Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Sandra

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Haduh haduh, harus rajin ini mah saya buat cek kelangsungan cerita yang membawa angan
 
Akhirnya ada sambungannya lagi. Belom ada konflik yang signifikan nih....
 
Whasyeeeek.... Next apdet ngekse Lisa yuhuuuuiii.....
 
Overall i like this...but klo boleh saran dikit, untuk chat tik tak di kasih tanda apa gitu, jd kudu baca bolak balik biar ga gagal pahan
 
Hallo suhu-suhu,

terimakasih untuk bersabar. silakan dinikmati lanjutannya, pendek saja, tapinya, mohon maaf. semoga berkenan.
---------------------------------------

UNEXPECTED ENCOUNTER

Sebagai seorang eksekutif yang sudah berpengalaman puluhan tahun di dunia keuangan, dan bahkan sekarang sudah di posisi eksekutif puncak, aku sering sekali menghadapi masalah-masalah yang pelik. Merger, akuisisi, buy or sell, bahkan resiko loss karena keputusan yang salah adalah barang sehari-hari yang aku hadapi. Tapi ini, yang di depanku sekarang, sama sekali belum pernah aku hadapi. Seorang ABG baru masuk kuliah, terang-terangan menggoda aku, plus kata-kata kotor lagi. "Memek"? Hatiku berdegup kencang.

"Lisa, why are you doing this?"

"Om harus nanya? ... Om ga peka ..."

"Ga peka gimana?"

"You have no idea do you? bahkan setelah ciuman gue waktu itu? Bahkan setelah gue merendahkan diri seperti sekarang Om. I want you, Om,.."

Aku diam.

"Lis, kita baru aja ketemu beberapa kali setelah sekian lama ..."

"Iya Om, tapi itu hanya menegaskan perasaan gue ke Om, yang ternyata dari dulu ga pernah ilang."

"Lis, itu bayanganmu saja tentang gue, bukan kenyataan sebenarnya. Gue ga seperti yang lo bayangin waktu kecil, beneran Lis, ..."

"....Even better Om. You live up my expectation. Gue ga ngerti, Om sama persis sama bayangan gue dari dulu, and you're still single Om, after all these years..."

Dia mulai terisak.

"Setiap kali ketemu Om, Om selalu kasih satu alasan lagi buat gue untuk menyukai Om. Dan akui saja Om, ..."

"Om punya perasaan buat gue kan? Walaupun sedikit, tapi Om punya kan?"

Dia bertanya masih dengan sesenggukan.

"kenapa Om ga kasih kesempatan untuk kita? Gue tahu Om punya pacar sekarang, dan telepon hari ini sangat jelas gue denger."

"jangan bohong Om, gue tahu ..."

"Lis ...," aku berdiri dan dia ikut berdiri.

"Gue pulang sekarang ...," tapi tangan Lisa masih memegang lenganku rapat-rapat.

"jawab dulu Om,"

"Jawab apaaa? I don't know Lis, ..." aku menjawab lemah.

"God da*n it, Om!"

Dia terduduk dan pecah sudah tangisnya.

Apa yang harus kuperbuat? Apakah aku kudu keluar dari rumah ini segera? Tapi dia menangis karena aku. Dia menangis setelah mengungkapkan perasaannya kepadaku. Betapa jahatnya aku jika meninggalkannya dalam keadaan seperti itu!

Aku kembali duduk di sampingnya, dan merengkuh tangannya.

"Lis, listen to me. Kenapa harus gue Lis? kenapa bukan orang lain? Gue pikir lo ga bakal kesulitan cari laki-laki yang jauh lebih ..."

Dia memandangku tajam. Tangisnya berhenti.

"Terus emangnya kenapa kalo Lisa pengen sama Om? Ga boleh?"

Aku menggeleng dalam diam. Aku mengelap air matanya yang berderai di pipi dengan tanganku.

"Lo ga liat gue seumuran siapa Lis?"

"But you are as sexy as other young men," matanya sekarang memandangku dengan lain. Puppy eyes? bukan, lebih mirip seperti seseorang yang hendak melahapku!

"Gue udah punya pacar Lis, you know that,"

"So what? Belum nikah kan? kata orang sebelum janur melengkung ..."

Mau tak mau aku tersenyum lebar mendengar jawabannya. Dia pun tersenyum sambil mengisak.

Lalu ia menyorongkan wajahnya dekat sekali dengan wajahku. Dia merangsek ke private spaceku, dan aku seakan-akan tak berdaya dengan invasi itu. Untuk kedua kalinya.

"I can't ..."

Dia menciumku pelan. Di pipiku. Udara hangat yang dibawanya membangkitkan sesuatu.

"Please Lis," tanganku menahan bahunya lemah. Pandangannya sekarang seolah mengisyaratkan bahwa dia berhasil menaklukkanku. Who's the alpha now? She's so irresistible.

Dia menciumku lagi. Kali ini di bibirku yang setengah terbuka. Aku bisa merasakan bekas bir di bibirnya itu. Bulu kudukku berdiri seketika mendapatkan perlakuan seperti itu.

"I like you Om, a lot, ..." dia berbisik sambil menciumi bibir dan pipiku. Tangannya sekarang berada di belakang tengkukku.

"Kasih gue kesempatan untuk membuktikannya ...," terusnya sambil tetap menciumku.

Aku terdesak. Benarkah? Aku sendiri tak yakin karena tubuhku berkata lain.

Gairahku mau tak mau mengambil alih, dan dengan cepat aku membalas ciumannya. Seakan mendapat angin, ciumannya menjadi lebih agresif, lidahnya bermain di rongga mulutku dan begitu pun sebaliknya. Aku berusaha menahannya, memberitahu bahwa ciuman seharusnya dinikmati pelan-pelan, panas tapi lembut. Seperti minuman Teh. Gantian aku sekarang yang pegang kendali, memegang bagian belakang kepalanya, melumat bibirnya pelan-pelan, memainkan lidahku di rongga mulutnya. Kami berdua mengambil nafas jeda setelah sesi ciuman itu.

"Am I good enough for you Om?"

Aku tak menjawab. Sejujurnya karena aku tak tahu jawabannya. Dia atau Sandra?

Dan dia tahu aku tak perlu menjawabnya. Kembali dia melanjutkan ciumannya, dan kali ini mulutnya pelan menyusuri daguku yang ditumbuhi jenggot, menuju jakunku, kemudian di leherku.

"Gue suka bau Om," katanya mendengus.

"Bau laki-laki, bikin horny."

Dan tentu saja, setelah ciuman selalu ada yang lain mengikuti. Tanganku yang tadinya diam saja akhirnya bergerak, mengelus menelusuri samping tubuhnya yang ramping itu, berhenti sampai dengan pinggulnya. Tubuhnya yang berbalut kain kaos ketat yang tipis itu menggeliat merespons sentuhanku.

Dan seketika itu aku ingat, bahwa dia, wanita yang akan bergumul denganku ini, adalah anak Okta berusia 18 tahun!

"Tunggu, tunggu, Lis," kali ini aku terpaksa berhenti. Dia berhenti sejenak, menatapku kebingungan.

"Gue tahu apa yang Om pikirkan. No, gue udah ga perawan Om, kalo itu yang Om mau tanyakan. Dia, yang pernah gue ceritakan ke Om yang pertama. Can you see?"

Kami berdua berpandangan lama. Lisa mengelus pipiku, menunggu langkahku selanjutnya. Dia tahu aku butuh waktu untuk mencerna semuanya, mencerna ungkapan sayangnya, mencerna kenyataan bahwa ada seorang wanita berumur 18 tahun yang amat sangat menyukainya.

Aku merengkuh tubuhnya, dan kali ini tanpa basa-basi lagi, menciumnya lagi dengan penuh gusto. Kami berdua sudah sama-sama tahu tujuan akhir malam hari ini. Persetubuhan.

Tiba-tiba saja dia melepaskan diri dari pelukan dan ciumanku.

"Di kamarku Om, takut bi Irah datang," bisiknya, dan setengah berlari dia menarik tanganku menuju kamarnya. Setelah mengunci pintu kamar, kedua tangannya merengkuh kepalaku dan kembali menciumiku, kali ini sambil menarik tubuhku ke arah kasur. Aku sempat kehilangan keseimbangan sebentar, sebelum akhirnya meletakkan tubuhnya ke atas kasur.

Aku meraba kaosnya yang tipis itu, dan menggulungnya ke atas. Aku meminta persetujuan kepadanya dalam diam, dan dia mengangguk, tanda setuju dengan apa yang akan kulakukan itu. Singkat saja kaos itu lepas dari tubuhnya.

"You are beautiful, ..." kataku sambil berbisik di telinganya, dan lalu menciumi leher yang jenjang, turun menuju belahan dadanya, serta kedua dadanya yang masih tertutup BH merah itu. BHnya model halfcup warna merah, berenda. Aku, entah kenapa, selalu suka bau BH yang sudah dipakai perempuan, bercampur dengan bau keringat dan parfum mereka yang khas. Belakangan kutahu bahwa Lisa memakai parfum Allure (tentu ini setelah penyelidikan yang mendalam plus mengantarnya shopping di mall). Lisa melengkungkan punggungnya ke depan, dan membantuku melepas BH yang sekarang tampak sangat mengganggu itu. Sepasang payudara itupun terbebas sudah dari kungkungan. Sejenak aku berhenti menciumi tubuh itu, dan menikmati pemandangan indah yang tersaji di depanku. Kedua payudara mengkal yang tak terlalu besar itu tegak mengacung menantang gravitasi. Putingnya tak begitu besar, tapi mancung bukan main. Areolanya tampak samar pucat mengelilingi puting itu. Aku mencium putingnya perlahan, yang kiri dan kemudian kanan. Dia mengelus rambutku. Kupuaskan keinginan mulut dan tanganku untuk menciumi, bahkan mengulum, menghisap kedua susunya sambil meremas kekenyalan dadanya. Oh dada gadis 18 tahun! What a pervert I am! Perutnya yang rata mengundang bibirku setelahnya. Untuk menikmatinya. Perutnya bergetar menerima ciumanku, dia pun terkikik.

"Geli Om," katanya. Aku meneruskan ciuman ringanku di sekujur perutnya sekarang.

Tanganku yang tadinya gagah meremas kedua dadanya, sudah berada di pinggulnya, dan menemukan ritsleting celana pendeknya. Aku kembali memandangnya, meminta persetujuannya dalam diam. Matanya memandangku seakan berkata, "udah sampai sejauh ini masih nanya? TERUSIN!"

Celananya lolos dengan cepat, dan ketika aku hendak menarik celana dalamnya, tangan Lisa menahanku.

"Pakaian Om masih lengkap," bisiknya, dan dia pun membantuku meloloskan kemeja, ikat pinggang yang sedari tadi mengekang tubuhku. Tangan Lisa pun menyusup ke celana dalamku yang sudah sesak karena ketegangan penisku, untuk menemukan sesuatu yang sepertinya mengagetkan dia.

"Om, gue cuman minta satu hal,..."

"Ya?"

"Pelan ya Om, gue ga pernah kebayang barang segede ini bisa masuk ke memek gue ...," katanya sambil memelorotkan celana dalamku.

Tapi aku belum mau itu, aku masih pengen yang lain. Aku mengendus celana dalamnya yang sudah terlihat lembab, dan memelorotkan celana dalamnya, untuk mendapati bahwa vagina Lisa jauh berbeda dengan Sandra. Lebat, itu kesan pertama. Kesan kedua, klitorisnya cukup menonjol, beda sama Sandra yang tersembunyi di dalam vaginanya yang tembem.

"Ommmmm," ketika lidahku mulai menari, membelah belahan vaginanya, menyentil klitorisnya, menciumi bagian dalam selangkangannya. Hey, aku baru sadar bahwa baru kali ini aku go down on someone other than Dewi. Bahkan aku belum pernah merasakan vagina Sandra (ok, checklist penting : cunnilingus on Sandra). Aku bukan ahli cunnilingus, tapi jelas Lisa menikmati permainan lidahku itu, terlihat dari gerakan tubuhnya yang blingsatan dan desahannya yang tak henti-henti.

"Ommm, masukkiiiin," kata Lisa sambil merengkuh bahuku.

"Jangan keluar di dalam ya Om,"

Aku mengangguk.

Aku memposisikan diriku, dan menggesekkan kepala penisku ke belahan vaginanya. Berulangkali. Merasakan basahnya vagina itu. Mendengarkan desahannya yang semakin lama semakin cepat. Tangannya kembali merengkuh pinggulku, tak sabar. Penisku masuk pelan sekali. Aku tak mengerti perbedaan antara vagina rapat atau tidak, tapi kurasakan relung vagina Lisa mencengkeram erat penisku. Lisa menggigit bibirnya dan aku melihatnya seksi sekali.

Aku merapatkan tubuhku ke dia, dan dia menyambutku dengan ciuman bertubi-tubi. Penisku pun mulai kugerakkan keluar masuk vaginanya, pelan tapi dalam. Aku benar-benar ingin menikmati momen pertama ini dengan Lisa. Setiap kali penis itu menghunjam dalam, Lisa mengerang. Aku benar-benar harus menahan diri untuk ejakulasi dengan momen ini, sehingga beberapa kali aku harus mengubah laju penetrasiku, kadang pelan, kadang cepat menghunjam. Erangan Lisa semakin cepat, pendek, nafasnya terengah-engah. Aku tahu dia hendak mencapai orgasmenya.

Aku mempercepat goyanganku sekarang, tapi pendek-pendek saja, sambil menggigit bibirnya. Dia menjerit kecil ketika aku merasakan vaginanya berkedut mencengkeram penisku. Kakinya berkejat beberapa kali dan pinggulnya menampar pinggulku. Dan aku pun tak mau kalah, aku hampir sampai.

Kucabut penisku dan dengan beberapa kali kocokan, kusemprotkan cairanku ke atas perutnya.

"Gosh, Om, I love you, " dia merengkuhku, dan menciumiku kembali. Aku memeluknya erat-erat, menikmati saat-saat orgasmik itu.

Jam 3 dinihari aku bangun dari sampingnya, melihat wajahnya yang tidur dengan tentram, mengecupnya dan pulang. Aku tak mau beresiko ketahuan bi Irah.

****

Sejujurnya, setelah sekian lama aku tak menjalin hubungan siapapun sejak kematian Dewi, berhubungan sekaligus dengan dua perempuan yang luar biasa itu benar-benar overwhelming. Iya, mendapatkan begitu banyak sayang dan cinta dalam satu waktu, dari dua perempuan bisa membuat ego seorang laki-laki menjadi setinggi langit. Belum lagi energy boost. Setiap hari sekarang seakan begitu ringan dilalui, walaupun seabreg pekerjaan menghadang.

Dua bulan sudah aku menjalin hubungan dengan Lisa dan Sandra, tanpa mereka tahu satu sama lain. Ok, Lisa tahu bahwa aku punya pacar, tapi dia tak pernah kepo menanyakan macam-macam tentang dia, dan aku pun tak pernah harus merasa menjelaskan Sandra kepadanya. Dia tahu harus berbagi aku. Tentu bukannya tanpa masalah.

+Hei, udah maem?

-Heh, bukannya tadi kita maem bareng?


SHIT!

Jadi tadi rencananya mau mengirim pesan sok perhatian ke Lisa, tapi kok ya bisa salah kirim ke Sandra? Udah gitu nama mereka jauh di list contact. Begoooo!

+Damn, urusan merger XXXXX ini benar-benar bikin brain fart

-Hahaha, tanda kurang ngewe?

+Hih, jangan bikin gara-gara

-Ga kok, gue lagi banyak kerjaan juga mas


Fiuhhh, aman.

Dua bulan itu juga menandai babak baru karier Sandra. Tentu bukan karena jadi pacarku, tapi memang karena dia sangat kompeten. Jen, seperti pengamatan Jeff dan Amin, memang kurang perform. Dia sepakat untuk didemosi, dan Sandralah yang menjadi pengganti. Dan pilihan kami memang tak salah. She's definitely top performer. Tak kurang dari 3 project kami close senilai total 4 T pada kuartal kedua, semuanya berkat kerjasama Amin dan Sandra. Beberapa returning client juga bilang sangat puas, dan salah satunya, Timbre Indonesia, mengundang kami dalam acara gala dinner mereka. Inilah salah satu momen dimana aku merasakan dilema mempunyai dua kekasih.

Acara itu semi formal saja, diadakan di sebuah fine dining resto di bilangan jakarta pusat. Kami datang bersepuluh, termasuk Sandra di dalamnya, tapi tentu saja tak berbarengan dengan aku. Kami datang sendiri-sendiri. Dan tentu, Sandralah bintang malam itu. Menurut aku tentu saja. She's super hot, and stunning. Bajunya ketat menonjolkan dadanya yang membusung, dengan bahan yang aku tak tahu namanya, berkilat di kejauhan. Roknya mini, dan punggungnya yang mulus terlihat jelas. Bahkan aku merasakan beberapa saat berjalan dengan tenda di bagian selangkanganku melihatnya. Beberapa laki-laki mendekatinya dan berusaha bicara dengan dia. Aku sebenarnya ingin melindunginya dari "lalat-lalat" itu, tapi aku percaya dia mampu mengatasinya.



"Manajermu luar biasa," kata Gunawan, pemilik Timbre Indonesia kepadaku sambil memandang Sandra di kejauhan.

"She is," kataku tersenyum.

"Is she taken?"

"Engaged,"

"Damn, cewe cakep pinter memang jarang yang single ya,"

"Apalagi with that kind of boobs, don't you think?"

Aku terus terang tidak nyaman dengan statement Gunawan yang taksopan itu. She's mine, asshole, dan rasanya pengen kuhajar dia saat itu juga. Tapi aku tersenyum saja. Padahal istri Gunawan juga tak kurang cakep dan seksinya, dan dia hadir pula di pesta itu. Widya namanya. Kebetulan dia teman SMAku, teman Okta juga. Geblek emang Gunawan, matanya jelalatan sementara istrinya berada tak jauh dari itu. Anyway, Gunawan dari dulu memang sudah terkenal suka main perempuan. Amin biasanya ngajak dia ke tempat gituan, dan setelahnya cerita padaku tentang petualangan mereka.

"Van, long time no see, heh?" Teriak Widya.

Aku mencium pipi kiri dan kanannya.

"Hai Wid, yeah, been like 5 years?"

"Yeah, dan lo ga berubah ya," dia memandangku aneh, dari mulai ujung kaki sampai ujung kepala. Aku merasa ditelanjangi.

"Ga ada teman SMA gue yang masih seksi sampai sekarang, seperti lo," katanya berbisik. Aku tertawa.

"you too Wid, still hot," kataku mencoba ramah. Tapi emang benar adanya. Baju pestanya menampakkan belahan dadanya yang dalam. Entah palsu atau tidak, tetap saja enak dipandang.

Dia berputar di depanku dan tertawa. Nice ass too!

"Eh, gue mau ngenalin anak gue, baru pulang dari Oz, Curtin. Ezra, kesini. Mau kukenalin teman mami nih," teriak Widya ke seorang laki-laki muda yang menurutku cukup ganteng. putih.

"Hi Om Evan, Mami papi cerita banyak tentang kehebatan Om,"

Aku tertawa sambil menyalaminya.

"Ga semua yang lo denger itu bener Zra. Nice to meet you. So Curtin eh?"

"Ya Om, Finance,"

"Kira-kira bisa magang di tempat lo ga Van?"

"Lah, ga di kantor bapaknya aja?"

"Ah, jangan, keenakan nanti dia. Dia butuh tempat yang keras,"

"Mom!"

"Boleh, boleh, lo datang senin besok bisa?"

"Ok Om, bisa banget."

Ezra menganggukkan kepala kepada sambil mengangkat tangannya, melambai kepada seseorang di belakangku. Kami semua menengok ke belakang, dan apa yang aku lihat membuatku kaget setengah mati.

<<sekian, dan sampai jumpa minggu depan>>
 
jadi yang datang lisa ya gan?
sebenarnya ceritanya lumayan datar di awal, tapi begitu lisa muncul konflik pertama sudah muncul
tinggal pintarnya om ts saja mau mengelola konfliknya, tapi kok sepertinya konfliknya mau diperlebar ini ya nantinya
 
Jangan-jangan Lisa yang dipanggil Ezra...?
Okta bukannya sudah pulang ya hu?
 
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd