Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Sandra

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Terimakasih atas sambutan suhu-suhu semua. Walaupun ane tak mampu membalas satu per satua komentarnya, ane selalu monitor tanggapan teman-teman. Perlu ane tekankan, tak banyak sex scene di cerita ini, tapi semoga masih tetap bisa dikategorikan sebagai cerita panasss. Dilanjut. Hari ini mega update, sampai dengan minggu depan. Semoga cukup memuaskan suhu-suhu semua.

****
A DANCE WITHOUT MUSIC

Aku sudah menduga bahwa reorganisasi itu bakal menuai protes keras, bahkan dari partnerku sendiri.

Kami bertiga, aku, Amin dan Jeff, serta Mitha, direktur HR and compliance mengadakan meeting tertutup pagi itu di ruanganku. Aku menyajikan presentasi yang aku buat minggu lalu bersama dengan Sandra (secara rahasia, tentunya). Kubeberkan semua angka yang sudah kuolah, dan bukti-bukti meyakinkan bahwa ada maling atawa calon maling di kantor kami.

Amin adalah salah satu dari tiga partner pendiri termasuk aku. Daniel, Hero, Chandra adalah bawahan dia. Tentu saja Amin punya salah di sini karena membiarkan ketiga cecunguk itu bisa leluasa, tapi harus kuakui bahwa Amin sangat berjasa membawa banyak akun pada saat berdirinya perusahaan kami, pun hingga sekarang. Dia juga teman akrabku sejak kami berdua begitu lulus dari Columbia dan bekerja di Piper Jaffray. Dia sendiri jarang ngantor, dan pada akhirnya terlalu mempercayai ketiga orang ini untuk menjalankan day-to-day operation.

"Min, lo ga tau anak-anak ini ngapain aja selama ini?" tanya Jeff sambil mengerutkan dahinya dan membaca kembali report itu.

Amin cuma mengangkat bahunya. Terlihat bahwa Jeff mulai tidak nyaman.

"yang gue tahu, mereka manajer-manajer gue yang paling ok," katanya santai.

"Ini fatal Min, ga bisa ditoleransi. Were you involved in this shit?"

Jeff melempar tumpukan kertas itu ke meja. Aku hanya diam saja karena aku tahu aku sudah di ambang emosi melihat santainya Amin. Amin diam saja tak menjawab, tapi wajahnya merah padam. Aku dan Jeff merasa bahwa itu hanyalah pertanyaan retorik, pertanyaan yang tak perlu dijawab.

"Van, Kita udh ada deal belum untuk perusahaan-perusahaan yang bermasalah itu?"

"Luckily we haven't, tapi ada 2 yang hampir MoU," kataku.

"Ok ok. Just fire them then, but spare Chandra. I still need him," kata Amin.

"Van, you got our OK, just do it," kata Jeff sambil berlalu dari ruangan. Tampaknya dia jengkel sekali melihat Amin.

"Ok, jadi lo mau gue ngapain?"

Mitha bertanya setelah Jeff dan Amin keluar dari ruanganku. Mitha, pegawai pertama perusahaan kami, adalah tangan kanan dan kiri kami, one of the most effective and efficient woman I've ever met.

"Easy. Gue mau lo koordinasi sama Amin, supaya Daniel, Hero, ga pegang akun lagi, kunci semua akses ke sistem, email, tarik semua benefit mereka termasuk insentifnya, kemudian pindahkan mereka di ruang kaca di lantai 7, tepat di resepsionis. ASAP. Kasih SP tiga ke Chandra dan pastikan insentifnya kita tunda sampai tahun depan."

"Gila lo. Lo mau mempermalukan mereka?"

"yang jelas gue ga mau pecat mereka. Ongkos mahal, dan entah bagaimana mereka nanti bereaksi. Gue mau mereka resign. Got it?"

"Noted Van," dan dengan kata pendek itu Mitha keluar dari ruanganku.

Berita itu dengan cepat menyebar seantero gedung. Orang-orang kasak kusuk dimana-mana, dan tepat besok harinya jam 12 siang, aku sudah menerima surat pengunduran diri Hero. Good, artinya aku sudah berhasil menyingkirkan satu orang dan tinggal 1 cecunguk yang tersisa. Daniel bisa dibilang yang paling keras kepala di antara yang lain. Sepertinya dia tahu betul bahwa aku mastermind dari "pengucilan" dia. Aku sendiri sudah cukup siap dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi. Dia bertahan selama kurang lebih seminggu di "pengucilan" sampai pada akhirnya menyerah dan mengundurkan diri, itupun dengan meninggalkan satu pesan pendek yang dikirimkan ke BB kami bertiga. Isinya hanya pendek.

"Watch out"


***

Tentu saja kami segera mendapatkan pengganti kedua orang itu (thanks to Mitha), namanya Jen dan Ardi, dan karena Amin tak mau tahu dengan soal handover itu (he's truly an asshole), pada akhirnya aku harus turun tangan menangani semuanya. Aku harus go through report by report, dan untungnya aku dibantu oleh Sandra dan Mitha. Dari pagi sampai malam, hanya kami bertiga. Non stop.

"Van, San, gue harus pulang, anak gue nungguin, gue udah ga bisa mikir lagi," kata Mitha menyerah.

Aku mengangguk.

"Pastikan Jen dan Ardi mendapatkan handover ini tepat waktu ya Mit. Semua benefit udah disiapkan kan?"

Gantian dia mengangguk.

"San, ga ikutan pulang?"

"Ga mas, nanggung."

"Gila kalian, pulang semua deh. Get a life, go to pubs, ..." Mitha terus meracau dan akhirnya pergi. Kami berdua hanya tertawa, dan kemudian lanjut lagi dengan pekerjaan, ditemani seteko kopi dan permen.

"Mas, Laper ga?"

Aku memandangnya dan tersenyum.

"Sori lo harus stay sampai malam ya San. Dengan semua yang terjadi ini, kayanya cuman lo dan Mitha yang bisa gue percaya sekarang."

"It's ok, mas."

"Dan ya, gue laper banget. Kayanya kita udahan aja malam ini. Hmm, kenapa kalo kita tinggal berdua topiknya tak jauh-jauh dari makanan ya San?"

Dia tertawa. Giginya yang putih rapi terlihat, dan sekali lagi aku dibuat terpesona. Dia mengangkat bahunya.

"Mau makan di luar? Gue lagi ga pengen makan sendirian. You choose?"

Dia tersenyum dan mengangguk cepat.

"Mobilmu aja boleh? Gue besok kayanya ga pengen ke kantor ..."

Kami akhirnya makan di sebuah resto kecil (lebih tepat sih warung makan) di daerah **********, punya sahabat Sandra (Sandra bilang dia juga punya saham di warung tersebut). Paul namanya. Sebelum Sandra ke sana, dia sudah telepon dulu untuk memastikan restonya masih buka. Maklum warung dia cukup laris.

"Sori ya Paul, datang agak maleman. Kangen masakanmu," katanya sambil cipika-cipiki. Kami datang di sana dan warung sudah setengah tertutup dan dipasangi tulisan TUTUP. Tampaknya pemiliknya memang sengaja menunggu Sandra.

"Gue pikir lo tadi mau makan sama Andre ...," katanya sambil melirik aku. Andre nama tunangan Sandra (aku juga baru tahu kemudian setelah diberitahu Sandra. Mungkin karena aku dan Sandra jarang sekali mendiskusikan pasangan).

"Oya, kenalin ini mas Evan. Mas, ini Paul."

Dengan cepat Paul menyajikan masakan khas warung itu kepada kami yang sudah sangat kelaparan.

"Enjoy," katanya sambil hendak berlalu.

Sandra memegang tangannya.

"Ikut ngobrol di sini yuk Paul, biar rame," katanya. Kami akhirnya ngobrol heboh bertiga di tengah sepinya warung yang sudah kosong itu. Paul ini rupanya enak sekali buat diajak ngobrol, sangat sociable.

Dia memang chef berbakat. Bapak ibunya orang Indonesia, tapi dia lahir dan besar di Hong Kong sebelum akhirnya pindah ke Indonesia for good, bersama dengan partnernya, expat Hong Kong yang bikin pabrik kain di daerah Ungaran. Kami menikmati seporsi besar mi daging sapi (rasanya mirip sekali dengan Kau Kee di Central, HK), Sandra sampai ga habis sangking banyaknya, dan aku dengan "gentleman"nya, menghabiskan sisa minya. Minumnya sederhana, es teh tarik.

"Wow, super good. Makasih ya Paul, masakanmu masih enak kaya dulu."

"Lah lo pake diet-dietan segala sih, jadi jarang banget ke sini. Sekalinya datang bawa orang ganteng," kata Paul, sambil memandangku dan tersenyum lebar.

Sandra nyengir. Aku salah tingkah.

"Belum pernah dipuji gay ya?" tanyanya tak bisa menahan tawa setelah Paul berlalu. Tangannya memukul lenganku mesra. Mesra? jangan geer lah Van.

"Sejujurnya, baru kali ini."

"He is right, tho ...," katanya sambil memandangku lekat-lekat. Aku kembali salah tingkah. Damn, perempuan yang 16 tahun lebih muda daripadaku bisa membuat aku salah tingkah dan bertingkah aneh seperti ini.

"Thank you. you too," kataku. Entah bagaimana, tanganku kemudian memegang tangan dia yang halus itu. Dia pun tak menolak.

"Ok, gue kayanya harus pesen taksi sekarang," kataku enggan.

"Oya Mas, berapa koleksi Satchmu di rumah?"

Aku paham dia lagi ngomongin Joe Satriani.

"Lumayan. Mau pinjem?"

"Boleh. Sekalian gue anter pulang aja mas, gue ambil."

"Gue ga mau ngrepotin lo San. besok aja?"

"Santai mas, deket ini."

Sandra pun mengantar aku pulang sehabis itu dengan Yarisnya, mobil menengah biasa yang tak menarik perhatian. Itu memastikan banyak hal, dia sangat independen, dan bukan tipe show-off, walaupun sebenarnya dia bisa.

Apartemenku ada di bilangan Senopati. Aku termasuk orang yang mau praktis dan memilih tempat tinggal yang dekat dengan kantor. Kami menuju ke sana dan walaupun jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, macetnya masih saja membuat emosi.

"Naik ke atas aja yuk, di lobi sepi," kataku sambil mengajaknya naik ke lantaiku setelah sampai di gedung apartemenku. Kami berdiam diri di dalam lift, tak tahu apa yang harus dibicarakan. Lagi-lagi bau harumnya yang khas merasuk hidungku. Untungnya perjalanan itu cepat.

"Welcome to my crib. Have a seat."

"very nice mas, for a single," katanya sambil duduk di sofa besar. Dia menyilangkan kakinya dan melepas kedua stilettonya. Sekilas saja aku melihat betapa putih pahanya.



Segera aku mencari CD koleksi master Satchku. Banyak, karena ku koleksi sejak aku di US dulu. Ada beberapa album khusus yang aku ambil, yang menurutku bakal disukai oleh Sandra.

"Surfing with the Alien, dan Time Machine," kataku sambil menyerahkan CD yang sudah di-remastered berulang kali itu.

"Is it good?"

"Definitely, the god himself playing. Mau minuman panas? Kopi atau coklat?"

"Ga mas, pulang langsung aja," tapi bahasa tubuhnya seperti enggan beranjak dari sofa.

"San," aku menarik pelan tangannya. Dia urung memakai high heelsnya.

"Yes mas?"

Aku terdiam sebentar. Dia menunggu dan memandangku lekat dengan matanya yang besar. Entah kenapa tapi aku belum pengen dia pergi dari sini.

"Would you like to dance with this old man? Again? Maaf waktu itu ...," akhirnya kata itu terucap setelah aku mengumpulkan cukup banyak keberanian. Tak banyak wanita yang bisa bikin aku tak percaya diri seperti ini. Sumpah! Dulu mungkin hanya Dewi.

Dia tersenyum. Manis sekali. Sekali lagi tampak sedikit gigi putihnya. Sudah dua kali kuhitung dia tersenyum dengan menampakkan sedikit giginya. Tak banyak perempuan yang tersenyum seperti itu.

<< berhenti di sini dulu>>
 
Terakhir diubah:
eaah:((:((hh koq berhenti mendadak, barangkali nggak sengaja kepencet tombol pause:ha: tadi,,
sampai:goyang: nganga nungguin Sandra jawab pertanyaan​
 
Jadi nih kayaknya... Hajar Vaaan...!!! Jangan kasih kendoor...!!!
 
Ninggalin jejak hu..... Crritnya bagus... Alur nya lembat g buru2.... Pelan tapi pastih
 
kayaknya ts nya lagi ke kondangan .
makanya di potong kayak gotu..

tapi nggak apa apalah... asal jangan lupa bawa Bontot...
 
cerita bagus nich... sayangnya madih sepotong sepotong bikin penasaran aja
 
Seperti ane bilang, hari ini mega update. Sampai jumpa minggu depan ya.
--------------
"Let me think?"

".... Of course mas, I thought you never ask," dan tanganku dengan cepat merengkuh kedua tangannya, dan membawa dia rapat ke tubuhku. Dia tak menolak sama sekali.

"Shit, lupa nyalain musik."

"Ga usah. Anggap aja kita lagi ndengerin Thinking of You."

Dengus nafas kami terdengar begitu jelas di keheningan malam, diiringi dengan ritme langkah kaki kami tanpa suara lagu pengiring.

"Aneh ga sih?"

"Ga juga...," katanya.

"Ah, lupa copot dasi," kataku tiba-tiba merasa gerah dengan intimnya badan kami. what a lame excuse.

"Let me," katanya sambil dengan pelan mengurai simpul dasi, dan kemudian membuka kancing paling atas di leher, turun lagi satu kancing. Jantungku sudah berdebar super kencang. Turun lagi satu kancing ...

Dan kemudian kami kembali berpelukan dan bergoyang pelan. Dalam keadaan serapat itu, apalah aku lelaki biasa yang lemah. Aku merasakan kontolku sudah sangat tegang di bawah sana, dan sangat yakin Sandra bisa merasakannya.

Bibir itu lalu mengecup lembut dadaku yang sedikit terbuka.

"San ..."

"Mas ..."

"Lo tahu apa yang bakal terjadi malam ini?"

"Apa mas?"

Aku tak tahan. Kuangkat wajahnya dan kukecup bibirnya. pelan, agak ragu. Sandra merapatkan tubuhnya kepadaku. Aku kembali mencium bibirnya, kali ini dengan yakin. Mulutnya agak terbuka, dan lidah kami untuk pertama kalinya bermain. Dengan cepat nafas kami pun terengah-engah.

"Wow!"

Tangannya memegang dadaku.

"Mas, are you sure?"

"Gue harusnya yang nanya itu. Are you sure?"

Dia kembali melumat bibirku. Kali ini dengan sangat ganas. Tanganku bergerak mengelus rambutnya yang gelap berkilau. Turun ke punggungnya, meraba garis-garis yang diciptakan oleh BHnya. Berhenti di situ. Tangan Sandra pun aktif mengelus leherku, kemudian bahuku. Ciumanku turun menuju lehernya yang putih. Lehernya tak jenjang karena postur tubuhnya agak pendek. Ada bulu-bulu halus di situ, dan aku menciuminya dengan sangat hati-hati. Sandra mengerang, tangannya mencengkeram erat lenganku. Tanganku lalu bergerak ke depan, merasakan kekenyalan payudara yang masih terbungkus rapat itu, meremasnya pelan. Oh heaven! Apalagi ketika tangan Sandra turun ke bagian selangkangan dan meremas lembut ketegangan kontolku yang sudah tak sabar ingin keluar dari kandangnya.

Dan tiba-tiba, kedua tangan itu kemudian mendorongku ke sofa dan aku terduduk. Dia tersenyum nakal.

Aku menarik tubuhnya ke depanku, mengagumi sosok sempurna itu.

"You are amazing," kataku sambil meraba pinggangnya dan dengan sedikit kesabaran melepas bajunya. Segera saja aku menemukan half cup Bra renda dengan warna putih pucat. Off-white kata Dewi dulu ketika aku meminta dia membelinya di suatu gerai lingerie. Aku meremas gemas daging kembar yang masih tertutup bra itu sambil menciuminya.

Sandra membantuku melepasnya. Oh, persis seperti bayanganku. Bahkan lebih. Payudara yang penuh, bulat, putih mulus tak bercacat. Dan besar. Tampak seperti tak seimbang dengan tubuhnya yang tak terlalu tinggi. Aku menimbang keduanya, berat. Sandra tertawa ketika aku menimang-nimang susunya. Putingnya kecil warna coklat muda, dengan areola yang tak terlalu lebar. Aku memegang keduanya dengan hati-hati, kembali menakar volume dan beratnya. Dan kemudian mengecupnya. Pelan-pelan di seluruh permukaan dadanya, tapi terlebih di putingnya yang menggoda itu. Sandra mendesah. Semakin kencang desahannya ketika putingnya itu aku kulum, hisap, dan jilat. Putingnya menegang dengan cepatnya.

"Jangan berhenti mas," katanya sambil mengelus rambutku. Aku melanjutkan "pekerjaan"ku dengan kedua susunya yang sempurna itu, dan tanganku tak tinggal diam, dengan kilat meloloskan rok spannya, untuk mendapati high cut panties dengan warna senada dengan branya.

"Lo curang mas," katanya berbisik. Aku paham maksudnya, dan kemudian berdiri.

"Dari tadi ini yang ganjel mas. Open it, now!" katanya memerintah pura-pura serius. Aku tersenyum lebar.

Aku membuka bajuku dan celana panjangku, dengan kecepatan seorang superman. Kecuali celana dalam.

"Gue pengen liat punyamu, San," kataku serak.

Dan dengan gerakan erotik Sandra pun memelorotkan celananya. Bulu kemaluannya tercukur rapi sekali, tipis tapi tidak plontos. Memeknya pantas sekali dikategorikan sebagai memek tembem, kedua labia mayoranya agak menebal, membentuk lembah. DAMN!

"Wow."

"Gantian lo mas," katanya lirih, penuh nafsu. Aku memelorotkan celanaku.

"Oh Wow, hellloooo ....," katanya setelah aku sudah telanjang bulat di depannya.

"Mas, kenapa gue sekarang jadi takut ya mas liat itu?"

"Gue harus akuin mas, kontol segede ini belum pernah ada yang masuk ke ke memekku," katanya kemudian sambil mengelus kontolku.

Wah, Sandra yang smart, prim, and proper mulai bicara kotor. Sangat kotor. Dia kembali mendorongku ke arah sofa. Aku jatuh terduduk, dan menantikan apa yang akan dilakukan olehnya.

Dia mendekatiku lagi dan bersimpuh di depanku, mengelus-elus kontol yang sudah super tegang ini.

"Gila, gede banget sih mas. Sayang banget jarang dipake," katanya mengikik. Dan kemudian yang mengejutkanku adalah, mulutnya mulai menciumi kepala kontolku.

"Oh, Sandra, lo yakin?"

"Jujur gue ga yakin bakal muat mas, tapi setidaknya gue coba," katanya sambil menjilat bagian bawah kontolku.

Aku mengerang. Gila enak banget! Akhirnya kontol ini menemukan fungsinya lagi setelah sekian lama tak terpakai. Sandra tampak sudah terbiasa melakukan hal ini. Tunangannya benar-benar beruntung! Dia kembali memasukkan kontolku ke dalam mulutnya, terus sampai agak dalam sebelum akhirnya dia seperti tersedak. Beberapa kali dia melakukan hal itu, dan semakin lama kontolku semakin sensitif.

"Kontol gedeeee," katanya berulang-ulang sambil meneruskan kulumannya.

"Udah San, berhenti. Kalo engga gue bakal ..."

"Emang kenapa?"

"Ya gue pengen yang lain," kataku sambil kemudian menarik tubuhnya.

"Maksudnya seperti ini?"

Dia berdiri dan kemudian dengan hati-hati mengangkangiku.

"Tunggu!"

"Kenapa mas?"

"Gue ga punya kondom ...," kataku tersadar.

"Oh Shit shit," katanya lemah.

"Gue lagi subur nih mas. Tapi gue pengen ..."

Sambil berkata begitu, dia memegang kontolku dan menggesek-gesekkan ujungnya ke bibir memeknya yang sudah basah kuyup. Oh, so friggin good!

"Jangan San ...ssssshhhh!"

Dia kemudian tertawa ngakak. Aku memandangnya heran.

"I'm kidding mas. I'm on the pill. Gue sama Andre belum pengen punya anak, apalagi sebelum nikah," katanya terkikik. Well of course, mereka lama di US!

Lalu dia mulai menekan memeknya dengan kontolku.

"Ok, ini kayanya bakal jadi perjuangan berat mas," bisiknya sambil kembali mencoba.

"Oooh, gede banget ... susah mas, tapi pengen," katanya mendesah keras, tapi tetap mencoba. Aku pun merasa begitu. Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku merasakan menembus memek perempuan, dan memek Sandra entah kenapa terasa rapat sekali.

Dan akhirnya, masuk juga seluruh batang kontolku ke dalam memeknya.

"Shit, penuh, mas. Diem dulu mas, gila, ssshh," Sandra meracau tak jelas. Aku menuruti segala perkataannya. Tubuh kami mulai panas, dan keringat mulai muncul, walaupun di ruangan apartemenku, AC cukup dingin.

Beberapa detik kemudian tubuh Sandra mulai bergoyang, tangannya dengan erat memegang bahuku, dan akupun menyambutnya dengan memeluknya, menikmati persetubuhan seraya meremas kedua susunya. Goyangannya awalnya lambat, ritmik, mungkin supaya memek Sandra bisa terbiasa dengan ukuran kontolku. Tapi makin lama makin cepat. Aku merasa bahwa aku tak bisa menahan kenikmatan di kontolku dan bakal meledak sebentar lagi. Nafas Sandra semakin pendek dan cepat, dan desahannya semakin kencang. Dan saatnya pun tiba ....

"Gilaaaaa, aiihhhhhhhh!!!"

"SSSHHHH!!!"

Sandra menjerit keras sekali dan tubuhnya menegang, memeluk tubuhku erat-erat. Mulutku menyedot kencang puting kanannya. Memeknya berkedut beraturan, dan akupun muncrat dalam-dalam di memeknya, ber mili-mili liter. Kepalaku berdenyut-denyut karena aliran darah yang deras dan jantungku yang bekerja ekstra. Peluh bercucuran di tubuh kami yang menyatu.

"Uh, gila, enak ... banget ..."

*****
Semoga tidak kentang lagi ya hu.
 
You are beautifull.... Kenyang goreng nya busuk sudah.. Kwkwkwjkw...
 
uu:genit:uuwhhhh

ini sebenarnya:siul: mas duda nya yang punya niatan atau Sandra tlah dilanda nafsu tak tertahan... dan, kejadian penghianatan pada tunangan..

nyesel?? apa lanjut:D kawin..!?


ane:semangat: tingguin​
 
sandra... gw senang membaca cerita baru, cerita TS ini cukup ringan, imaginasinya cukup bagus dlm membangun plot perlahan sehingga membawa fantasi gw sbg pembaca dengan baiknya :Peace:

lanjutkan :beer:
 
wah bisa jadi salah satu karya terbaik disini nih!
lanjut suhu!
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd