Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG RUMAH KUNO PENINGGALAN IBU NUNING

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER 5

Lucas sangat terpukul dengan kematian anak sulungnya, Raymond. Apalagi dengan cara meninggal seperti itu. Namun kematian Raymond tidak membuat Lucas tenggelam dalam kesedihan. Lucas menganggap bahwa kematian adalah satu perkara yang pasti akan menjemput manusia. Tak seorang pun dapat mengelak darinya. Walau di mana pun, pasti maut menjemputnya. Meskipun kesedihan tetap lekat, namun pilihan terbaik adalah berhenti bersedih untuk melanjutkan hidup sebagaimana mestinya. Lucas hanya sehari tinggal di rumah, dan hari berikutnya pria itu kembali ke tempat kerjanya yang baru.

Hanna dan Adelia tidak terlalu memikirkan atas kematian Raymond sebab mereka tahu kronologis kejadiannya. Perasaan Hanna dan Adelia tidak terlalu sedih juga tidak terlalu senang. Akhirnya ibu dan anak itu menganggap kematian Raymond adalah sesuatu yang biasa saja. Raymond sudah menjadi bagian dari masa lalu mereka. Semua hanya masa lalu yang tak perlu diingat-ingat lagi. Masa lalu yang tak mungkin terulang kembali dan hadir kembali.

Berlainan dengan Daniel dan Nidya. Kematian Raymond merupakan kebahagiaan yang teramat sangat bagi mereka. Bagi Daniel tewasnya Raymond berarti hilangnya kekacauan dalam hidupnya. Daniel merasa hidupnya sekarang lebih tenang tanpa kelakuan biadab si keparat itu. Bagi Nidya matinya Raymond berarti pembalasan dendam. Rasa sakit hati yang luar biasa, yang sudah ia lewati, terbayarkan.

Hari itu, di pagi yang cerah, Daniel telah berpakaian rapi, kemeja dan celana jeans telah menempel di tubuhnya dengan sangat rapi. Daniel berencana berangkat ke kampus untuk mengurus kartu ujian semester. Daniel yang sedang menyisir rambut di depan cermin sambil bersiul tiba-tiba dikejutkan oleh penampakan sosok Ibu Nuning di dalam cermin. Daniel menatap hantu wanita hamil itu aneh, alisnya terangkat sebelah.

“Kenapa harus berada di sana. Keluarlah!” Kata Daniel setengah bercanda.

“Tidak Daniel ... Kamu dan Hanna harus menemuiku di perpustakaan, sekarang!” Ucap Ibu Nuning yang terdengar seperti perintah.

“Hhhmm ... Baiklah ...” Jawab Daniel bermonolog sendiri karena sosok Ibu Nuning menghilang sebelum ia menjawab.

Daniel pun segera keluar kamar dan mencari ibu tirinya. Daniel menemukan Hanna dan Nidya di dapur. Kedua bola mata Daniel langsung tertuju dan jatuh pada sosok berambut panjang sepunggung yang sedang tersenyum. Tubuh Nidya tak terlapisi kain sehelai pun dengan paras wajah yang cantik dipadu dengan tubuh yang nyaris sempurna. Kedua buah dadanya membusung dengan indah dan begitu menantang, bokong dan pinggul lebar namun pinggangnya kecil, serta paha dan kakinya yang jenjang dan mulus.

“Apakah kamu ada kuliah hari ini?” Tanya Hanna sambil berjalan mendekati Daniel yang masih bengong. Sama halnya dengan Nidya, Hanna pun tak mengenakan pakaian sepotong pun.

“Em ... Tadinya aku mau ke kampus ... Tapi, Ibu Nuning mengundang kita ke perpustakaan.” Daniel mengalihkan pandangannya kepada Hanna. “Sial!” Kedua wanita ini membuat dirinya horny dengan cepat. Kejantanannya mulai mengeras dan berkedut-kedut.

“Oh ... Kalau begitu ayo ...” Hanna melingkarkan lengannya mesra di lengan Daniel.

Sebelum meninggalkan dapur, Daniel menengok ke arah Nidya. Pemuda itu benar-benar mengagumi semua yang dimiliki Nidya. Nidya pun memberikan senyum termanisnya pada Daniel. Sambil berjalan ke perpustakaan, Hanna menceritakan bahwa Nidya sudah diberitahu kalau keluarga ini adalah keluarga nudist dan Nidya dengan senang hati ingin menjadi bagian keluarga ini. Tentu saja Daniel sangat senang mendengarnya dan berharap Nidya mau diajak tidur bersamanya.

Keduanya sampai di perpustakaan. Di dalam perpustakaan Ibu Nuning sudah menunggu. Hantu itu berdiri di ujung barat ruangan. Ibu Nuning melambaikan tangan pada Hanna dan Daniel agar mendekatinya. Daniel dan Hanna pun menghampiri Ibu Nuning. Daniel dan Hanna melihat sebuah peti harta yang lumayan besar di dekatnya berdiri.

“Kemarilah dan buka peti itu!” Kata Ibu Nuning dengan wajah berseri-seri dan bahagia.

“Apa ini?” Tanya Daniel sembari mendekati peti yang bentuknya seperti peti-peti harta bajak laut.

“Buka saja ...” Jawab Ibu Nuning.

Daniel pun membuka tutup peti harta tersebut. Mata pemuda itu langsung berbinar saat mengetahui isi dari peti di hadapannya. Terdengar juga pekikan halus yang keluar dari mulut Hanna. Daniel dan Hanna terkejut sekaligus gembira karena apa yang mereka lihat adalah emas, intan dan permata dengan jumlah yang sangat banyak. Hanna berhambur mendekati peti. Tangan halusnya meraup benda-benda berharga itu. Sungguh wanita itu merasa sangat bahagia, karena melihat harta yang sangat berlimpah.

“Itu buat kalian sebagai hadiah karena telah membantuku selama ini.” Ucap Ibu Nuning lemah lembut.

“Oh ... Terima kasih ... Terima kasih ...” Jawab Hanna yang belum bisa meredakan kegembiraannya. Tangannya terus meraup-raup emas, intan dan permata.

“Sama-sama, Hanna ... Dan bagaimana persiapan untuk tanggal 14 nanti?” Tanya Ibu Nuning.

Hanna menengadahkan wajahnya, “Aku sudah siap dengan para wanitanya, tinggal tunggu kesiapan para prianya.” Jawab Hanna.

“Daniel? Apakah teman-temanmu bisa kamu gerakan?” Tanya Ibu Nuning pada Daniel.

“Sangat mudah ... Akan banyak teman-temanku yang pasti tertarik.” Jawab Daniel sangat percaya diri.

“Aku percayakan pada kalian. Lebih banyak, lebih baik.” Kata Ibu Nuning senang.

“Bu Nuning ... Kemarin-kemarin Ibu Nuning mengatakan kalau Ibu tidak bisa keluar dari rumah ini. Tapi nyatanya Ibu Nuning bisa pindah ke Bali bersama Nidya.” Hanna bangkit berdiri sambil memandangi wajah hantu wanita hamil. “Aku pikir, Ibu Nuning bisa saja melakukan ritual di luar rumah ini. Ibu Nuning bisa mendapatkan energi di mana pun yang Ibu Nuning sukai.”

Ibu Nuning pun tersenyum dan berkata, “Mungkin aku salah ngomong padamu. Ya, aku bisa menjangkau kemana saja di dunia ini dalam sekejap dan melakukan apa saja yang aku mau. Tetapi aku juga memerlukan energi seperti kalian. Untuk mendapatkan energi itu, aku juga makan dan minum. Dan yang harus kalian tahu, aku sedang melakukan sesuatu yang syaratnya hanya bisa dilakukan di rumah ini. Hanya di rumah inilah aku memperoleh semua yang aku perlukan. Bayi yang aku kandung ini membutuhkan energi agar segera matang dan lahir. Energi itu berupa aura kesenangan saat manusia, seperti kalian, mendapatkan puncak kenikmatan dari persenggamaan. Selain itu, tidak sembarangan manusia yang bisa menjadi sumber energi bayi ini. Hanya manusia-manusia yang mempunyai ikatan denganku dan bayiku saja. Dan sekali lagi, hanya di rumah ini.” Jelas Ibu Nuning panjang lebar.

“Kenapa hanya di rumah ini?” Kini Daniel yang bertanya.

“Aku akan jelaskan sedikit. Tepat di rumah ini adalah titik pusat kekuatan dari delapan penjuru mata angin. Di dunia hantu dan jin, tempat seperti ini sangat baik dijadikan tempat untuk meningkatkan kekuatan. Bayiku sudah digariskan akan menjadi pemimpin dunia hantu dan jin. Dia harus dilahirkan di sini dengan semua keajaiban yang ada di tempat ini.” Jawab Ibu Nuning.

“Oh, begitu ...” Gumam Daniel sambil manggut-manggut.

Seperti biasa, Ibu Nuning hilang begitu saja. Hanna dan Daniel segera menyimpan ‘harta karun’ mereka di bagian yang tersembunyi dalam perpustakaan. Keduanya segera keluar perpustakaan dengan perasaan senang bukan kepalang. Daniel secepatnya berjalan ke garasi lalu menunggangi motor kesayangannya. Daniel melaju, yang ditujunya adalah kampus.​

---ooo---​

Adelia masih menggelung tubuhnya di dalam selimut. Dia malas bergerak, apapun itu. Hari ini dia masih ingin menggeliat di atas tempat tidur karena sekolahnya diliburkan. Tiba-tiba saja mata Adelia terbelalak saat melihat sesosok yang sedang berdiri di ujung tempat tidurnya. Adelia langsung bangkit dan memasang wajah marah pada sosok laki-laki yang sedang memperhatikannya di ujung tempat tidur.

“Hei! Kamu! Masuk kamar gadis tanpa ijin! Itu pelanggaran tau!” Bentak Adelia marah tanpa rasa takut sedikit pun.

“Sayangnya, ini juga kamarku.” Jawab laki-laki itu santai.

“Apa? Kamarmu?” Teriak Adelia lagi.

“Ya ... Ini kamarku, Adelia ... Kita sekamar sekarang ...” Jawab si laki-laki pucat tapi tampan.

Adelia merenung sejenak. Dia ingat kalau laki-laki di depannya pernah menemuinya dalam mimpi tempo hari. “Namamu Dimas, bukan?” Tanya Adelia kemudian.

“Ya ... Syukurlah kamu ingat.” Dimas tersenyum sambil berjalan lalu duduk di sisi tempat tidur dekat Adelia. Adelia agak terkejut sebab Dimas telanjang bulat. Adelia langsung ngeri melihat kejantanan laki-laki itu yang besarnya hampir sama dengan kepunyaan Daniel.

“Aku tahu sekarang ... Kamu juga hantu. Sama seperti Ibu Nuning.” Adelia berkata.

“Ibu Nuning adalah ibuku.” Dimas kemudian mengambil tangan Adelia lalu menciumnya. Rasa dingin terasa oleh tangan Adelia yang dipegang dan dicium Dimas.

“Ibumu?” Adelia kaget.

“Ya, dia ibuku ... Kami sudah tinggal di sini selama 300 tahun lebih.” Dimas semakin menggengam tangan Adelia erat.

“Wow! 300 tahun! Tapi kamu tidak terlihat tua.” Kata Adelia sambil tersenyum.

“Kami hantu ... Umur kami sangat panjang. Usia 300 tahun adalah usia remaja di dunia kami.” Dimas balas tersenyum.

“Hhhmm ... Tadi kamu bilang ini adalah kamarmu ... Jadi sebaiknya aku akan pindah ke menara barat. Aku tidak ingin berbagi kamar denganmu.” Kata Adelia sambil menarik tangannya dari genggaman Dimas.

“Oh, jangan lakukan! Aku senang kamu tinggal di kamar ini.” Suara Dimas terdengar memelas.

“Tentu saja kamu senang karena kamu bisa melihat aku telanjang. Dan itu membuatku seperti diintip oleh hantu sepertimu. Itu yang membuatku tidak senang.” Adelia sewot sambil turun dari tempat tidurnya. Tubuh bugil Adelia bergerak ke meja belajarnya lalu mengambil sebungkus rokok yang tergeletak di sana. “Sial! Rokokku habis!” Gumam Adelia kesal.

“Ini ... Aku belikan rokok untukmu.” Tiba-tiba di tangan Dimas terdapat sebungkus rokok mild kesukaan Adelia.

“Sejak kapan kamu membelinya ... Bukannya kamu dari tadi ada di sini?” Tanya Adelia sembari mendekati Dimas lalu mengambil bungkusan rokok dari tangan Dimas. Adelia pun segera membakar sebatang rokok yang sudah terselip di bibirnya.

“Aku tak perlu kemana-mana untuk mengambil rokok itu di warung sebelah.” Dimas pun tersenyum melihat mimik Adelia yang mengkerut.

“Kamu mengambilnya? Kamu mencuri?” Tanya Adelia bingung.

“Ya ...” Dimas tertawa renyah.

“Bukan main kamu Dimas ... Selain senang ngintip, kamu juga pencuri.” Ucap Adelia dengan senyum manisnya.

“Itu hanya untuk kamu, Adelia ... Supaya kamu tidak pindah kamar.” Kata Dimas.

“Hi hi hi ... Itu belum cukup membuatku untuk tidak pindah. Kalau kamu benar-benar menginginkan aku tidak pindah kamar, kamu harus mau jadi pelayanku.” Ucap Adelia sangat enteng.

“Aku mau menjadi pelayanmu, asalkan kamu mau jadi pacarku.” Ucapan Dimas membuat Adelia terbatuk.

“Gila! Mana mungkin manusia dan hantu berpacaran. Lagi pula aku hanya ingin mempunyai pacar manusia.” Adelia memukul bahu Dimas dengan gemas.

“Bukannya lebih baik kamu mempunyai banyak pacar. Biasanya gadis cantik sepertimu mempunyai beberapa pacar.” Tangan Dimas meraih buah pinggul Adelia dan membawanya mendekat ke tubuhnya.

Entah kenapa, tubuh Adelia seketika itu juga merinding. Tangan dingin Dimas membuat darahnya mulai bergejolak. Adelia menatap sepasang mata Dimas. Kedua iris mata gadis itu berkilat menggambarkan ada sebuah hasrat dengan laki-laki yang hanya beberapa senti di depannya. Adelia pun membuang rokok yang baru ia hisap sedikit ke luar jendela. Gadis itu kemudian duduk di pangkuan Dimas dengan menghadapkan tubuh pada hantu laki-laki tersebut. Organ intim Adelia menempel pada batang keras milik Dimas.

“Kalau kamu mau menjadi pacarku nomor sepuluh ... Aku gak keberatan.” Adelia menangkup wajah tampan Dimas dengan kedua tangannya.

“Jangankan ke sepuluh ... Keseratus pun aku sangat bersedia ...” Ucap Dimas dengan bibir mengembang lebih lebar.

Hanya ada sedikit jarak di antara mereka. Dua wajah saling berhadapan, dua pasang mata saling menyelam dan menikmati kedalaman. Tak lama, dua bibir saling menempel dan membuat sensasi aneh pada tubuh Adelia. Lagi-lagi hawa dingin di bibir Adelia membuat dirinya malah terbakar oleh nafsu dan gairah. Terlebih saat tangan dingin Dimas meremas payudaranya semakin birahi gadis itu menggebu-gebu dan tak terkendali. Sebenarnya, Adelia merasa heran. Kenapa dirinya cepat terbawa nafsu oleh sentuhan-sentuhan berhawa dingin dari hantu laki-laki ini.

Tiba-tiba Dimas mengangkat tubuh Adelia dan meletakkannya terlentang di kasur. Tubuh Dimas berada di atas Adelia. Kejantanan Dimas mulai menstimulasi organ intim Adelia dengan menggesek-geseknya di belahan vagina Adelia. Tidak membutuhkan waktu yang lama, Adelia sudah benar-benar terangsang dan semakin terbawa arus gelombang birahi. Bahkan gadis itu membiarkan kepala penis Dimas yang sudah mulai membuka pintu surganya yang mungil.

“Aaaahhh ...” Adelia mendesah kaget. Ada sedikit rasa sakit namun rasa nikmat yang lebih mendominasi. Adelia bisa merasakan kejantanan Dimas mulai memasukinya. "Milikmu sangat besar. Rasanya aku ingin sekali memakannya." Ucap Adelia yang lupa dengan kengeriannya terhadap kejantanan yang besar dan panjang.

"Kamu bisa memakannya setelah ini ..."

"Aaaaahhh..." Adelia merem melek. "Yaaahh... Akan aku lakukan..."

"Bagus..." Kini Dimas menghentak kasar vagina Adelia.

"Enghh... Aaaahhh..." Adelia menggigit bibirnya. Merasakan gerakkan memutar kejantanan Dimas di dalam vaginanya. Teramat gagah dan menantang. Dimas memaju mundurkan kejantanannya. Ia bergerak cepat dan keras, menimbulkan desahan keras kekasih barunya yang terus mengudara tak tentu arah.

"Aaahhh.... Aaahhh... Lebih keras, Dimas..."

"Dengan senang hati, sayang ..."

"Uughhh... Yaaahh..." Adelia tersenyum senang, merasakan gerakkan Dimas yang brutal tak teratur.

Dimas menyentak keras dan cepat di dalam vagina Adelia. Tak lupa kembali menarik dagu kekasih barunya dan menelusupkan lidahnya ke dalam mulut Adelia. Menghisap dan memainkan lidah kekasihnya seliar mungkin. Sementara sebelah tangan lainnya meremas kasar payudara Adelia. Tanpa mengurangi kecepatan kejantanannya, Dimas bisa merasakan kenikmatan berlipat ganda nyaris menampar akal hantunya. Ia menyentak pelan dagu Adelia, dan fokus memaju mundurkan kejantanannya. Kepala Adelia menengadah ke atas seraya mendesah sekeras mungkin.

"Enghh... Aaahhh... Dimaasss ... Cepathh..." Erang Adelia.

Adelia begitu menikmati benda tumpul besar dan panjang yang bergerak keluar masuk di vaginanya. Kedua tangan Adelia mencengkeram sprei dengan erat. Pinggul Dimas bergerak dengan cepat. Ia berusaha menyerap semua kenikmatan yang kekasih barunya itu tawarkan kepadanya. Dengan tempo semakin cepat, Dimas pun menusuk-nusuk vagina Adelia dan membuat Adelia mendesah dalam kenikmatan.

"Diimmaaasss… Aaahh…" Jemari kaki Adelia saling mengapit. Tanda bahwa orgasmenya semakin dekat. Tetapi Adelia tidak ingin keluar sekarang. Ia masih belum puas. Dengan sekuat tenaga ia menahan orgasme yang sudah membuat perutnya menegang itu. "Jangan berhenti… Aaaahh... Jangan berhenti..." Desah Adelia dengan suaranya terdengar lemah dan bergetar.

Dimas, dengan staminanya yang luar biasa, tidak terlalu mendengar desahan Adelia. ia terlalu fokus pada kenikmatan yang direngkuhnya kini. Lubang itu mengurut penisnya dengan begitu lembut. Rasa hangat yang melingkupi penisnya benar-benar tak tergambarkan nikmatnya. Rasa nikmat menerjang tubuh Adelia ketika lubangnya terus dihajar penis Dimas yang perkasa. Pemuda hantu itu seolah tidak kenal lelah terus mengirimkan kenikmatan demi kenikmatan pada tubuh di bawahnya.

"Aaahhh... Aaaahh... " Adelia tidak peduli lagi jika kini ia sudah berteriak tidak karuan. Tubuhnya menggelinjang dan menggeliat kesana kemari ketika penis Dimas menghajarnya tanpa ampun.

“Hhhmmppp... Hhhmmmppp… Sssttt…. Aaaaaaccchhh…..” Adelia berusaha keras mengatupkan mulutnya agar tak menjerit atau berdesah keras saat gadis remaja itu akhirnya mencapai puncak kenikmatannya.

Adelia benar-benar dihanyutkan gelombang orgasme yang sangat dahsyat. Kenikmatannya menjalar di seluruh tubuhnya dan membuat gadis itu serasa terbang di awan. Perasaan aneh karena sekarang ia sedang bercinta dengan hantu malah membuat orgasmenya terasa makin intens dan seakan melucuti semua energinya. Dimas dapat merasakan dinding vagina Adelia semakin menjepit penisnya, sungguh ini nikmat sekali baginya. Membuat dirinya tak tahan untuk menumpahkan sperma miliknya ke rahim Adelia. Namun itu tidak dilakukan Dimas. Hantu tampan itu segera mencabut kejantanannya dari dalam vagina Adelia.

Croot ... Croot ... Croot ....!

Dimas menyemprotkan air maninya diluar vagina Adelia. Air mani yang dikeluarkan Dimas membasahi perut bahkan sebagian muncrat ke payudara Adelia. Dimas tersenyum saat seluruh air maninya keluar sambil memandang wajah Adelia yang masih merasakan sisa-sisa orgasmenya. Tak lama, Adelia merentangkan tangannya sebagai tanda kalau gadis itu ingin memeluk hantu tampan itu. Dimas pun kembali menindih tubuh bugil Adelia. Mereka berciuman cukup lama sebelum akhirnya meneruskan percintaan mereka lagi.​

---ooo---​

Daniel telah selesai mengurus kartu ujiannya. Kini Daniel sedang ngobrol dengan seorang pemuda tampan di cafetaria. Pemuda tampan itu bernama Pasha. Sebenarnya Daniel kurang dekat dengan Pasha. Namun kali ini Daniel harus mendekatinya karena merasa Pasha adalah pemuda yang sangat pantas menjadi peserta ritual tanggal 14. Memang Daniel tidak ingin asal memilih peserta. Daniel hanya menginginkan pemuda-pemuda berwajah tampan maksimal saja.

“Sebenarnya aku ingin mengundangmu untuk menghadiri pesta di rumahku pada tanggal 14 nanti.” Kata Daniel setelah ngobrol ngalor-ngidul untuk beberapa saat bersama Pasha.

“Wow! Pesta! Aku sangat menyukai pesta. Tanggal 14 ya ... Berarti hari kamis depan. Kenapa tidak hari sabtu saja?” Pasha merespon sangat antusias.

“Kenapa dengan hari kamis ... Aku pikir hari kamis sama saja dengan hari sabtu.” Daniel tersenyum.

“Bukan begitu ... Kalau hari sabtu kan bisa banyak orang yang datang. Beda dengan hari kamis, biasanya mereka berpikir besoknya hari kerja. Kalau pun datang, mereka tidak akan tinggal lama di psetamu. Paling-paling jam 10 sudah bubar semua.” Ungkap Pasha.

“Tidak akan banyak yang datang di pestaku, Pasha ... Bahkan pestaku tidak dibuat terbuka untuk umum. Pestaku hanya untuk kalangan tertentu.” Daniel menyesap kopinya yang masih panas.

“Oh ... Sepertinya acaramu itu khusus ya?” Pasha bertanya dengan wajah penasaran.

“Ya ... Pasha ... Sangat khusus ...” Daniel menguatkan hati untuk memberitahukan pasha tentang psetanya.

“Pesta apa nih? Kok aku jadi penasaran.” Pasha membenarkan posisi duduknya sambil menegakkan badan.

“Pesta seks ...” Jawab Daniel pelan sembari celingak celingut mengamati situasi sekitar.

“A..apa?” Desis Pasha yang kini mencondongkan tubuhnya ke depan seakan pemuda tampan itu salah dengar.

“Pesta seks, Pasha ...” Lanjut Daniel pelan. “Ini acara ibuku yang mengundang teman-temannya ke rumah. Mereka menginginkan pesta birahi. Tadinya ibuku akan menyewa gigolo, tapi aku punya pemikiran lain. Lebih baik peserta prianya adalah teman-temanku saja. Jadi pesta yang dilakukan lebih natural.” Daniel berbohong.

“Wow! Sangat menarik Daniel ... Sangat menarik ...” Tangan dan kepala Pasha memberi isyarat ketertarikan seraya memandang Daniel dengan penuh ketakjuban.

“Jadi bagaimana ... Ikut atau tidak?” Tanya Daniel.

“Aku ikut ... Tidak ada keraguan ... Aku ikut ...” Tegas Pasha.

“Bagus ... Dan sekarang aku ingin saranmu ... Kira-kira siapa lagi yang akan kita ajak ... Aku membutuhkan peserta pria tidak kurang dari tujuh.” Kata Daniel yang sekarang merasa lega.

“Hhhmm ... Bagaimana dengan Bram? Aku pikir dia cocok juga.” Jawab Pasha.

“Oh ya ... Boleh tuh ... Tolong hubungi dia. Aku gak punya nomor kontaknya.” Kata Daniel bernada senang.

“Baik.” Jawab Pasha.

Pasha pun mengeluarkan smartphonenya dari dalam tas, lalu menelepon Bram. Daniel mengenal Bram tetapi tidak pernah dekat, bahkan seingat Daniel, Bram dan dirinya tidak pernah ngobrol. Bila berpapasan hanya saling tersenyum, itu pun sesekali. Bram juga mahasiswa tampan, sama seperti Pasha, yang banyak digandrungi para mahasiswi. Tak lama terdengar percakapan antara Pasha dan Bram yang intinya agar Bram datang menemui dirinya di cafetaria. Perbincangan pun selesai. Pasha tersenyum sambil mengangguk pada Daniel.

“Dia akan datang ke sini.” Kata Pasha yang disambut acungan jempol Daniel.

Benar saja, tak lebih dari lima menit, Bram datang dan langsung bergabung dengan Daniel dan Pasha. Tanpa basa basi, Pasha membicarakan rencana pesta yang akan dilaksanakan di rumah Daniel. Awalnya Bram terkejut dan tidak percaya, namun dengan sedikit rayuan Daniel dan Pasya akhirnya Bram setuju untuk menjadi peserta.

“Benar-benar hal yang baru ... Aku tak percaya kalau aku tidak akan grogi menghadapi teman-teman ibumu.” Ujar Bram sembari cengar-cengir.

“Aku juga yang pertama kali. Tapi jujur, aku sangat ingin melakukannya. Selama ini aku hanya tahu pesta semacam ini dari film-film. Dan gak nyangka sekarang aku bisa merasakannya.” Sambung Pasha bersemangat.

“Kalau begitu ... Bagaimana kalau kita cek lokasi? Biar tidak terlalu grogi di hari H.” Ajak Bram.

“Kita masih perlu lima orang lagi. Nanti saja kalau sudah terkumpul orang-orangnya.” Daniel tidak setuju.

“Itu gampang, Daniel ... Kita bisa bicarakan lagi. Masih ada beberapa hari untuk menuju tanggal 14. Aku ingin ke rumahmu dulu supaya mengenal medan dan menghilangkan grogi.” Bram terdengar memaksa.

“Baiklah ... Mungkin kita bisa membicarakannya di rumahku.” Akhirnya Daniel menyetujui permintaan Bram.

Ketiga pemuda tampan itu pun bergerak meninggalkan cafetaria. Daniel yang menggunakan motor menjadi penunjuk arah bagi Pasha dan Bram yang menggunakan mobil masing-masing. Di setengah perjalanan, Daniel ingat kalau ibu tirinya, Nidya dan adiknya pasti telanjang. Tadinya Daniel ingin memberitahukan anggota keluarganya akan ada temannya yang datang. Tetapi niatan itu Daniel abaikan. Daniel malah tersenyum. Ini bakal menjadi kejutan yang mengasyikan bagi Pasha dan Bram.

Kurang dari satu jam, Daniel dan kedua temannya sampai di rumah Daniel. Sambil tersenyum-senyum, Daniel mengajak Pasha dan Bram masuk ke dalam rumah. Pasha dan Bram terkagum-kagum melihat rumah megah yang baru saja mereka masuki. Menurut mereka antik dan menarik. Daniel langsung membawa teman-temannya ke ruang dapur yang dipercaya Daniel kalau wanita penghuni rumah ini akan berada di sana.

Saat ketiga pemuda tampan itu masuk ke dapur, Hanna, Pasha dan Bram secara bersamaan memekik kaget. Pasha dan Bram melotot pada tubuh telanjang Hanna. Awalnya benar-benar terkejut, namun setelahnya Pasha dan Bram malah menikmati tubuh Hanna yang gemetar tak nyaman, bagi kedua pemuda itu adalah pemandangan yang sangat seksi.

“Bu kenalin ... Ini teman-temanku.” Kata Daniel sambil mengambil tangan Hanna dan mengajaknya berkenalan dengan Pasha dan Bram.

Hanna sendiri belum bisa menguasai dirinya. Perasaan malu itu masih terus hinggap di hati Hanna. Wanita itu berusaha menenangkan hati dan fikirannya yang sedang diaduk-aduk oleh perasaan tak karuan. Begitu pula dengan Pasha dan Bram, keduanya belum sepenuhnya bisa menguasai diri. Kecanggungan dan perasaan grogi mereka masih mempengaruhi gesture mereka yang salah tingkah.

“Bu ... Ini Pasha ...” Ucap Daniel yang diteruskan dengan Hanna dan Pasya yang bersalaman. “Dan ini, Bram ...” Lanjut Daniel yang kemudian Hanna bersalaman dengan Bram.

“Kamu tidak memberi tahu ibu, kalau teman-temanmu akan datang.” Hanna sedikit kesal dengan apa yang terjadi sambil melotot ke mata Daniel.

“Kejutan ... Aku sengaja tidak memberitahukan ibu untuk mengejutkan ibu dan teman-temanku.” Daniel cengengesan senang.

“Sial! Kamu bikin malu aku aja.” Bram memukul bahu Daniel pelan.

“Sekarang ... Hilangkan rasa malu kalian ... Kalian harus tahu kalau kami tidak berpakaian kalau di rumah. Jadi, kalian pun harus mengikuti peraturan di rumah kami.” Tegas Daniel membuat Pasha dan Bram terbelalak.

“Oh ... Aku tidak percaya ini ... Tapi benar ... Kita harus mematuhi peraturan yang berlaku di rumah ini.” Kata Pasha.

“Baiklah ...” Sambung Bram.

“Kalau begitu, bukalah baju kalian dan simpan di sana.” Kata Daniel sambil menunjuk lemari di ujung dapur. “Bu ... Nidya di mana?” Tanya Hanna yang masih terbengong.

“Eh ... Di..dia ... di kamarnya ...” Jawab Hanna terbata-bata.

Daniel pun tersenyum sambil berlalu begitu saja. Sejak tadi pagi Daniel terus membayangkan tubuh telanjang wanita yang pernah menjadi kakak iparnya. Pikiran Daniel berkabut membayangkan tubuh seksi Nidya. Tiba-tiba saja adrenalinnya mengamuk dan ingin melampiaskan birahinya dengan wanita itu. Daniel sampai juga di depan pintu kamar Nidya. Perlahan Daniel membuka pintu dan masuk lalu menutupnya perlahan. Daniel bisa melihat tubuh Nidya yang telanjang memunggunginya. Daniel pun bergerak mendekat lalu duduk di sisi tempat tidur.

“Kamu sudah pulang ...” Tiba-tiba Nidya bersuara dan membalikkan badannya.

“Aku kira kamu tidur.” Ucap Daniel agak terperanjat.

“Tidak ... Aku sengaja menunggumu di sini.” Ucap Nidya lalu bangkit dan memeluk Daniel dari belakang. Nidya meletakkan wajahnya di bahu kanan Daniel.

“Aku agak telat karena harus ngobrol dengan teman-temanku. Aku harus membujuk mereka untuk menjadi peserta ritual tanggal 14.” Kata Daniel lalu menoleh ke kanan. Daniel berhasil mencium pipi Nidya.

“Dan ... Berhasil ...?” Tanya Nidya yang mulai berusaha membuka kancing kemeja yang Daniel pakai.

“Mereka bahkan ada di rumah ini ... Teman-temanku sedang ngobrol dengan ibu.” Jawab Daniel.

“Oh ... Benarkah?” Nidya mendesah.

Tiba-tiba Daniel membalikkan badan kemudian menerkam tubuh Nidya. Nafsu birahi pemuda itu sudah tidak tertahankan lagi dan ini momen yang sangat spesial baginya. Mereka bergulingan dan berciuman berpagutan. Terdengar desahan dan erangan. Tak lama, pakaian Daniel berhamburan kemana-mana. Kedua insan berlainan jenis kelamin itu kemudian terlibat dalam pergumulan panas, saling memberikan rangsangan untuk menaikkan gairah.​

---ooo---​

Change Scene

Hanna sekarang agak lebih tenang walau hatinya masih menggerutu gara-gara Daniel meninggalkannya dengan kedua temannya yang tampan ini. Hanna membuat kopi untuk Pasha dan Bram yang juga sudah tidak berpakaian. Akhirnya mereka duduk di kursi meja makan di mana posisi Hanna diapit oleh kedua pemuda tampan yang masih terlihat grogi, sama sepertinya.

“Silahkan diminum ... Kalau kurang manis, bisa ditambahkan sendiri gulanya.” Ucap Hanna sambil tersenyum.

“Tante ... Jujur ... Saya masih tidak percaya kalau keluarga tante adalah nudist. Apakah tante bisa menjelaskan pada kami, kenapa tante dan keluarga memilih menjadi keluarga nudist?” Tanya Pasya yang matanya tidak ingin lepas dari gundukan dada Hanna yang kencang, besar dan bulat.

“Ini semua adalah soal bebas dan natural. Bukankah semua orang terlahir telanjang dan itu adalah bentuk dasar dari diri seseorang. Memang benar berpakaian menjaga kita untuk tetap hangat dan dibutuhkan di depan umum, tetapi hal ini bukan berarti bahwa kita harus berpakaian sepanjang waktu. Ada waktu tertentu dimana kita membiarkan diri menjadi diri sendiri yang sebenarnya.” Jawab Hanna seraya melirik pada Pasha.

“Tapi tante ... Apakah tante sadar kalau tante telah membuat laki-laki berpikiran macam-macam. Maksudku, mau tidak mau laki-laki yang memandang tante telanjang jadi terangsang. Dan bagaimana tante menyikapinya?” Kini giliran Bram yang bertanya.

Hanna menoleh ke wajah Bram, “Apakah kamu merasakan seperti itu?”

“Ya ... Pasti ...” Lirih Bram sembari menatap mata Hanna.

Entah kenapa, perasaan negatif yang membelenggu Hanna sirna seketika tergantikan oleh gejolak hasrat yang besar dalam dirinya. Tanpa ragu dan malu, tangan kiri dan kanan Hanna menggapai kedua penis pemuda tampan itu. Kedua penis digenggaman Hanna sudah keras sekeras batu. Walau tak sebesar milik Daniel, tetapi penis digenggaman Hanna cukuplah besar dan panjang, mereka di atas rata-rata. Pasha dan Bram kali ini tidak terlalu terkejut, bahkan keduanya mulai menggerayangi tubuh Hanna. Payudara Hanna menjadi target mainan kedua pemuda itu, diremas dan diciumi. Tak lama, Hanna membawa kedua prianya ke ruang tengah. Ketiganya terjatuh di sofa, Hanna berada di tengah-tengah, mereka tertawa-tawa, kemudian tak ingin membuat waktu terbuang sia-sia, mereka bertiga segera mulai saling mencumbu.​

---ooo---​

Change Scene

"Emhhhh... Aaaahhhh..." Nidya melepas ciuman dan mendongak merasakan sensasi saat lubangnya dimasuki penis besar Daniel. Nidya meremat kuat rambut Daniel yang berada di atasnya. Daniel kembali mengulum bibir Nidya sewaktu secara perlahan batang kejantanannya mulai memasuki lubang vagina Nidya. Wanita cantik itu sedikit meringis merasakan kontol raksasa Daniel yang sudah terbenam sempurna di dalam vaginanya. Daniel pun mendiamkan penisnya di dalam vagina Nidya, agar wanita itu bisa menyesuaikan penisnya yang berukuran besar dan panjang.

"Uuuhhh… Nidya... Ssshh..." Desis Daniel nikmat. Pemuda itu menopang tubuhnya di atas Nidya dengan salah satu sikunya, sedangkan tangannya yang lain sibuk meremas kedua payudara Nidya secara bergantian.

"Dannieell... Aaahhh... Besar sekali aaahhh..." Desah Nidya.

Daniel mengeluarkan senyuman bangganya. Perlahan, pinggul Daniel bergerak menggenjot tubuh Nidya. Kini Nidya merasakan sebuah sensasi yang menenangkan dan menyenangkan. Nidya hanya bisa merem melek ketika kenikmatan menjalari tubuhnya. Dan Nidya pun dapat merasakan bahwa saat ini vaginanya terasa penuh dan sesak. Nidya kemudian melingkarkan kedua kakinya ke pinggang Daniel. Daniel pun memanfaatkan posisi tersebut untuk melancarkan serangan lebih gencar kepada Nidya. Dengan memaju dan memundurkan pinggulnya dengan lebih cepat, Daniel dapat mendengar suara desahan, erangan, dan rintihan Nidya yang tak henti-henti keluar dari mulutnya.​

---ooo---​

Change Scene

Hanna yang sedang merasakan lidah Bram yang menyentuh klitorisnya, langsung mengeluarkan desahannya. Hanna terpaksa mengeluarkan penis Pasha dari dalam mulutnya hanya untuk mendesah nikmat. Dan semakin lama gerakan lidah Bram semakin cepat, dan dari celah vagina Hanna mulai keluar cairan, sehingga membuat vagina Hanna menjadi basah.

“Aaaahhh ... A..aku ingin kontoooll ...” Kata jorok yang tak pernah terucap pun kini keluar dari mulut Hanna.

Pasha dan Bram saling mengangguk. Kini Pasha memaksa tubuh Hanna untuk menungging. Kejantanannya sudah siap berada di pembukaan lubang nikmat Hanna. Sementara itu Hanna mulai meniduri penis Bram dengan mulutnya. Saat penis Pasha berhasil menembus lubang nikmat Hanna, wanita itu sekali lagi melepaskan penis Bram dari mulut hanya untuk mendesah nikmat. Pasha kali ini langsung menghempaskan tubuh Hanna sangat keras. Menghujam setiap jengkal tubuh Hanna dengan genjotan sampai membuat tubuh Hanna menggelinjang hebat. Hanna sampai lupa bahwa masih ada satu penis lain yang menunggu. Tak mau kehilangan momen, akhirnya Bram memasukan penisnya ke dalam mulut Hanna, dan wanita itu pun mulai mengerjainya.

“Mmmpphh… Mmmpphh...!” Kedua pemuda tampan itu telah menghanyutkan Hanna dalam lautan birahi sehingga membuatnya tidak sanggup lagi menahan desahannya.

Cairan cinta berleleran di selangkangan Hanna sangat membantu melicinkan sodokan penis Pasha. Pasha terus menyodok-nyodokkan penisnya. Setiap kali Pasha secara perlahan menarik penisnya dari vagina Hanna, terdengar lenguhan kecil dari mulut wanita itu dan setiap kali ia menyodok masuk penisnya, Hanna menjerit lebih keras dengan tubuh mengejang.

“Ayo tante ... Diisep lagi!” Pinta Bram kembali memasukkan penisnya ke mulut Hanna setelah wanita itu menjerit nikmat karena ulah Pasha.

Pasha terus memompa vagina Hanna dengan ganas sambil tangannya memegangi payudaranya dan tangan satunya merambahi lekuk-lekuk tubuhnya yang indah itu. Mulut Hanna yang tersumpal penis Bram mengeluarkan erangan-erangan tertahan. Tapi Hanna tetap berusaha sebaik-baiknya memanjakan penis Bram dengan mulutnya agar pria itu merasakan kenikmatan juga. Hanna meresapi setiap genjotan Pasha dan remasan pada payudaranya yang agak kasar itu. Genjotan itu makin lama makin nikmat membawanya ke puncak kenikmatan. Tak dapat dihindari lagi Hanna pun orgasme. Tubuhnya menegang seakan menumpahkan segala hasrat nan membara sedari tadi. Tidak sampai lima menit kemudian, Pasha pun menyusulnya ke puncak kenikmatan. Denyutan penisnya begitu hebat melanda dinding-dinding vaginanya. Akhirnya Pasha menyodokkan penisnya sedalam-dalamnya sambil melenguh panjang. Kontan tubuh Hanna pun melenting dan ia menjerit, dirasakannya cairan hangat memenuhi vaginanya.

"Aaahh..." Hanna mendesah pelan saat Pasha mencabut penisnya dan membiarkan tubuhnya terkulai lemas di sofa.

“Giliranku ya tante ...” Ucap Bram sembari membalikan tubuh Hanna menjadi terlentang.

“Biarkan tante istirahat sebentar. Tante ingin minum.” Sahut Hanna sambil menahan tubuh Bram yang sudah siap menggagahinya.

“Oh, ya ...” Bram pun turun dari sofa lalu mengambil air mineral di atas meja, kemudian memberikanya kepada Hanna.

Hanna bangkit duduk secara perlahan dan minum air mineral dari botolnya langsung. Pasha beranjak dan pergi ke belakang yang bermaksud hendak buang air. Sementara Bram duduk di sebelah Hanna yang sedang mengatur nafasnya. Selang beberapa menit, Hanna mulai merasa siap melayani Bram. Wanita itu tidur terlentang di atas sofa dengan Bram sudah berada di atasnya. Hanna langsung melenguh saat penis Bram memasuki dirinya.​

---ooo---​

Change Scene

Nidya orgasme yang kedua kalinya. Tubuhnya lemas tak bertenaga sementara Daniel masih terus mengejar pelepasannya. Nidya yang merasa kewalahan atas permainan cinta Daniel akhirnya memilih untuk melakukan blowjob pada Daniel. Dan dengan satu lahapan, penis Daniel langsung masuk ke dalam mulut Nidya. Dengan cekatannya, Nidya menggerakkan kepalanya secara vertikal. Sehingga memperlihatkan keadaan penis Daniel yang saat ini sedang mendapatkan pelayanan dari Nidya. Wajah Daniel memerah serta bibirnya yang bergetar, yang menandakan bahwa saat ini Daniel sedang berusaha menahan desahanya supaya tidak keluar. Tidak berselang lama, Nidya dapat merasakan bahwa saat ini penis Daniel bertambah besar.

"Ni...Nid-ya... A..aku akan keluar..." Bisik Daniel.

Croooot...! Crooot...! Crooot...!

Daniel pun menembakan spermanya ke dalam mulut Nidya. Dan dengan susah payahnya, Nidya berusaha untuk menelan seluruh sperma milik Daniel. Jumlah sperma yang dikeluarkan oleh Daniel tergolong sangat banyak.

Gleeeegk! Gleeeeegk! Gleeeehk!

Meskipun Nidya sudah berusaha sekeras mungkin untuk menelan habis sperma Daniel, namun tetap saja ada sebagian dari sperma Daniel yang keluar dari sela-sela bibirnya.

"Hah...hah...hah...hah..." Nidya pun berusaha untuk mengambil nafas sebanyak mungkin, karena selama dia menghisap penis Daniel, Nidya mengalami kesulitan bernafas karena besar dan panjangnya penis Daniel.

Daniel pun bangkit dan duduk bersila di atas kasur menghadap Nidya. Wanita itu bergeser dan mendudukan dirinya ke pangkuan Daniel. Daniel memeluk erat tubuh telanjang Nidya. Dan mereka pun saling berciuman lagi. Tetapi ciuman mereka tidak lama. Daniel dan Nidya melepaskan ciuman saat mendengar jeritan Hanna.

“Ibu ...” Ucap Daniel khawatir.

“Ibumu kayaknya sedang bermain-main dengan teman-temanmu. Biarkan saja. Lebih baik kita mempersipkan untuk ronde berikutnya.” Ucap Nidya sambil mengusap wajah Daniel.​

---ooo---​

Dengan dorongan keras meluncurlah penis Pasha mengisi liang vagina Hanna lagi. Hanna menjerit kaget karena sodokan kasar Pasha. Tubuh Hanna menggeliat nikmat, cairan sperma Bram yang masih tertinggal di vaginanya memudahkan penis Pasha sliding dengan cepatnya, kasar dan liar. Pinggul Hanna ikut bergoyang mengimbangi irama permainan Pasha. Desahan nikmat keluar dari mulut Hanna tanpa bisa ditahannya lagi. Mata wanita itu yang indah membeliak-beliak selama Pasha menyetubuhinya. Pasha mengangkat kaki kanan Hanna dan ditumpangkan ke pundaknya. Penis Pasha makin dalam mengisi liang vagina wanita itu. Hanna sungguh menikmatinya, batang penis yang besar itu bergerak keluar masuk vaginanya terasa seperti besi panas yang membuat nafasnya terputus-putus, tanpa terasa tangan Hanna meremasi payudaranya sendiri meresapi kenikmatan yang diberikan Pasha.

Bram yang tenaganya sudah pulih kembali mendekati Hanna yang tengah digarap temannya. Bram berlutut di sebelah kepala wanita itu dan menempelkan penisnya pada bibirnya. Hanna yang tahu apa yang harus dilakukannya meraih batang penis itu dan mulai menjilatinya, lalu ia memasukkannya ke mulut dan mengulumnya. Namun baru sebentar saja, Bram menarik penisnya. Kemudian ia naik ke dada wanita itu dan menempatkan penisnya di antara kedua gunung kembar itu. Rupanya Bram ingin melakukan breast fuck dan sebelumnya Bram meminta Hanna melicinkan dulu penisnya dengan air liur. Bram menekan kedua payudaranya dengan keras sehingga terasa sedikit nyeri, tanpa buang waktu ia menggerakkan pinggulnya maju-mundur seperti bersetubuh.

“Aahhh... Aaahh... Mauuu keluaaarrr!” Erang Hanna pada detik-detik mencapai orgasmenya yang ketiga kali.

Belum juga reda rasa nikmat orgasmenya, tiba-tiba Hanna merasakan semprotan cairan hangat yang kental di wajahnya. Ternyata Pasha klimaks dan memuntahkan spermanya di wajah Hanna. Hanya beberapa detik berselang, Bram pun memuntahkan spermanya di dada dan perut Hanna.

Hanna merasakan seluruh tubuhnya lelah tetapi menyenangkan hingga ia memejamkan mata. Maka disinilah Hanna bergelung dengan rasa nyaman dan nikmat. Benar-benar kenikmatan yang hakiki, alias surga dunia. Fantasinya menikmati dua kelamin pria terlaksana sudah. Kini Hanna memikirkan bagaimana rasanya memiliki banyak kelamin pria. Pasti rasanya akan sangat luar biasa.

“Tante harus mandi. Bagaimana kalau kami memandikan tante.” Ucapan itu membuat mata Hanna terbuka.

“Bawa aku ke kamarku.” Pinta Hanna seraya mengangkat tangannya ke atas.

Pasha lah yang menggendong tubuh Hanna dengan gaya bridal style. Pasha dan Bram berjalan mengikuti arahan Hanna. Hanya satu menit lebih sedikit, Hanna telah dibawa ke kamar mandinya. Bukan hanya sekedar membersihkan badan, dua pemuda tampan itu kembali menyetubuhi Hanna. Hanna tidak memperdulikan apa yang kedua pemuda itu lakukan atas dirinya. Saat ini Hanna hanya ingin merasakan kenikmatan yang ia dapatkan. Kenikmatan ini pula yang membuatnya ketagihan.​

---ooo---​

Ketika matahari sudah melewati seperempat hari, seorang pria bule sedang memotret rumah megah dari seberang jalan. Lensa kameranya terus mengambil gambar rumah tersebut dari berbagai arah, ia sesekali melihat hasil jepretannya. Si pria bule menyulut rokoknya perlahan, ia mulai menghembuskan asap rokoknya hingga mengepul di udara. Mata biru itu masih terfokus pada hasil jepretannya sampai-sampai tidak menyadari ada seseorang yang sedang memperhatikannya dalam jarak dua langkah saja.

“Rumah yang indah, bukan?” Sapa si pengintai pada si pria bule. Tentu saja pria bule tersebut terkejut hingga rokok di bibirnya terjatuh.

“Eh ... Em ... I..iya ...” Si pria bule tergagap.

“Maaf telah mengagetkan anda ... Hariz ...” Si pengintip memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangannya.

“Fredy ...” Si pria bule menyambut tangan Hariz. Mereka pun berjabatan tangan erat.

“Mister Fredy ... Apakah mister tertarik dengan rumah itu?” Tanya Hariz ingin tahu.

“Ya ... Saya sangat tertarik ... Rumah itu ada sejarahnya buat saya.” Jawab Fredy sambil menyelidik sosok di depannya.

“Sejarah? Apakah mister mempunyai hubungan dengan rumah itu?” Kini Hariz lah yang menjadi penasaran.

“Rumah itu peninggalan kakek buyut saya. Makanya saya bilang rumah itu ada sejarahnya buat saya.” Jawab Fredy sembari mengerutkan kening. Fredy langsung berprasangka kalau Hariz pernah mempunyai hubungan dengan rumah tersebut.

“Ya, ampun ... Berarti mister keturunan Mister Frederick.” Mata haris melebar.

“Benar ... Saya keturunan kelima ... Sepertinya anda mengetahui sejarah rumah leluhur saya?” Tanya Fredy yang kini merasa yakin bahwa pria di depannya pernah memiliki hubungan dengan rumah peninggalan leluhurnya.

“Ya ... Sesuatu terjadi sangat buruk. Penghuni rumah itu telah menghancurkan kehidupan saya.” Nada suara Hariz menjadi sendu. Terdengar kesedihan teramat dalam pada setiap ucapannya.

“Penghuni? Maksudnya?” Fredy pura-pura tidak tahu. Pria bule itu hanya ingin mendengar cerita pria yang baru saja ia kenal.

“Maksud saya, rumah itu dihuni makhluk astral. Hantu wanita hamil yang bernama Ibu Nuning. Dia lah yang menghancurkan keluarga saya. Perbuatannya sungguh biadab. Saya kehilangan istri dan anak-anak saya.” Ungkap Hariz pilu bahkan tak terasa keluar air mata dari sudut matanya.

“Hhhmm ... Bagaimana kalau kita mencari cafe ... Saya ingin tahu cerita anda ...” Ajak Fredy yang langsung disetujui Hariz.

Keduanya masuk ke dalam mobil milik Fredy. Hanya obrolan ringan yang terjadi di antara mereka sepanjang perjalanan. Fredy sedikit menceritakan asal-usulnya, bahwa dia keturunan kelima dari Frederick, yaitu pemilik pertama bangunan berhantu tersebut. Hariz menambahkan bahwa Frederick adalah suami dari Ibu Nuning semasa mereka masih hidup, dan dibenarkan oleh Fredy. Namun Fredy menegaskan kalau Ibu Nuning hanyalah selir dari Frederick. Adapun istri Frederick yang asli bernama Maureen, wanita asli Belanda.

Sekitar sepuluh menit, Fredy dan Hariz sudah berada di sebuah cafe. Mereka memesan kopi dan makanan ringan. Sambil menunggu pesanan, kedua pria itu menceritakan pekerjaan masing-masing. Fredy adalah seorang pengacara di Belanda yang sedang cuti karena diperintah orangtuanya untuk mencari rumah peninggalan leluhurnya. Sementara itu, Hariz bekerja sebagai arsitek di sebuah perusahaan konstruksi. Akhirnya pesanan pun datang, Fredy langsung membuka pembicaraan serius.

“Jadi ... Bagaimana rumah itu bisa menghancurkan keluarga anda?” Fredy memulai dengan pertanyaan.

“Tahun lalu, mungkin lebih sedikit, saya membeli rumah itu dari seorang agen properti. Kami pun tinggal di sana pada hari berikutnya. Saya tidak tahu persis apa yang terjadi pada istri dan anak laki-laki saya. Tapi setelah enam bulan, saya mengetahui kalau rumah baru saya dipakai pesta seks. Istri dan anak laki-laki saya yang merancang pesta itu. Saya marah bahkan sangat marah. Saat itu, saya hampir menyakiti istri dan anak saya, tapi Ibu Nuning menampakan diri dan melindungi istri dan anak saya. Saya tak berdaya oleh hantu wanita itu. Saya hampir dibunuhnya kalau tidak dihalangi istri saya. Ibu Nuning masih mau memaafkan saya dengan syarat saya harus membiarkan istri dan anak saya menghuni rumahnya. Mungkin karena perasaan bersalah pada saya, istri dan anak saya memilih untuk keluar dari rumah. Dan tak lama istri dan anak saya tewas mengenaskan karena kecelakaan tunggal di jalan tol. Saya yakin kematian mereka disebabkan Ibu Nuning. Pada saat yang sama, Ibu Nuning datang kepada saya. Dia meminta untuk mencarikan penghuni baru dengan ancaman pembunuhan. Dan akhirnya saya bisa menjual rumah berhantu itu walaupun dengan harga sangat murah.” Jelas Hariz panjang lebar di sela isak tangisnya.

“Hhhmm ... Jadi rumah itu berhantu, dan hantu itu adalah selir leluhur saya?” Fredy berpura-pura lagi.

“Ya ... Hantu yang sangat kejam.” Hariz kemudian meminum kopinya.

“Apakah Tuan Hariz tahu, apa alasan Ibu Nuning menahan istri dan anak laki-laki anda?” Tanya Fredy menelisik.

“Tidak tahu secara pasti. Tapi perkiraan saya, mereka akan dijadikan budak oleh Ibu Nuning.” Jawab Hariz tidak yakin.

“Baiklah ... Apakah Tuan Hariz bisa memperkenalkan saya dengan pemilik rumah itu?” Pinta Fredy.

“Saya rasa bisa ... Atau mister bisa menghubunginya langsung. Saya masih menyimpan nomor kontaknya.” Kata Hariz sambil mengambil smartphonenya dari saku celana.

Hariz akhirnya memberikan nomor kontak Lucas pada Fredy. Fredy langsung menyimpannya di kotak kontak. Fredy sengaja tidak memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi di rumah leluhurnya itu. Fredy malah menyarankan secara halus agar Hariz tidak lagi datang ke rumah tersebut dan melupakan segala peristiwa yang telah menimpa dirinya dan keluarganya. Fredy sangat tahu kalau keselamatan Hariz akan terancam bila terus berada di dekat rumah yang dihuni Ibu Nuning.​

Bersambung

Chapter 6 Klik Disini
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd