Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA RAHASIA SEBUAH HATI (NO SARA)

Nitip Uci.
Uci jangan sampai jadi pecundang Yach Hu..
Priwinya buat om Denta aja..
 
BAGIAN 11

Wida Pov

Kepulauan Seribu memang terkenal dengan pulau-pulau kecilnya yang sangat cantik. Di salah satu pulau cantik ini, aku baru saja dilantik menjadi pegawai Bermuda Community yang dipimpin langsung oleh sang pemilik yaitu Robby Suryadibrata. Tidak kurang dari 30 pegawai yang dilantik bersamaan denganku. Dan kini, acara akan dilanjutkan dengan makan siang di kapal pesiar milik Robby sambil berkeliling di Kepulauan Seribu.

Acara makan siang dilaksanakan sekitar pukul 12.30. Setelah makan siang dan istirahat sebentar, kami diajak untuk ke sebuah pulau yang kabarnya milik keluarga Robby. Pulau yang kecil namun ditata dengan sangat indah. Di tengah pulau terdapat bukti kecil di mana di atasnya terdapat kastil yang nantinya tempat kami semua bermalam. Laut di sekitar pulau ini tidak begitu dalam, hanya antara 2-5 meter. Pun tidak berombak. Airnya bersih. Menurut nahkoda kapal, berenang di sini aman. Tidak ada hiu, tidak ada makhluk laut yang berbahaya.

Suasana semakin meriah tatkala beberapa orang mulai terjun ke laut dari atas kapal. Laki-laki dan perempuan saling menyeburkan diri ke laut. Mereka berenang dalam air laut yang begitu jernih dan biru. Mereka pun berenang kesana-kemari, bercanda, bersuka cita penuh kegembiraan dan gelak tawa.

“Apakah kamu bisa berenang?” Tanya Siska yang memang sejak berada di kapal pesiar ini selalu bersamaku. Kami berdua berada di sisi kapal, menyaksikan atraksi dari orang-orang di laut.

“Oh tidak … Aku tidak bisa berenang.” Kataku sejujur-jujurnya.

“Ah, sayang sekali … Padahal asik loh ...” Ucap Siska.

“Ayo Bu Direktur! Ayo Bu Wakil! Enak airnya anget …” Tiba-tiba ada suara di bawah sana. Aku menengok ke sumber suara. Ternyata Haris yang berteriak. Pemuda ganteng yang baru berusia 20 tahun. Dia adalah rekrutanku yang kujadikan staf di divisiku.

“Tidak! Aku tidak bisa berenang!” Teriakku.

“Saya bantu Bu Wakil. Saya akan pegangi Bu Wakil!” Teriaknya lagi.

Aku tertegun sejenak sebelum berkata sambil menoleh pada Siska, “Kita kan gak bawa baju renang.”

“Gak perlu baju renang … Pakai bra dan celana dalam saja, tuh seperti mereka.” Tunjuk Siska pada sekelompok wanita di tengah laut yang memang hanya mengenakan bra dan celana dalam saja.

Tanpa kusadari aku terbawa suasana melihat kegembiraan mereka, dan akhirnya aku melepas pakaianku hingga tertinggal bra dan celana dalam. Hari ini aku tidak memakai jilbab karena peraturan perusahaan melarangnya. Aku melihat Siska pun sudah melepas pakaiannya. Entah darimana datangnya keberanianku, aku meloncat dari atas kapal lalu menceburkan diri ke laut. Sebenarnya aku sudah bisa berenang karena selama ini aku rutin berlatih bersama Abdi. Tapi untuk berenang di laut, baru kali ini aku melakukannya.

Saat tubuhku tenggelam ke dalam laut, aku merasakan pegangan tangan di pinggangku. Setelah menyembul di permukaan air, aku baru tahu kalau Haris lah yang membantuku untuk mengambang di air. Aku biarkan Haris memelukku dari samping, bahkan tangan kananku kini melingkari lehernya. Tak lama, Siska pun terjun dari atas. Rupanya Siska sudah sangat mahir berenang.

“Huuufffttt… Segernya ….” Teriak Siska gembira.

“Beneran hangat airnya.” Kataku.

“Makanya, sayang banget kalau gak berenang.” Sambung Haris.

Kami pun tertawa lalu berenang kesana-kemari. Awalnya aku terus dijaga Haris dengan terus memegang tangan atau pinggangku. Lama-kelamaan aku mulai terbiasa dan bisa sendiri mengambang di air. Ini adalah pengalaman yang sangat mengesankan bagiku. Apalagi dikelilingi pemuda-pemuda tampan yang usianya terpaut cukup jauh denganku. Di dalam air seperti ini, siapa peduli dengan rabaan-rabaan nakal mereka di seluruh tubuhku. Pelukan yang pura-pura membantuku, yang padahal aku tahu mereka hanya ‘iseng’ untuk sekedar merabai tubuhku. Suatu kesenangan yang tidak terkira dan kesenangan yang terekayasa.

Hampir setengah jam berenang dan bercanda di laut, aku dan Siska segera menyudahinya. Kami naik ke atas kapal dan duduk-duduk di geladak depan sambil minum wine dan menikmati matahari sore. Entah kenapa, aku merasa nyaman hanya dengan tubuh hampir telanjang. Di tubuhku hanya terlampir bra dan celana dalam. Tak peduli oleh mata-mata jalang, untuk menikmati tubuhku yang setengah telanjang.

“Kelihatannya anak-anak itu suka padamu.” Ujar Siska yang sedang menikmati winenya sambil selonjoran di kursi malas. Aku tahu yang dimaksud Siska ‘anak-anak’ adalah para pemuda pegawai Bermuda Community yang tadi bersama kami berenang di laut.

“Mereka juga menyukaimu.” Sahutku sembari memperhatikan para pemuda tampan yang satu per satu mulai naik ke atas kapal. Jujur, melihat ketampanan dan tubuh mereka yang atletis, air liurku seakan menetes. Pikiran liarku pun mulai merajalela.

“Sayangnya aku tidak bisa menikmati daun-daun muda itu. Aku terikat oleh Robby.” Suara Siska terdengar sedikit mendesah. Kurasakan ada ganjalan yang menempel di hatinya.

“Maaf ya Sis … Aku seperti melihat kamu sedang hidup di sangkar emas.” Kataku mencoba menebak perasaan Siska.

“Benar sekali! Aku hidup berlimpah harta. Apa yang aku mau pasti terlaksana. Hanya saja, aku tidak boleh berhubungan dengan laki-laki mana pun, kecuali dengan Robby.” Jawabnya sambil tersenyum miris.

“Kenapa kamu lakukan?” Tanyaku penasaran.

“Awalnya aku berpikir dengan harta berlimpah aku akan bahagia. Ternyata aku salah. Harta yang melimpah tanpa kebebasan adalah neraka. Sejujurnya aku sangat menyesal menerima tawaran Robby untuk menjadi salah satu permaisurinya. Aku hanya dipeliharanya seperti burung di dalam sangkar emas.” Wajah Siska berubah sendu, dari tatapan matanya tersirat kekecewaan yang mendalam. Aku jadi merasa bersalah, tidak seharusnya aku bertanya tentang kehidupannya.

“Maafkan aku …” Kataku sendu.

“Tidak apa-apa, Wid … Aku malah suka bisa mengeluarkan unek-unekku selama ini.” Lagi-lagi Siska tersenyum miris.

“Maaf Sis … Apakah kamu tidak mencoba mencuri kesempatan. Maksudku, kamu bisa saja menjalin hubungan dengan pria lain tanpa sepengetahuan Robby?” Tanyaku.

“Hi hi hi … Untung saja Robby tidak ada di sini. Kalau dia mendengarnya, kepalamu pasti hancur oleh pelurunya. Jangan membicarakan seperti itu lagi. Sangat berbahaya. Tapi akan aku jawab pertanyaanmu itu. Aku bukannya tidak bisa. Kesempatan itu sangat terbuka bagiku. Tapi, aku tidak ingin membahayakan nyawa pasanganku. Karena, jika Robby tahu aku berselingkuh darinya, maka nyawaku dan nyawa pasanganku sebagai taruhannya. Sebenarnya Robby itu baik, tetapi dia paling tidak suka dikhianati dan dibohongi. Seperti saat aku ditawari untuk menjadi permaisurinya, Robby tidak memaksaku untuk mau dan dia juga secara terang-terangan meminta diriku pada suamiku, Abdi. Sekali lagi, Robby tidak memaksa. Hanya saja pada saat itu aku lah menginginkan menjadi permaisurinya. Aku tergiur oleh tawaran Robby dengan harta yang ia tawarkan padaku. Aku dan Abdi menandatangani kontrak, dan sejak saat itu aku menjadi milik Robby sepenuhnya. Tapi aku cukup senang saat ini, karena kontrakku sebentar lagi selesai. Tinggal enam bulan lagi. Aku sangat menantikannya.” Jelas Siska panjang lebar. Dia pun mulai tersenyum senang.

Aku sekarang mengerti sepenuhnya, kenapa Abdi tidak menceraikan Siska padahal Abdi mengatakan padaku kalau istrinya selingkuh. Aku ingat sekali Abdi mengatakan kalau dirinya tidak bisa menceraikan istri selingkuhnya karena suatu alasan. Ternyata Abdi terikat kontrak dengan Robby. Kemudian, aku dan Siska ngobrol dengan tema yang lain. Obrolan kami sangat menyenangkan dan penuh semangat, ditambah lagi memang ‘ruh paseduluran’ sudah tertanam jauh-jauh hari. Aku bahkan sudah menganggap Siska seperti saudaraku sendiri.

Setelah menikmati sunset, kapal pun bergerak kembali menuju tepi pantai. Pantai dari pulau kecil milik keluarga Robby. Aku tersenyum dalam hati, ternyata kami semua turun dari kapal dengan tubuh tidak berpakaian. Tubuh kami hanya tertutup sehelai kain saja untuk laki-laki, dan dua helai kain untuk wanita. Kami semua sudah seperti nudist walau tidak sepenuhnya. Setelah turun dari kapal pesiar, kami naik kendaraan semacam kereta wisata untuk mencapai kastil di atas bukti. Dua kereta wisata membawa kami ke kastil yang menempuh perjalanan dalam waktu sekitar 20 menit.

Kami disambut oleh pegawai-pegawai kastil dengan sangat ramah. Selanjutnya semua orang diarahkan oleh para pegawai untuk mengisi kamar masing-masing. Untuk delapan direksi, termasuk aku, mendapatkan satu kamar di lantai dua. Sementara para staf terbagi enam kamar yang satu kamarnya ditempati oleh beberapa orang. Luar biasa! Pembagian kamar tidak melulu laki-laki dalam satu kamar, tetapi mereka bercampur. Laki-laki dan wanita berada dalam satu kamar. Sepertinya aku tahu, apa yang akan mereka lakukan dalam kamar mereka itu. Tak lama, aku diantar ke kamarku di lantai dulu. Belum pegawai kastil membuka pintu kamarku, tiba-tiba dua pemuda yang menjadi bawahanku datang menghampiriku.

“Bu wakil … Ijinkan kami berdua menjadi pelayanmu selama di sini.” Ucap Haris dengan gesture hormatnya. Aku sontak terbelalak dengan permintaannya itu. Aku pun melirik pada pemuda satunya yang bernama Fajar.

“Maksud kalian apa?” Tanyaku sungguh tidak mengerti maksud Haris dan Fajar.

“Sebagai balas budi dan rasa hormat kami, kami berdua akan melayani Bu Wakil. Segala keperluan Bu Wakil akan kami sediakan.” Sahut Fajar sembari membungkuk kecil badannya.

“Kan sudah ada pelayan, maksudku pegawai ini?” Kataku sambil menunjuk sang pegawai kastil yang sedang tersenyum.

“Mbak pelayan ini tidak akan bisa meng-handle kebutuhan ibu. Dia pastinya sangat sibuk melayani tamu-tamu di sini. Lagi pula, apakah Bu Wakil mau dimandikan oleh mbak pelayan ini?” Ujar Haris.

Kata-kata Haris itu sungguh membuatku terperanjat. Jantungku langsung bergemuruh tanpa kendali. Menghadirkan detak yang begitu kuat, seumpama tabuh kendang mengiringi penari rancak. Darahku seakan mengalir lebih deras, bahkan ada sesuatu di bawah sana yang ikut bereaksi dan tidak bisa diajak kompromi. Pikiranku mulai kotor, sudah mulai menghayal yang tidak-tidak. Naluri kewanitaanku seolah memberitahukan padaku bahwa kedua pemuda tampan itu ingin menikmati dan menggauli tubuhku. Tentu, ini sangat merangsang.

“Bagaimana Bu?” Pertanyaan Fajar membuatku tersadar dari lamunan.

“Baiklah … Kalian boleh menjadi pelayanku.” Akhirnya aku menyetujui permintaan ‘mesum’ mereka sambil tersenyum manis pada keduanya.

Aku, Haris dan Fajar masuk ke dalam kamarku yang super luas dan lux setelah pegawai kastil membuka pintu. Sial! Aku merasa kikuk. Aku tak tahu harus berbuat apa, dan sepertinya Haris dan Fajar sedang menunggu perintahku. Akhirnya aku mengajak keduanya untuk membersihkan badan yang memang aku memerlukan mandi, begitu juga kedua pemuda itu. Dengan sigap Haris dan Fajar membawaku ke kamar mandi. Oh, mereka membuka bra dan celana dalamku tanpa ragu, lalu membawaku ke bawah shower. Mereka hidupkan shower agar bisa membasahi diriku dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Aku menyerah pada keintiman malam dalam rabaan dan usapan mereka, yang membangkitkan hasrat birahiku. Air shower hangat mengucur pelan membasahi tubuh telanjang kami bertiga. Tangan-tangan kedua pemuda tampan itu saling bergelut di tubuhku, menempelkan kulit hangat, licin dan basah. Ruang sempit itu seolah tidak membiarkan mereka untuk lepas barang sedetik pun dari tubuhku. Haris dan Fajar terus menerus memberikan kehangatan padaku yang sudah tak berdaya oleh nafsuku sendiri. Tubuh telanjang dan basah kami membuat hasrat semakin mengalir dalam darah.

Semakin lama aku semakin tidak tahan oleh gelora birahi. Aku mengisyaratkan kepada keduanya agar diriku diperlakukan lebih jauh, lebih ganas, dan lebih liar. Fajar membalikan tubuhku dengan posisi tubuhku yang sedikit membungkuk. Tanganku bertumpu di pundak Haris yang masih terus merabai dan meremas-remas buah dadaku. Aku melebarkan kedua kakiku, mengisyaratkan Fajar untuk 'memasuki' tubuhku. Fajar mengetahui maksud itu. Dilakukannya sesuai dengan apa yang aku sangat inginkan. Hasratku pun terbayarkan saat kelamin kami menyatu. Fajar mengerakkan pinggulnya dengan lembut, membuat rasa nikmat yang tiada tara. Hanya desahan pasrah yang sanggup keluar dari mulutku. Perlakuan Fajar pada bagian privasiku, membuatku mabuk kepayang. Tanganku menggapai-gapai tubuh Haris untuk menyeimbangkan tubuhku karena kedua kakiku sudah mulai lemas menahan kenikmatan. Aku dibawanya melayang dalam nikmat surgawi. Apalagi setelah Haris dan Fajar berganti posisi, dan kini giliran Haris yang memanjatkan vaginaku. Sungguh begitu memabukkan.

Menit demi menit berlalu, ditandai dengan desahan panjang, aku mencapai apa yang aku cari, puncak birahi yang menggetarkan seluruh tubuh. Dengan sigap Haris meraih tubuhku yang mengejang lalu mengentak-entak kuat. Aku merintih dengan sangat hebat saat orgasmeku datang menyongsong karena tusukkan-tusukkan pejantan ini. Setelah aku mengatur napas. Fajar yang ada di depanku meraih tubuhku lalu saling berpelukan dalam kondisi lemas di tengah guyuran shower hangat yang menenangkan suasana. Aku bersandar manja di dada bidang Fajar. Tanganku memeluk tubuh pemuda tampan itu untuk mendapat keseimbangan karena kakiku seperti mati rasa. Tubuhku masih bergetar menghabiskan sisa-sia kenikmatan yang tadi aku capai. Mulutku masih menganga dan napasku masih memburu. Dengan sabar Fajar dan Haris membiarkanku memulihkan tenaga dalam guyuran air dan dekapan hangat mereka.

Ya, aku mendapatkan sensasi nikmat birahi dari kedua pemuda itu. Dan aku tak ingin usai. Aku memimpikan orgasme yang beruntun. Senggama kali ini bersambung di atas tempat tidur tanpa jeda walaupun kami bertiga telah meraih orgasme-orgasme kami. Genjotan dan pompaan mereka terus kencang dan semakin cepat. Kami dilanda histeris bersamaan. Hunjaman kejantanan mereka terus merangsek secara bergantian hingga menyentuh tepian peranakanku. Malam ini aku merasa sangat didera nafsu birahiku. Aku ketagihan. Aku sangat ketagihan. Ini sungguh luar biasa, dan kami bersanggama tanpa putus semalaman.
-----ooo-----​

Denta Pov

Saat hari sudah sore dan toko mau tutup, pembeli masih saja berdatangan. Dengan cepat aku menutup sebagian pintu, yang buka pun hanya satu pintu saja karena waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Setelah melayani pembeli terakhir pintu dan gerbang depan langsung aku tutup. Aku kemudian masuk ke ruanganku untuk istirahat dan menghitung untung dan jumlah barang yang telah ludes terjual pada hari ini. Selama satu minggu belakangan ini, aku sangat kewalahan melayani pembeli. Dari pagi sampai sore para pembeli berdatangan seperti tanpa henti, sampai-sampai aku dan anak buahku tidak mempunyai waktu istirahat.

Setelah semua urusan selesai, aku pun keluar toko untuk bertemu dengan Dewi. Sudah tiga hari ini aku selalu menginap di tempat Dewi karena istriku sedang tugas ke luar kota selama lima hari. Wida baru akan pulang dua hari lagi. Ya, tak terasa sudah seminggu aku berhubungan dengan Dewi. Dari hubunganku ini muncul chemistry diantara kami. Tapi meski demikian, diantara kami tidak terjalin ikatan apapun. Aku dan Dewi menjalin hubungan tanpa hati. Bisa dikatakan hubungan kami adalah tanpa status atau istilah kerennya teman tapi mesra. Kami sepakat kalau kami hanya saling mengisi kekosongan, hanya berdasarkan nafsu belaka.

Saat berjalan menuju mobil, aku melihat seorang wanita masuk melalui gerbang. Tentu aku mengenalnya. Dia adalah Jessica, detektif swasta yang aku sewa untuk menemukan bukti perselingkuhan istriku. Serta merta aku langsung menyambutnya dengan senyuman hangat dan jabatan tangan erat. Aku pun mengajak Jessica untuk ngobrol di ruang kerjaku. Tak lupa, segelas teh hangat aku sajikan untuk menemaninya memberitahukan apa saja informasi yang ia peroleh selama satu minggu ini.

“Kabar yang tidak mengenakan akan kamu dengar dari hasil investigasiku.” Ujar Jessica yang membuat perasaanku tidak mengenakan.

“Ya, aku tahu kalau kamu menemukan bukti kalau istriku selingkuh.” Aku mendahului Jessica atas penemuannya.

“Bukan itu saja.” Ujar Jessica sembari memberikan amplop besar berwarna coklat padaku.

Aku segera mengambil amplop coklat itu dari tangan Jessica. Langsung saja aku buka dan mengambil isi di dalamnya. Ternyata apa yang aku ambil adalah foto ukuran jumbo. Tidak perlu menunggu satu detik, mataku terbelalak sempurna, kurasakan bola mata ini seakan mau copot dari rangkanya. Tangan kiriku menutup mulut karena hampir saja terpekik saat melihat foto di tanganku yang isinya gambar istriku yang hanya mengenakan bra dan celana dalam yang sedang duduk di kursi malas. Aku pun melihat foto berikutnya yang menampilkan Wida dengan keadaan setengah telanjang sedang bersiap terjun ke laut. Foto-foto berikutnya seputar istriku yang berenang dengan beberapa pemuda, bahkan ada foto yang menampilkan istriku berada di pelukan para pemuda. Terakhir aku melihat istriku masih dengan keadaan setengah telanjang memasuki sebuah kamar dengan dua orang pemuda.

“A..apa maksud se..semua ini?” Tanyaku tergagap karena foto-foto ini merampas banyak hal dariku. Mulai dari bicara hingga sebagian otak dan akal sehatku.

“Istrimu adalah anggota Bermuda Community.” Jawab Jessica lalu ia menyalakan rokok yang sudah siap dibakar di bibirnya.

“Bermuda Community? Apa itu?” Tanyaku yang sama sekali tidak paham dengan ucapan Jessica.

“Perlu kamu tahu, aku juga anggota Bermuda Community tapi sudah lama tidak aktif. Bermuda Community adalah sebuah komunitas yang beranggotakan orang-orang yang menganut idealisme kebebasan yang sebebas-bebasnya. Mereka sangat mengaggungkan pergaulan bebas dan seks. Sebenarnya secara formal Bermuda Community merupakan LSM yang bergerak di bidang kegiatan sosial. Tapi itu hanya kedok karena di belakang kegiatan sosial yang mereka lakukan ada kegiatan seks bebas di antara anggota komunitas.” Jelas Jessica dan kini semua bulu halus di tubuhku seakan berdiri.

Tiba-tiba aku teringat kejadian makan siang di mana Wida pertama kali bertemu dengan Andrew. Dan sejak saat itu permasalahan dalam rumah tanggaku mencuat. Sekarang aku tahu keterkaitan semua kejadian, dan aku tentu akan menyalahkan Andrew sebagai biang keladi kekisruhan rumah tanggaku.

“Celakanya … Istrimu sekarang telah menjadi salah satu pentolan komunitas itu. Dia dipilih sebagai wakil direktur di perusahaan pemimpin Bermuda Community. Kamu tentu pernah dengar nama Robby anak Bapak Soemitro, sang konglomerat di negeri ini.” Jelas Jessica yang lagi-lagi jantungku terhenyak kuat.

“Ya … Aku tahu …” Jawabku pelan. Siapa yang tidak mengenal Soemitro? Bapaknya para penjahat di negeri ini yang memiliki pengaruh sangat besar di pemerintahan. Dan sekarang istriku bekerja untuknya, menjadi pentolan pula. Sungguh, aku ngeri mengetahui kenyataan seperti ini.

“Jadi kesimpulan dari investigasiku adalah secara sah dan meyakinkan istrimu telah berkhianat. Bukan saja berkhianat tetapi juga dia telah terjerumus pada kehidupan super bebas sejalan dengan ideologi dari Bermuda Community. Dia juga pasti sudah menyerahkan tubuhnya pada …” Ucapan Jessica tidak berlanjut namun aku tahu kemana arah pembicaraannya.

“Untuk itulah aku menyewamu untuk mendapatkan bukti kalau istriku sudah menyerahkan tubuhnya.” Kataku sedih dan pilu.

“Inilah yang paling aku tidak suka …” Ujarnya sambil mengambil smartphone dari saku roknya. Jessica sejenak mengutak atik layar alat komunikasinya itu dan tak lama aku mendengar suara dering smartphoneku pertanda pesan Whatsapp masuk.

Sudah sangat dipastikan itu adalah kiriman Jessica berupa file video. Aku lantas melihat video itu dan hasilnya hatiku seperti diremas-remas sangat kuat oleh jalinan perasaan yang kusut ini. Aku tidak sempat menuntaskan video yang berisikan adegan percintaan Wida dengan dua orang pemuda. Belum setengah jalan, aku langsung mematikan video tersebut.

“Maafkan aku …” Lirih Jessica lantas menghisap rokoknya lagi.

“Aku akan bayar kurangnya sekarang.” Kataku sambil menahan gejolak dalam batinku.

Entah apa yang aku rasakan saat ini, tapi yang jelas semua perasaan itu sangat menyesakan dada. Aku segera mengaktifkan e-banking dan melakukan transfer kepada rekening Jessica. Transaksi pun selesai kemudian aku menyandarkan punggung di sandaran kursi kerjaku. Benar-benar aku tidak menyangka dengan kejadian seperti ini. Apa yang terjadi dengan istriku?

“Denta … Istrimu sudah di dalam lingkaran orang-orang yang sangat berbahaya. Aku sarankan hindari konfrontasi dengan genk istrimu. Mereka itu tidak akan segan melakukan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka atau membela anggota mereka. Kamu juga tak akan bisa membayangkan betapa kejinya mereka memperlakukan orang yang dianggap musuh mereka.” Jelas Jessica.

“Ya …” Jawabku singkat dan lemas. “Jess, bagaimana kamu bisa mendapatkan semua bukti ini?” Tiba-tiba aku ingin sekali mengetahui kinerja Jessica.

“Dari hasil pengintaian, aku menemukan fakta kalau istrimu berteman dengan temanku. Dia namanya Lusi, termasuk pentolan Bermuda Community. Setelah aku tahu kalau istrimu berteman dengan temanku itu. Aku langsung bisa menyimpulkan kalau istrimu adalah anggota Bermuda Community. Apalagi setelah aku mendapat informasi tentang pengangkatan istrimu menjadi wakil direktur perusahaan yang bernama Bermuda Community. Dan seperti yang aku katakan tadi, aku adalah anggota Bermuda Community, sehingga aku tahu persis apa yang ada di dalam komunitas itu. Aku pun mendengar informasi akan ada acara pengangkatan dan pengesahan pegawai perusahaan. Ya, karena aku adalah anggota komunitas itu, dengan sangat mudah aku mendaftarkan diri untuk menjadi anggota panitia dalam acara pengangkatan dan pengesahan direksi dan staf perusahaan. Aku ada di sana dan merekam semuanya.” Jelas Jessica.

“Hhhmm …” Aku bergumam sambil memikirkan sesuatu. Akhirnya aku pun bertanya, “Apakah orang bule dari Australia yang bernama Andrew juga anggota Bermuda Community?”

“Hei! Apakah kamu mengenalnya?” Jessica malah balik bertanya.

“Ya … Sangat mengenalnya. Dia adalah teman waktu aku kecil. Bahkan dia sedang ada di sini. Aku beberapa kali bertemu dengannya.” Jawabku.

“Andrew memang sangat terkenal di Bermuda Community. Selain bule satu-satunya, dia juga tampan bahkan sangat tampan.” Jessica tersenyum.

Aku pun geram. Tak perlu mengutuk gelapnya langit. Tak perlu mengutuk Tuhan. Yang terkutuk adalah orang bule yang bernama Andrew. Darahku mendidih dan terbakar bersama amarah. Aku tidak akan memaafkan orang itu yang sudah mengambil hal yang paling berharga dalam hidupku. Aku akan mencarinya dan memberinya pelajaran yang tak pernah akan dia lupakan.

“Hei! Kamu kenapa, Denta?” Tanya Jessica dengan nada terkejut. Mungkin dia melihat perubahan mimikku.

“Tidak ada apa-apa.” Jawabku dengan kata-kata kaku.

“Kamu punya masalah dengan Andrew?” Jessica mendesakku seakan dia tahu permasalahanku dengan Andrew.

“Sedikit.” Jawabku sekenanya.

“Denta … Aku peringatkan! Jangan sekali-kali mencari masalah dengan orang-orang Bermuda Community. Jauhi mereka karena kamu tidak akan tahu akibat kamu berurusan dengan mereka. Aku sudah bilang, hindari konfrontasi dengan mereka. Selain keji dan tidak berperikemanusiaan, mereka juga kebal hukum. Apa yang mereka lakukan selalu terhindar dari jeratan hukum.” Jelas Jessica sangat serius.

“Ya … Aku mengerti.” Kataku.

“Terima kasih sudah memberiku pekerjaan. Saat detik ini hubungan pekerjaan kita selesai. Aku akan pulang.” Ucap Jessica sembari bangkit dari duduknya.

Aku kemudian mengantarkan Jessica sampai gerbang toko dan memandang mobil Jessica yang menjauh hingga tak terlihat lagi oleh pandangan mata. Aku masih tertegun di tempat, seolah tubuhku ini mati rasa. Apa yang terjadi membuatku sedikit hilang dari dunia, otakku mati fungsi, yang ada hanyalah gemuruh amarah di dalam dadaku. Sakit rasanya dikhianati oleh orang-orang yang kucintai dalam waktu yang bersamaan.

“Om …” Lamunanku buyar saat Uci bersuara dan sudah berada di sampingku.

“Ya … Ada apa Uci?” Tanyaku dengan suara lemas.

“A..aku mendengarkan semua obrolan om dengan perempuan tadi. Aku juga sudah melihat foto-foto yang ada di dalam amplop besar di ruang kerja om. Aku tahu kalau om sedih dan kecewa. Tapi om harus tabah dan kuat menghadapi bencana ini.” Ujar Uci lembut sekali.

Merenungi ucapan Uci, aku menghela napas panjang dan berkata, “Om tidak apa-apa, hanya sedikit shock. Lebih baik kita pulang dan istirahat.”

Aku berlalu begitu saja, kembali ke ruang kerjaku. Aku ambil amplop yang tergeletak di atas meja, kemudian aku memburu mobilku. Tak lama berselang, aku sudah berada di jalan raya. Mobil bergerak ke tempat Dewi. Aku berharap mendapat ketenangan di sana. Sekitar 20 menit perjalanan, aku akhirnya sampai di restoran milik Dewi, dan langsung meminta dibuatkan teh hangat pada Dewi.

“Kamu kenapa? Kok wajahmu tertekuk gitu sih?” Tanya Dewi sambil meletakkan segelas besar teh hangat di meja. Dewi kemudian duduk di sampingku.

“Ini … Lihatlah …!” Kataku sembari memberikan amplop coklat besar berisi foto-foto Wida. Aku langsung saja menyeruput teh hangat yang selalu bisa kunikmati dalam suasana apa pun. Teh buatan Dewi memang teh terbaik yang pernah ada, membuat tubuhku sedikit rileks.

Tiba-tiba Dewi memekik kaget, “Ya Tuhan!”

Aku menoleh ke wajahnya. Tampak sekali keterkejutan menaungi wajah wanita di sampingku itu yang ditandai dengan mulut menganga dan mata membulat sempurna. Ditambah tubuhnya mulai bergetar, urat-urat wajahnya tegang dan gelengan kepala simbol tak percaya.

“Sekarang sudah jelas semuanya. Ternyata istriku yang selama ini aku sayangi dan kucintai tak ubahnya seorang pelacur. Mungkin masih lebih mending pelacur daripadanya.” Kataku lalu menyeruput teh lagi.

“Astaga! Aku tak percaya ini! Aku tak percaya!” Ucap Dewi pelan namun sarat dengan kesedihan.

“Aku mencintainya melebihi aku mencintai diriku sendiri. Aku menyayanginya melebihi sayangku pada orangtuaku. Tapi dia membalasku dengan begitu keji. Dia mengkhianatiku. Janji dan ikrar yang pernah dia ucapkan, dia lupakan begitu saja.” Kataku sambil menahan amarah.

“Tenangkan dirimu, Denta …” Ujar Dewi sambil meletakkan amplop di atas meja. “Bukankah kamu juga melakukannya denganku. Anggap saja itu impas.” Lanjut Dewi.

“Tidak! Aku sudah curiga Wida berkhianat sejak sebulan yang lalu. Aku sudah mencium gelagat yang tidak beres dari dirinya, sampai-sampai aku harus menyewa detektif untuk memata-matainya. Aku tidak akan berkhianat kalau dia tidak berkhianat.” Kataku tegas.

“Jadi … Apa yang akan kamu lakukan pada Wida?” Tanya Dewi dengan suara bergetar.

“Aku akan menceraikannya.” Jawabku semakin tegas.

“Oh, tidak! Jangan lakukan!” Dewi memekik sambil memegangi tanganku.

“Kenapa tidak? Jelas sudah dia mengkhianatiku. Lagi pula, rasa cinta dan kasih sayangku sudah lenyap tak bersisa. Buat apa aku mempertahankannya?” Aku merasa heran dengan pemikiran Dewi.

“Percayalah padaku! Wida sangat mencintaimu. Hanya saja dia memerlukan perhatian dan kasih sayang yang tidak kamu berikan. Kamu terlalu sibuk bekerja dan melupakan keinginannya. Wida hanya mencari sesuatu yang kamu tidak berikan di luar sana, tetapi dia sangat mencintaimu, demi apapun dia sangat mencintaimu.” Jelas Dewi yang membuatku heran sekaligus curiga.

“Apakah kalian pernah membicarakan hal itu?” Tanyaku penuh selidik. Sontak saja mata Dewi kembali membulat. Dewi hanya memandang mataku tanpa berkata-kata. Wajahnya pucat dan bibir bergetar. Aku pun bertanya lagi. “Apakah kamu tahu kalau sahabatmu itu berselingkuh?”

Aku menunggu cukup lama sebelum akhirnya Dewi menjawab, “Ya.”

“Dan kamu tidak melarangnya?” Tanyaku lagi yang mulai emosi.

“Aku sudah memperingatinya bahkan berkali-kali, tapi dia tetap dengan keinginannya. Aku tidak bisa melarang karena istrimu wanita dewasa dan mandiri.” Ucap Dewi membela diri.

“Tapi kamu sahabatnya! Orang yang paling dia percaya! Seharusnya kamu bisa melarangnya! Paling tidak, kamu bisa memberitahukan itu padaku sebelum terjadi!” Suaraku memang pelan tapi penuh dengan kemarahan.

“Dia sahabat terbaikku.” Lirihnya.

“Kalau memang dia sahabat terbaikmu, seharusnya kamu tidak menjerumuskan dia.” Kataku mulai menaikan nada suaraku.

“Aku tidak menjerumuskannya! Aku sudah memperingatinya!” Dewi pun membentuk.

Cukup lama mata kami saling menatap. Mata kami saling menatap tajam seakan siap untuk saling menerkam. Aku kecewa dengan apa yang dilakukan Dewi dalam masalahku ini. Dia sudah tahu sejak awal, tetapi membiarkan itu terjadi. Aku secepatnya menyambar amplop dari atas meja, kemudian bangkit dan hendak pergi dari sini. Namun tanganku dipegang Dewi kuat-kuat.

“Denta … Aku mohon, jangan pergi!” Pinta Dewi yang kini memelas.

“Kita akan membicarakannya lagi besok atau lusa, kalau pikiranku sudah agak jernih.” Kataku.

“Tidak! Aku ingin menyelesaikannya sekarang juga.” Pinta Dewi lagi.

Aku tidak menjawab dan berjalan meninggalkan Dewi yang pegangannya melemah. Aku keluar restoran dan menuju ke mobilku. Di dalam mobil, aku keluarkan smartphoneku dari saku celana. Aku cari nomor kontak seseorang kemudian meneleponnya. Dalam jangka waktu beberapa detik, nada sambung pun terdengar. Beberapa detik kemudian teleponku diterimanya.

“Hallo … Bagaimana kabarmu?” Tanya orang yang aku telepon.

“Kabarku baik hanya agak sibuk saja. Ngomong-ngomong posisimu di mana?” Tanyaku.

“Aku di jalan menuju hotel. Kamu di mana?” Tanyanya.

“Aku juga di jalan. Ingin ngopi tapi gak ada teman. Gimana kalau aku tunggu di cafe biasa.” Ajakku.

“Baiklah … Tunggu aku di sana.” Jawabnya.

“Okay …” Kataku lalu memutuskan sambungan telepon.

Kuhidupkan mesin mobil sambil menata hati, diam sebentar untuk mencari ketenangan. Akhirnya mobil bergerak meninggalkan pelataran parkir dan langsung bergerak cepat ke cafe yang biasa aku dan Andrew singgahi. Hanya 15 menit aku sudah sampai di tempat tujuan. Aku memesan segelas kopi lalu mencari tempat duduk yang berada di luar gedung cafe. Cafe ini memang menyediakan area di luar gedung utama alias outdoor.

Kira-kira 10 menit kemudian, pesanan kopi pun datang, dan tak lama berselang Andrew juga datang. Kulihat Andrew berjalan ke arahku dengan senyuman iblisnya. Sekujur tubuhku mendadak panas dingin dan menggigil saking berusaha menahan amukan amarah dalam diriku. Dua tanganku terkepal. Dengan darah masih mendidih, aku segera berdiri untuk menyambut Andrew.

“Wah! Lama tidak bertemu.” Ucap Andrew sembari menyodorkan tangannya bermaksud bersalaman.

Tentu saja aku tidak menyambut tangannya, yang kulakukan adalah menerjangnya sekuat tenaga. Satu pukulanku telak mengenai wajah Andrew yang mengakibatkan ia kehilangan keseimbangan. Laki-laki bule itu mengaduh lalu oleng ke kiri. Momen itu aku manfaatkan dengan sebaik-baik, dan hasilnya adalah pukulan dan tendanganku silih berganti menghujam kepala, badan dan wajah Andrew, sampai akhirnya Andrew jatuh tergeletak di atas rumput.

“Berdirilah! Kalau kau benar-benar lelaki!” Kataku penuh amarah.

“Oh shit! Apa yang kamu lakukan?” Andrew berkata sembari bangkit. Kulihat darah mengukur dari hidungnya.

“Bajingan! Dasar pengkhianat! Aku sudah menganggapmu keluargaku sendiri. Tapi, kau telah menikamku dari belakang. Kau benar-benar setan berbentuk manusia!” Ucapku dengan geram.

Andrew mengusap darah yang keluar dari hidungnya. Setelah itu dia memandangku penuh selidik. Beberapa detik kemudian dia pun berkata, “Jadi kamu sudah tahu.”

Jelas, ucapannya itu sangat menciderai perasaan dan harga diriku. Tanpa berpikir lagi, aku terjang Andrew dengan pukulan lurus. Kali ini Andrew bisa menangkis seranganku, bahkan ia balik menyerangku. Tetapi, aku sangat mudah menghindari serangan Andrew. Malahan beberapa pukulan dan tendanganku berhasil mengenai tubuh pria bule yang tinggi dan kekar itu. Ada suatu keanehan pada diriku. Dalam perkelahian ini, aku merasa seperti petarung sejati. Aku begitu yakin dengan gerakan-gerakan menyerang dan bertahanku. Aku merasa sudah paham bagaimana cara bertarung yang baik dan benar.

Dua menit berlalu, Andrew merasakan seranganku. Entah itu pukulan, tendangan maupun keduanya. Saat tendanganku berhasil menghantam rusuknya, aku mendengar suara seperti tulang patah. Seketika itu juga Andrew ambruk sambil menjerit-jerit minta tolong. Tiba-tiba tiga orang berseragam security berhamburan ke arahku. Tadinya aku ingin puas menendangi Andrew yang sudah tidak berdaya. Namun, niatanku itu tidak terlaksana karena tubuhku langsung disergap oleh seorang security sampai tubuhku dan tubuh si security jatuh dan bergulingan di atas rumput.

“Hentikan! Tidak boleh ada keributan di sini!” Ujar seorang security yang lain sambil berusaha menahan gerakku. Tak lama, badanku dibalikannya hingga tertelengkup dengan tangan di belakang. Terasa sekali kalau tanganku kini terikat oleh borgol.

“Kau membuat onar saja di sini!” Maki sang security sembari membantuku untuk berdiri.

Akhirnya aku digiring ke pos security dengan tangan diborgol. Aku seperti seorang kriminal saja. Di pos security ini, aku diberondong banyak pertanyaan, terutama alasan keributan yang aku buat. Tentu saja aku berbohong dan mengatakan pada mereka kalau si bule itu mempunyai utang padaku yang tidak dibayar-bayar. Entah berapa lama aku berada di pos security, sampai terdengar bunyi sirine ambulan dan sirine mobil polisi. Tak ayal lagi, aku pun langsung digiring ke mobil polisi yang selanjutnya sudah dipastikan aku mendekam dalam penjara Polsek.

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Wah udah mulai beraksi nih Denta, kalo gini caranya kayanya akan ada aksi saling bunuh nantinya kayanya untuk membasmi genk bermuda comunity. Kasian Denta mendapat penghiatan dari istri dan orang" Terdekatnya. Its time to Revange denta.Saatnya untuk perang bergeriliya, pasti Roby bakaln ngincer denta karna anggota bermuda di hajar denta.Terima kasih update nya suhu @Ekdanta
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd