Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA RAHASIA SEBUAH HATI (NO SARA)

Bimabet
Jujur, pertama baca karena SS nya. Tapi malah keterusan baca karena alurnya yang bukan cuma adegan ngewe aja. Good job done well
 
Yess pembalasan dimulai, tapi bukannya istri abdi dulu namanya putri ya? Bukan Siska kan dulu pernah baca di chapter berapa gitu.. maaf kalo keliru ☺️☺️
Jujur hu kalau nubie lupa detail cerita sendiri. Maaf ya hu ...
Kan bisa aja namanya Siska Putri atau Putri Siska 😁
Nah nama istri Abdi jadi Siska Putri Novitasari ...
 
BAGIAN 15

Denta Pov

Pertemuanku dengan Siska adalah sebuah pertemuan yang tidak direncanakan sebelumnya, begitu pula dengan kedekatan diantara kami. Segalanya mengalir begitu saja. Suasana sangat menyenangkan, sehingga keakraban mulai terbangun secara natural, sampai kami tidak peduli dengan kegaduhan orang-orang di sekitar, kami tidak peduli dengan kejadian bunuh diri yang sedang banyak dibicarakan orang. Aku dan Siska terus membahas tentang latar belakang dan kehidupan kami masing-masing hingga tanpa sadar tertawa dan bercanda bersama.

“Mas … Apakah mas masih mencintai Wida setelah mas diperlakukan seperti itu oleh Wida?” Tanya Siska setelah mendengar kisah pahitku berumah tangga dengan Wida.

“Cinta itu masih ada, tapi sudah banyak berkurang. Aku memilih untuk mempertahankan rumah tanggaku semata-mata untuk menyelamatkan anak-anak. Aku tidak ingin anak-anak menjadi korban karena keegoisanku. Mereka masih membutuhkan kedua orangtuanya. Selain itu, aku akan mencoba mengembalikan rasa cinta pada istri seperti sediakala. Aku berharap bisa berhasil.” Jawabku sangat diplomatis.

Siska tersenyum penuh arti sambil memandangku. Aku pun menjadi kehilangan kata. Hening sudah berjalan lama, Siska akhirnya mulai berbicara, “Mas terluka sebegitu parah. Mas Denta masih menyimpan rasa sakit hati itu. Bahkan masih ada dendam yang belum selesai. Hati mas masih menyimpan luka yang terbuka.”

Saat mendengar kalimat itu terlontar dari mulutnya, aku pun terperanjat dan mengangkat kedua bahuku dengan napas yang terhenti seketika. Ini aneh, seolah dia bisa membaca isi hatiku. Melihat matanya yang jernih namun tajam, tiba-tiba aku merasa ngeri, rasa takut begitu saja datang. Aku segera memalingkan pandanganku dari wajahnya. Kurasa wanita di depanku ini bukanlah wanita biasa.

“Aku tahu semuanya, mas. Aku tahu mas sedang merencanakan sesuatu. Bahkan aku tahu orang yang jatuh dari atas hotel itu dibuat seolah-olah bunuh diri.” Ucapan Siska bagaikan kilat petir yang menyambarku. Tanganku gemetar. Rasa terkejut dan takut yang menjadi satu, membuatku tak bisa berbuat apa-apa.

“Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan.” Aku coba bersikap normal, berpura-pura tidak tahu.

Senyuman Siska sangat mematikan. Aku langsung tunduk di bawah kakinya. “Mas Denta bahkan bekerja sama dengan seseorang untuk membuat alibi agar tidak dicurigai.”

Aku menegang dengan wajah langsung pucat. Aku mengedarkan pandangan untuk memastikan kalau tak seorang pun yang mendengarkan ini. Ini sangat berbahaya jika ada orang yang mendengarkan percakapan aku dan Siska. Setelah memastikan tidak ada orang di sekitarku, pandanganku kembali kepada Siska.

“Apa maumu?” Akhirnya aku bertanya.

“Aku memerlukan pertolongan mas.” Jawabnya yang membuatku semakin terkejut dan bertambah bingung.

“Pertolongan? Kenapa kamu meminta pertolongan padaku?” Tanyaku sembari menatapnya tajam.

“Karena hatiku yang mengarahkan aku sama Mas Denta. Hatiku sudah menunjukkan orang yang bisa menolongku, yaitu Mas Denta.” Jawabnya santai.

“Bagaimana kalau hatimu salah.” Kataku.

“Hatiku tidak pernah salah. Apakah aku perlu membuktikannya lagi?” Siska menantangku.

“Seperti apa?” Aku menjadi penasaran dengan kemampuan wanita di depanku ini.

“Seperti …” Siska menjeda ucapannya hanya untuk tersenyum dan tak lama ia melanjutkan ucapannya, “Mas berpura-pura baik sama Wida.”

Sekujur tubuhku seakan tersengat listrik bertegangan tinggi. Tidak bisa diingkari aku sangat terkejut oleh kemampuan Siska yang tahu tentang isi hatiku. Aku geleng-geleng kepala. Wanita itu sangat luar biasa, bisa-bisanya ia menyelami hatiku. Inilah saatnya aku menyerah. Sia-sia saja jika aku terus menutup-nutupinya. Aku yakin Siska sudah mengetahui semua isi hatiku.

“Bagaimana bisa kamu mengetahui isi hati orang lain?” Tanyaku.

Lagi-lagi Siska tersenyum namun dilanjutkan dengan menghela napas. Dan Siska pun berkata, “Enam bulan yang lalu aku harus masuk rumah sakit karena disiksa Robby. Aku disiksa karena menolak melayani salah satu rekan bisnisnya. Perlu Mas Denta ketahui, Robby mengumpulkan wanita-wanita yang diiming-imingi harta kekayaan untuk dijadikan pelacur untuk para rekan bisnisnya. Istilah permaisuri adalah klise belaka. Memang kami para permaisuri diberikan fasilitas yang luar biasa oleh Robby. Tetapi sebagai gantinya kami harus melayani para tamu dan relasi Robby.”

“Oh …” Gumamku.

“Saat aku bangun dari koma, aku merasakan hatiku bisa berbicara sendiri. Tadinya aku tak ingin percaya tetapi hatiku terus mengajakku bicara dan meyakinkanku bahwa hatiku ini adalah diriku yang kedua. Hatiku bilang bahwa dia adalah kembaranku. Dan sekarang pun dia berkata kalau hatiku suka padamu. Kalau saja hatiku berwujud manusia, dia ingin sekali memelukmu.” Ungkap Siska.

Kedua alisku terangkat. Aku menatapnya kaget bercampur rasa tak percaya. ”Sulit dipercaya. Otakku tidak sampai memahami kata-katamu.”

“Sampai saat ini pun, aku tidak pernah mengerti. Tapi aku sangat merasakan kehadirannya.” Ucap Siska.

“Oke, anggaplah dirimu mempunyai kembaran. Sekarang aku mau bertanya pada kembaranmu itu. Kenapa dia memilihku?” Tanyaku entah pada siapa, aku seperti orang linglung.

“Katanya, kamu mempunyai keberanian, kharisma, dan ilmu gaib yang bisa memudahkan usahaku.” Jawab Siska.

Ini benar-benar gila. Aku sebenarnya ingin tidak percaya, tetapi ini nyata. Kembali aku geleng-geleng kepala sambil berkata, “Baiklah … Sekarang apa kamu inginkan dariku?”

Siska kemudian membuka tas tangannya. Dia mengeluarkan sebuah amplop berukuran sedang lalu memberikannya padaku. “Aku sudah menulis semuanya di sini. Bacalah di tempat yang aman. Ini sangat rahasia. Jika Robby dan antek-anteknya tahu, nyawaku dipastikan melayang. Mungkin nyawamu juga.”

“Hhhmm … Baiklah.” Jawabku sembari memasukan amplop pemberian Siska ke dalam saku celana. Aku yakin ini ada hubungannya dengan usahaku juga untuk melenyapkan Bermuda Community.

“Hi hi hi …” Tiba-tiba Siska tertawa. Aku melihat pipinya merona.

“Kenapa? Ada yang lucu?” Tanyaku kebingungan.

“Ti..tidak … Kembaranku memang macam-macam saja.” Kata Siska malu-malu.

“Apa katanya?” Tanyaku sedikit mendesak.

“Oh tidak! Tidak pantas dikatakan.” Jawab Siska agak gugup.

“Katakan saja … Anggap saja bercanda …” Aku benar-benar penasaran.

“Hi hi hi … Katanya, dia ingin bercinta denganmu.” Ujar Siska sangat pelan.

“Ternyata kembaranmu mesum juga ya.” Kataku.

“Sebenarnya baru kali ini dia berkata seperti itu. Sebelum-sebelumnya dia tidak pernah seperti ini. Oh katanya, Mas Denta mempunyai sesuatu yang sangat istimewa.” Kata Siska.

Aku pun terkekeh pelan, mengetahui kembaran Siska ingin bercinta denganku, benar-benar diluar dugaan. Dalam hati kecilku, aku sangat tidak keberatan asalkan tubuhnya adalah tubuh wanita cantik dan seksi di depanku. Kecantikan Siska tak terkirakan, membuat jakunku bergerak naik turun. Lalu apa jadinya jika wanita ini yang cantik tak terkira, dengan wajah yang sempurna dan bentuk tubuh tanpa cela telanjang di depanku? Pertanyaan itu tak memerlukan jawaban karena jawabannya sudah pasti.

“Apa? Mas! Apa yang mas pikirkan?” Tiba-tiba Siska memekik pelan dengan mata melotot.

Sial! Seharusnya aku tidak memikirkan yang tidak-tidak. Aku lupa sedang berhadapan dengan seseorang yang mempunyai kembaran tak kasat mata. Sungguh aku menjadi malu karena hayalanku ini. Aku telah menghancurkan citra diriku di depannya sementara aku tidak menyadarinya.

“Oh … Ma..maaf …” Kataku terbata-bata.

“Ternyata Mas Denta yang mesum …” Ucap Siska sambil memanyunkan bibirnya.

“Duh! Susah juga bicara sama kamu! Aku gak bisa menghayalkan kecantikanmu.” Kataku sambil menggaruk kepala yang tak gatal.

Mendengar itu, langsung saja aku mendapat cubitan kecil darinya dan kami pun tertawa. Aku sebenarnya masih ingin berlama-lama dengan wanita cantik ini, namun waktu jualah yang membatasi kebersamaan kami. Siska harus kembali ke kantornya, sementara aku juga harus kembali ke toko. Dengan sedikit tak rela kami pun berpisah. Aku berdiri di samping mobilku untuk melihat kepergian Siska sampai mobilnya benar-benar di luar jangkauan pandanganku.

“Lama sekali sih om?!” Ujar Uci dengan wajah kesalnya yang sejak tadi menungguku di mobil.

Aku naik ke dalam mobil dan duduk di belakang kemudi. Sambil menghidupkan mesin mobil aku pun berkata, “Maafin om … Tadi om ngobrol tentang big boss Bermuda Community dengan perempuan tadi.”

“Big boss Bermuda Community?” Tanya Uci masih dengan nada kesalnya.

“Kayaknya perempuan tadi ingin juga memberantas Bermuda Community. Om juga sebenarnya belum jelas. Oh ya, tolong bacakan isi catatannya. Kata perempuan tadi, dalam surat ini lah kejelasannya.” Kataku sembari mengambil amplop dari saku celanaku lalu memberikannya pada Uci.

Aku segera menyalakan mesin mobil disusul kemudian menyalakan AC. Kulajukan mobil perlahan untuk meninggalkan area coffee shop. Saat mobil mulai bergerak keluar area parkir, Uci mulai membaca catatan dari Siska.
-----ooo-----​

Dear Mas Denta

Saat aku melihat aplikasi pendaftaran Mas Denta untuk menjadi anggota Bermuda Community, hatiku mengatakan bahwa Mas Denta lah yang aku cari-cari selama ini, karena hanya Mas Denta lah yang bisa mengakhiri penderitaanku juga penderitaan wanita-wanita peliharaan Robby. Perlu Mas Denta ketahui bahwa kami yang disebut para permaisuri sebenarnya dijadikan pelacur-pelacur untuk melancarkan bisnis atau usaha Robby. Kami semua merasa ditipu karena awalnya Robby akan menjadikan kami sebagai istri-istrinya. Memang, kami para permaisuri diberikan fasiltas yang mewah dan uang yang banyak, namun hati kecil kami merasa tidak rela. Apalagi para relasi bisnis Robby memperlakukan kami seperti binatang. Aku adalah orang pertama yang menolak melayani rekan bisnis Robby, dan sebagai akibat penolakan itu aku disiksa sampai koma. Namun sejak saat itu, Robby tiba-tiba menjadi baik padaku, bahkan aku diberi perusahaan olehnya. Aku tahu alasannya karena Robby sedang berusaha mempertahankanku karena kontrakku sebagai permaisuri hanya tinggal enam bulan lagi. Robby bisa saja memaksaku dengan kekerasan, tetapi dia tidak melakukannya karena kontrakku dipegang oleh pengacara terkenal yang juga besar pengaruhnya di pemerintahan. Boleh dibilang Robby takut pada pengacaraku itu. Nama pengacaraku itu adalah Ibu Murni.

Aku dan Ibu Murni sangat dekat, boleh dibilang sudah seperti ibu dan anak. Ibu Murni ikut prihatin dengan penderitaanku. Dan tiba-tiba saja Ibu Murni memberikan saran untuk aku bisa terlepas dari jeratan Robby. Jujur, aku juga kaget saat mendengarkan sarannya yang mengatakan ‘buka identitas Robby yang sebenarnya’, karena menurut Ibu Murni Robby bukanlah keturunan Bapak Soemitro. Robby adalah anak hasil perselingkuhan ibunya dengan pria lain. Sebenarnya Robby tahu dengan kabar burung ini. Dia ketakutan kalau dirinya benar-benar bukan keturunan dari Bapak Soemitro. Maka Robby selalu berusaha untuk menutup-nutupi bahkan bila perlu membunuh orang yang berusaha menelusuri identitas aslinya. Sayang sekali, Bapak Soemitro tidak mengetahui kabar burung tentang Robby. Jika saja tahu mungkin Bapak Soemitro akan melacaknya sendiri. Dan jika Bapak Soemitro mengetahui bahwa Robby bukan darah dagingnya, ada kemungkinan Robby akan ditendang dari kekaisarannya. Terlebih saat ini hubungan Bapak Soemitro dengan Robby sangat renggang. Banyak sekali perselisihan di antara mereka.

Menurut Ibu Murni, untuk menelusuri siapa Robby yang sebenarnya dapat dimulai dengan wanita yang bernama Yati dan Marlin. Namun, kedua wanita itu berada di bawah kekuasaan Robby. Yati dan Marlin telah dinina-bobokan oleh uang dan fasilitas super mewah, sehingga mereka sangat dipastikan berada di pihak Robby. Mereka sangat menjaga kerahasiaan Robby walau nyawa sebagai taruhannya. Oleh karena itulah, aku sangat berharap Mas Denta bisa membongkar identitas Robby beserta bukti-buktinya yang akurat dan membawanya ke Bapak Soemitro. Setelah itu, biar Tuhan yang menentukan.

Salam, Siska Putri Novitasari

-----ooo-----​

Aku dan Uci terdiam. Sementara aku fokus pada jalanan sambil terus berikir, sedangkan Uci membaca catatan itu lagi untuk yang kedua kalinya. Aku lantas tersenyum karena ide-ide bermunculan di kepalaku. Tentunya aku akan memberangus kelompok Bermuda Community sekaligus memberi pelajaran berharga untuk Wida.

“Om … Apakah kita akan membereskan dulu Tante Wida dengan teman-temannya atau akan melakukan ini dulu?” Tanya Uci sembari mengibas-ngibaskan kertas yang berisi catatan Siska.

“Kalau menurutmu bagaimana?” Taku balik.

“Kalau menurut aku sih, kita lakuin yang ini dulu. Setelah Robby tak berkuasa, kita akan gampang menghabisi Tante Wida dan teman-temannya.” Jawab Uci.

“Om juga berpikiran begitu. Tapi om belum menemukan cara untuk memulainya. Maksud om, bagaimana caranya mendekati orang yang bernama Yati dan Marlin.” Kataku.

“Om ini gimana sih? Tinggal kita gendam, mereka pasti bicara. Sesimpel itu kok bingung?” Ujar Uci dan kutanggapi dengan tersenyum.

“Tidak semudah itu, Uci … Memang kita bisa menggunakan ilmu itu untuk mengorek informasi dari mereka. Tetapi kamu perlu ingat, kalau setelah mereka sadar, kedua orang itu akan sadar juga telah menceritakan informasi yang sangat rahasia itu kepada kita, kecuali kalau kita bunuh seperti Andrew. Bisa jadi mereka akan melapor kepada Robby, dan natinya kita akan kerepotan sendiri. Selain dicari-cari Robby, kita akan kesulitan mendapatkan informasi selanjutnya. Coba kamu baca ulang catatan itu, penelusuran Robby bisa dimulai dari mereka, yang artinya akan ada informasi selanjutnya yang harus kita dapati. Selain itu, kalau kita terlalu banyak membunuh pasti Robby curiga. Dia dan polisi akan bekerja keras untuk mengungkapnya. Itu juga akan mempersulit kita untuk mendapatkan informasi.” Jelasku.

“Benar juga ya …” Kata Uci pelan.

“Cara satu-satunya kita harus bisa merayu orang-orang itu supaya sukarela menceritan informasi yang kita butuhkan dan merahasiakannya pada Robby.” Jelasku lagi.

“Kalau begitu om yang maju. Karena mereka perempuan berarti yang merayunya harus laki-laki. Andai saja yang dirayunya laki-laki aku pasti yang maju.” Ujar Uci bersemangat.

“Tidak cukup dirayu. Merayu seseorang untuk lebih terbuka pada kita perlu waktu yang lama. Apalagi merayu untuk mengorek informasi yang taruhannya nyawa, sudah dipastikan akan memakan waktu yang sangat lama. Untuk itu diperlukan cara cepat untuk mendapatkannya.” Kataku sambil mengetuk-ngetuk setir dengan jariku.

“Buat mereka membutuhkan kita. Seperti yang kecanduan narkoba, mereka akan melakukan apa saja untuk mendapatkannya.” Saran Uci masuk akal juga.

“Apakah kita cekokin mereka pakai narkoba.” Aku menoleh sekilas pada Uci.

“Terlalu beresiko om … Kita bisa dibui karena membawa-bawa narkoba. Bisa jadi target kita akan mengatakan kalau kita lah memberinya narkoba pada polisi. Akhirnya kita menjadi buronan.” Jelasnya seratus persen benar.

“Kalau begitu, apa yang bisa mereka membutuhkan kita?” Tanyaku ingin tahu sarannya.

“Seks …” Ujarnya yang mebuatku terbatuk-batuk karena tersedak ludah sendiri. “Uci pikir dengan kecanduan seks yang diberikan om pada mereka, bisa jadi jalan kita untuk mendapatkan informasi yang kita butuhkan.” Lanjutnya.

“Jangan membicarakan itu lagi.” Kataku sambil menghela napas.

“Loh, emangnya kenapa om?” Tanyanya.

“Om malu membicarakannya denganmu.” Jawabku.

“Uci itu sudah dewasa om. Uci sudah 20 tahun. Kadang Uci ingin tahu gimana rasanya seks itu.” Ucapnya tanpa beban.

“Kamu harus menikah dulu.” Kataku singkat.

“Om … Kata teman-teman kuliahku sudah tidak jaman lagi seorang wanita harus menunggu sampai menikah untuk menikmati seks. Seks pra nikah tidak melulu didominasi untuk laki-laki saja, wanita juga harus menikmatinya.” Jelasnya yang membuatku penasaran.

“Apakah kamu sudah melakukannya?” Tanyaku.

“Belum …” Kini suaranya sangat lirih. Aku melihat Uci sedang memandangi jendela mobil di sampingnya.

“Carilah pacar, tapi kamu harus hati-hati.” Aku coba memberinya saran walau aku tahu itu salah.

“Tidak ada yang suka sama Uci om …” Suaranya semakin lirih.

“Cobalah berdandan … Sebenarnya kamu cantik kalau mau berdandan.” Kataku.

“Sudah aku coba om … Tapi tetap saja tidak ada yang mau …” Kini suaranya malah menjadi sendu.

Memang aku akui Uci bukanlah tipe wanita cantik. Tapi juga tidak terlalu buruk wajahnya. Tubuhnya kurang ideal untuk disebut seksi. Dada dan pantatnya rata serta perangainya yang tomboy menunjang sekali keterasingannya terhadap pria. Intinya, dia sama sekali tidak menarik. Aku pun merangkul bahunya dengan tangan kiriku. Aku tarik badannya hingga bersandar padaku. Uci pun menyandarkan kepalanya di bahuku.

“Uci kok seperti ditakdirkan tidak akan pernah mempunyai cowok.” Katanya pelan dan serak. Aku tahu kalau Uci sedang bersedih.

“Setiap orang pasti ada jodohnya. Bersabarlah! Nanti juga akan datang padamu.” Ucapku lalu mencium pucuk kepalanya.

Setelah itu hening, yang ada hanya semilir angin dari kaca jendela yang sedikit terbuka. Beberapa saat kemudian, telapak tangan kiriku merabai dadanya. Aku merasakan keterkejutan sesaat dari Uci, namun akhirnya dia relaks kembali. Uci membiarkan jemari tangan kiriku meremas-remas buah dadanya yang mungkin lebih besar genggamanku daripada daging kenyal di dadanya itu. Napas Uci mulai terdengar berat dan terasa sekali puting susunya mengeras. Aku pun tersenyum, saat ia mulai mendesah pelan. Aku terus mempermainkan buah dadanya kiri dan kanan sehingga tiba-tiba Uci mengigit bahuku.

“Aw!” Aku memekik.

“Ma..maaf om … Uci gak se..sengaja …” Ucap Uci gugup. Aku lihat pipinya memerah. Rupa-rupanya Uci sangat terbakar nafsu birahinya.

Sekarang aku dan Uci duduk di jok masing-masing agak saling berjauhan dan saling terdiam. Terasa sekali kecanggungan di antara kami. Uci kelihatan sekali salah tingkah. Sampai di tempat kos Uci, kami tidak berkata apa-apa. Uci pun turun dari mobil lalu berlari ke kamar kosnya.

Apa dia marah?” Tanyaku dalam hati. “Jangan-jangan dia marah.” Kata hatiku lagi.

Segera saja aku parkirkan mobil di sisi jalan. Setelah itu aku menuju kamar kos Uci. Pintunya agak sedikit terbuka dan aku masuk begitu saja. Aku mendengar suara gemericik air dari kamar mandinya. Aku tersenyum pun, aku pikir Ucimarah, ternyata dia kebelet pipis. Pelan-pelan aku keluar kamar kos Uci, kemudian kembali ke mobil. Aku lajukan mobilku ke Toko Kemuning. Sesampainya di toko, aku langsung bekerja seperti biasanya.
-----ooo-----​

Wida Pov

Hari belum terlalu gelap saat aku tiba di rumah. Saat itu sudah hampir jam lima sore, aku pun memasak untuk makan malam suamiku. Sejak aku melihat penisnya yang begitu mempesona, aku sangat terobsesi untuk merasakannya. Kewanitaanku seakan kesemutan saat memikirkannya. Gairahku seakan menggelora setiap kali membayangkannya. Batang yang sempurna dihiasi bulu halus di atasnya meningkatkan adrenalinku. Aku sudah tak sabar merasakannya karena aku yakin ‘tamu bulananku’ sudah selesai.

Saat masakanku hampir selesai, smartphone yang kuletakkan di atas meja berdering. Aku sambar alat komunikasiku itu, ternyata Lusi yang menelepon. Dengan semnagat aku geser tombol berwarna hijau ke atas lalu meletakkan ponsel di telingaku.

“Halo, Lus …” Sapaku.

“Wid … Andrew meninggal dunia.” Ujar Lusi yang langsung aku potong saking kagetnya.

“Apa??? meninggal??? Kenapa???” Aku memekik keras hingga lengkinganku dapat memekakkan telinga. Air mata mengucur keluar dari pelupuk mataku.

“Dia bunuh diri, Wid … Kata polisi, Andrew adalah buronan polisi Australia yang sedang dicari-cari. Kemungkinan besar, Andrew frustasi dan bunuh diri. Dia loncat dari kamar hotelnya tidak lama setelah kita mengantarnya pulang dari rumah sakit.” Jelas Lusi yang menambah kekagetanku.

“Andrew buronan polisi? Kasus apa, Lus?” Tanyaku gemetaran.

“Pembunuhan … Dia membunuh istrinya. Menurut keterangan polisi, Andrew membunuh istrinya untuk mengambil dan menguasai asuransi istrinya yang bernilai fantastis.” Jawab Lusi dengan suara sendu.

“Se..sekarang … Jenazah Andrew di mana?” Tanyaku masih dengan suatar bergetar.

“Mayatnya ada di kedutaan besar Australia di Jakarta. Aku juga lagi berada di keduataan sekarang.” Jawab Lusi.

“Aku ke sana sekarang.” Kataku segera berlari kecil menuju kamar setelah mematikan kompor.

“Tak perlu Wid … Jenazah Andrew akan diterbangkan sejam lagi. Kamu tidak akan keburu kalau mau datang ke sini.” Ungkap Lusi yang semakin sendu saja suaranya.

“Oh begitu ya …” Langkah kakiku berhenti.

“Ya sudah Wid … Bye …”

“Bye …”

Aku mendadak lemas dengan bola mata menghadap ke atas. Aku merasa kehilangan salah satu partner terbaikku. Meskipun baru aku kenal, namun banyak kenangan yang ia tinggalkan. Ada rasa kehilangan yang amat mendalam. Dan aku hanyut sangat dalam karena kehilangannya. Air mataku tidak bisa kutahan. Sambil menangis aku melanjutkan memasak hingga dihidangkan di atas meja makan. Baru saja selesai menata makanan di atas meja makan, suamiku datang. Secepatnya aku menyeka air mata dari wajah, namun rupanya terlembat, keburu suamiku tahu kalau aku sedang menangis.

“Mama kenapa menangis?” Tanya Denta sesaat setelah berdiri di depanku. Tangannya menangkup wajahku.

“Andrew meninggal bunuh diri.” Jawabku disela isakku.

“Meninggal bunuh diri???” Terlihat sekali Denta terkejut hebat.

“Dia sebentar lagi akan diterbangkan ke negaranya.” Aku peluk Denda dan menangis di dadanya.

Hening sejenak, hanya suara tangisku yang terdengar. Tak lama Denta berkata, “Sudahlah jangan bersedih. Itu sudah takdirnya. Yang sudah tiada tidak mungkin kembali lagi walau kamu nangis darah.”

“Iya.” Jawabku sambil merasakan belaian tangannya di rambutku.

Aku melepaskan pelukanku dan mengajak suamiku makan. Kami makan tanpa banyak bicara. Berayun pelan-pelan mengikuti ritme kunyahan dan lamunanku. Aku masih belum bisa mengusir rasa kehilangan dalam hatiku. Aku merasakan kehampaan yang melanda. Hatiku mencelos kosong. Ternyata aku belum rela kehilangan Andrew. Lamunanku buyar ketika smartphoneku berdering kembali. Kali ini Abdi yang meneleponku.

“Hallo …” Sapaku lemas.

“Andrew meninggal, Wid … Dia loncat dari kamar hotelnya …” Suara Abdi terdengar panik.

“Aku sudah tahu.” Jawabku.

“Oh … Apakah kita nekat saja ke Jakarta?” Tanyanya.

“Tidak … Aku di rumah saja.” Kataku.

“Oh, baiklah … Kalau begitu kita ketumuan besok.” Pinta Abdi.

“Baik.” Jawabku singkat dan sambungan telepon kumatikan.

“Siapa?” Tiba-tiba Denta bertanya sembari menikmati makanannya.

“Temanku …” Jawabku seadanya.

“Temanmu pasti punya nama.” Seloroh Denta yang membuatku terkejut. Aku terkejut karena tak biasanya Denta bertanya tentang teman-temanku.

“Namanya Abdi. Dia istri Siska, atasanku.” Aku memperhatikan wajah Denta. Dia hanya tersenyum lalu melanjutkan lagi makannya.

Entah kenapa, aku merasakan keganjilan dari sikap Denta yang kelihatan sangat santai menanggapi kematian Andrew. Bahkan terkesan menikmati kematian Andrew. Aku pikir Denta masih menyimpan dendam pada Andrew sehingga menanggapi kabar ini dengan biasa-biasanya. Tak ada kegelisan, apalagi kesedihan. Air mukanya malah menunjukkan kebahagiaan.

Akhirnya, kami menyelesaikan acara makan malam. Aku dan Denta segera membersihkan tubuh di kamar mandi yang berbeda. Denta menolak untuk mandi bareng di kamar mandi dalam kamar kami. Dia memilih untuk membersihkan diri di kamar mandi di belakang rumah. Walaupun merasa kecewa, aku hanya bisa menerimanya. Setelah selesai mandi dan berpakaian, aku dan Denta duduk di ruang tengah. Seperti kebiasaannya, Denta menonton berita di televisi, sementara aku duduk di sebelahnya.

“Pa … Mama lihat papa tidak bersedih mendengar kematian Andrew.” Akhirnya aku mengungkapkan unek-unekku.

“Tidak ada gunanya bersedih, yang sudah mati tidak akan bangun lagi walau ditangisi sampai mengeluarkan air mata darah sekali pun.” Jawabnya tanpa menoleh padaku.

“Papa masih marah ya sama Andrew?” Tanyaku.

Lama Denta terdiam lalu dia menghela napas dan menjawab pertanyaanku, “Ya …”

“Kalau begitu, papa masih marah juga sama mama.” Aku bisa menyimpulkan dari sikapnya.

“Papa tidak marah lagi. Papa hanya masih merasa kecewa. Papa belum bisa menghilangkan perasaan itu. Butuh waktu untuk melenyapkannya.” Jawab Denta yang membuatku tambah sedih.

“Mama mengaku salah dan mama minta maaf. Tapi mama harap papa jangan berlama-lama merasa kecewa seperti itu. Mama menjadi tidak enak hati.” Kataku pelan dan sedih.

“Ya …” Jawabnya sangat singkat sambil bangkit dari duduknya.

“Papa mau kemana?” Tanyaku terkejut bercampur heran saat melihat Denta berjalan menuju pintu garasi.

“Papa mau ke tempat Dewi.” Jawabnya dan aku semakin terkejut mendengar kepolosan Denta.

Dengan mata yang membulat sempurna aku hanya bisa membiarkan dia pergi. Tapi sungguh, aku luar biasa terkejut karena Denta tanpa sungkan mengatakan akan ke tempat Dewi. Apakah aku harus sakit hati? Namun kenyataannya aku sakit hati. Diperlakukan seperti itu, hatiku terasa sakit. Apakah dia sedang membalas perbuatanku? Nyatanya dia sukses membalas perbuatanku. Aku pun menunduk lesu sambil menenangkan hati. Bagaimana pun aku tidak bisa melarangnya pergi, karena aku yang memulainya.
-----ooo-----​

Denta Pov

Jalanan lumayan ramai, banyak kendaraan berlalu lalang sehingga jalanan menjadi padat. Walau mobilku bergerak lambat, namun aku bisa sampai juga di tempat Dewi. Setelah memarkirkan mobil di tempat biasa aku memarkirkan mobil, aku pun melangkah melewati tangga samping menuju kamar Dewi. Langkah kakiku agak melambat ketika melihat pintu kamar Dewi agak terbuka. Mataku menyipit tatkala aku mendengar secara samar-samar suatu suara. Suara desahan dan erangan. Aku menelan saliva dan memantapkan diri untuk tetap berjalan ke arah pintu. Tangan kananku memegang handle pintu dengan hati-hati. Begitu pelan aku menggeser sedikit pintu tersebut. Tubuhku menegang saat melihat apa yang terjadi di dalam sana. Pegangannya pada handle pintu pun terlepas. Erangan dan desahan semakin jelas terdengar olehku. Bahkan kedua insan yang sedang bercinta itu bisa aku lihat dengan sangat jelas.

“Ah.. ah.. ah.. Terus Abdi … Terus sayang … Lebih keras … Aaahh …” Aku mendengar nama Abdi. Artinya laki-laki itu bernama Abdi.

Bagaimana bisa? Sejak kapan? Dua pertanyaan itu begitu mendominasiku saat ini. Bahkan aku sangat mengingat dengan baik bagaimana wanita yang sedang dikuasai oleh laki-laki yang bernama Abdi itu begitu banyak memberikan perhatian padaku.

Dewi …

Ya, wanita yang selama ini memberikan banyak perhatian padaku sedang bercinta dengan laki-laki lain. Ingin sekali aku pergi. Namun entah kenapa, aku malah berdiri mematung di tempatku. Pandanganku tidak ingin lepas dari mereka bahkan saat tangan Dewi menjambak begitu kasar rambut lawan mainnya saat si laki-laki di atas tubuhnya mempercepat tempo gerakan pinggulnya. Entah kenapa hatiku seperti diremas-remas oleh tangan yang tak kasat mata. Erangan dan desahan mereka begitu menjijikan di telingaku.

Pada suatu ketika, wajah Dewi bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan dengan mata tertutup. Rupanya wanita itu begitu menikmati genjotan Abdi. Pada satu titik matanya terbuka dan bertumbukan dengan mataku. Dewi pun menjerit, tapi kali ini bukan menjerit nikmat, tapi menjerit kaget. Dewi mendorong tubuh Abdi yang sedang menindihnya sekuat tenaga sehingga laki-laki itu terjungkal ke samping. Dewi dengan cepat meraih selimut dan menutupi tubuhnya. Kulihat laki-laki yang bernama Abdi pun panik, ia turun dari tempat tidur lalu menyambar celananya.

“Apa yang sedang kamu lakukan di sini?!” Pekik Dewi dengan suara sangat keras.

“Oh … Aku sedang menonton kalian bercinta. Kenapa dihentikan?” kataku dibuat setenang mungkin.

“Kamu telah mengganggu privasi orang lain! Segeralah angkat kaki dari sini!” Ujar Abdi sambil menunjukkan telunjuknya ke arah atas samping.

“Benar! Aku telah mengganggu privasi kalian, dan aku akan pergi. Tapi sebelum aku pergi, aku ingin bertanya padamu. Apakah kau adalah teman Wida, sahabatnya dia?” Tanyaku pada Abdi sembari menunjuk Dewi yang mulai menangis.

“Benar. Aku temannya. Bukankah kau adalah suami Wida?” Dia balik bertanya.

“Ya, benar.” Kataku sambil menoleh pada Dewi yang sedang menangis dan menunduk di bawah naungan selimut. “Oke, Dewi … Terima kasih atas semua waktumu. Selamat tinggal Dewi.” Lanjutku lalu meninggalkan tempat itu secepatnya.

Aku berjalan menjauh dengan perasaan kecewa dan kesal. Sesungguhnya aku tidak harus seperti itu, toh statusku dengan Dewi hanya teman saja. Tetapi tetap saja perasaan itu bercokol di hatiku. Sesampainya di mobil, aku langsung mengijak pedal gas sedalam-dalamnya hingga ban mobil berdecit kencang. Mobilku membawaku kembali ke rumah dalam waktu tidak sampai setengah jam. Ternyata lampu sudah banyak yang padam. Segera saja aku memburu kamarku. Rasanya tidur akan menghilangkan kekalutan hatiku.

Saat membuka pintu kamar, aku mendapati Wida berbaring menyamping dengan tangan kiri terlipat menjadi tumpuan kepalanya. Dia tersenyum padaku. Aku menelisik tubuhnya yang hanya terbalut dress tipis tanpa pelapis lagi selain dressnya itu. Darahku memanas di dalam sel-sel tubuhku saat menikmati tubuh seksinya. Pikiranku yang menganggap wanita itu pelacur malah membuat hasratku menggelora. Kini saatnya aku menikmati tubuh seorang pelacur.

“Kemarilah sayang …” Ucap pelacur itu.

Aku berjalan sambil melepaskan pakaianku hingga di sisi tempat tidur pakaianku sudah tanggal semua. Aku naik ke atas ranjang dan langsung memposisikan tubuhku di antara kedua pahanya. Tanpa basa basi, aku mengarahkan rudalku ke depan lubang peranakannya. Aku gosok-gosok kepala penisku di lipatan vaginanya untuk merangsang penisku agar lebih keras. Ternyata pelacur itu sudah basah, cairannya membasahi kepala penisku. Tak lama, penisku sudah sangat keras. Tapa basa-basi aku langsung menenggelamkan ke lubang nikmatnya.

“Aaaaahhh ….” Wida mendesah panjang saat aku menerobos memasukinya hingga seluruh batangku tenggelam di daging hangat dan lembut miliknya.

Benih kebencian lahir di hatiku. Tetapi pada saat yang sama, aku merasakan tubuhku dipenuhi dengan kegembiraan yang aneh. Sementara itu aku melihat mata hitamnya menatapku dengan cahaya kabur, dan dadanya bergerak naik turun dalam kegembiraan. Aku tersenyum kecil kemudian mulai menggerakan penisku merojok-rojok liang senggamanya yang entah berapa laki-laki telah memasukinya. Tampak sekali Wida terkesiap. Tubuhnya rileks, menunggu kesenangan yang akan datang, dan napasnya berubah cepat untuk mengantisipasi perasaan kenyang yang dia harapkan.

"Be..berikan pada mama ..." Wida berkata dengan lembut dan mencoba mengayunkan pinggangnya dan menstimulasi tongkat dagingku di dalam dirinya, tetapi aku menarik penisku ke belakang, membuatnya tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya.

"Mama harus lebih keras." Aku menyeringai mempernainkannya.

“To..tolong, berikan sama mama …” Kata Wida lagi.

"Benda apa?"

"To..tolong pa … Ja..jangan seperti ini ..."

"Mama hanya perlu mengatakan apa yang mama inginkan." Aku menyeringai dan terus menggunakan penisku untuk menggoda isi perutnya dengan lembut.

Wida benar-benar kesetanan. Aku yakin kalau dia merasakan keinginan tubuhnya meningkat, memintaku untuk bergegas dan mengisinya. Godaan semacam ini pasti membuatnya gila. Tiba-tiba Wida menutup matanya dan memeluk leherku sebelum berteriak.

"Aku ingin kontolmu... Berikan padaku!"

Mendengar Wida mengucapkan kata-kata kotor itu, kegembiraanku mencapai tingkat yang sama sekali baru. Aku tidak mengingkari janjiku. Setelah mendengar Wida mengatakan itu, Aku menempatkan kekuatan di pinggangku dan menarik dan mendorong penisku jauh di dalam dirinya, mencapai bagian terdalam pelacur itu dalam beberapa kali jalan.

"Uuuuu… Aahh.. aahh.. Eeennaakk sekali…” Wida mengerang. Tubuhnya sedikit melengkung, dan mulutnya mengeluarkan tangisan panjang dan cabul.

Aku tidak berhenti di situ dan mulai bergerak sangat cepat. Dengan setiap pukulan, aku mencapai bagian terdalam dari vagina Wida, menekan tubuhnya sepenuhnya ke kasur dan merasakan perasaan surgawi guanya. Wida mengerang dan mengerang, melepaskan sisi paling mesumnya dan memutar tubuhnya di bawah tubuhku. Pinggangnya bergetar seperti perahu di laut, menerima seranganku dengan ganas.

“Oh… Uhhh… Paaaaa… A..aku sudah datang… S-Cepat sekali…” Teriak Wida dan memelukku erat-erat. Aku merasakan vaginanya mengencang di sekitarku , mencoba memeras benih bayiku keluar dari penisku.

"Punya mama masih enak saja… Padahal sudah banyak kontol yang masuk…" Aku berkata dan mendengus kasar kemudian bergerak lebih cepat, mendorong ke dalam dirinya sekali dan lagi dan menciptakan suara tamparan keras yang bergema di ruangan itu.

Aku menyeringai geli. Wida mengerang dan mengerang. Mulutnya terengah-engah yang terdengar seperti suara surgawi. Tubuhnya benar-benar panas dan vaginanya mengepalkan penisku erat-erat, seolah ingin memeras jus bayiku. Aku mendengus dan meningkatkan kecepatan pistonku, membuat erangan Wida semakin keras.

"Papaaaaa... U-Ughnn... Ahnnn...E..enak sekali... A-Aku ikut... Ugh..." Tiba-tiba, Wida bergidik. Tubuhnya kejang hebat, dan kakinya sedikit berkedut, menciptakan citra yang menggoda.

Banjir cairan cinta menyembur keluar dari vaginanya, bukti betapa intensnya orgasmenya. Itu sangat kuat sehingga dia terengah-engah, terengah-engah, dan menggigil seperti tersengat listrik. Melihat Wida seperti ini, rasa penaklukan memenuhi tubuhku. Pada saat yang sama, kegembiraanku meningkat bahkan lebih. Masih di sisa-sisa orgasme, Wida bekerja sama denganku dan kini posisinya menungging seperti anjing. Aku memegang pantat Wida dengan kedua tangan dan memposisikan penisku di depan pintu masuknya. Lalu, aku menusukkannya jauh ke dalam dirinya.

"Uuuhhhnnnn.….." Wida mengeluarkan erangan yang dalam dan memejamkan matanya, menikmati perasaan penuh di guanya.

Aku bisa merasakan vaginanya mengencang di sekitar penisku begitu aku memasukinya. Tubuhnya yang masih sensitif menggigil sebentar, dan rahimnya mengisap penisku sebagai antisipasi. Aku tidak ragu-ragu dan mulai mendorong, menggerakkan pinggangku maju mundur dan membanting panggulku ke pantatnya. Setiap kali aku mendorong ke dalam dirinya, aku bisa merasakan lubang berdagingnya mengembang dan mengecil sekali dan lagi, mencoba untuk mengakomodasi anggota besar dan panjangku dan mendapatkan kesenangan terbesar dari tabrakan kami. Jus cintanya memungkinkan aku untuk meluncur ke dalam dirinya dengan sangat mudah, menciptakan suara slurpy setiap kali aku memasukinya.

"Paaaa... Uhhnn... Nikmat sekali..."

"Apakah mama sangat suka bercinta dengan papa?"

"Yeshh… Mama menyukainya…!"

"Dasar pelacur … Rasakan ini!" Aku berkata dalam hati dan menyeringai dan memeluk pinggangnya, menekan seluruh tubuhku ke tubuhnya dan menggunakan tanganku untuk meraih payudaranya dan meraba-rabanya saat stik dagingku terus masuk dan keluar darinya.

"E..enak sekali... Paaaa... Ma..mama mau keluar lagi."

"Begitukah?" Aku menyeringai dan memompa lebih cepat ke dalam dirinya, membuat pelacurku ini mengerang.

"Haruskah papa keluar juga?" Tanyaku dengan tatapan menggoda.

"Ya... Barengan pa ...!"

"Baik!" Mendengar kata-kata ini, kegembiraanku melonjak.

Aku meletakkan kepalaku di tengkuk Wida dan bergerak semakin cepat. Gerakanku semakin ganas, menyerang Wida tanpa ampun. Tapi Wida sepertinya tidak peduli. Justru sebaliknya, dia bahkan lebih bersemangat, menikmati bercinta liar sebanyak yang dia bisa. Erangannya menjadi semakin keras, bercampur dengan tangisan kesenangan yang akan membuat siapa pun yang mendengarnya akan malu sendiri. Dia tampak seperti pelacur pinggir jalan, tidak tampak seperti wanita alim yang terhormat.

"Paaa... Oh Ti..tidak... Ma..maaaa Keluaaarrr..." Dengan teriakan keras, Wida tiba-tiba gemetar. Wida mendapatkan orgasmenya lagi, lama dia menikmatinya dan dia terus berkelenjotan seperti cacing kepanasan.

Aku mendengus dan menekan tubuhnya lebih kuat, masuk dan keluar darinya saat aku merasakan air maniku siap untuk ditembak di dalam rahimnya. Dan segera setelah aku merasakan vaginanya mengencang di sekitarku, aku mendorong penisku lebih dalam dengan kekuatan yang lebih.

"Pa...!!!" Wida berteriak. Kemudian, air maniku ditembakkan langsung ke vaginanya.

“Uuuu…” Wida menggigil hebat. Tubuhnya menjadi sangat lembut, dan pikirannya menjadi kosong. Adapun aku terus mendorong ke dalam vaginanya dua kali lebih banyak, menembakkan beberapa semburan air mani di dalam rahimnya. “Panas sekali…” Kata Wida lemah sambil terengah-engah.

Aku tersenyum dan menarik penisku keluar dari vaginanya. Lalu, aku memeluk tubuh Wida dan mencium bibirnya. Wida bekerja sama dengan ciumanku, menatapku dengan ekspresi bingung dan mata puas.

“Mama mencintaimu pa …" Dia tiba-tiba berkata.

"Papa juga…" Aku sangat ragu untuk mengatakan itu.

“Papa kok sekarang begitu panas di ranjang.” Katanya pelan sembari memainkan dadaku.

Aku tidak menjawab dan hanya tersenyum. Beberapa detik berselang aku pun bersuara, “Tadi papa ke tempat Dewi. Papa melihat Dewi sedang bercinta dengan Abdi.”

“Eh! Abdi siapa?” Wida terkejut sembari menolehkan wajanya ke wajahku.

“Dia mengaku teman mama.” Jawabku.

“Ya ampun dia …” Gumam Wida kecewa.

“Papa jadi benci sama mereka.” Kataku.

“Hei! Papa jangan begitu. Itu hak mereka dan papa gak boleh menjadi benci. Kalau papa masih suka sama Dewi, teruskan saja hubungan papa dengannya. Atau mama kenalin sama temen mama yang cantik-cantik untuk pasangan papa.” Ujar Wida.

“Benarkah? Mama mau ngenalin perempuan untuk papa?” Tanyaku cukup bersemangat juga mendengarnya.

“Iya …” Wida mencubit hidungku.

“Tapi … Kayaknya papa tertarik sama temen mama yang tempo hari menyuntik papa. Papa pengen membalas menyuntiknya.” Nada suaraku dibuat bercanda.

“Hi hi hi … Dia namanya Lusi. Bener papa ingin mengenalnya?” Wida pun cekikikan.

“Iya … Papa akan suntik dengan kontol papa.” Kataku.

“Ihk! Papa … Suntikan mama dulu pa … Mama belum puas …” Ujarnya sangat genit.

Tak ayal lagi, kami bergerak bersama untuk mendapatkan kepuasan masing-masing, kami melanjutkan percintaan itu tanpa mengurangi kualitas dari gerakan dan berbagai gaya kami lakukan. Lagi-lagi aku tersenyum puas karena berhasil menaklukan pelacur ini dengan berkali-kali orgasme yang panjang. Wida terus-terusan memuji dan memujaku. Entah jujur atau tidak, dia mengatakan seks malam ini bersamaku adalah seks terindah yang pernah dia rasakan.

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd