diriku. Hangat. Tenang. Serta rasa kasih yang penuh dengan perhatian.

Selain itu, dari pelukan eratnya, Febby seolah mengembalikan perasaan sayang dan cinta yang telah lama tak kurasakan di hidupku. Memulangkan kenangan tentang kehangatan tubuh wanita yang nyata. Bukan sekedar gambar bergerak yang hanya bisa dinikmati oleh mata.

“Oh Febby. Maafkan Ayahmu yang mesum ini Sayang..” Ucapku dalam hati yang tak lagi mampu menyembunyikan pertumbuhan batang kemaluanku. Sekeras apapun aku berusaha mengalihkan pikiran jorok dari otakku, keempukan payudara putriku mampu membawanya kembali.

Bodo Amat. Semisal Febby tahu jika ayah kandungnya ini terangsang karenanya, bodo amat.

Langsung saja. Kubalas dekapan tangan putriku. Kuusap punggung halusnya. Dan kuhirup aroma keningnya dalam-dalam.

“Ayah juga sayang kamu…”
“Benar-benar sayang kamu…”

Bersambung,
 
Masih tetap semangat ngisi absensi...
jangan ada yang alpha ya. ntar dicariin guru BP

Comeback huuu
helloowww

nebeng absen
satu dua tiga

Ngabsen juga aing
empat lima enam

ikut gabung
yuklah

Menanti diruang absen
tujuh delapan sembilan

Melu absen
Kutunggu kedatangan bu Sani, wanita cantik berjari lentik. Yang semenjak kedatangannya beberapa minggu lalu, sudah mengambil hatiku.

Begaimana tidak. Bu Sani, telah mengambil keperjakaanku. Disini. Diruangan sempit yang hanya berisikan meja, lemari berkas, dan 2 buah kursi kecil.
Hanya karena hal sepele, aku bisa mendapatkan kenikmatan, bukan, hukuman nikmat, dari tubuh molek guru BPku ini.

"Besok-besok. Kamu jangan jualan pisang dikelas. Jualan di ruangan BP aja..." Ucap bu Sani sambil mengusap penisku dari luar celana sekolahku.
"Oh Bu Sa.. Sani..." Ucapku gagap ketika melihat jemari indahnya bermain di area selangkanganku. Berputar-putar manja, didepan celanaku, sebelum membuka kait celana abu-abuku dan menarik resletingnya turun.

"Jualannya... Di mulut ibu aja ya.." Sambungnya yang kemudian menurunkan celanaku, dan melahap batang kebanggaanku yang masih lemas ini. Masuk seluruhnya kedalam mulut mungilnya
"Oooohhh... Lembut sekali lidahnya..."

Pertama kali aku jatuh cinta kepadanya, adalah ketika melihat kehadirannya di sekolahan ini. Aku tahu, jika guru ini memiliki sesuatu yang begitu menggoda.

"Perkenalkan, ini Ibu Sani, guru BP pengganti Bu Tinah, yang akan mengawasi kedisiplinan kalian semua..." Kata Pak Rajim, ketika upacara pagi.
"Hai...." Balas bu Sani dengan senyum datarnya. Menampilkan sosok yang tegas dan tak ada basa-basi.

Ijin pantau suhu
soklah

Iya suhu, temen ayah nya yg loser yg ga sengaja maen ke apt nya, buat seru2an fufufu
hmmm. seru juga..

Infonya dong hu, dimana premiumnya
sementara, masih kena banned ya. tunggu alamat barunya lagi.

Ikut nungguin kabar berita hubungan ayah dan anak.
hmmm. kalo hubungan ayah dan putranya?

Tq, Sehat selalu om ts..
thaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnnnnnkss

Absen vagee huu
sepuluh sebelas duabelas

Masih tetap semangat ngabsen...
tigabelas empatbelas limabelas

Melu absen
ah ga kreatif. niru2...
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd