Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA RAHASIA SEBUAH HATI (NO SARA)

BAGIAN 6

Wida Pov

Aku sangat ingat kalau pria bule di depanku adalah anggota Bermuda Community. Dan pria bule itu kini sedang memperhatikanku. Rasa takutku semakin menjadi, sedikit pun aku tidak bergerak tetap terdiam kaku di kursiku. Aku seperti orang yang tersesat dan kesulitan menemukan jalan pulang. Namun aku terus mencoba untuk menyembunyikan ketakutanku dan bersikap tenang di hadapan mereka.

“Mama mau makan apa?” Tanya Denta, suamiku.

“Seperti biasa saja, pa …” Suaraku agak bergetar.

“Baiklah … Papa pesan dulu makanan untuk mama.” Ujar suamiku lantas pergi meninggalkan meja.

Andrew nampak santai, sesekali melirik ke arahku. Dan tentu saja perbuatannya itu semakin membuatku takut dan gelisah. Aku sampai ingin menangis dan pergi saja sekarang. Aku merasakan atensi Andrew mempunyai arti yang sebenarnya bisa aku terjemahkan. Dan itu membuat hatiku semakin tidak berdaya.

“Wida Akmalia Adni …” Tiba-tiba Andrew bersuara.

Benar saja, Andrew bisa menyebut nama lengkapku walau suamiku tidak menyebutkan nama lengkapku saat aku diperkenalkan padanya tadi. Kesimpulan yang pasti adalah kalau Andrew sudah tahu, dia mengetahui tentang diriku dari form pendaftaran keanggotaan Bermuda Community. Sekarang aku benar-benar terpojok, tidak ada ruang untuk melarikan diri. Bingung sungguh membuat aku jadi linglung. Aku tidak mempunyai jawaban cerdas yang bisa menepis bingungku. Aku hanya bisa menunduk dan menahan tangis. Kelopak mataku terasa berat. Tak kuasa menahan beban yang memaksa untuk segera mengatup. Tubuhku terasa panas dingin, bibirku terasa berat sekali untuk digerakkan.

“Kenapa kamu melakukan ini?” Tanya Andrew dengan nada kecewa.

Dengan bibir bergetar aku berkata, “Aku mohon … Jangan sampai suamiku tahu.”

“Kau masih takut pada suamimu dengan apa yang telah kau lakukan?” Pertanyaan Andrew itu sangat mengenaskan dan memalukan bagi diriku. Dan tentu saja aku tidak bisa menjawab. Akhirnya air mataku merembes tanpa aku perintah. Tak lama Andrew berkata lagi, “Hapus air matamu dan bersikaplah normal! Suamimu kembali.”

Itu sebuah perintah dan perintah itu adalah upaya penyelamatan. Aku bisa membaca niat baik dari pria bule di depanku. Segera aku hapus air mataku dengan tissue yang aku ambil dari atas meja. Aku memandang Andrew yang tetap bersikap tenang, bahkan sangat tenang. Namun, aku belum bisa mengartikan sikap tenangnya itu. Kemudian dia tersenyum sambil mengangguk kecil. Segera saja aku balas dengan senyuman dan anggukan kepala. Aku sedikit lega sekarang karena aku tahu kalau Andrew tidak akan memberitahukan tentang Bermuda Community pada suamiku.

“Makanan kita sebentar lagi datang.” Kata suamiku setelah duduk di kursinya. Setelah duduk di kursinya, suamiku berkata lagi, “Andrew ini sahabat papa waktu kecil. Dulu kami bertetanggaan. Papa yang mengajarkan Andrew bahasa Indonesia dan Andrew yang mengajarkan bahasa Inggris. Dulu waktu pertama bertemu Papa dan Andrew bicaranya pakai bahasa Tarzan karena masing-masing gak mengerti. Tapi lama kelamaan malah Andrew yang mahir bahasa Indonesia, sedangkan papa sulit banget belajar bahasa Inggris.” Ungkap suamiku menceritakan persahabatannya dengan Andrew di masa kecilnya.

“Dulu kita tuh masih berumur 5 tahun ya, Ta …” Sambung Andrew.

“Ya, aku jadi ingat walau kita tidak mengerti bahasa masing-masing, tapi kita selalu main bersama.” Ujar Denta sambil tersenyum tipis.

“Gak kebayang ya … Gimana kalian berdua bisa nyambung.” Kataku merasa ikut lucu setelah mendengar pengalaman masa kecil suamiku dengan Andrew.

“Dulu waktu kita kecil, suamimu itu seperti anak yang bloon, segala tidak tahu.” Kata Andrew sambil menatapku dengan tatapan bersahabat.

“Oh begitu ya …” Aku membalas tatapan Andrew sembari tersenyum.

Selang beberapa menit kemudian, makanan pesanan kami pun datang. Kami menikmati makanan, sambil saling berbagi cuplikan kisah hidup. Aku kini merasa sangat tenang karena aku tidak lagi perlu khawatir kalau Andrew akan membocorkan rahasiaku pada Denta. Aku yakin Andrew tidak akan melakukannya. Tapi tetap saja aku merasa malu kepada Andrew. Namun selanjutnya berangsur-angsur rasa malu itu hilang, yang tersisa adalah desakan akan keinginan mengenal lebih jauh pada pria bule tampan di depanku. Aku tahu dia memiliki rasa padaku, dari cara dia memandangku saja aku tahu dia suka padaku.

“Sebenarnya, ada keperluan apa kamu datang jauh-jauh dari Australia ke Indonesia?” Tanyaku pada Andrew mencoba mengakrabkan diri dengannya.

“Sebenarnya aku sedang menghindari calon mantan istriku. Aku sedang dalam proses perceraian. Aku menghindar karena dikerjar-kejar istriku yang tidak mau bercerai. Ya, panjang ceritanya. Tidak akan cukup sehari bila aku ceritakan semuanya.” Jelas Abdi dengan senyum kecil mata berbinar.

“Oh, maafkan aku …” Langsung saja aku merasa tidak enak hati.

“Tak apa-apa. Gak perlu meminta maaf. Kamu tidak bersalah apa-apa.” Katanya.

“Selama di Indonesia, apa kegiatanmu?” Tanyaku lagi semakin berani.

“Mungkin aku akan aktif di LSM untuk mengisi waktu.” Jawab Andrew dan sekarang dia menatapku dengan tatapan sedikit menganalisa. Aku mulai khawatir lagi. Jangan-jangan Andrew sengaja mengarahkan percakapan yang tidak aku inginkan.

Tiba-tiba saja suamiku menyambar percakapan, “Itu lebih baik supaya kamu tidak bosan di sini. Kira-kira LSM apa yang akan kamu geluti di sini?”

Andrew mengalihkan pandangannya pada suamiku, “Kebetulan aku anggota LSM yang bergerak di kegiatan sosial. Kantor pusatnya di Jakarta. Aku ingin sekali membantu orang-orang yang sedang kesusahan, baik itu karena bencana alam atau kekurangan materi.”

“Wah … Keren …” Ucap suamiku.

“Apakah kamu tertarik untuk bergabung denganku?” Tiba-tiba Andrew berkata demikian kepada suamiku. Aku terkesiap dan membulatkan kedua bola mataku.

“Oh tidak! Aku kurang suka berorganisasi.” Jawab suamiku membuat hatiku sangat lega.

“Atau kamu saja yang bergabung di LSM denganku?” Andrew kini mengalihkan pandangannya padaku.

“A..aku?” Sungguh aku terkejut lagi.

“Ya, kamu Wida … Apakah kamu tertarik melakukan kegiatan sosial sepertiku?” Andrew menegaskan ajakannya. Tiba-tiba aku melihat kedipan kecil dari Andrew, dan aku menangkapnya sebagai kode.

“Ya … Aku tertarik. Tapi …” Aku tidak melanjutkan ucapanku lalu menoleh ke arah suamiku.

“Papa gak keberatan mama ikut kegiatan sosial seperti Andrew.” Ujar suamiku.

“Nah … Suamimu sudah memberikan lampu hijau. Bergabunglah dengan LSM yang aku geluti.” Ucap Andrew terdengar seperti permintaan.

“Baiklah … Aku ikut …” Lirihku sambil tersenyum tipis pada Andrew. Kini aku sadar, apa yang dilakukan Andrew adalah memberikan jalan agar aku lebih leluasa mengikuti segala kegiatan di Bermuda Community. Aku jadi ingin tertawa sendiri.

“Ok … Kalau begitu akan aku urus keanggotaanmu. Sekarang kirimkan biodatamu ke ponselku.” Kata Andrew sambil menyebutkan nomor kontaknya dan menyuruhku menyimpannya.

Aku semakin ingin tertawa. Aku tahu Andrew sedang memberikan nomor kontaksnya dengan cara yang sangat konyol seperti ini. Kemudian aku mengetik ‘Kamu Gila’ dan mengirimkannya ke nomor Andrew. Pria bule tampan itu langsung tersenyum lebar sesaat setelah menerima pesan singkat dariku. Dan beberapa detik berikutnya aku mendapat balasan dari Andrew, “Aku akan menjaga rahasiamu.” Tentu saja, sejak detik ini pula aku semakin akrab dengan Andrew. Pria bule tampan itu sering mencandaiku dan kebanyakan candaannya aku balas dengan senyuman.

Sekitar pukul 14.00 siang, kami bertiga keluar dari restoran. Suamiku dan Andrew pergi terlebih dahulu meninggalkan area restoran sementara itu aku menyusul di belakangnya. Saat diperempatan jalan, kulihat mobil suamiku belok ke arah kanan sesuai dengan arah tempat kerjanya. Aku tidak mungkin mengikuti arah laju mobil suamiku karena arah rumahku mengharuskan aku memilih jalan lurus. Sekitar sepuluh menit berselang, aku pun sampai di rumah. Keadaan rumah kosong melompong. Lantas aku menelepon pengasuh anak-anakku yang ternyata pengasuh anak-anakku itu sedang mengajak kedua anakku bermain di rumahnya. Sembari duduk di sofa ruang tengah, aku keluarkan smartphoneku dari dalam tas, kemudian aku menghubungi Lusi.

“Hallo … Kamu sudah sampai?” Tanya Lusi di seberang sana.

“Baru saja sampai Lus … Eh Lus … Apakah kamu kenal dengan orang bule bernama Andrew? Dia adalah anggota Bermuda Community.” Aku langsung saja pada inti pembicaraan.

“Ya, aku kenal. Emangnya ada apa?” Tanya Lusi terdengar seperti penasaran.

“Ya ampun Lus … Bule itu sahabat suamiku. Barusan aku ketemu sama dia di restoran.” Kataku yang aku lanjutkan dengan menceritakan pertemuanku dengan Andrew kepada Lusi. Lusi pun cekikikan saat aku sedang menceritakan kejadian itu. “Jadi begitu ceritanya.” Aku pun mengakhiri ceritaku.

“Andrew itu orangnya baik banget dan bisa dipercaya. Tenang saja, rahasiamu akan terjaga. Kemarin malam dia juga meneleponku ngasih tahu kalau dia berada di Bandung. Katanya, dia sedang menenangkan diri di sini karena dia sedang ada masalah di negaranya. Ya, itu tadi yang kamu ceritakan. Dia sedang menunggu hasil proses persidangan perceraiannya.” Kata Lusi.

“Ganteng banget dia, Lus … Wajahnya mirip Tom Cruise … Hi hi hi …” Ujarku tanpa malu mengatakannya.

“Emang ... Dia itu salah satu pria yang banyak dikejar-kejar wanita anggota komunitas. Selain ganteng dia juga pintar memanjatkan wanita di atas ranjang.” Ucap Lusi membuat seluruh bulu halusku berdiri.

“Aww … Jadi penasaran …” responku nakal.

“Hi hi hi … Kamu nanti juga akan merasakannya.” Lusi terkekeh lagi.

“Tapi aku kok gak yakin, Lus. Secara dia adalah sahabat suamiku. Aku membaca dari sikapnya yang biasa-biasa saja padaku. Apakah mungkin dia segan padaku karena aku istri sahabatnya?” Kataku mengungkapkan keraguanku.

“Hi hi hi … Dia itu binatang paling buas, Wid. Tunggu saja, dia pasti mendatangimu.” Ujar Lusi sambil terkekeh ringan.

“Benarkah…?” Tanyaku bernada senang.

"Pegang saja kata-kataku ..." Sahut Lusi.

Tidak begitu lama, pembicaraanku dengan Lusi berkahir. Aku menghempaskan punggungku pada sandaran sofa, lalu memejam mata. Imajinasi liarku mulai bermunculan, memikirkan hal-hal yang berbau mesum bersama Andrew. Pasti akan sangat menggairahkan saat bercinta dengannya. Sebuah rangsangan terasa cukup kuat menjalar ke saraf-saraf tubuhku dan rasanya begitu menghanyutkan. Aku remas buah dadaku dari balik pakaian yang aku kenakan dengan kedua tangan. Semakin lama semakin geli dan enak, bahkan mungkin karena saking asyiknya aku merasakan sensasi geli berdenyut pada kemaluanku.

"Aahhhh.... Aahhhhh...." desahan yang keluar dari mulutku yang terbuka menandakan aku sudah mulai terbuai oleh nafsuku sendiri. Kurasakan kemaluanku mulai berkedut-kedut sedikit mengeluarkan cairan. Kedua kakiku yang juga bergetar.

Dalam alam hayalku, aku membayangkan Andrew sedang menggagahiku sambil menciumi bibirku. Jemariku kemudian bergerak menuju kemaluanku dan mengelusnya perlahan. Rasa kejut seperti aliran listrik tiba-tiba saja menyerang diriku padahal baru pada bagian luar kemaluanku. Sambil terus membayangkan diriku yang disetubuhi Andrew, jemariku menyibak sisi celana dalamku. Beberapa saat kemudian aku memasukkan jari tengahku ke dalam lubang kemaluanku.

"Oghhhhh........" Seiring dengan masuknya jari tengahku ke dalam lubang kemaluanku, mulutku terbuka dan keluar desahan nakal dan mesum. Aku sadar itu adalah efek samping dari perlakuan nakalku kepada alat kelaminku sendiri. Beberapa detik berselang, aku mulai menggerak-gerakkan jari tengah ini keluar masuk kemaluanku dengan lancar akibat cairan cintaku yang licin. Desahanku terus keluar berkali-kali dari mulut yang terbuka.

"Ahhhh.... Ahhhhhh.... Andrew......" Birahiku benar-benar menggelegak saat membayangkan Andrew menyetubuhiku dengan sangat panas dan liar.

Beberapa menit kemudian tubuhku mulai bergetar hebat, sebuah sensasi aneh juga mulai menyerang diriku terus-menerus seakan-akan seperti arus air yang sebentar lagi jebol. Dan akhirnya aku tak bisa menahannya lagi. Aku.... Aku mau keluar.....

"Nngghhhh ughhhhhh..... Ahhhhhh ........."

Dengan cepat aku mencabut jari tengah ini dari kemaluanku yang berkedut sangat hebat, pinggulku bergetar dengan kedua kaki yang sedikit terangkat lebar. Terasa sekali cairan cintaku keluar cukup deras dari lubang kemaluanku. Aku tak bisa menahan sensasi nikmat ini sampai kepalaku terdongak ke atas melihat langit-langit ruangan, mulutku terbuka lebar saking nikmatnya sensasi ini bahkan air liurku mulai keluar dari sela bibirku.

Beberapa saat kemudian sensasi itu mulai mereda. Tubuhku mulai kembali tenang. Aku lantas membetulkan posisi kepalaku yang tadi terangkat. Aku atur napasku perlahan hingga kembali normal. Sekarang, aku perlu mandi supaya lebih segar dan pikiran jernih. Usai membersihkan tubuh dengan sabun dan shampo, aku segera berpakaian. Baru saja aku hendak keluar kamar, tiba-tiba smartphoneku berdering. Aku ambil alat komunikasi milikku di meja hias. Ternyata suamiku yang menelepon.

“Ya pa …” Sapaku pada Denta.

“Ma … Andrew ingin menginap malam ini di rumah kita. Sediakan kamar dan makan malam ya …” Ujar suamiku dan hampir saja aku berteriak kegirangan. Ini sungguh luar biasa, secara tidak diduga aku seperti menemukan jalan untuk berdekatan dengan Andrew.

“Iya pa … Akan mama siapkan semuanya.” Kataku dengan suara dibuat senormal mungkin.

Sambungan telepon pun terputus. Saking senangnya, aku jingkrak-jingkrak sendiri. Tanganku memegang dadaku, jantungku berdetak kencang pertanda jika hatiku sedang bahagia. Buru-buru aku ke lantai dua dan membereskan kamar yang memang khusus diperuntukkan tamu yang berkunjung ke rumahku ini. Setelah selesai membereskan kamar tidur tamu, aku mulai memasak dengan bahan-bahan yang ada. Kurasa aku tidak perlu berbelanja karena bahan-bahan yang kuperlukan cukup tersedia. Sungguh, aku tidak sabar menunggu Andrew datang ke rumahku. Rasanya aku ingin sekali berduaan dengannya, bermesraan, kalau mungkin making love, tapi itu sangat tergantung pada situasi nanti.
-----ooo-----​

Denta Pov

Mobilku melaju di jalanan yang tak lengang. Sudah biasa bila akhir pekan kemacetan lalu-lintas mengular di jalan ini. Tidak aneh memang karena jalanan yang sedang aku lalui ini adalah jalanan yang selalu dilintasi para wisatawan ke lokasi wisata di bagian selatan kota. Untungnya sekarang aku ditemani Andrew sehingga aku tidak merasa terlalu bosan karena kemacetan ini. Di perjalanan pulang, kami mengobrol seperti biasa dan seringkali kami sambil mengeluarkan banyak candaan agar perjalanan tidak terasa membosankan.

Hingga tak terasa, aku dan Andrew sampai juga di rumah. Kami disambut istri dan kedua anakku. Walau pun hati diliputi dengan kegamangan, tapi aku tetap bersikap normal. Aku dan Andrew memutuskan untuk membersihkan badan terlebih dahulu di kamar masing-masing, dan aku melanjutkannya dengan sembahyang maghrib. Setelahnya, aku menuju dapur dan di sana istriku telah menunggu.

“Apakah Uci akan pulang malam lagi?” Tanya istriku padaku ketika aku duduk di kursi meja makan.

“Papa lupa ngasih tahu mama … Uci sekarang sudah punya kamar kost di dekat toko. Dia memilih untuk ngekost untuk menghemat waktunya. Tempat kost-nya dekat kampusnya juga, daripada harus pulang ke sini.” Jelasku.

“Memang Uci pernah bilang mau ngekost sama mama. Tapi gak bilang kalau hari ini dia mulai pindah.” Kata istriku.

“Hai! Apakah makan malamnya sudah siap?” Tiba-tiba Andrew datang lalu menghampiri meja makan.

“Oh … Ini baru selesai. Silahkan!” Wida yang menjawab pertanyaan Andrew.

“Kalau begitu, mari kita santap. Aku sudah tidak sabar mencicipinya. Kelihatannya makanan ini lezat.” Ucap Andrew sambil duduk di kursi seberangku.

“Ayo! Kita makan.” Sahutku.

Masing-masing piring telah penuh dengan menu makan malam yang dipilih sesuai selera. Acara makan malam pun dimulai setelah pembicaraan basa-basi sebelumnya. Saat ini dentingan pertemuan antara piring, sendok dan garpu menjadi pengiring suasana makan malam. Andrew memuji istriku yang dikatakannya sangat pandai memasak. Masakan istriku sangat enak sampai dia tidak mau berhenti makan. Aku tersenyum dalam hati. Apakah ini salah satu cara dia untuk merayu wanita, dan aku rasa itu sangat biasa.

“Umumnya perempuan cantik itu gak bisa memasak karena takut tangannya kotor atau terluka.” Ucapan Andrew yang ini sungguh membuatku terkejut. Aku baru sadar jika pujian Andrew tentang masakan adalah baru pembukaan. Dan baru saja aku mendengar kata-kata ajaibnya.

“Kamu ini bisa saja.” Sahut istriku yang kulihat pipinya sedikit merona, dan aku sangat tahu kalau istriku sedang tersanjung.

Pujian Andrew pun terus keluar dari mulutnya dan istriku tidak henti-hentinya menyunggingkan senyum. Sungguh, aku terkejut mendengar semua pujian Andrew kepada istriku. Gaya dan pujiannya begitu maut memikat. Memperdaya calon mangsa yang berminat. Kata-katanya tidak ada yang spesial, biasa saja, tetapi entah kenapa selalu meninggalkan kesan yang mendalam. Bahkan, aku pun tidak merasa dilecehkan. Andrew memang juara dalam hal memuji orang.

“Kamu beruntung punya istri seperti dia, Denta …” Ujar Andrew membuatku tersenyum.

Acara makan malam pun usai, dan kami masih berbincang di ruang makan sembari menyantap hidangan penutup. Setelah itu, aku dan Andrew berpindah tempat ke ruang tengah. Saat hujan lebat dan berangin mengguyur, memang lebih nyaman ngobrol sambil menikmati minuman hangat. Belum lima menit aku ngobrol dengan Andrew di ruang tengah, tiba-tiba suara dering dari WhatApp terdengar. Aku berjalan ke kamar untuk mengambil alat komunikasiku dan ternyata Uci yang memberikan kabar daftar bahan bangunan yang harus dipesan. Setelah membaca pesan dari Uci tersebut, kemudian aku segera kembali ke ruang tengah dan melanjutkan obrolan dengan sahabatku.

Ngobrol dengan Sahabat memang selalu seru. Saat ngobrol ngalor-ngidul membahas apa saja, dari yang namanya pekerjaan dan drama-dramanya, tiba-tiba mataku terasa berat. Aku berusaha menahan rasa kantuk ini. Berkali-kali mulutku menguap lebar. Kantuk ini makin menjerat, alam mimpi kian merapat.

“Hei! Kamu ngantuk, Denta?” Tanya Andrew dengan nada heran.

“Iya … Gak biasanya aku ngantuk di jam seperti ini.” Jawabku sambil menguap lagi.

“Ya sudah … Kebetulan aku juga sudah ngantuk. Lebih baik kita istirahat saja.” Ujar Andrew sembari bangkit dari duduknya.

“Maafkan aku ya Andrew … Gak seperti biasanya aku ngantuk seperti ini.” Kataku yang juga segera bangkit dari duduk.

“Ok …” Ucap Andrew.

Aku melihat Andrew menaiki anak tangga menuju kamarnya. Setelah itu, aku pun berjalan ke arah kamar. Mungkin aku terlalu keras bekerja dan memang sangat kurang tidur, akhirnya saat inilah tubuhku memaksa untuk diistirahatkan. Tak butuh waktu bermenit-menit, setelah aku merebahkan badan di atas kasur, aku langsung terlelap bagaikan orang mati.
-----ooo-----​


Wida Pov


Aku masih mencuci piring bekas makan malam sambil berpikir bagaimana caranya agar aku bisa berduaan dengan Andrew. Permasalahannya adalah suamiku yang terus bersama dengan pria bule ganteng itu, seakan dia tidak ingin lepas saja. Lamunanku buyar ketika mendengar suara derit pintu yang terbuka dari arah belakang. Refleks aku menengok ke belakang, dan alisku terangkat sebelah ketika mengetahui siapa yang datang.

“Perlu bantuan?” Tanya orang yang sedang aku lamunkan. Senyuman Andrew begitu hangat seakan memeluk tubuhku saat ini.

“Oh … Tidak perlu …. Sudah selesai kok … Apakah kamu ada perlu? Biar aku siapkan.” Kataku lembut sembari mengelap tanganku dengan serbet.

“Tidak. Aku hanya ingin ngobrol saja denganmu.” Andrew berdiri di dekat meja makan.

“Loh?! Bukannya kamu sedang ngobrol dengan Denta?” Tanyaku heran sembari menghampirinya. Lalu aku berdiri di depannya sekitar satu langkah. Tubuhnya jangkung sehingga aku harus sedikit menengadah untuk menatap wajahnya.

“Denta kelelahan. Jadi dia tidur.” Jawab Andrew dan tentu saja aku kegirangan.

“Dia memang perlu tidur banyak. Dia sangat sibuk dan jarang tidur.” Kataku sambil tersenyum.

“Makanya aku beri dia obat tidur, supaya tidurnya banyak. Aku jamin dia akan tertidur sampai besok pagi.” Ujar Andrew membuat mataku membulat. Tapi itu tak lama, aku langsung terkekeh kecil.

“Hi hi hi … Kamu jahat ih! Masa sahabat sendiri dikasih obat tidur sih …” Suaraku sengaja dibuat genit.

Tiba-tiba Andrew melangkah mendekatiku. Tangannya diletakkan di pinggangku. Kini wajah kami saling berhadapan dan tentunya aku harus menengadah. Mata kami saling bertemu. Sejuta keinginan menyelinap di antara kami. Apa yang tersembunyi dalam hati saat ini.

“Aku datang ke sini karena menginginkanmu.” Ucap Andrew yang tak sempat kubalas karena bibirnya sudah menempel di bibirku.

Dan kami pun berciuman entah berapa lama, yang jelas ada kehangatan yang sangat menjalar ke tubuh kami berdua. Ciuman kami penuh hasrat dan sangat bergelora. Akhirnya aku melepaskan ciumanku dan mendorong pelan tubuhnya.

“Pergilah ke kamarmu, nanti aku akan menyusul. Aku harus menidurkan anak-anakku dulu.” Kataku yang dijawab dengan anggukan dan senyumannya.

Aku segera bergegas ke kamar anakku. Ternyata mereka sudah tertidur. Aku pindahkan anak-anakku ke tempat tidurnya masing-masing. Setelahnya, aku langsung menuju kamar Andrew. Tanpa sungkan lagi, aku masuk dan menutup pintu. Ternyata Andrew sudah menungguku di atas tempat tidur. Tubuhnya sudah polos, tak sehelai kain pun menempel di badannya. Hatiku mendesah tatkala melihat kejantanannya yang mengacung keras. Batang penisnya begitu besar dan panjang mendongak ke atas serta banyak ditumbuhi bulu di sekitarnya.

“Cepatlah! Aku tidak sabar mencicipi tubuhmu.” Ucap Andrew.

“Sabar dong sayang …” Jawabku sambil melucuti pakaianku sendiri.

Kini tubuhku polos sama seperti pria bule itu. Aku pun naik ke atas tempat tidur dan berbaring di sisinya. Kami saling berhadapan menyamping dan tentu saja dengan bibir kami yang sudah saling melekat, tangan saling meraba dan berpandang-pandangan penuh nafsu. Rangsangan demi rangsangan memberi stimulus. Lenguhan lirih bersaing dengan napas kami yang kian berat keluar berlomba-lomba. Tiba-tiba Andrew melepaskan ciumannya dan kupergunakan untuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

“Wida …” Andrew berbisik tepat di telinga kiriku. “Apa yang kamu inginkan?” Andrew menggodaku dengan menggigit mesra cuping telingaku sambil menyelipkan jilatan-jilatan halus. Sementara itu tangannya tiada henti menggelitik daerah kewanitaanku.

Desisan dibarengi desahan keluar dari mulutku sambil meremas leher dan pundak Andrew, “K..kamu tahu … mmh … Apa… yang aku mau…”

“Aku perlu kamu beritahu.” Ucap Andrew sembari memasukan jari tengahnya perlahan ke rongga senggamaku, menggoda lebih dalam, demi memaksa keluar pernyataan yang tak perlu dipertanyakan lagi.

“Aah .. haaa … Andrew please ….” Aku mendesah nikmat.

“Apa yang kamu inginkan?” Sorot mata berwarna biru Andrew menatap lurus tepat ke dalam mataku. Aku tertegun sejenak mengatur deru napas sambil membalas tatapannya. Belum sempat aku bersuara, desahan panjangku keluar karena tiba-tiba Andrew mendorong masuk jarinya lebih dalam di bawah sana.

“F..fuck… Fuck me…” Meluncur juga keinginanku.

Andrew pun berbisik, “Baiklah …”

Andrew menaiki tubuhku dengan perlahan. Aku merasakan penisnya yang sangat keras, besar dan panjang menyentuh permukaan kewanitaanku. Kemudian terasa sekali kepala tongkat saktinya mulai menekan gundukan kewanitaanku dan menggeseknya kuat-kuat. Aku pikir Andrew akan langsung mengeksekusiku, tetapi perkiraanku salah besar. Andrew malah menurunkan tubuhnya. Kini dia mengambil posisi berjongkok di depanku, di tengah-tengah pahaku yang dipentangkan lebar olehnya.

“Andrew … Apa yang kamu lakukan?” Pekikku karena terkejut bercampur heran. Aku melihat wajah Andrew hanya satu jengkal dari area kewanitaanku.

Andrew tidak menjawab, tetapi langsung mengangkat pahaku lebih tinggi sehingga pantatku agak tarangkat dan vaginaku lebih terekspos. Dia memandangi gundukan vaginaku yang montok tanpa jembut dengan penuh nafsu. Tanpa tedeng aling-aling dia langsung melumat bibir vaginaku dengan semangat.

“Andreeewww … A..apa yaaangghh…..” Jeritku kecil sambil berusaha menjauhkan kepalanya dari selangkanganku.

Tapi, pria tampan itu tetap bersikeras. Malah lidahnya mulai menyelusup ke dalam vaginaku yang sudah basah kuyup itu, sambil menggerakkan lidahnya naik turun dengan cepat sepanjang alur vaginaku. Lenguhku menjadi lebih heboh lagi, karena rasa gatal tiba-tiba muncul dengan dahsyatnya. Rasanya ada yang berusaha hendak keluar dari vaginaku dan rasa itu berkumpul, bergetar, mengirimkan gelombang kenikmatan ke sekujur tubuhku. Tanganku kini tidak lagi berusaha menjauhkan kepalanya dari vaginaku, malah menekannya semakin erat ke selangkanganku. Sambil menjilati klitorisku yang makin menonjol, jari tengahnya juga aktif mengocok lubang vaginaku. Suara becek pun berkecipakan, ditingkahi oleh lenguhanku yang dibanjiri oleh sensasi birahi yang semakin memuncak. Aku mendesah keenakan. Kepalaku menggeleng ke kiri dan ke kanan. Punggungku semakin melengkung.

Tidak sampai lima menit kemudian, “Andrew … Aku mau ….” Kataku terbata-bata. Dia makin cepat mengocok lubang vaginaku yang semakin banjir.”Ooooh …!” Jeritan orgasmeku keluar seiring banjir cairan orgasme dari vaginaku. Tidak ingin membiarkan aku istirahat, ketika aku mencapai orgasme, Andrew malah semakin kencang mengocok dan melumat klitorisku. “Aaaahhh… Andreeww…” Rengekku yang kembali dilanda gelombang orgasme yang berturutan. Pantatku sampai terangkat dan kelonjotan karena sensasi orgasme yang bertubi-tubi. Baru dia melepaskan rangsangannya.

“Lebih enak lagi kan pas kamu keluar kali ini?” Tanyanya sambil Tersenyum.

Aku berusaha mengatur napasku yang memburu, baru menjawab, “Kamu pinter banget. Belum apa-apa aku udah tiga kali nyampe, sampe lemes rasanya.”

“Jangan lemes dulu … Ini kan baru pendahuluan. Belum menu utamanya.” Ujar Andrew yang kini sudah rebahan di sampingku. Tangan kanannya melingkari tubuhku, sementara tangan kirinya dijadikan penyangga kepalanya.

“Iya … Tapi beri aku waktu untuk istirahat dulu.” Kataku sembari menyampingkan tubuh hingga wajahku berhadapan dengan wajahnya.

“Wida … Dari siapa kamu tahu Bermuda Community?” Tanya Andrew dengan tatapan ingin tahu.

Tanpa ragu aku pun menjawab, “Namanya Abdi … Abdi mengenalkan aku pada Lusi. Dan Lusi yang mendaftarkan aku ke Bermuda Community.”

“Hhhmm … Aku mengenal mereka.” Ungkap Andrew.

“Ya, Lusi pernah bilang kalau kamu meneleponnya. Abdi sekarang sedang tugas luar kota, kemungkinan besok baru pulang.” Kataku sambil tanganku merayap ke bawah lalu menggenggam penisnya yang menurutku lebih besar dari kepunyaan Abdi.

“Aku ingin sekali bertemu dengan mereka. Sudah lama aku tidak berjumpa dengan Lusi dan Abdi.” Kata Andrew.

“Bagaimana kalau besok kita semua bertemu di rumah Lusi?” Ajakku.

“Boleh … Besok kita berkumpul di rumah Lusi.” Andrew terlihat antusias.

“Dan sekarang …???” Godaku.

“Kamu sudah siap?” Andrew balas menggoda dan kujawab dengan anggukan kecil.

Andrew pun bergerak ke selangkanganku. Kedua tangannya langsung mengangkangkan pahaku lebar-lebar. Sambil setengah membungkuk, dia menekan pantatnya ke arah selangkanganku. Sekejap saja, kepala penisnya sudah mencium bibir vaginaku dan mulai menyeruak masuk. Cairan pelumas vaginaku memudahkan batangnya yang besar untuk melesak masuk. Batangnya masuk sebagian ke vaginaku yang sudah basah kuyup. Aku agak tersedak karena sensasi benda asing yang sangat menyesaki dinding vaginaku.

“Besar sekali … Rasanya penuh banget deh keisi batangmu.” Ucapku sambil menikmati rasa yang begitu nikmat.

Adrew hanya tersenyum dan dia mulai menggerakkan batangnya keluar masuk dengan teratur. Semakin lama semakin cepat. Karena vaginaku kesempitan, banyak cairan cintaku yang ikut keluar ketika dia menarik batangnya. Itupun batangnya baru masuk setengahnya. Dia tidak mau memaksa langsung membenamkan seluruh batangnya, karena dia ingin aku terbiasa dulu dan ikut menikmatinya.

Seiring semakin lancarnya gerak keluar-masuk kejantanannya dalam vaginaku, semakin keras lenguhan birahiku. Kepalaku menggeleng-geleng tak terkontrol. Andrew sudah berhasil menancapkan seluruh batang kejantanannya, terasa sampai mentok di dasar vaginaku yang paling dalam. Vaginaku terasa seperti terkena aliran listrik. Sedap dan sungguh nikmat.

“Sempit banget vaginamu … Penisku serasa diremas-remas. Aku seperti sedang bercinta dengan perawan.” Andrew memuji kerapatan vagiaku dan aku pun tersenyum senang.

Kedua buah dadaku bergerak juga naik turun karena goyangannya yang dahsyat. Aku melenguh hebat ketika rasa gatal di vaginaku digaruk-garuk oleh batangnya, sehingga meledak tanpa bisa dibendung. Orgasmeku kali ini lebih hebat dari yang sebelum-sebelumnya. Kali ini Andrew tidak menghentikan aksinya. Kejantanannya terus merangsek bagian dalam vaginaku. Bahkan dia semakin ganas mengocok dan mengobel-ngobel vaginaku. Gerakan naik turun pantatnya, diselingi gerakan memutar-mutar, membuat aku memasuki fase birahi yang lebih tinggi lagi.

“Andrew … Nikmat banget, aaaah …” Lenguhku penuh nafsu.

Payudaraku menjadi bulan-bulanan bibir Andrew sehingga menimbulkan rasa yang luar biasa. Rasa nikmat yang diberikan Andrew sudah membuat aku lupa segalanya. Selama sepuluh menit, aku mengalami dua orgasme lagi, yang kucapainya nyaris tanpa jeda karena dia tetap menggenjot dengan kecepatan tinggi ketika aku mencapai puncak.

“Andrew … Aku lemes banget … Udah lima kali orgasme tapi kamu belum juga keluar.” Kataku tersengal-sengal.

Andrew menghentikan goyangannya, dan menarik keluar batangnya. Aku memanfaatkan waktu itu untuk memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam. Kepalaku terasa ringan karena sensasi orgasme yang bertubi-tubi. Rasa bahagia dan nikmat masih meliputi seluruh tubuhku.

Ternyata Andrew menyodorkan penis raksasanya ke wajahku. Andrew mengatakan kalau dirinya sebentar lagi klimaks. Tanpa ragu aku raih penisnya dengan tangan kananku lalu kumasukkan ke dalam mulutku. Aku mengisap kepala kemaluannya, bermain dengan lidahku dan bermain dengan kocokan tangan di sebagian batangnya, sampai penisnya yang besar bergerak di sekitar mulut sempitku. Segera dia menekan kepalaku sampai penisnya penuh di mulutku lalu dia menembakkan spermanya di mulutku dan aku menelan semua spermanya.

“Oooohhh …” Andrew pun mendesis saat klimaksnya usai.

Andrew ambruk di samping tubuhku. Kami terdiam sejenak sebelum kami saling menyamping berhadapan. Andrew tiba-tiba memelukku, mencium pipiku lembut, lalu kedua hidung kami beradu. Kami saling menatap. Menatap dalam-dalam, menjadikan kami satu. Satu entitas. Malam itu kami habiskan dengan bercinta hebat dan panjang. Kami bercinta hingga benar-benar puas. Sampai akhirnya, aku meninggalkan Andrew di kamarnya dan aku tidur di samping suamiku setelah membersihkan badan dan mengganti pakaian terlebih dahulu.

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd