Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Sepenggal Kisah - Nadia Safira (NO SARA!)

CHAPTER 4
Awal Dari Segalanya



Apalagi yang harus ku tunggu, sekarang?

Bukankah, gadis ini telah pasrah kepadaku? Memasrahkan dirinya agar ku berikan dia pengalaman terbaik malam ini?

Yah! Itulah yang kini kan ku lakukan, kawan. Ikan benga jikalau di beri ikan malah diem aja, bukan?

Tanpa menunggu lagi, kini, aku mulai mengambil sikap. Mulai bergerak, memberikan sekilas kecupan di keningnya untuk kemudian menempelkan lagi keningku ke keningnya. Tasya sejenak terpejam merasakan kecupanku.

Yang patut kalian pahami, meski aku belum sama sekali merasakan sebuah pernikahan, tapi menaklukkan Wanita maupun seorang gadis di ranjang bukanlah hal baru bagiku. Dengan beribu pengalaman yang ku dapatkan selama ini, tentulah membuatku tak lagi masuk dalam golongan ‘Amatir’.

“Kak….” Tasya berbisik, karena mungkin ada beberapa detik lamanya aku hanya diam, meresapi semuanya. Menikmati keadaan.

Yang langsung memancing kelelakianku, Ketika wajahnya kini tertengadah ke atas. Matanya menatap ke dalam mataku. Bibirnya mulai Kembali membuka.

Tunggu apa lagi? Jika seorang Perempuan sudah seperti ini, maka yang patut kita berikan adalah…..

Cup!

Yap! Aku mengecup bibirnya – hanya sekilas saja. Lembut tapi tetap menguasai.

Rupanya, ekspresi yang di tunjukkannya, malah semakin membuatku yakin jika aku tak akan lagi mundur. Maka, ku pungkasi acara mikir-memikir lagi. Aku harus segera bertindak, maka aku lantas menyerbu kembali bibirnya, masih dengan cara yang lembut, yang justru membuat Tasya semakin menengadahkan kepalanya.

Wajahnya kini agak miring ke kiri, memberi ruang bagi bibir kami untuk saling mencium. Bibirnya menggigit lembut bibirku, aku membalasnya dengan kecupan yang sama lembutnya.

Tak tinggal diam. Tangan kananku mulai aktif, mulai hinggap di pinggulnya. entah dia sadar atau tidak, yang jelas Tasya diam saja. Desahan nafasnya bagai background music yang indah bagiku, dan menambah mesra keintiman kami malam ini. Tak mau tinggal berlama-lama untuk diam, tanganku mulai menjalankan tugasnya, sesuai insting dan naluri, mulai meremas, dan meraba wilayah pinggul indah gadis ini.

Atas perlakuanku, tubuh Tasya mulai menggeliat gusar. Ia semakin erat memelukku.

“Kak…. Ishhh” desahnya. Matanya semakin terpejam.

Aku tersenyum dan sambil terus meremas pinggulnya. Kali ini agak ke bawah, aku meremas lembut buah pantatnya yang sekal bulat menantang. Aku raih bagian belakang lehernya, agar aku semakin dapat melumat bibirnya semakin dalam.

Kujejali mulutnya dengan lidahku, bergerak menyapu permukaan bibirnya, dan menerobos masuk menjilati gigi dan gusinya. Lidah Tasya bergerak menyambut geIitikan lidahku, membelit dengan lembut.

Nafas kami semakin memburu karena ciuman yang semakin bergairah. Aku kemudian mengusap punggungnya, dari leher ke arah pantat. Aku tak merasakan ada ganjalan dari pakaian dalam dibalik jubah mandi itu.

Sepertinya, semua dalamannya ia tinggalkan di dalam kamar mandi sana. Oke, memang sepertinya gadis ini telah mempersiapkannya khusus untukku mala mini.



Jenak berikutnya…..



Tasya mencoba menguasai, mulai bergerak, mendorong tubuhku menuju ke ranjang dengan perlahan, hingga ketika belakang kaki ini merasakan tepian ranjang king size, tanpa lama-lama, dengan kedua tangannya, secara lembut mendorong dadaku hingga membuatku terjatuh telentang di atas Kasur, tapi sebelum aku benar-benar terjatuh tadi, aku sempat bergerak cepat, ikut menariknya hingga membuat gadis itu-pun ikutan terjatuh, bukan di atas ranjang melainkan di atas tubuhku. Menindihku. Kedua lenganku langsung rapat memeluknya.

Tak ingin mengambil jeda. Dan karena telah di kuasai birahi kami berdua. Kami melanjutkan sesi ciuman bibir yang sempat terlepas.

Di sela pertautan bibir kami, kedua tangan Tasya meremas rambutku penuh gairah, wajahnya bergerak memberikan ciuman terbaiknya. Sementara aku masih memeluknya erat, mengusap apa saja yang bisa aku raih dengan tanganku.

Setelah beberapa lamanya kami berciuman, tiba-tiba ku rasakan bibir mungil sang gadis mulai mengendur hingga akhirnya terlepas.

Sepasang mata sayu itu menatapku penuh makna. Bukan…. Maaf salah, lebih tepatnya penuh gairah. Aku sangat mengenal bagaimana cara kaum sepertinya ini, jikalau sudah di kuasai gairah Jahannam, dan ingin segera menuntaskan dengan cara meminta kepada sang pejantan tanpa berbicara, ialah dengan cara menatap seperti ini.

Tasya kemudian melepaskan lumatannya, menatapku sayu penuh gairah.

“Kak Rendi… miliki Tasya malam ini. Tasya mohon….” Desahnya sambil menatapku sayu. “Malam ini, Taysa menjadi milik kakak”

Entah karena apa, kesadaranku sedikit menyeruak keluar. “Tasya yakin?” tanyaku padanya. “Kita tak harus melakukan ini semua Tasya, apabila hal ini kamu anggap sebagai balasan atas bantuan yang saya berikan ke kamu”

“Bukan kak. Sungguh…. Tasya menginginkannya, karena benar-benar Tasya tiba-tiba merasa kakak memang layak mendapatkannya. Jangan tanyakan Tasya alasannya, karena yang mampu menjawab semua itu, adalah kak Rendi sendiri”

“Tasya jujur, mungkin Tasya sayang kakak, Cuma, Tasya sadar diri, Tasya tak mungkin bisa memiliki kakak setelah malam ini, jadi izinkan dan biarkan Tasya memiliki kakak sepenuhnya, khusus malam ini”

“Boleh kan kak?” dia berbisik.

Aku tak mampu memberi jawaban ya, maupun tidak juga. Karena hal itulah, karena aku hanya dia dan hanya memasang wajah senyum lembut, gadis itu kemudian mulai Kembali aktif. Mulai duduk di atas tubuhku, tangannya bergerak membuka ikatan jubah mandi yang dikenakannya.

Oh shit!

Beneran bakal kejadian kalo sudah begini. Belum lagi, tanganku seakan bergerak sendiri, menuju ke bahunya. And then! Kini, tangan nakalku ini, secara sadar dan harfiah, mulai menyingkap jubah mandi itu dengan perlahan.

Ikatannya sudah terurai, dan Tasya terdiam menantiku.

Aku mengusapkan telapak tanganku disepanjang garis pundaknya, meremasnya pelan sambil menurunkan jubah mandi itu.

Tanganku kini sampai di dadanya, mengusapnya dengan lembut. Tasya menatapku sayu, dan dengan sedikit goyangan bahunya, jubah itu kini telah terhampar, berkumpul di pinggulnya.



And thennnnn……..

Degh!



Amazing view!



Jangan tanyakan kawan, bagaimana kini yang ku rasakan, Ketika memandang sepasang payudara yang nyaris sempurna, yang amat sangat memanjakan mata ini dengan sekal dan puting mungil berwarna merah kemudaan itu. Dan di pagari aerola yang tak besar, hanya kecil saja, sekecil tubuh ramping gadis seksi ini.

Sudah kepalang tanggung, sudah topless juga, maka, tak ada lagi kata mundur bagi kami berdua.

Karena di dasari itulah, telapak tanganku mulai bergerilya ke tujuan yang pasti.

“Ishhhhhh…..” Tasya mendesah ketika telapak tanganku akhirnya tiba di tujuannya, mulai menggenggam buah dadanya dari bawah, meremasnya ke arah atas dan langsung memijat putingnya. Aku meremas buah dada itu dengan lembut, dan Tasya semakin membara dibuatnya. Pinggulnya mulai bergoyang, menggesek penisku yang berada tepat dibawahnya.

Tak sampai situ saja. Tanganku lalu menyusuri perutnya, ke pinggangnya dan meremas pinggul yang teramat sangat menggoda itu. Mungkin karena terbawa suasana, dan mulai merasa birahinya memuncak, Tasya kemudian rebah ke arahku, bibirnya kembali memagut bibirku dengan penuh gelora.

Masih dalam peraduan bibir kami, ku sadari meski tanpa terlihat, gadis itu sudah membuka jubah mandinya dan melemparkannya ke lantai, lalu membantuku melepas semua pakaian yang masih aku kenakan. Dalam sekejab kami berdua sudah telanjang bulat.



Aku balikkan tubuhnya. Kini Tasya tengkurap dengan bertumpu pada siku lengannya. Tanganku menyusup ke bawah badannya menggapai payudaranya, meremas daging yang kini telah mengeras kenyal.

Tasya kembali mendesah. Aku menekan penisku yang telah mengeras kaku ke belahan pinggulnya, dan kurapatkan dadaku ke punggungnya.

Aku merasakan, tubuh sintal nan seksi gadis ini mulai bergerak-gerak. Pinggulnya menggelinjang karena penisku menekan belahan pantatnya, dan kami kini telah saling bergesekan.

Aku mulai menciumi tengkuknya, menjilati hingga ke telinganya. Tak hanya di situ saja kenakalan yang ku ciptakan, bibirku bergerilya sampai ke pundak dan punggungnya.

Atas perlakuan nakal ku ini, Tasya semakin dan semakin mendesah, tapi jangan kalian bayangkan desahannya seperti artis JAV yang mayoritas hanya lip service semata. Desahan gadis ini, masih lembut.

Tak ingin membiarkan apapun yang terlewati. Aku menciumi pinggulnya, menjilati sambil menyusupkan lidahku ke belahan pantatnya. Pinggul Tasya sampai terangkat. Hal itu membuatku semakin bisa mengolah bagian itu dengan lidahku.

Ciumanku terus ke arah pantatnya, lalu turun ke kaki sebelah kiri hingga ke betisnya, dan pindah ke kaki kanan, naik lagi hingga ke pantatnya. Dengan kedua tanganku, aku menarik Tasya hingga menungging.

Shit!

Vagina ini sungguh amat sangat menggiurkan. Aku membatin Ketika melihat bagaimana indah dan nyaris sempurnanya kelamin gadis cantik ini.

Tanpa menunggu lama, segera saja lidah dan bibirku menyerbu liang senggamanya dari belakang. Aku jilati vaginanya, mencucuk liangnya dengan lidahku, kemudian menyapu dengan keras klitorisnya dan naik hingga menjilati anusnya. Begitu terus berulang ulang, Tasya semakin keras mendesah dan gelinjang pinggulnya semakin keras. Vaginanya kini membanjir, menyeruakkan wangi khas vagina yang sangat aku suka.

Terus menerus ku jilati vaginanya dengan penuh nafsu, hingga Tasya mengejang melepas orgasmenya hanya dari 30 menit aku oral vaginanya.

“Hmmmmmmffffmmm….. ahhhhh!” hanya seperti itu suara yang terdengar darinya.

Di iringi geliat tubuh seksinya yang kini terhempas dengan nafas memburu. Tak mau membuang kesempatan, saking gemas dan bernafsunya, aku mendekapnya dari belakang, menciumi tengkuknya sambil membelai bagian depan tubuhnya, dari dada hingga ke perut. Jariku sampai di klitorisnya, dan mengusapnya dengan lembut.

“Ahhh kak… apa yang kakak lakuin ke Tasyaaa…….” lenguhan keras darinya, tapi aku tak hiraukan. Kepalanya menoleh ke arahku, rupanya ia mencari bibirku. Aku tentu memberinya, dan kini, gadis itu dengan bringas mulai melumatnya.

Sampai sini, aku berkesimpulan, jika kejadian ini bukanlah kali pertama ia lakukan. Mungkin Tasya sudah pernah melakukan persetubuhan dengan pria lain. Jadi, mungkin aku tak akan menyesal nantinya karena membiarkan penisku menerobos masuk keperawanannya. Apalagi Ketika melihat bagaimana lubang menggoda di bawah sana, yang jika ku simpulkan, bentuknya sudah tak lagi sama seperti gadis perawan. Meski aku memang belum punya pengalaman dengan gadis perawan.

Kejadian selanjutnya….

Ku biarkan Tasya tidur telentang. Sedangkan aku, memutuskan untuk tidur di sisinya dengan tangan terus membelai vaginanya.

“Ooh.. Kakkshhh… Nikmat sekali….” desahnya lirih, dan kami beristirahat sejenak.







Hanya tak sampai 5 menit. Tasya sepertinya tak sabar untuk memulai pertempuran sesungguhnya. Karena hal itu di tandai dengan bangkitnya ia dari ranjang dan mengambil air dingin dari kulkas. Ia sempat memberikannya padaku setelah dia meminum beberapa teguk.

“Sekarang… giliran Tasya ya” katanya sambil melirik nakal kepadaku.

Oke….

Mari kita memulai Kembali.

Tasya merangkak ke atas tubuhku, memberikan ciuman pada bibirku dan melumatnya dengan lembut. Aku membalas pagutannya, sebelum kemudian Tasya mulai menciumi leherku, telingaku, dan kemudian melumat puting dadaku dengan lembut. Ciuman Tasya semakin turun dan mendekati penisku yang sudah mengacung tegak.

Begitu tiba pada tujuan. Tangan lembut itu mulai mengenggam penisku. Tak butuh lama, aku pun mulai di manjakan, dengan cara kocokan jemari lentik itu dengan amat sangat lembut.

Belum juga habis ku nikmati belaian tangan itu, kini, bibirnya membuka dan tanpa aba-aba sedikitpun, bibir mungil itu langsung menghisap buah zakarku. Dikulumnya dan dielus dengan lidahnya, berganti antara bola kiri dan kanan.

Dengan geIitikan menjilat dari pangkal, lidah Tasya naik turun membelai batang penisku. Pada kesempatan terakhir bibirnya membuka dan melahap kepala penis, sambil melirikku yang terus menatapnya.

Ahh shit…. Ini enak!

Kepalaku terhempas ke belakang karena nikmatnya kuluman Tasya, hisapannya yang lembut namun mantap. Aku sampai meremas rambutnya dengan gemas.

GeIitikan lidah Tasya yang membelai penisku yang berada dalam mulutnya, dikombinasikan dengan geIitikan naik turun yang perlahan. Aku mendesah habis-habisan, tak terkira nikmat yang Tasya berikan. Sesekali Tasya membenamkan penisku dalam-dalam hingga ke tenggorokannya, menahannya lama untuk kemudian melepaskannya dengan hembusan nafas hangat yang keras.

Aku kelojotan dibuatnya.

Tak tahan dengan kenikmatan oral yang diberikan Tasya, aku segera meraih tubuhnya, dan memposisikannya telentang di bawahku. Segera aku melumat bibirnya, sementara Tasya menyilangkan kakinya mengait dibelakang pantatku dan mulai menekan.

Sudah waktunya ku nikmati sajian utama dari gadis ini.

Mulai ku arahkan kepala penisku ke vaginanya, menggesek dan menekan klitoris dan sesekali menekan masuk ke liang vaginanya sedikit demi sedikit.

Tindakanku ini membuat Tasya semakin terbakar birahinya, kakinya mulai menekan pinggulku, membelit makin erat berharap aku segera memaksimalkan penetrasi.

Aku menatap Tasya, dan Tasya membalasnya dengan senyuman. “Lakukanlah, kak… Milikilah Tasya malam ini” desahnya sambil tersenyum menatapku.



Mata Tasya terpejam dan bibirnya mendesah penuh nikmat ketika kepala penisku mulai membelah liang vaginanya. Aku memasuki Tasya dengan perlahan, memberikan sensasi gesekan yang terasa panjang dan lama. Untunglah penisku memiliki ukuran yang dapat memberikan kenikmatan maksimal pada Tasya.

Dan benar sesuai dugaanku, jika gadis ini sudah tak perawan lagi. Syukurlah!

Karena, kini - pada akhirnya kepala penisku menabrak sebentuk dinding lembut, dan tak bisa aku tekan lebih dalam lagi. Semakin aku coba menekan, kepala Tasya akan terdongak kebelakang. Desahannya semakin keras terdengar.

“Oooh… Kak Rendiii… jangan di paksa lagi…. Ud…. Udah mentoook….!” desahnya keras. Semakin aku menekan, semakin tertengadah Tasya di buatnya. Matanya membeliak hingga terlihat hanya bagian putih bola matanya saja.

Sambil menekan dengan lembut, aku menciumi leher Tasya. Tasya semakin memperdengarkan desahan penuh nikmatnya. Kakinya membelit erat bagian bawah pantatku, manarik dan melemaskannya berkali kali, hingga dengan sendirinya penisku maju mundur dalam vaginanya.

Aku mulai menegakkan tubuhku, melepaskan belitan kaki Tasya dan mengangkatnya ke atas bahuku. Tanganku meraih payudaranya dan meremasnya dengan erat.

Pinggulku mulai aku hentakkan ke depan dan ke belakang. Tasya kini mulai terpekik lirih, melenguh pelan. Semakin lama aku memacunya dengan gerakan ini, semakin erat jepitan betisnya di kepalaku.

Tasya tetap mengeluarkan suara lirih, rupanya dia tak suka dengan jeritan penuh nafsu seperti film porno.

Tanganku meraih kedua kaki Tasya dan meletakkannya di sisi kiri tubuhku, kini pinggul Tasya mulai menyamping, sehingga aku semakin bebas mendera vaginanya dengan penisku.

Aku meraih pinggulnya dan agak mengangkatnya, kini posisi kami lebih mirip doggy style tapi masih menyamping, belum tegak lurus dari belakang. Posisi ini sungguh nikmat bagiku dan Tasya.

“Ahhhhhhh kak….. enakkk bangettt…. Enakkkkk bangettt!” Desahnya sambil berusaha menggoyangkan pinggulnya. Aku semakin mempercepat kocokanku.

Kaki Tasya berusaha menyelusup ke bawah tubuhku, aku mengatur posisinya hingga Tasya kini terbaring tengkurap, tanpa melepaskan tautan alat kelamin kami. Tasya sedikit agak menjengitkan pantatnya, dan aku kembali memacu penisku menghujam vaginanya dari belakang.

Tasya sampai meremasi seprai dengan kuat, jeritannya dibenamkan ke bantal. Aku menggenggam buah pantatnya yang sekal, dan berpegangan di sana sebagai titik tumpu pacuan penisku.



Tak lama kemudian, aku menarik pinggul Tasya, dan memposisikannya pada posisi true doggy. Kembali Tasya melenguh keras, membalas goyangan pinggulku dengan arah berlawanan. Aku semakin cepat merojok vagina Tasya sampai bagian terdalam. Tanganku meraih payudaranya dan meremasnya. Tasya semakin sering mendesah, semakin keras melenguh.

“Iya…. Iya kak. Dikit lagi kak. Dikit lagi Tasya mau sampeeeeE”

“Tetap begini atau ganti posisi?” tanyaku pada posisi yang paling disukainya saat melepas orgasme.

Tasya begerak, menjulurkan kakinya hingga lurus ke belakangku. Badanku sampai terdorong ke belakang, dan akhirnya tubuhku terjerembab terlentang. Aku meluruskan kakiku ke sisi tubuh Tasya, untungnya panjang penisku mencukupi hingga gerakan kami ini tak sampai membuat penisku terlepas dari vaginanya.

Kini posisi Tasya setengah merangkak, dan dengan cepat Tasya menggerakkan pantatnya menggerus penisku yang masih menancap dari bawah.

Semakin lama semakin lama gerakannya semakin cepat, hingga akhirnya aku bisa menyaksikan pantat Tasya bergetar keras, dan aku juga bisa melihat cairan cintanya merembes membasahi batang penisku.

Penisku makin menegang, mendongkrak dengan keras dinding vagina Tasya di arah tulang punggungnya. Aku tadinya mengira G-Spot Tasya berada di bagian vagina sebelah atas yang mengarah ke perutnya, ternyata lebih sensitif yang berada di sisi sebaliknya.

Tampaknya, kenikmatan yang diperoleh Tasya berhasil diraihnya dengan sempurna.

Tasya sampai tertelungkup dengan lemas di antara kangkangan kakiku. Aku duduk dan meraih buah pantatnya, dan meremasnya dengan lembut.

“Hhhmmmm…. kakkshhh…. Hhhh…. Tasya udah sampeeee” desahnya yang terdengar penuh kenikmatan.

“Enak, Sya?”

“Bangeeethhhh….”.

“Dan sekarang giliran kakak, ya”

Dia mengangguk.

Kuatur lagi posisiku. Ku buat gadis ini terlentang ke atas.

Kuambil bantal dan kuletakkan di bawah panggulnya. Sekarang posisi gadis itu agak melengkung, semi kayang, dengan posisi panggul dan bukit kemaluannya yang menjulang. Aku ingin ia merasakan sensasi bersenggama yang lebih nikmat lagi.

Segera saja kulesakkan lagi batang penisku, langsung ku mulai dengan gerakan sedang. Dengan posisi panggul yang lebih tinggi. Serangan penisku akan lebih terasa menggesek di dinding bagian atas liang vaginanya, di mana area G-spot berada. Pangkal penisku pun sering membentur klitorisnya.

“Ahhh kak….. ouchhh!” Cuma itu yang terdengar dari bibir mungil gadis itu. Kepalanya bergerak, tergolek ke kiri dan kanan, matanya terpejam, mulutnya tak berhenti mendesah.

Sprei penutup tempat tidur sudah tidak jelas bentuknya, terserabut oleh tangannya.

Aku mempercepat genjotanku dan tanganku main keras memainkan dan meremas payudaranya. Tubuh Tasya makin tak terkontrol, kini pinggulnya ikut bergoyang mengiringi sodokan penisku. Kulit batang penisku dan liang vaginanya terus bersinggungan menciptakan suara-suara nan erotis.

Tasya makin keras mendesah, tubuhnya menegang, kembali mengejang, tangannya mengenggam erat sprei, dan......



“Ahhh.... aahhhh..... Sampeeee lagiiii oouuuhhhhhh....."

Aku menghiraukannya.

Karena kini, aku sedang mengejar ejakulasiku yang sebentar lag ikan ku capai.

Dan benar saja, tak lama akupun merasakan ada sesuatu yang akan keluar, tubuhku menegang, aku makin mempercepat sodokan penisku.

Penisku berkedut dengan keras.

“Aaaahhhhh.......!” pekikku tertahan.



Untung saja, di detik-detik terakhir aku sempat mencabut penisku dari liang senggama gadis ini, hingga membuat penisku akhirnya menumpahkan larva putihnya dengan beberapa kali semprotan, tidak di dalam vagina gadis ini melainkan tumpah ruah di atas tubuhnya. Ada beberapa yang mengenai payudara serta wajahnya.

Sungguh, nikmat yang tak terkira ku rasakan saat ini.

Apalagi, tangannya membantuku untuk mengocok batang penisku biar terkuras habis isinya.

Tak lama tubuhku yang basah oleh keringat, ambruk menimpa tubuhnya. Tasya segera memeluk tubuhku, mendekapnya sangat erat, menciumi bibirkù. Mata kami saling terpejam menikmati orgasme yang baru saja kami alami bersamaan. Menikmati nikmatnya sebuah persetubuhan mala mini.

Namun sebelum kami benar-benar tertidur, ku sempatkan berbisik “Saya masih ingin melakukannya lagi nanti, boleh?”

Dia hanya mengangguk lemah menjawabnya.





================================





Astagaaa!

Aku ketiduran, dan keinginan untuk mengulang Kembali dengan sang gadis malah tak kejadian. Aku terjaga dari tidur nyenyakku. Apalagi aku tertidur sudah hampir pagi.

Rupanya penyebab aku terjaga, karena Cahaya yang masuk dari jendela hingga menerpa wajahku. Secara perlahan, ku buka kedua mata ini.

Tasya?

Kemana Tasya? Aku membatin. Dan sesegera mungkin memaksa tubuh ini buat bangun.

Sepanjang mata ini menelusuri ruangan kamar yang tentulah tak besar ini, aku tak menemukan sama sekali jejak Tasya di sini.

Kemana perginya gadis itu? Kembali aku membatin. Tanpa menunggu lama, aku segera bangkit dari ranjang dan mulai mencarinya, dan tentulah hasilnya masihlah sama. Benar-benar tak ada jejak sedikitpun ku temukan di dalam sini, jejak keberadaan gadis ini. Yang tertinggal hanyalah sebuah kenangan.

Yah! Sesuai yang ia inginkan dan rencanakan semalam, jika ia akan langsung pergi meninggalkan kehidupannya di sini.

Yang bodohnya, aku belum sempat meminta nomor ponselnya, yang bertujuan di kemudian hari aku masih bisa menghubunginya.

Apakah kalian mengira, aku akan menagih uang yang ku berikan padanya semalam? Tentulah tidak kawan, apalagi, dengan sadar dan harfiah, ia menghadiahkan tubuhnya padaku semalam.

Aku…..

Kini, mulai merasakan kesepian serta keheningan.

Hening.

Yah, aku kesepian.

Yang hanya bisa ku lakukan sekarang ini, duduk di tepi ranjang, memandang keseluruhan kamar ini yang menjadi saksi bagaimana aku dan Tasya melakukan persetubuhan yang begitu menggelora.

Fiuh!

Terima kasih Anastasya. Pengalaman yang engkau berikan semalam, tentulah tak akan pernah terlupakan. Dan harapan dariku, aku dapat di pertemukan Kembali denganmu dalam keadaan yang berbeda jauh dari semalam. Aku janji, aku tak akan lagi berbuat hal yang seperti semalam, apabila kamu tidak memaksa.

Setelahnya, aku hanya menarik nafas beberapa kali, dan menyadari, jika aku terbangun juga agak siangan.

Sial….

Beneran siang. Karena kini, di saat aku meraih ponselku dan menyalakan layarnya, rupanya waktu menunjukkan pukul 10.30. kan acara nikahan yang kan ku hadiri hari ini – acaranya jam 9 pagi. Itu artinya aku telat 1 jam setengah.

Tanpa menungu lama, segera aku beres-beres. Mandi dan berpakaian rapi buat menghadiri pernikahan anak dari dosenku dulu di kampus.











Anastasya….




Bener-bener hanya tertinggal kenangan saja. Karena aku sempat menanyakan ke teman resepsionisnya di bawah, saat aku menitipkan kunci, rupanya, semalam adalah hari terakhir ia bekerja di sini.

Agak gimana sih rasanya. Cuma, ya sudahlah, toh! Sesuai yang ia inginkan juga. Hanya membahagiakannya saja semalam.

Kini….

Aku Tengah dalam perjalanan, mengemudi sendiri menuju ke rumah dosenku Pak Sardi.

Tak perlu ku ceritakan detailnya lagi ya, bagaimana perjalanan yang ku tempuh yang tak lebih dari 15 menit saja.

Dari petunjuk Yono, sahabatku, yang memberikan Alamat lengkap Pak Sardi, karena memang aku belum pernah berkunjung ke rumah beliau, maka, kini dengan mudahnya aku menemukan Alamat tersebut. Karena aku juga tak asing dengan jalan-jalan di kota Bandung. Apalagi aku pernah berkuliah di sini selama 4 tahun lamanya.

Setibanya di tujuan. Aku sempat mengernyitkan alis, masih duduk di dalam mobil. Karena di depan sana, tampak orang tak duduk teratur. Beberapa orang seperti sedang mendesak masuk ke dalam rumah. Bukankah, jika tamu undangan yang hadir cukup duduk manis saja di luar, di bawah tenda, menikmati sajian dari sang tuan rumah? Tapi ini, kok yang ku lihat berbeda dari mayoritas acara nikahan ya?

Karena penasaran, aku keluar dari mobil.

Ada apa ini?

Perasaanku agak kurang enak, apalagi di saat melihat adanya ambulance yang datang.

Woi! Ini kan acara nikahan? Kenapa ada ambulans segala sih?

Semakin ku langkahkan kaki ini, semakin jantungku berpacu kencang di dalam sana. Semakin penasaranku menjadi-jadi. Apalagi suara sirine ambulans itu, cukup kencang, cukup membuat suasana menjadi tak mengenakkan.

Biar tak mati penasaran, karena aku juga melihat sepertinya aku tak akan mampu menerobos masuk ke dalam rumah, jadi aku cukup berdiri di depan saja, dan mulai menepuk bahu seorang Wanita yang juga terlihat grasak-grusuk.

“Punten bu”

“Eh iya pak?”

“Bu Wati…. Di panggil teh Nadia di dalam, katanya bantuin dia” suara seorang Wanita lain baru saja memanggil Wanita yang baru saja ingin ku tanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

“Iya iya….” Kata ibu itu, yang sepertinya Bernama bu Wati.

“Ibu Wati” aku mengingatkannya, jika aku, masih belum bertanya padanya. Dan akan mau menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

“Ah iya, kenapa pak?”

“Ini apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa rame-rame gini?”

“Oh maaf pak, ini…..” belum sempat Wanita itu menjelaskan Panjang lebar, tiba-tiba ada suara dari dalam rumah memanggilnya.

“Bu Watiiiiiiiii!”

“Iya iya…. Aduh pak, maaf atuh, buru-buru”

“Bentar bu…. Saya pengen bertanya”

“Iya pak…. Nanya aja, apa?”

“Bu Wati….” Sekali lagi, ada yang memanggilnya dari dalam.

“Iya Nad… bentar.”



Hingga…..




Dari arah pintu masuk, sesosok Wanita berpakaian warna jingga yang ku sadari baru saja memanggil bu Wati ini, mulai berjalan keluar dari keramaian di depan pintu sana,. Dan dari sanalah, aku lantas menyadari, sepertinya doaku semalam, lebih tepatnya sebelum di pertemukan dengan Tasya di hotel, tak di ijabah oleh sang Khaliq. Sosok Wanita itu, yang juga berpakaian nyaris sama seperti kali terakhir ku lihat, berjalan keluar.

“Bu Wati….” Wanita berkerudung jingga itu Kembali memanggil.

“Iya Nadia. Iya….” Ujar bu Wati. “Pak punten ya, aku ke dalam dulu”

Aku tak jawab.

Karena kini, tubuhku tiba-tiba terasa kaku. Apalagi di saat, tanpa sengaja ia mengitari pandangannya ke luar sini, dan terhenti, amat sangat tepat ke arahku.

Kami bertatapan untuk sejenak lamanya.

Tanpa sadar, mulutku bergerak sendiri. Seakan ingin menanyakan padanya “Ada apa?”

Dia….

Wanita itu. Masih menatapku.

Karena penasaran semakin menguasai, aku akhirnya berhasil menggerakkan badan ini, dan segera melangkah mendekatinya.

“Ibu?”

“Ba… bapak?” ujar Wanita berkerudung jingga itu. Bukan hanya berkerudung, melainkan, nyaris wajahnya tertutup dengan selembar niqab yang juga senada dengan warna kerudung yang ia gunakan.

“A… ada a… ap… apa pak?”

“Bu…. Apa yang terjadi?” langsung ku tanyakan saja padanya. Biar gak mati penasaran.



“Maaf pak. Ini…. Adik saya yang harusnya menikah pagi tadi, kabur dari tempat kerjanya. Dan abi pagi ini langsung terkena se… serangan jantung”



Dan setelah ia menjelaskan.

Barulah ku sadari……


Sepertinya, semesta sedang mempermainkan hidupku.




“Per… permisi pak, Nadia ke… ke dalam dulu”



Bersambung Chapter 5
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd