Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Roda Kehidupan

Hingga part 21 ini, siapa tokoh yg paling agan suka? *kalo udh vote boleh lho posting alasannya juga

  • Bella

    Votes: 11 5,9%
  • Novi

    Votes: 96 51,3%
  • Siska

    Votes: 17 9,1%
  • Fara

    Votes: 12 6,4%
  • Laras

    Votes: 34 18,2%
  • Vita

    Votes: 4 2,1%
  • Fitria

    Votes: 3 1,6%
  • Gatot

    Votes: 3 1,6%
  • Prapto

    Votes: 3 1,6%
  • Gk ada alias bodo amat

    Votes: 4 2,1%

  • Total voters
    187
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Lu tau kan cewek yang namanya ***?"
"Iya... Inget gue..."
"Adit dulu pacaran sama dia..." Terang gue.
"Terus?" Tanya Tono antusias.
"Dia hamil..."
"Sama Adit?? Sialan tu bocah!" Ujar Tono emosi.
"Dengerin dulu cerita gue!"
"Iya-iya..."
"Dia hamil sama cowok lain Ton!"

Jangan jangan yang pacaran LDR yah?? Itu yg inisial nya B ?? Heheheh maap om fatih saya cuma mendugaduga. :Peace:
 
Malam ini hujan diluar sana deras mengguyur kota Magelang. Sambil ngerokok gue nyantai duduk di depan tv. Terdengar ada notif di smartphone gue yg sengaja gue letakin di atas meja. Gue ambil deh, pas gue mau ngebuka polanya, tiba-tiba terdengar suara perempuan berteriak dari ruang tamu. Njiiir... Ngagetin aja, kirain bledek.

Mamah: Pah.... Sini!

Aku: Iya-iya bentar


Gue samperin deh tuh bini gue yg manggil gue di ruang tamu. Padahal gue lagi asik mantengin berita penggandaan uang gan, siapa tau bisa nggandain bini juga. Hahaha

Mamah: Pah Apaan ini? (Sambil nunjuk layar laptop)

Feeling gue gk enak banget waktu bini gue duduk di depan laptop.

Aku: Apaan sih mah?

Mamah: Crito opo iki? Roda kehidupan?
(Nada bicaranya kayak jaksa penuntut umum di sidangnya jessica gan)

Aku: ..... (Bengong nyengir)

Njiiiir sialan lupa close tab gue!

Aku: Cerita biasa kok mah...

Mamah: Siapa Adit?

Aku: Ya tokoh utama cerita itu mah!
(Nyalain rokok terus duduk di depan bini gue)

Mamah: Papah kan?

Aku: Hehehe...
(nyengir gue gan)

Mamah: Lha kalo Siska, Bella, Laras?? Sopo kui pah??

Aku: .......
(Gue jawab satu-satu pertanyaan itu gan, gue jelasin satu demi satu siapa mereka ini dan alasan gue ngubah nama mereka juga gue jelasin)

Mamah: Ohh... (Manggut-manggut)

Aku: Iya mah gitu...

Mamah: Gimana kalo mereka tau papah nulis kaya gini? Mana ada pornonya lagi! Hih!

Aku: Halah sante mah nanti papah bilang!

Mamah: Bener lho ya!

Aku: Iya mah......

Mamah: Terus apaan ini semprotdotcom?

Aku: Ya situs to mah...

Mamah: Maksudnya tau darimana ada situs kayak gini?

Aku: Dari temen...

Mamah: Awas ya aneh-aneh!
(Sambil ngepelin tangan)

Aku: Iya maahh....

Mamah: Jadi kelakuan papah kayak gitu dulu? Kok mamah baru tau!

Aku: Ngggg....

Mamah: Jelasin dulu siapa *****? Kenapa mamah baru tau!

Aku: Jelasinnya dikamar yuk mah!

Mamah: Enak aja, enggak! Papah malam ini tidur depan tv!
(Marah gan bini gue, doi ninggalin gue gitu aja diruang tamu)

Aku: Maaaah...

Mamah: ......


Semalam gue ketahuan bini gue nulis cerita ini gan. Tapi untungnya setelah gue spik-spik doi gk keberatan. Tau deh kalo yg lain... hahahaha. Bodo ah, nanti kalo mereka tau malah minta royalti sama gue lagi, hahaha. Besok aja kapan-kapan gue ngomong ke mereka. :)

Sebelumnya gue mau ngucapin terima kasih buat kalian semua yg udah baca cerita koplak gue ini. Sederhana aja kok cerita yg gue tulis ini, gk akan ada perang nuklir ataupun pembunuhan berencana sekalipun. Ini tentang kehidupan, kehidupan yg seperti roda. Semoga apa yg gue tulis ini dapat dijadikan pelajaran ataupun pengalaman buat kita semua.

Nanti gue apdet cerita ini kok hu, gan, bro... Gue usahain setiap hari gue apdet deh, atau seenggaknya sekali dalam dua hari, hehehe. Dalam dunia tulis menulis ini gue masih newbie. Jadi gue mohon maaf jika tulisan gue acak-acakan, sambil belajar lah ya... Okedeh gue mau nonton gosip dulu, happy weekend semuanya :beer:
Aman hu? gak di introgasi macem2..kelakuan suhu jaman dulu?
 
"Hahahha... Kebiasaan lu, ditanyain malah balik nanya!" Kata Adit.... (ini kebiasaan siapa ya)
 
18. Sebuah Takdir

Beberapa hari setelah kejadian yg tak sengaja di kos Prapto itu, sikap Novi sedikit aneh. Pasca kejadian tersebut ia seakan menjaga jarak denganku. Aku pun berlagak biasa saja seperti tak ada apa-apa.

"Nov... Kamu kenapa sih? Kok kayaknya ngejauhin aku..." Tanyaku ke Novi di pinggir jalan saat nunggu angkot pulang sekolah.

Aku sengaja membiarkan angkot jurusan rumahku lewat begitu saja agar bisa ngobrolin masalah ini empat mata dengan Novi, karena gk mungkin aku ngomongin ini pas ada anak-anak atau Prapto.

"Ah gk kok Dit..."

"Serius aku Nov..."

"Lha emang kenapa aku ngejauhin kamu?"

"Ya mana aku tau..."

"Hmmm..."

"Aku minta maaf ya Nov..."

"Maaf kenapa?"

"Karena itu lho..."

"Apaan sih?"

"Pas di kos Prapto..."

"Oh... heem gk papa kok Dit, aku juga minta maaf..."

"Iya Nov... Aku gk sengaja Nov waktu itu..."

"Iya-iya gk papa kok..." Ujar Novi dengan senyuman manisnya.

"Jangan marah lagi ya..." Pintaku.

"Lhah siapa juga yg marah?"

"Ya pokoknya sikapmu jangan berubah ya..."

"Iya..."

"Senyum dong..." Godaku.

"Nih senyum!" Seru Novi seraya mengepalkan tangannya kearahku.

"Hehehe... Tengkyu Nov..." Ucapku lega.

"Hmmm..."

"Eh itu angkot jurusanmu Nov..."

"Iya tuh... Yaudah aku duluan ya Dit..."

"Oke hati-hati Nov..."

"...." Novi pun tersenyum.

Setelah Novi mendapatkan angkotnya, tak beberapa lama kemudian angkot jurusan rumahku pun lewat juga. Gk mungkin aku jalan kaki karena ini hari jumat. Bisa gk ikut sholat jumat kalo jalan.

Sesampainya dirumah kulihat Ibu sedang berdandan, entah mau kemana beliau. Njirr cakep juga Ibu :o

"Mau kemana Buk?"

"Kondangan Dit..."

"Dimana?"

"Tuh Pak Ahmad, bareng rombongan Ibu-ibu kok..."

"Oh..."

"Nanti setelah sholat Jumat jagain warung ya Dit..."

"Nggeh Buk... Pulang jam berapa Buk?"

"Sebelum ashar Ibu udah sampe rumah kok..."

"Nggeh Buk... Hati-hati..."

Benar saja setelah aku pulang dari masjid Ibu udah gk ada dirumah. Dan akhirnya aku yg harus jagain warung. Sesekali lah libur kerja dan jagain warung milik Ibuku ini.

Hanya ada beberapa pembeli saja siang ini, waktuku pun lebih banyak nganggur daripada ngelayanin pembeli. Duh ngapain ya ini? Emm... Telpon Bella aja deh daripada bengong.

"Hallo Bella sayang..."

"Hallo juga Adit Jelek..."

"Hmmm... Bukannya di sayang-sayangin malah di jelek-jelekin..." Keluhku.

"Hehe... Iya deh, kenapa sayang?" Tanya Bella.

"Bosan nih disuruh jaga warung!"

"Yee... Disuruh Ibunya sendiri kok gk ihklas sih!"

"Ikhlas Bell ikhlas..." Kataku lesu, "eh Bell, jalan yuk habis ini..." Ajakku semangat.

"Kemana? Males aku kalo gk ada tujuan!" Kata Bella ketus.

"Emmm... Kamu pengennya kemana?" Tanyaku polos.

"Hadeeehhh... Tu kan gk ada tujuan gitu mau ngajak jalan!" Kata Bella lesu.

"Belajar aja lah Dit, hampir ujian lho!" Imbuh Bella.

"Ayolah Bell... Mumpung cerah nih..." Paksaku.

"Ya kemana dulu? Kalo ada tujuan baru mau!"

"Emmm... Taman yuk..." Ajakku antusias.

"ENGGAK MAU!"

"Terus kemana?" Tanyaku lagi.

"Ya mana aku tau... Kamu yg ngajak kok..." Kata Bella santai.

"...." Beberapa saat kami terdiam, aku lagi mikir keras mau ngajak Bella jalan kemana.

"Gimana? Ada tujuan gk?" Tanya Bella lagi.

"Emmm... Jalan-jalan aja Bell," kataku semangat. "Kita muter-muter kota dulu aja, ke alun-alun kek, terus kemana lagi lah makan atau ngapain..." Ajakku antusias lagi.

"Emmm...." Bella terdiam dalam telponnya, kayaknya dia lagi mikir.

"Boleh lah... Tapi ada satu syarat!" Kata Bella.

"Syarat? Apaan?" Tanyaku penasaran.

"Kita harus pake baju dengan warna yg sama!" Terang Bella, "kalo warnanya beda gk jadi jalan deh kita, gimana?" Ucap Bella pongah.

"Ada-ada aja sih Bell..."

"Kalo gk mau ya udah..." Ancam Bella.

"Iya deh Bell iya..."

"Terus nih kamu selesai jaga warung jam berapa?" Tanya Bella.

"Jam tiga-an Bell, gimana?"

"Yaudah kalo gitu jam tiga aku kerumahmu..."

"Weits kerumah? Mau naik apa kamu?"

"Motor lah! Motor Ibu dirumah kok..."

"Aku yg jemput kamu aja deh Bell nanti..." Pintaku. Biar nanti pinjem motor Gatot atau Angga pikirku.

"Enggak! Kalo kamu yg jemput pasti nanti gk mau pulang kalo baju kita beda warna! Tapi kalo aku kerumahmu kan aku bisa langsung pulang pas ngeliat kamu pake baju yg warnanya beda..." Jelas Bella.

"Emmm..."

"Gimana? Deal?"

Sejenak aku berfikir... "Okedeh sip!"

"Oke... Yaudah kalo gitu, aku sms aja ya nanti Dit..."

"Siap sayang!"

"Tuuuut... Tuuut... Tuuut..."

"....." :hammer:

Ada-ada sih syarat yg Bella ajuin. Tapi bisa gawat nih kalo warna baju kita beda. Beberapa saat aku berfikir gimana caranya agar warna baju aku bisa sama kayak warna baju Bella nanti. Apa aku minta clue aja kali ya... Ah tapi percuma gk bakalan dia kasih pasti. Emm... Kenapa gk aku intip aja nanti dari jendela dia pake baju apa kesininya. Ah dasar Bella hahaha! Walaupun di bidang akademis dia sangat mumpuni, tapi kalo urusan kayak gini ya Bella sih agak-agak gimana gitu deh. :bata:

Akhirnya karena Ibu telah pulang, akupun selesai menjaga warung. Buru-buru deh aku lari ke kamar.

Sesampainya di kamar, aku langsung mengobrak-abrik lemari pakaian untuk mencari baju-baju dengan warna yg berbeda.

"Kuning..." Gumamku sendirian lalu menaruh baju itu di atas ranjang.

"Hijau..."

"Merah..."

"Biru..."

"Hitam..."

"Oren..."

"Ungu!"

Usai menata baju-baju di atas tempat tidurku, kulangkahkan kaki ini ke kamar mandi. Kutengok jam telah menunjukkan pukul 14.30. Artinya setengah jam lagi Bella sampai. Buru-buru deh aku mandi. Selang beberapa menit kemudian, kupakai celana jins warna hitam milikku.

"Tsaah...Sampai kapanpun kau tetap cakep wahai kau anak manusia..." Gumamku sendirian di depan cermin.

Usai berdandan sebentar di depan cermin, aku keluar dari kamar menuju ruang tamu untuk menunggu kedatangan bidadariku tanpa menggunakan baju.

Emmm... Kira-kira pake baju warna apa ya dia? Semoga saja semua baju yg aku tata tadi ada salah satu warna yg dipake Bella.

Selang beberapa menit kemudian, terdengar suara motor di sekitar rumahku. Langsung kuintip melalui jendela siapa gerangan diluar sana. Dan benar saja, ternyata itu Bella!

Terlihat ia sedang memarkirkan motornya di halaman rumahku. Bella mengenakan baju lengan panjang warna hitam, sebenernya ada warna abu-abunya juga sih, tapi lebih dominan hitam.

Buru-buru aku lari ke kamar mengambil kaos warna hitam yg telah aku siapkan. Kemudian dengan cepatnya kupakai kaos warna hitam milikku itu lalu kembali lagi ke ruang tamu dan membuka pintu untuk Bella.

"Hay Bell... Hehe..." Sapaku penuh percaya diri. :cool:

"...." Bella hanya terdiam, ia mengamati penampilanku. "Waah... Kok bisa sama ya warna nya Dit..." Kata Bella dengan polosnya.

"Kita kan sehati Bell..." Ucapku pongah, "ya udah yuk jadi kan kita jalan?" Imbuhku kemudian.

"...." Bella hanya terdiam, ia nampak sedang memikirkan sesuatu.

"Ayok ah Bell... Keburu sore!" Kataku seraya menarik tangannya.

Akhirnya setelah pamit ke Ibu dan sedikit basa-basi, kami pun pergi meninggalkan rumah menggunakan motor yg Bella bawa.

Selama perjalanan, tak henti-hentinya Bella memujiku karena bisa tepat menebak warna baju yg Bella pakai, hehe. Dasar Bella!

"Bell... Kemana nih?"

"Kemana aja boyeh say..." Kata Bella manja. Wah kayaknya mulai luluh nih, haha.

"Emmm... Ke Alun-alun yuk!" Ajakku sambil mengendarai motor.

"Ah enggak-enggak!" Seru Bella.

"Lhah, katanya kemana aja boyeeh?" Ucapku menirukan gaya Bella.

"Hmmm... Ya tapi jangan ke Alun-alun, bosen ah!" Keluh Bella, "ke matahari aja Dit! Kita ke gamezone!" Ajak Bella antusias.

Njiir... Dasar cewek, tadi bilang kemana aja boleh. Sekarang malah mutusin sepihak. :gila:

Beberapa saat kemudian sampailah kami di matahari. Kuparkir motor Bella disamping supermarket ini.

"Dit... Ngejus dulu yuk..."

"Hadeh... Dimana?"

"Pecinan aja tuh enak..."

"Yaudah yuk..." Kataku seraya balik kanan mau ngambil motor.

"Lho mau kemana kamu?"

"Ambil motor, katanya ke pecinan?"

"Jalan aja deh... Deket ini..."

"Hmm... Iya Bell..."

Selama jalan kaki menuju pecinan yg katanya ada penjual jus enak, ia tak henti-hentinya mengeluh karena kecapekan. Njiir tadi diajak pake motor gk mau.

"Capeeek Dit..."

"Tadi naik motor gk mau..."

"Hmmm.. kamu nya gk inisiatif..."

"..." Njiir kenapa jadi aku yg salah. :hammer:

Beberapa saat kemuduan tiba-tiba Bella menghentikan langkahnya di depan sebuah salon.

"Dit... Kamu potong rambut ya, aku temenin!"

"Okedeh Bell, tapi beli jus dulu ya..."

"Sekarang Dit!"

"Haduuh... Yaudah yuk!" Kataku berjalan balik ke tempat parkir lagi.

"Heh mau kemana?" Tanya Bella menarik tanganku.

"Katanya potong rambut? Ya ayok ke tukang potong rambut madura aja..." Kataku.

"Enggak! Disitu aja!" Kata Bella seraya menunjuk salon di sampingnya.

"Hah? Salon? Enggak-enggak!" Protesku.

"Pokoknya harus mau! Itu tuh salon bisa buat cowok juga Dit..."

"Enggak Bell ah enggak...!"

"Ayolah Dit...."

"Enggak!"

"Ayook..." Ucap Bella merengek.

"....." Karena malas debat, akhirnya aku diam berlagak marah.

Namun bukannya Bella luluh, aku malah diseret ke salon itu sama Bella. "Ayok masuk Dit... Diem berarti mau!" Kata Bella seraya menarik tanganku.

"Ehhh Bell bukan gitu..." Cegahku, namun sepertinya telat. Bella telah membuka pintu salon dan menggandengku masuk kedalamnya.

Akhirnya aku pun untuk pertama kali masuk salon. Njiir ternyata mbak hipsternya cantik-cantik, ruangannya AC. Tau gini kenapa gk daridulu aja aku ke salon.

Setelah beberapa saat menunggu Bella berdiskusi sama salah satu hipster di salon ini, tibalah aku duduk di kursi panas.

"Mau di potong kayak apa Mas?" Tanya sang hipster yg cantik. Tampangnya mirip kaya artis taiwan gitu, rambutnya berwarna pirang. Mana pake rok mini lagi.

"Emmm... Apa ya...." Kataku bingung.

"Mohawk aja mbak!" Sahut Bella yg tiba-tiba udah berdiri di sampingku.

"Jangan mbak jangan..." Cegahku.

"Mohawk mbak!" Seru Bella lagi.

"Jangan Mbak!" Sahutku lagi.

"Terus mau model apa kalo gk mohawk?" Tanya Bella kepadaku.

"....." Sementara mbak-mbak hipster hanya bengong melihat kami.

"Ditipisin dikit aja deh mbak..." Kataku memohon.

"Jangan mbak... Spike aja!" Seru Bella.

"Jangan mbak..."

"Jadi mau potong model apa ini?" Seru mbak-mbak hipster dengan nada tinggi. Njiir marah dia.

"...." Sejenak aku dan Bella langsung terdiam. Lalu tiba-tiba Bella berbisik kepadaku, "Dit cabut yuk aku jadi malas sama mbaknya, galak..."

"Lhah mana bisa pergi Bell... Udah dipakein sarung gini juga aku..." Bisikku ke Bella.

"....." Apa yg aku bisikkan ternyata terdengar oleh mbak hipster. Bella yg mengetahui gelagat gk enak malah pura-pura keluar beli minuman jus.

"Ya udah mau model apa terserah deh Dit... Aku mau beli minum dulu..." Kata Bella cangar-cengir keluar dari salon ini. Siall!

"...."

"Gimana mau model apa nih sekarang?" Tanya si hipster ketus.

"....." Sejenak aku berfikir cari tengahnya aja deh kalo gitu, mungkin mbak hipster paham, "emmm... Baiknya aja deh mbak gimana antara mohawk sama spike..." Kataku halus.

"Oh Oke..." Kata sang hipster masih ketus serta dengan senyum jahatnya.

Cara motongnya juga enak banget, dipijit-dipijit dulu, dibelai rambutku, dan aku pun malah lelap dalam tidurku.

"Mas mas... Udah mas..." Sayup-sayup aku mendengar suara si hipster memanggilku.

"HAH?!?" Aku sangat terkejut, Apa-apaan ini? Kenapa jadi gundul gini?

Bella yg telah datang dari membeli minuman malah ketawa terbahak-bahak melihat gaya rambut baruku ini. "Hahahahahahaa..."

"Duh mbak gimana ini, kenapa jadi kayak gini..." Protesku.

"Lha katanya mau tengah-tengah antara mohawk dan spike?" Ucap sang hipster berasalan.

"Iya mbak! Tapi gk gini-gini juga!" Kataku mulai emosi.

"Hahahaha... Udah Dit udah," kata Bella menenangkanku. "Emmm... Yaudah mbak ini di pleret garis aja samping-samping nya..." Kata Bella menahan ketawanya.

Akhirnya hipster itupun menuruti kehendak Bella. Rambutku yg tinggal beberapa mili ini pun dipleret samping kanan-kirinya. Emm... Mendinglah dari pada tadi. Selang beberapa saat kemudian kami keluar dari salon sialan itu. Terlihat Bella disampingku masih cengar-cengir melihat gaya rambutku ini.

"Kenapa sih Bell cengar-cengir mulu dari tadi?"

"Enggak kok enggak... Hehe..."

"Hhmmm... Yaudah aku mau beli topi dulu ah! Gk nyaman banget tau!" Keluhku.

Setelah membeli topi, aku pun mengajak Bella pulang. Sumpah gk pede banget rasanya aku dengan gaya rambutku ini, apalagi ditambah pleretan-pleretan gk jelas gini, makin rancu aja kepalaku. Sesampainya dirumah Ibu langsung histeris melihat model rambutku ini.

"Astaghfirulloh... Itu kenapa rambutmu??" Kata ibu mencermati rambut baruku ini.

"Model baru ini..." Jawabku asal.

"Aneh-aneh aja anak muda jaman sekarang!" Kata Ibuku lalu pergi meninggalkanku.

Kemudian kuseret dengam malas kedua kakiku menuju dapur untuk mencari makanan. Kulihat ada beberapa potongan kue di meja makan. Kayaknya oleh-oleh kondangan nih, langsung saja kulahap kue itu dan melupakan sejenak kesialanku hari ini.

Setelah menghabiskan kue, kulangkahkan kaki ini menuku kamar. Seperti biasa, kurebahkan tubuh ini di atas ranjang. Tak lama kemudian, terasa getaran pendek dari handphone yg telah kuletakkan disampingku, kuambil dengan malas handphone tersebut dan membuka tombol kuncinya untuk membaca pesan yg kudapat.

From: Bella
JANGAN LUPA SHOLAT YA NDUL... HAHAHA


Hmmmm... Dasar Bella! Aku tersenyum membaca pesan itu. Dibalik semua ejekan dari Bella, aku bisa melihat renyah tawanya yg sangat tulus. Bella Bella.

---

Minggu Siang

Hari ini aku kerumah Gatot untuk meminjam motor buat jemput Ayah di terminal karena hari ini beliau pulang dari Jakarta.

Sesampainya disana, kata Mbak Laras Gatot pergi sama temen sekolahnya. Aku bilang mau pinjem motor buat jemput Ayah, dan Mbak Laras malah nyuruh pake motornya aja. Baik bener mbak laras ini, love you mbak.

"Eh tapi itu kenapa rambutmu kayak gitu Dit? Hahaaha" Kata Mbak Laras. Njir sial di bully juga aku sama dia sekarang. :o

Lalu kuceritakan asal muasal kenapa aku jadi gundul seperti ini, Mbak Laras malah ketawa terbahak-bahak mendengar ceritaku. Hmm.

Aku juga sengaja cerita ke Mbak Laras tentang Novi. Setelah kejadian di kos Prapto itu, sikap Novi jadi sedikit aneh walaupun dia bilang gk ada apa-apa kemarin.

"Inget ya Dit, di dunia ini gk pernah ada yg namanya sahabat sejati antara cowok dan cewek..."

"Kok gitu Mbak?" Tanyaku sambil mengkerenyitkan dahi.

"Aku berani taruhan persahabatan kalian itu gk murni hubungan sahabat saja..."

"Maksudnya?"

"Kita diciptakan Tuhan dengan nafsu dengan lawan jenis entah itu nafsu untuk memiliki atau nafsu setan, tau kan maksud Mbak?" Ucap Mbak Laras. "Jadi kalo ada cowok dan cewek sahabatan, pasti ada salah satu diantaranya yg menggunakan nafsu nya buat memiliki lebih dari sekedar sahabat..."

"Aku gk ngerti deh Mbak..."

"Huuu... Bodoh!" Seru Mbak Laras seraya noyor kepalaku.

"Itu temenmu si Novi itu suka sama kamu, ndul gundul!"

"Ah... Masak sih Mbak?"

"Yeee... Dibilangin!"

"Jangan anggap remeh masalah cinta Dit!"

"Lha katanya suruh jalanin aja Mbak? Sekarang malah nyuruh jangan anggap remeh... Gimana sih?"

Njiir sial kan Mbak Laras, sesat banget nasehatnya :hammer: Tapi entah kenapa aku selalu nurut sama nasehat Mbak Laras ini. Dia sedikit banyak ikut berperan dalam membentuk karakter di dalam diriku.

"...."

Hari ini setelah sedikit curhat sama Mbak Laras dan minjem motornya, aku berada di Terminal Magelang untuk menjemput Ayah.

Beliau pulang dari petualangannya di Jakarta. Entah apa yg akan tetjadi selanjutnya namun sedikit lega saat Ayah bilang ditelepon kalo beliau tak akan kembali lagi kesana.

Kupandang beberapa bus yg datang dan pergi di terminal ini. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, namun Ayah belum ada kabar. Ayah bilang sekitar jam 15.00 tadi seharusnya sudah sampai Magelang. Karena lama menunggu dan khawatir maka kutelepon nomor Ayah untuk menanyakan sampai mana saat ini.

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada........"

"Sial kenapa pake gk aktif!" Gerutuku.

Detik berdetak dengan cepat, senja pun mulai meredup. Kulihat jam di layar hape telah menunjukkan pukul 18.30. Karena tak ada kabar dari Ayah, aku memutuskan untuk pulang. Siapa tau Ayah malah sudah sampe rumah.

Kupacu santai motor milik Mbak Laras yg aku pinjam tadi menuju rumah, Mbak Laras bilang suruh bawa dulu motornya. Selama perjalanan aku memikirkan Ayah kenapa tak ada kabar. Takutnya kalo beliau sampe terminal, tapi aku nya malah udah pergi. Ah bodo amat, lagian juga kenapa pake gk aktif. :bata:

Sesampainya dirumah, Ayah pun tak nampak. Ibu menanyakan kenapa aku pulang sendiri tanpa Ayah.

"Lho Bapakmu mana? Kok pulang sendiri?" Tanya Ibu menyambutku.

"Gk tau Buk... Adit nunggu tiga jam lebih gk ada dateng-dateng..."

"Uwis ditelpon? (Sudah kamu telpon?)"

"Sampun Buk, nomore mboten aktif... (Sudah Buk, nomornya gk aktif...)"

"Yowis mungkin macet... Ditunggu aja!" Kata Ibu. "Makan dulu kamu! Belum makan to?" Suruh Ibu kemudian.

"Nggeh Buk..."

Kemudian aku melangkahkan kaki ini menuju dapur. Njiir Ibu masak sop snerek, lauknya ada ayam goreng, tempe goreng. Wah ini sih masakan kesukaan keluarga, gk biasanya Ibu masak kayak gini. Mungkin karena mau menyambut Ayah pulang, jadi dimasakin kayak gini.

Beberapa saat aku makan terdengar suara ketukan dari pintu. Sekilas aku pikir Ayah sudah datang, duh bisa diomelin nih, suruh jemput malah makan kayak gini.

Kudengar suara seorang pria berbincang dengan Ibu di ruang tamu. Samar-samar kudengar pria itu memastikan alamat rumah yg ia maksud. Ibu pun membenarkan alamat tersebut. Beberapa saat kemudian Ibu memanggilku.

"Diiitt...."

Kuhampiri Ibu yg ada di ruang tamu, disitu ada dua orang pria seumuran Ayah yg sedang memandang sayu Ibu yg tengah menangis.

"Ono opo iki?" Seruku emosi karena melihat Ibu menangis.

"...."

"...."

Kedua orang itu masih terdiam, aku sangat emosi Ibu tiba-tiba nangis seperti itu. Pikirku mereka pasti telah berbuat seseuatu ke Ibu.

"Heh Pak! Ngopo Ibuku nangis!" Seruku dengan nada tinggi.

Ibu menatapku dengan tatapan nanar. Air matanya keluar deras membasahi seluruh pipinya. Kemudian beliau beranjak dari duduknya lalu memelukku erat, sangat erat. Tangis Ibu semakin menjadi di pelukanku. Aku tak tau apa yg sebenarnya terjadi pada Ibu.

Kubiarkan Ibu menangis di pelukanku, kedua orang itu kulihat menundukkan kepalanya. "Bapak Dit Bapak...." Ucap Ibu sesenggukan dalam tangisnya.

"Bapak kenapa?"

"..."

"Bapak kenapa Buk?" Tanyaku seraya melepaskan pelukan Ibu.

"Bapakmu... Bapakmu Dit.... Bapak meninggal.................." Kata Ibu lalu beliau pingsan dihadapanku.

"...."

"...."

DEG.... Untuk sesaat aku terdiam mendengar jawaban Ibu. Aku merasa waktu berhenti berputar. Kutangkap Ibu yg pingsan dan kubiarkan Ibu pingsan di pelukanku. Kakiku bergetar, entah kenapa rasanya tak kuat kaki ini menopang badanku. Tubuhku terasa lemas begitu saja, aku masih terdiam memeluk Ibu yg tak sadarkan diri di pelukanku. Air mataku keluar deras membasahi pundak Ibu.

Kemudian kupapah Ibu untuk tidur di sofa kecil ruang tamu. Aku tak tau apa yg harus aku lakukan saat ini.

"Bapak Sulaiman menjadi korban kecelakaan bus Dek..." Ucap kedua orang itu yg kuketahui adalah polisi.

"Kejadiannya dimana Pak?" Tanyaku dengan sesenggukan menahan tangis.

"Di daerah Weleri Dek..."

Kemudian ia menceritakan kronologi kejadiannya dengan singkat. Mereka hanya diutus untuk menyampaikan kabar duka ini ke pihak keluarga korban. Dengan hati yg hancur dan pikiran yg kacau, kucoba mencerna perkataannya. Aku tak pernah menyangka semua ini. Sekuat tenaga aku mencoba tegar menghadapi ini.

Kemudian kubiarkan Ibu yg belum sadar diruang tamu itu dan menitipkan sebentar kepada kedua polisi tanpa seragam itu. Lalu aku berjalan menuju rumah Paklik yg letaknya tak jauh dari rumah untuk mengabarkan berita ini serta meminta tolong untuk membantu segalanya.

"Ngopo Dit?" Tanya Paklik heran.

"Bapak Lik Bapak..."

"Ngopo mas sulaiman?"

"Bapak kecelakaan..." Kataku lemas dan tiba-tiba saja aku pingsan di depan pintu rumahnya.

----

Kubuka mataku pelan, kulihat Mbak Laras membelai rambutku, aku tersenyum tipis memandang Mbak Laras.

"Ibu dimana Mbak?" Tanyaku ketika sadar dari pingsanku.

"Di kamar sama Ibukku..."

Lalu aku beranjak menuju kamar Ibu untuk melihat keadaannya. Sesampainya dikamar Ibu, ternyata sudah banyak orang. Para Ibu-ibu tetangga mencoba menenangkan Ibu dan memberi semangat ke Ibu.

Kulangkahkan kaki ini menuju Ibu yg sedang berbaring. Kupeluk erat beliau diatas ranjangnya, kami berpelukan dan menangis sejadinya. Lama aku memeluk Ibu hingga kulepas pelukan dan mencoba memberikan senyumku agar Ibu bisa tabah menghadapi ujian ini. Ibu mengangguk paham apa yg aku maksud, lantas Ibu menghapus air matanya yg membasahi seluruh wajah sayu Ibu.

"Adit kedepan dulu ya Buk..." Kataku.

"..." Ibu mengangguk dengan senyum yg sangat tipis.

Aku mencari keberadaan Pak Lik untuk menanyakan jenazah Ayah. Banyak tetangga-tetangga yg datang dirumahku. Kulihat anak-anak pun ikut membantu memasang tenda di halaman rumah. Kuhampiri mereka semua untuk berterima kasih karena telah membantu.

"Cuk seng kuat yo.... (Cuk yg tabah ya...)" Kata Gatot lalu ia memelukku. Aku masih bisa merasakan pelukannya saat itu. Pelukan hangat seorang Gatot yg tingkahnya kadang konyol.

"Maturnuwun yo..." Kataku lalu anak-anak yg lain satu persatu memeluk dan menyalamiku juga. Mereka paham aku sangat terpukul, mereka benar-benar paham bagaimana membuatku sedikit tenang.

"Cah lanang raoleh nangis cuk! (Cowok gk boleh nangis cuk!)" Ucap Gatot lalu menawarkan rokok miliknya.

"Maturnuwun yo..." Kataku berusaha tegar didepan anak-anak dan menerima rokok gatot.

Lalu kusulut rokok pemberian Gatot ini dan menghisapnya dalam-dalam. "Ya Alloh apa ini benar-benar nyata?" Batinku seraya menghempaskan asap rokok ke atas memandang langit gelap.

"Dit..." Ucap Pak Lik datang menghampiriku.

"Iya pak lik..."

"Jenazah Bapakmu dalam perjalanan, dua jam lagi sampe..." Kata Pak lik. "Kamu yg kuat pokoknya..." Imbuhnya lalu mengusap rambutku.

"Iya..."

Semua tetangga pun satu per satu datang kerumahku untuk membantu memasang tenda ataupun ikut menanti jenazah Ayah yg dalam perjalanan pulang.

Kulihat jam di hapeku ternyata sudah pukul 23.15. Ada beberapa sms dan panggilan masuk. Saat ini aku duduk di bersila di ruang tamu beralas karpet. Semua perabotan telah dikeluarkan semua oleh tetangga-tetangga. Kubuka inbox hapeku. Ada banyak sms yg masuk ntah itu saudara-saudara ataupun yg lain. Bella sms berkali-kali nanya kabar, dia belum tau kalo aku sedang dirundung duka. Ada juga sms dari Fara menyampaikan duka citanya, dia pasti tau karena desa kita dekat dan berita pasti cepat menyebar.

Kubalas sms Bella dan menyampaikan kabar duka yg aku alami ini. Selang beberapa saat kemudian Bella langsung meneleponku.

"Inaliillahi waina ilaihi roji'un... Aku turut berduka Dit... Kamu kudu kuat ya... Aku selalu ada buat kamu kok..." Ucap Bella dalam telepon.

"Iyaa Bell makasih ya..."

"Aku kerumahmu sekarang ya Dit..."

"Gk usah Bell, udah malam... Besok aja gk papa kok..." Cegahku.

"Tapi Dit...."

"Tenang aja aku gk papa kok..."

"Yauda besok pagi aku langsung kesitu..."

"Iya Bell... Makasih ya..."

Bella membesarkan hatiku malam ini. Aku gk pernah tau kenapa Tuhan cepat sekali memanggil Ayah, yg kutahu hanyalah takdir ini yg harus Ayah terima sebagai mahkluk ciptaanNya. Dan kita sebagai keluarga ataupun orang terdekat harus bisa tabah menjalani kuasa Tuhan ini. Wahlohu'alam.

Dua jam lebih aku menanti kedatangan jenazah Ayah yg hingga saat ini belum sampai juga. Beberapa saat kemudian terdengar suara sirine ambulan yg sangat mengerikan, mengerikan karena ada seseorang yg menjadi panutan hiduku terbujur tak bergerak tanpa nyawa di dalam mobil ambulan tersebut. Kulihat Ibu keluar dari kamarnya dibantu Bu Titik, Ibunya Gatot atau Mbak Laras. Beliau terlihat lemas berusaha berdiri dengan kakinya sendiri.

Selang beberapa saat kemudian, Jenazah Ayah digotong oleh beberapa tetangga untuk dibaringkan di ranjang khusus untuk jenazah yg telah berada di dalam rumahku.

Kuhampiri Ayah yg telah terbujur kaku diatas ranjang itu. Kubuka selendang yg sengaja ditaruh diatasnya untuk menutupi jenazah Ayah. Kulihat wajah Ayah, ada perban yg mengikat di kepalanya. Wajahnya bersih, ayah sedikit tersenyum dalam tidur panjang nya ini. Nampak sedikit perbedaan di wajah Ayah, ada sedikit berewok yg tumbuh selama Ayah di Jakarta. Hatiku bergetar, kucium kening Ayah dengan sepenuh hati. "Sugeng Tindak Pak..." Bisikku ke Ayah yg diam tak bergerak.

Kupersilahkan Ibu untuk melihat jenazah Ayah, Ibu memeluk Ayah sangat erat. Lalu kutarik Ibu dan memeluknya. Beberapa saat kemudian Beliau kembali pingsan lalu dibawa ke kamar oleh beberapa tetangga.

Beberapa saat kemudian, jenazah ayah akan disucikan. Beberapa tetangga dan saudara pun membopong tubuh Ayah untuk disucikan di samping rumah.

"Sini Dit masuk, ikut mandiin Bapakmu..." Kata Pakde yg telah hadir dirumah.

"Nggeh Pakde..."

Lalu kubasuh pelan dan sangat hati-hati tangan Ayah. Kubasuh muka nya, Ayah tetap tersenyum dalam tidurnya ini. Ya Tuhan... Kuatkan hamba.

Usai mensucikan Ayah, para saudara selanjutnya mengkafani Ayah. Kini tubuh Ayah telah dibalut kain putih sebagai pakaian untuk menemui sang Khalik. Wangi-wangian pun tercium saat selendang milik Ibu menutupi jenazah Ayah tersebut.

"Cuk..." Ucap Gatot menepuk pundakku pelan.

"Gimana cuk?"

"Anak-anak mau pamit tuh..."

"Oh iyo sik-sik..." Kataku lalu beranjak dari dudukku di depan jenazah Ayah.

Kemudian aku hampiri anak-anak di depan karena mau pamit.

"Bro balik sik yo..." Kata Angga.

"Iyo bro maturnuwun..."

"Besok pagi kita kesini lagi kok..." Ucap Kipli lalu menepuk pundakku.

"Iyo Bro... Maturnuwun lho..."

"Santai..."

Mereka pun pamit karena malam juga semakin larut. Kutengok ternyata waktu telah menunjukkan pukul 02.30. Para tetangga pun mulai meninggalkan rumah. Namun tetap masih ada beberapa tetangga dekat dan saudara yg sengaja tetap dirumahku.

"Cuk gk balik kamu?" Tanyaku ke Gatot.

"Gk lah, disini aja nemenin kowe..." Kata Gatot lalu menyulut rokoknya.

"Makasih yo cuk..."

"Heem..."

Kemudian aku ngobrol sama Gatot di halaman rumah. Walaupun dia koplak abis tapi dia tau mana saat untuk bergurau atau serius. Gatot terus menerus membesarkan hatiku. Dan menyuruhku agar tetap kuat.

"Dit belum tidur kamu?" Sapa Mbak Laras keluar dari dalam rumahku.

"Belum Mbak..."

"Mbak, besok buatin surat izin lho ya... Mau bolos aku..." Ujar Gatot menyuruh mbak laras.

"Iyoo... Sehari aja lho ya!"

"Sip!"

"Oiya temen-temenmu udah dikabarin Dit?" Tanya Mbak Laras.

"Belum Mbak..."

"Lhah..."

"Belum sempet Mbak..."

"Yaudah besok pagi mbak aja yg kesekolahmu ngijinin kamu..."

"Iya Mbak makasih ya Mbak..."

"Iya, kamu istirahat sana dikamar, biar ditemenin Gatot juga..."

"Iya Mbak..."

Kemudian aku beranjak dan berjalan menuju kamar untuk istirahat diikuti Gatot dibelakangku yg kayaknya telah ngantuk berat.

Namun ketika melewati jenazah Ayah, kuurungkan niat untuk ke kamar dan tetap ada di dekat Ayah agar aku bisa menjaganya yg telah dibalut kain kafan tersebut.

"Cuk kamu ke kamar aja dulu, nanti aku susul..."

"Heem..."

Setelah Gatot ke kamar, kuambil air wudzu dan bersiap untuk sholat jenazah sendirian. Kulihat Paklik dan Pakde tertidur di ruang tamu ini. Dengan sangat khusuk aku sholat untuk seorang Ayah yg sangat aku hormati dan aku sayang.

Usai sholat kuambil buku yasin lalu kubaca dan kupanjatkan doa kepada Yang Kuasa memberikan ampunan untuk Ayah.

-----

Pagi hari jam 10.00 setelah disholatkan para pelayat, jenazah Ayah akan dikebumikan di pemakaman umum desaku.

Suasana rumah sudah ramai oleh para pelayat yg hadir. Teman-teman sekelas pun juga hadir untuk melayat. Bella menepati janjinya datang kerumah pagi hari. Ia selalu memberi semangat dan memberikan doa-doa kepada Ayah.

"Dit... Ayahmu itu meninggal dalam keadaan jihad..."

"Maksudnya Bell?"

"Ya kan Beliau mau pulang kerumah setelah kerja menafkai keluarga, itu kan Ibadah.. dan guruku bilang meninggal disaat seperti itu bisa dikatakan meninggal dalam kedaan berjihad, insya Alloh khusnul khotimah..."

"Amin... Makasih Ya Bell..."

"Iya... Kamu yg kuat ya, tuh liat banyak kok yg sayang kamu. Semua temenmu hadir disini..."

"Iya Bell..."

Beberapa saat kemudian keranda yg didalamnya terdapat seorang yg sangat aku cinta mulai diangkat. Ibu pingsan saat melihat keranda itu diangkat dan berjalan meninggalkan rumah. Aku dan para pelayat pun mengikuti dibelakangnya.

"Bro... seng kuat pokoke yo!" Ucap Prapto ketika berjalan menuju makam.

"Iyo cuk... Eh Novi mana tadi?" Tanyaku.

"Ada tuh dibelakang, sama Bella..."

"Oh... Eh koe tadi kok pagi banget cuk?"

"Bolos kita tadi, lama pasti kalo nunggu sekelas bareng guru..." Ucap Prapto.

"Makasih yo bro..."

"Sipp..."

Sesampainya di makam, kulihat anak-anak kampung telah berada disana bareng bapak-bapak yg baru selesai menggali liang lahat untuk Ayah. Kulangkahkan kaki ini dengan cepat mendahului keranda tersebut. Kemudian aku turun ke liang itu untuk menyambut Ayah.

Saat keranda itu dibuka, kulihat sosok gagah Ayah yg telah dibalut kain putih itu diangkat dan akan diturunkan ke tempat peristirahatan nya yg terakhir ini. Dengan sigap aku menyambut jenazah Ayah dibantu Paklik dan seorang imam masjid atau kaum dikampungku.

Dengan arahan Paklik, kulepas tali yg mengikat kain putih ini serta mengarahkannya miring menghadap ke kiblat.

"Allohuakbar Allohuakbar...." Lantunan adzan yg dikumandangkan sang imam masjid itu terdengar menyayat hati. Sekuat tenaga aku mencoba menahan air mata yg akan keluar. Aku tertegun saat memandang sosok yg sangat aku cintai itu telah menempel dengan tanah diiringi suara adzan.

Usai adzan aku naik keatas dan melihat Sang Ayah yg telah tertidur untuk selama-lamanya. Beberapa saat kemudian anyaman bambu pun mulai diturunkan sebagai atap yg akan ditimpa tanah diatasnya.

Perlahan namun pasti, beberapa tetangga mulai mencangkul memindahkan bongkahan tanah ke liang lahat.

Setelah liang lahat itu penuh dengan tanah, sang imam tadi memimpin doa diatas kuburan Ayah. Kulihat Ibu yg sedaritadi dipeluk Mbak Laras sekuat tenaga mengantarkan pujaan hatinya ini hingga peristirahatan nya yg terakhir.

Usai pemakaman, teman-teman dan guru pun berpamitan. Prapto dan Novi pun juga ikut balik ganti pakaian, mereka bilang mau kesini lagi malam nanti.

"Dit.. Aku pulang dulu ya... nanti malam aku kesini lagi..." Ucap Novi.

"Iyo cuk, nanti tahlilan to? Tak kesini lagi..."

"Oke... makasih ya sekali lagi..."

Usai pemakaman, aku duduk di teras ditemani Bella. Ia tetap setia menemaniku walau tanpa kata. Bella pun juga ikut bersalaman ketika Fara datang melayat bareng anak kampung sebelah.

Dan hari itu adalah hari terberat yg pernah aku alami sepanjang hidupku. Hari Minggu 28 Maret 2004 sekitar jam 13.00 WIB, Ayah menghembuskan nafas terakhirnya karena musibah kecelakaan di daerah Weleri. Bus yg Ayah tumpangi menabrak truk yg mengakibatkan tiga penumpang dan seorang kernet meninggal dunia dalam kecelakaan naas tersebut. Dan sehari setelahnya Senin 29 Maret 2004 jenazah Ayah dimakamkan dipemakaman umum desa bersebelahan dengan makam Mas Satria.



Sugeng Tindak Bapak (Selamat Jalan Bapak)...
Bella mirip banget dan mengingatkan gue sama seseorang.......

Update nya sedih bro...

Btw critanya T. O. P. B. G. T
 
Nice apdet tante jul..
Saya punya pertanyaan Hu..
Dalam cerita nanti, suhu tahu sendiri atau diberitahu orang lain ttg kondisi julia?
Terimakasih tas jawabannya nanti
Dijawab seperlunya juga boleh
Tidak dijawab juga boleh
Wkwkwk

Gimana kalo ane jawab di dalam cerita aja huu.. hehehe
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd