Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Sahabat-Sahabat Istri di Majelis (Collab with Kisanak87 - NO SARA!)

CHAPTER 4



Apakah gue malu karena tadi, selain Dinda. Ada dua wanita berkerudung yang juga gue kenal, melihat si komeng yang lagi menegang?

Tidak kawan. Yang ada, si komeng sialan di bawah sana makin tegang. Malah bikin gue agak sulit buat bernafas saking tegangnya. Bagaimana tidak, imagi gue langsung liar kemana-mana. Pertanyaan demi pertanyaan mesum mulai menggeliat di tempurung kepala gue.

Oh iya. Baideway, nama kedua perempuan tadi. Yang duduk di sofa single bernama Tita, bini seorang pelaut, yang lebih dulu aktif di MKTI buat menyelamatkan dirinya dari fitnah di luar sana selama lakinya lagi bertugas di tengah lautan. Sedangkan yang duduk di sofa double bareng Dinda, namanya Mia. Janda tanpa anak yang udah di tinggal lakinya karena di rebut pelakor tak beradab. Ketiganya cukup akrab. Dan kenapa gue tahu tentang mereka? Yah, pastinya Dinda yang bocor pasti demen banget buat bercerita saat kami lagi di kamar. Hal biasa terjadi, ketika kami ingin tidur, cerita-cerita tentang apa yang terjadi seharian menjadi bumbu pengantar tidur.



Apa yang kedua wanita berkerudung itu pikirin ya, pas tadi ngeliat si komeng lagi bangun? Apakah deg-deg an? Apakah penasaran buat melihat sepenuhnya, membukanya, mengeluarkannya dari sarang boxer tipis yang gue kenakan? Atau malah biasa-biasa saja, karena udah biasa ngeliat komeng lain di luar sana?

...

...

...

Setengah jam lebih gue cuma males-malesan di kamar, sembari mencoba meredakan birahi yang tiba-tiba hadir tanpa gue undang, kamar di buka dengan lumayan kencang.

“Ayah.... ihhhh kenapa sih tadi maen nyelonong keluar. Kan bunda jadi malu” rupanya Dinda masuk kamar dan langsung ngomel gak jelas.

Gue gak gubris. Gue langsung bangkit dari ranjang, dengan cepat gue deketin Dinda, menarik tangannya dan menyeretnya ke tempat tidur.

”Eh... eh.... ayah.... apa-apan sih ini?” dia protes, tapi tidak menolak. Karena kalo menolak, itu artinya dia bakal menambang dosa baru. Yah, setidaknya begitulah yang ia pelajari selama ini dari majelisnya.

Posisi Dinda sekarang udah di ranjang, udah dalam kuasa penuh gue. Tak bisa lagi kabur dari sini. Dan menurut gue, pasti kedua temannya tadi udah pulang, buktinya, dia udah masuk ke kamar. Dan gak mungkin dia ninggalin kalo keduanya masih ada di luar, bukan?

Tanpa basa-basi lagi, gue segera nyosor ke bibirnya yang tipis dan indah itu.

Gue dengan bringas mulai menjilat bibirnya. Meneroboskan lidah gue ke dalam rongga mulutnya. Meski masih bingung, karena mungkin belom siap, dia tetap membalas dengan penuh gairah.

Saat tangan ini bergerak merambahi buah dadanya, dia juga ikutan dengan meraih kejantanan gue yang sudah tegak maksimal di balik boxer dan mulai mengocoknya.

“Ihhh ayah. Padahal kan bunda belom selesai, lagi pengen ngomel.”

“Udah aja. Ayah lagi pengen banget. Lagian pasti si Tita dan Mia udah pulang kan?”

“Hu um.... tapi. yaaaah, kok tiba-tiba gini sih?” tanyanya di saat gue mulai mencari kaitan branya, begitu dapet gue langsung menariknya lepas.

Setelahnya, gue menyingkap kaosnya ke atas hingga tampaklah buah dada Dinda yang bulat dan putih mulus. Dengan gemas, gue mulai meremas-remas benda bulat empuk itu dan mencucupi putingnya berkali-kali.

“Ahhhh ayahhh” Dinda sekejap, langsung mendesah sambil menggelinjang. “Ohhh.. Ayah!” tubuh sintalnya melenting ke depan, bikin gue makin leluasa menjilati putingnya yang terasa mulai sedikit mengeras.

“Yah, geli!” rintihnya lagi saat tangan gue mulai menjalar meraba paha mulusnya, dan terus naik hingga masuk ke balik celana dalamnya.

“Sumpah.... ayah udah gak tahan lagi sayang”

Untuk alasan kenapa gue sampai se-bergairah seperti ini, tentu saja tidak bisa gue jelasin dengan kata-kata. Apakah karena Dinda sendiri, atau malah karena pikiran gue yang sejak tadi liar kemana-mana. Atau malah, bergairah karena membayangkan umi Rahmi?

Perjuangan gue buat naklukin Dinda akhirnya berbuah hasil. Buktinya celananya sudah mulai membasah oleh cairan kewanitaannya. Di tandai juga dengan tak sabarnya ia menanggalkan kaos yang melekat di tubuh gue.

Saat sudah telanjang dada, ia langsung mencium dan menjilati puting gue. Lalu terus ke bawah ke perut. Kemudian Dinda mulai berlutut dan dengan tangannya yang lentik berbulu halus, dia merogoh ke dalam boxer yang gue kenakan ini. Detik selanjutnya, terbebaslah wahai engkau si komeng sialan yang sejak tadi menyiksa.

Mana ketegangannya teramat sangat dahsyat. Bahkan saat gue meliriknya, urat-urat di batangnya bener-bener menunjukkan bagaimana ia amat sangat haus sekarang.

“Ohh.. ayahhhh.... ternyata sudah ngaceng rupanya. Besar sekali, Yah. Bunda suka.” komennya sambil mengagumi kejantanan gue dari dekat. Meski sudah sering melihat dan menikmatinya, tapi Dinda masih saja tetap terpesona dibuatnya.

Dinda tidak melanjutkan lagi kata-katanya karena mulutnya yang mungil itu kini sudah melahap dan mengulum penis gue.

“Hmph.. Hmph..” matanya melirik nakal ke gue, sementara tangannya sibuk meremas-remas dua biji zakar gue.

“Ohh bun.... bunda sayang. Isep terus sayang..... oughhh enakkksh” asli. Nikmat banget isepan Dinda. Meski gue sering merasakannya, tapi sensasinya tetap saja bikin gue cenat-cenut.

Tidak tahan, segera kutarik tangannya agar berdiri. Gue memposisikan diri buat tidur telentang di kasur, sementara Dinda naik ke atas gue.

Dia menyibak rok dan celana dalamnya hingga vaginanya kelihatan, dan menaruhnya tepat di atas penis gue yang sudah menjulang dahsyat penuh gairah. Pelan, Dinda menurunkan tubuhnya hingga batang kemaluan gue pun menerobos masuk ke liang vaginanya yang masih sempit seperti biasanya.

“Ough… ayahhhh.... gemukkk banget. Sesekkk ah” jeritnya tertahan.

Gue yang sudah tak sabar segera memegang pinggangnya dan menggerakkannya naik-turun hingga kemaluan gue dengan nikmat mulai keluar masuk menjelajahi liang nikmat bini gue yang cantiknya kebangetan ini.

Sambil terus menggoyang, tak lupa gue juga menggerakkan tangan ini untuk memberikannya tambahan stimulasi, dengan meremasi buah dadanya yang bergoyang-goyang indah saat ia bergerak turun naik.

Sesekali juga gue menarik badannya sehingga buah dadanya yang seger itu jatuh tepat di depan wajah. Dengan penuh nafsu, gue menghisap dan mencucupinya.

“Oughhhhh… Yah! Enak banget!” Dinda semakin mendesah gelisah, sambil terus menggoyang-goyangkan badannya naik turun, dengan menerima hujaman tusukan kemaluan gue di dalamnya.



Setelah beberapa menit, gue akhirnya menurunkan tubuh Dinda.

Setelah itu, Dinda yang nurut aja, mulai menungging atas keinginan gue yang tak terucap, hanya sekedar memberinya kode saja, sambil berpegangan pada tepian tempat tidur.

Kembali gue menyibakkan roknya hingga tampak pantatnya yang putih mulus menggairahkan. Tak ingin ada pengganggu dalam prosesnya, akhirnya gue putusin buat menanggalkan celana dalamnya yang sudah miring ke samping, melewati dua tungkai kakinya yang juga di bantu oleh empunya, hingga vaginanya tampak jelas kelihatan dari belakang. Dan segera saja gue mengarahkan si komeng perkasa gue ini ke dalam liang kenikmatan Dinda.



Bleshhh!

“Ohhh ayah”

“Ohh sayang” seperti ko’or, bersamaan kami berdua mendesah ketika proses menanamkan kemaluan gue ini ke liang kedalamannya.

Begitu gue rasa udah pas, dan mentok, akhirnya gue mulai bergerak maju mundur, sambil berpegangan pada jilbabnya yang panjang. Dengan semangat juang, gue kembali menyiksa Dinda, dengan menggenjot tubuh sintalnya.

Dinda langsung merintih-rintih sambil merem-melek keenakan, ”Yah, Ohhhhh... Terus, Yah... lebih keras! Terus! Lebih cepat! Oh... Ayah!” racaunya.

Semakin kesini, semakin cepat pula ritme genjotan gue.

Proses keluar masuknya penis gue di vagina Dinda pun, semakin kuat dan dalam. Tak habis akal, biar Dinda pun merasa semakin nikmat, maka gue pun tak mendiami sepasang payudaranya itu yang terbebas. Tangan ini mulai memegangi payudaranya dari belakang, yang menggantung indah di depan dadanya. Gue meremas- remas benda bulat padat itu sambil terus menusukkan penis gue kuat-kuat.

“Ohh... Yah, aku hampir sampai! Hampiiirrr sampaii ayah. Dikit lagi.... Ough...” jeritnya.

“Iya bun.... ayah juga hampir sampai.” Bisik gue manja di telinganya. Apalagi gue juga ngerasain bagaimana kaku dan berdenyut-denyutnya penis gue di dalam liang vagina Dinda.

Setelah berulang-ulang proses genjotan gue dari belakang ini, pada akhirnya, gue dan Dinda pun menunjukkan geliat yang sedikit lagi tiba pada titik puncak kenikmatan yang sesungguhnya dari sebuah persetubuhan, yaitu puncak orgasme.

“Oughhh ayaaah, bundaaaaaa sampeeee.... ahhhhhhhhhh” lolongan panjang Dinda barusan, menandakan jika ia lebih dulu nyampai di tujuan. Orgasmenya baru saja ia capai, di tandai dengan tubuhnya yang mengejang, dinding-dinding kemaluannya seperti berkedut, memeras penis gue di dalam sana.

Yang akhirnya, bikin gue pun tak lagi mampu menahan desakan larva putih di dalam sana. Batangnya terasa gatal, kantung zakar gue pun mulai terasa menggeliat, seperti sedang memompa agar larva putih yang akan keluar, bisa maksimal.

“Ahhhh bunda.... ayah juga keluaaaaar.”

Gue menghujam dalam-dalam vagina Dinda, mendiamkannya di dalam, menyemprotkan larva putih andalan gue di kedalamannya. Tubuh gue pun menggeliat, mengejang, menikmati proses ejakulasi dahsyat di hari ini.

Tak tinggal diam, biar sempurna prosesnya. Kedua tangan gue pun sibuk meremas-remas buah dadanya yang bergoyang- goyang menggemaskan. Ada beberapa kali gue rasain, penis gue menyemprot sperma di dalam vagina Dinda yang hangat.

Doa dan harapan gue, ialah, semoga saja kali ini jadi. Hahahaha!

Setelah proses orgasme kami yang nyaris bersamaan mulai mereda. Pada akhirnya, kami berdua pun tergolek lemas, di atas permukaan ranjang empuk ini. Posisi Dinda masih membelakangi gue, dan gue peluk ia dari belakang.



Singkat cerita....



Setelah beres, Dinda mulai mencabut penis gue.

“Ahh ayah. Enak banget yang tadi” komentarnya. Ia beranjak, rupanya dia bukan ingin pergi meninggalkan gue yang masih rebahan di atas ranjang, melainkan, kini ia mulai mengulum penis gue yang ketegangannya mulai mereda. Dinda mengemut dan menjilatinya hingga bersih.

“Terima-kasih, Bun. Ayah puas sekali,” kata gue sejujur-jujurnya. Karena memang, beginilah bini gue. Setiap selesai bersetubuh, ia tak akan pernah lupa untuk membersihkan kemaluan gue dengan menggunakan mulut mungilnya itu.

“Sama-sama, Yah. Bunda juga puas sekali.” sahutnya sambil bergegas membetulkan pakaiannya kembali. “Astagfirullahhhhhhh”

“Eh ada apa bun?” tentu saja gue kaget melihat perubahan sikap Dinda yang secara tiba-tiba saja kaget dan seperti baru saja mengingat sesuatu.

“Astagaaaa bunda lupa”

“Lupa apa sayang?” tanya gue penasaran.

“Itu.... ternyata bunda lupa, kalo umi Rahmi ternyata tadi ada di sini, lebih dulu datang sebelumnya dari Tita dan Mia. Pas tadi ayah keluar, dan sebelum Tita ma Mia datang, sebetulnya Umi Rahmi lagi pinjem kamar tamu buat mandi karena basah banget pakaiannya habis nganter anaknya ke sekolah, terkena hujan pagi tadi.... ah mungkin beliau ketiduran di kamar tamu”

“Astagaaaa....”

Tapi, yang gak gue keluarin, Bunda.... kalo umi Rahmi ternyata tadi curi nguping persetubuhan kita berdua, bagaimana dong?

“Aihhh ini gegara ayah nih, maen nyosor aja tadi. Tau kalo bininya gak bisa nahan kalo udah di grepe-grepe, malah lupaa kalo masih ada orang lain di dalam rumah.... ihhhhh ayah.”

Dinda bergegas benar-benar membetulkan posisi pakaiannya biar gak berantakan hasil perbuatan gue pas tadi sedang bertempur. Setelah merasa beres, ia pun lanjut melangkah keluar. Mungkin ingin menemui umi Rahmi di kamar tamu.

“Bunda keluar dulu ah”

“Hmm....” gue Cuma berdehem doang buat menjawabnya.

Karena sejujurnya.

Pikiran gue, mulai kembali bergerilya, mulai berpetualangan liar-liar kemana-mana.



Sembari masih berbaring kelelahan di atas tempat tidur. Merasa puas sekaligus penasaran. Apakah persetubuhan gue ma Dinda barusan, sempat di denger umi Rahmi? Apalagi tadi, Dinda benar-benar mengeluarkan suara erangan dan desahan yang lumayan keras. Dan gue yakin, kalo ada orang lain yang berada di dekat dinding di luar kamar, pasti bakal mendengar suara Dinda.

Apa yang bakal ia pikirin ya, kalo emang ia sempat mencuri nguping kejadian di dalam kamar ini?

Dan satu lagi....

Senikmat apakah rasa tubuh Umi Rahmi?

Ahhhh. Gue harus menahannya dengan sabar untuk mengetahui jawabannya.

Apalagi....

Dua hari lagi, bini dan rombongan majelis MKTI nya bakal bepergian ke Sukabumi. Dan harapan gue cuma satu. Semoga saja, mereka mengizinkan gue buat ikut.



BERSAMBUNG CHAPTER 5
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd