SIDE QUEST FILE #11
Saturday, 14 February
Case File : To All The Girls Ive Loved Before
Demam Valentine mewabah di mana-mana. Nuansa pink tiba-tiba menjadi epidemi di tiap sudut mata memandang. Kado dan hadiah berupa coklat adalah hal yang lumrah diperdagangkan saat ini. Bunga menjadi laris dan best seller mengalahkan produk apapun. Pada hari ini saja.
Belum terhitung lagi alat kontrasepsi berupa karet pengaman dan tingkat hunian hotel meningkat drastis. Tak terkira juga berapa banyak perawan-perawan baru yang akan dibuka segelnya.
Ini tidak hanya terjadi di sekitarku. Ini fenomena global. Ha... ha... ha... Jutaan segel akan dikoyak hari ini.
Tak terhitung juga banyak ajakan kencan untukku. Ada yang disampaikan langsung, lewat telepon, SMS dan sejenisnya. Secara malu-malu, modus, terang-terang, vulgar dan juga nyeleneh.
Di kelasku, ada tradisi tukar-tukaran kado Valentine ini. Terserah mau bertukar kado pada siapa. Dari cewek ke cowok, cewek ke cewek, tapi yang langka adalah cowok ke cowok. Tapi pastinya ada juga. Xixixi.
Ini hal yang paling malas kulakukan tetapi harus kulakukan dan bisa kugunakan untuk bertukar kado dengan teman sekelasku dan lainnya.
Untuk Satria... sergah seorang gadis tiba-tiba. Padahal aku baru di ambang pintu kelas dan ia menyodorkan bungkusan kecil berbentuk kotak dengan pita berwarna pink.
Makasih, Fauziah... kataku berusaha tersenyum. Kurogoh dalam tas ranselku dan mencari-cari isinya. Ada beberapa bungkusan di dalamnya dan kukeluarkan satu.
Ini untuk Fauziah... kuserahkan bungkusan kotak yang hampir mirip dengan miliknya. Matanya berbinar-binar menerima hadiah dariku.
Selamat Valentine, Fauziah... kataku pada gadis berjilbab itu. Ia tersenyum lebar dan memegang erat hadiahku.
Sama-sama, Satria... jawabnya. Ia langsung masuk kembali ke kelas dengan riang; kembali ke tempat duduknya. Di dalam kelas ternyata sudah terjadi beberapa pertukaran hadiah itu. Beberapa bahkan sudah mendapat beberapa hadiah sekaligus.
Andrew sedang mengunyah potongan coklat yang sudah dibuka bungkusnya. Ada beberapa bungkus miliknya, disebarnya sembarangan di atas meja.
Sat? Elu mau satu? tawarnya pada bungkusan coklat miliknya.
Masa kau bagi-bagiin di sini? Nanti yang punya liat gimana? tolakku juga sedikit nasihat padanya.
Di kelas ini gak akan ada cewek yang mau ngasih coklat ke gue kecuali Fauziah itu... Belangnya gue sudah ketauan di sini... Ini banyakan dari cewek dari kelas lain-lah... kilahnya tak tau malu.
Oh... Banyak, ya? pujiku pada prestasinya.
Iya banyak... Elu dapat dari Fauziah? tanya Andrew rupanya melihat adegan di depan pintu barusan.
Iya... Ini... kataku dan menunjukkan bungkusan kecil itu. Aku duduk di sampingnya dan menyimpan tasku di dalam laci meja.
Kalau elu belum sarapan... makan aja coklatnya... katanya tak terlalu panjang lebar. Ini efek dari kejadian beberapa bulan lalu saat kejadian dengan Silva dan Silvi. Ia menjadi sedikit respect dengan kekuatanku.
Kayaknya Fauziah membagi coklat ini ke semua orang di kelas ini, ya? sadarku kalau di meja di depan Andrew, ada bungkusan coklat yang sama. Teman-teman sekelas lain juga mendapatkannya. Kirain Fauziah yang sealim itu ada minat denganku. Ge-eR, ya?
Tak lama sebuah SMS masuk ke HP-ku. Tulisannya
EO said:
pulang skul lgsg dijemput jgn kemana pemainnya lbh banyak skrg drpd ultahmu kemarin
Begitu isi SMS dari EO acara ini. Siapa lagi kalau bukan Silva, Silvi dan Aya. Mungkin mereka sudah membentuk arisan kali ini karena perkumpulan mereka sepertinya semakin banyak saja pesertanya. Peserta awalnya adalah yang hadir di acara ulang tahunku di ruang karaoke akhir Oktober kemarin; April, Jessie, Aya, Silva dan Silvi. Lalu aku dikejutkan dengan bergabungnya Synvany, Nining, Fantina dan juga Della.
Entah bagaimana mereka bisa diyakinkan untuk bergabung, menjadi akrab dan sering bertemu walau tanpa kehadiranku. Terakhir kali pertemuan mereka, mereka sedang foto bareng di sebuah restoran, kulihat dari sebuah postingan foto di Facebook milik Aya.
Wah! Itu hampir semua dari perempuan yang memberiku ZODIAC CORE. Minus si kucing betina Leonny, putri Bernadette Srevakova, ratu peri pohon Vlasq, Safriani alias Suriani dan terakhir adalah Maria. Kalau saja mereka bisa menghubungi perempuan-perempuan itu, aku yakin pasti terkumpul semua, deh.
Hari Valentine di hari Sabtu sangat greget. Semua yang merayakannya aku yakin sangat berbahagia. Pasti akan banyak gesekan-gesekan nikmat yang terjadi. Dada-dada yang terbuka dan cairan surga yang menetes hingga regukan terakhir. Memang aku tidak punya pasangan resmi saat ini tetapi aku sama sekali tidak kekurangan tangan untuk digenggam.
Apalagi jaminan kenikmatan yang akan kudapat beberapa saat lagi kala beberapa perempuan yang mengadakan acara ini berkumpul bersama dengan satu titik temu; aku.
Akulah yang telah menyatukan mereka dan membuat mereka akrab. Aku tidak pernah menyangka kalau aliran hubungan ini akan menjadi sedemikian rupa. Bayangkan saja sembilan perempuan cantik itu berkumpul di satu tempat dan rela kau perlakukan apa saja. Tentunya diberi kenikmatan, dong...
--------
Satria? sapa suara perempuan di belakangku.
Ya? sahutku dan menoleh. Ternyata Fauziah tadi. Ada apa, Zia? tanyaku dengan nama panggilan yang sering kudengar dari teman-teman dekatnya.
Hari ini ada acara? tanyanya malu-malu. Ia sedikit menunduk kala berbicara padaku. Hingga aku tidak bisa melihat jelas wajah manisnya yang dibingkai jilbab putihnya. Ia jadi sangat suci dengan pilihan penampilannya ini. Kemeja lengan panjang, jilbab panjang sampai menutup dada dan juga rok abu-abu panjang.
Ada, Zia... Itu mungkin sedang ditunggu jemputanku di luar... Ada apa? terangku. Ini sudah waktunya pulang sekolah di hari Sabtu ini dan para peserta arisan yang bekerja pasti pada libur.
Yaah... Ng... Gak jadi aja, deh... Daag... katanya langsung balik badan dan beranjak pergi.
Zia... Katakan dulu... Kalau sempat aku akan datang... Ada acara apa? tanyaku agak bersuara keras karena ia sudah menjauh. Tidak enak kalau mengecewakan undangan cewek cantik sepertinya.
Beneran? sahutnya agak berteriak. Ia kembali menghampiriku dan mengeluarkan sebuah kartu dari dalam tasnya. Diserahkannya benda itu padaku.
BUKAN VALENTINES DAY PARTY
Begitu judul acaranya dibuat dengan font mencolok dan besar. Ada alamat tempat acara itu berlangsung.
Usahakan datang, ya? Ga kena biaya apa-apa, kok... Datang aja dan ramaikan acaranya... Mungkin sampai tengah malam juga... jelasnya.
Ini acara model seperti apa? Ada tema khusus? tanyaku membolak-balik kartu itu.
Gak ada tema khusus... Datang aja seperti biasa... Apa Satria mau bawa teman? tanya Fauziah tembak langsung. Ini seperti interogasi. Ada udang di balik batu.
Gak... Mungkin aku datang sendirian aja... Eh... Udah ya, Zia... Aku cabut dulu... Yang nungguin udah bolak-balik nelpon terus... Mereka sudah di depan... Akan kuusahakan datang... Daag... kataku langsung berlari keluar sekolah lewat gerbang. Mobil hatch-back Fantina sudah ada di depan sekolah dan memberi tanda dengan lampu depannya yang berkedip beberapa kali.
Saat aku menyebrang jalan, pintu belakang kanan terbuka memberiku akses masuk.
Buru-buru banget? Pesawatnya udah mau berangkat? candaku begitu pantatku sudah duduk di jok belakang mobil. Di sampingku ada Aya. Di depan Della dan Fantina di belakang setir.
Kita ada strict schedule yang harus kami tepati... Kalau tidak acaranya bisa berantakan... kata Aya memasang sabuk pengaman miliknya dan memasangkannya untukku.
Wah... Mau ngebut, nih? sadarku karena aku sampai harus memakai safety belt.
Tenang aja, Satria... Jangan ragu sama kemampuanku... OK? kata Fantina alias Ana. Seorang mantan pembunuh bayaran nomor satu dunia yang telah berubah penampilan 180°.
Mobil kecil itu lalu melaju kencang dan meliuk-liuk di jalan raya dengan lincahnya. Semua penumpangnya terbanting-banting kala manuver yang dilakukan Fantina melibas beberapa tikungan patah atau menyalib kendaraan lain. Aya, Della dan aku berpegangan pada pegangan yang ada di atas pintu untuk tetap ada di tempat.
Kendaraan yang seyogyanya hanya muat untuk 5 orang itu melaju terus semakin cepat karena memasuki jalan bebas hambatan dan menuju ke pinggiran kota. Dari arahnya, kutebak menuju arah pelabuhan.
Benar saja, mobil ini kemudian masuk ke pelabuhan dan menuju tempat parkir. Semua pintu lalu terbuka kecuali di sisiku. Kuikuti mereka dan keluar. Di parkiran, aku melihat mobil hatchback milik Jessie, sedan Silva-Silvi dan mobil jeep Land Cruiser milik Synvany.
Kemana? tanyaku kebingungan. Ketiganya berjalan relatif terburu-buru menuju pelabuhan. Mau kemana rencana mereka ini? Di sini hanya ada kapal-kapal kecil, restoran, tempat pemancingan dan sejenisnya.
Ikut aja... kata Aya dan menarik tanganku. Jadilah aku ditarik-tarik seperti kambing untuk diarahkan kemana harus menuju. Belok ke kiri aku ikut ke kiri. Belok ke kanan aku belok ke kanan. Jalan terus tanganku terus ditarik. Kayak mau dijagal gitu...
Banyak boat bagus di dermaga ini... gumamku sendiri. Dermaga mengapung ini dibuat untuk menambatkan kapal-kapal boat sekelas motor yacht ukuran kecil sampai menengah. Bertenaga 200 sampai 500 PK.
Itu kapal boat siapa? Kok cewek cantiknya banyak bener? Punya raja minyak, ya? gumamku tak henti-henti mengagumi walau silau oleh sinar matahari yang terik. Walaupun keluargaku kaya raya, tapi kami bahkan tidak punya kapal semacam ini. Mungkin karena mereka belum berminat. Kalau jet dan mobil mewah ada.
Aya menarikku menuju kapal boat bernama Mariana Celecaõ itu dan terlihat kalau cewek-cewek cantik yang kulihat tadi adalah April, Jessie, Silva, Silvi, Synvany, dan Nining. Sekarang sudah jelas.
Hai, Satria? sapa mereka semua dengan manis.
Oh... Hai... jawabku kikuk. Karena disapa sekaligus oleh bidadari-bidadari tercantikku. Senyumku pasti mengembang lebar melihat mereka semua berkumpul di satu tempat di momen seperti ini. Keren. Pada pake bikini semua.
April-Jessie-Aya-Silva-Silvi
Vany-Nining-Fantina-Dellayani
Kapal siapa ini? tanyaku pada siapa saja yang berkenan menjawab. Aya melepas tarikannya pada tanganku dan meniti jembatan kecil untuk menaiki kapal dari dermaga kayu.
Ini punyaku, Satria... Bagus, kan? jawab Fantina dari belakang dan menepuk bahuku.
Punyamu? Uangmu banyak sekali? Menang undian? tanyaku tak percaya.
Aku memang cuma pekerja kantoran biasa... tapi liat dulu tabunganku... Kalau kupakai berfoya-foya setiap hari selama 100 tahun juga gak bakalan habis, loh... katanya genit dan mengerling.
Oo... Benar... Uangmu banyak... Fantina nomor satu, deh! pahamku dari mana asal uang banyaknya. Sebagai mantan pembunuh nomor satu dunia, penghasilannya pasti sangat besar dari pekerjaan lamanya itu. Ini bisa dibilang sebagai pensiun muda.
Tentu aja... Kapal Della ada di samping... tunjuk Fantina pada kapal lainnya di samping.
He... he... he... Kalau bosan kami sering balapan pakai ini di weekend... kata Della yang sudah naik ke atas Mariana Celecaõ milik Fantina. Miliknya sendiri bernama Santander de Guyana.
Kalian tidak takut ketahuan OSSR? tanyaku agak khawatir. Aliran uang segitu besar seharusnya akan sangat mencurigakan.
Jangan khawatir, Satria... Ini semua aman... Kita nikmati Valentine day ini saja, ya? Semua sudah naik? kata Della. Semua sudah berada di atas kapal dan dengan sigap dilepasnya tali tambat kapal lalu melompat naik.
Mesin kapal menderu dan bergerak mundur. Fantina sendiri yang menahkodai kapal miliknya. Ia berada di belakang kemudi. Angin laut sudah terasa membelai penumpang di atas Mariana Celecaõ.
Aku salah kostum, ya? kataku sadar diri karena hanya aku yang tidak memakai pakaian yang sesuai dengan lokasi. Di laut seharusnya berpakaian santai. Seperti yang sedang dilakukan kesembilan perempuan ini. Rata-rata mereka memakai atasan bikini dan bawahnya dibalut pareo.
Gak pa-pa Satria... Gak harus, kok... Lagipula salah kami mengajakmu terburu-buru begitu... Nanti ganti aja seragam sekolahmu di tempat tujuan kita... kata Jessie yang memakai kacamata hitam berbingkai lebar.
Memang kita mau kemana? tanyaku.
Liat aja nanti... Tempatnya asik kok... kata Della yang baru turun dari geladak atas. Ia baru saja melepas kemejanya dan ia memakai bikini di baliknya seperti yang lain.
Sejak kapan kalian jadi akrab begini? tanyaku pada siapapun. Pada Synvany dan Nining terutamanya.
Dah lama, Satria... Kamu aja yang terlalu sibuk jadi gak tau apa saja yang kami kerjakan... jawab Nining. Ia juga memakai sebuah bikini penutup dadanya dan pareo berwarna pelangi seperti yang lain. Sedang Synvany hanya tersenyum-senyum malu.
A-Fang... Teman-temanmu ini bisa menjerumuskanmu, loh? ledekku pada gadis manis bermata sipit itu.
Satria yang lebih berbahaya, kok... balasnya tak kalah meledek.
Berbahaya? Aku cuma sendirian di sini... Berbahaya gimana? Aku bisa jadi korban yang menyedihkan, loh? kataku pasrah diapakan saja oleh mereka semua.
Silva! Silvi? panggil Aya untuk bala bantuan.
Ada apa? Silva muncul dari geladak atas dan Silvi memunculkan kepalanya lewat pintu masuk dari geladak belakang. Keduanya merasa tidak perlu memakai pareo dan berkeliaran hanya dengan bikini saja. Hal itu diikuti Aya juga.
Satria merasa sebagai korban... kata Aya meneruskan provokasinya. Ia merasa perlu membuatku semakin tersudut.
Tunggu aja sampai kita tiba di tujuan... kata Silva berkacak pinggang.
Kau akan berharap ada yang akan datang untuk menyelamatkanmu... sambung Silvi kompak.
A-Ada apa ini? Apa yang kalian rencanakan padaku? kataku berhak untuk mulai khawatir.
Hmm... Tempat itu jauh dari manapun... Semoga saja kau tidak menangis minta pulang, ya? kata April dengan senyum dikulum.
Udah-udah... Kalian jangan menakut-nakuti Satria seperti itu... Nanti dia gak mau ikut acara kita lagi baru tau rasa? kata Jessie menengahi. Ia bahkan melotot pada adiknya Aya yang masih berusaha menakutiku.
Huh... Jessie gak asik... Jarang-jarang acaranya mulai seru di awal... Padahal ini juga idemu, kan? kata Aya.
Ide utamanya dari A-Fang... Kita semua setuju, kan? kata Nining berseru riang. Mereka sangat dekat sepertinya. Kompak.
Nining juga ikut nambah yang seru-seruannya, kan? kata A-Fang membenarkan.
Aku bagian logistik sama keuangan aja, deh... kata Della sambil menyedot minuman kaleng dingin yang diambilnya dari kulkas.
Bagian acara... angkat tangan! seru Aya dan mengangkat tangannya. Diikuti Silva dan Silvi.
Stooop! seruku menghentikan perbincangan mereka yang tak kumengerti mengarah kemana. Apa yang kalian rencanakan? Acara apa yang kalian buat? tanyaku penasaran tingkat tinggi.
Tak ada yang menjawabmalah mereka semua keluar dari ruangan ini dan meninggalkanku sendirian.
Saat kuintip dari jendela bulat kapal, mereka sedang duduk berbincang di dek kapal bagian belakang yang tidak begitu luas. Rambut berkibaran mengikuti gerakan kapal yang menerabas lautan luas menuju kemanapun tujuan yang mereka rencanakan.
Sebentar lagi kita sampai, Sat... kata Fantina saat aku masuk ke ruangan nahkoda dimana ia sedang mengendalikan kapal sepanjang 11 meter/13 feet dan bertenaga 2x200 HP ini di balik kemudinya.
Dari peralatan kapal yang digunakannya, aku memperhatikan kalau Fantina mengarahkan kapal miliknya ini ke sebuah pulau kecil di tengah samudra. Ada sebuah peta laut yang diletakkannya di depan peralatannya. Pulau kecil bernama pulau Airtas. Aku baru dengar ada pulau kecil bernama itu.
Itu dia tujuan kita... kata Fantina menunjuk di depan kami. Ia menurunkan kecepatan kapalnya perlahan dan merapat ke sebuah dermaga kecil di semacam teluk di sebelah selatan pulau.
Pulaunya memang kecil tetapi cukup luas sekitar 4-5 hektar. Pulau itu dikelilingi pasir putih sebagai pantai dan makin ke tengah makin tinggi dan didominasi vegetasi pohon kelapa dan beberapa pohon keras lainnya. Selebihnya semak belukar dan pakis.
Di pinggiran teluk ada bangunan beton yang sepertinya masih sangat baru dibangun, berdiri kokoh. Gabungan arsitektur modern dan tradisional karena pada beberapa bagian masih digunakan bahan kayu, bambu dan juga ijuk.
Ada papan peringatan di depan bangunan. Pulau AIRTAS. Tanah pribadi. Dilarang masuk bagi yang tidak berkepentingan. KUHP 551/ AIRTAS Island. Private Property. No Authorize Entry.
Apa ini pulau milikmu juga, Fan? tanyaku pada Fantina yang baru saja mematikan mesin kapalnya. Di depan sana Della menambatkan tali kapal di dermaga dan yang lainnya bersiap turun.
Benar... Patungan sama Della... Waktu itu pulau ini masih murah harganya karena sangat kecil... Tapi lumayan kalau sudah dibangun... Cukup untuk kita semua... sahut Fantina dan mendorongku keluar ruang nahkoda. Dikuncinya pintu dan diarahkannya aku keluar kapal.
Selamat datang Airtas... Pulau pribadi kita... Yuuuhuu... kata Fantina berseru dan mengangkat kedua tangannya lebar-lebar. Ia langsung melompat dan mendarat di dermaga kayu. Menyusul teman-temannya yang sudah menyusuri dermaga menuju ke bangunan di pinggir teluk.
Wah... Enak ya kalau punya banyak duit... gumamku. Bisa membeli apa saja...
Aku membawakan sebuah kotak chiller yang berat dari atas kapal ke dalam bangunan saat Della baru keluar dari ruangan genset yang baru saja dinyalakannya. Suaranya sedikit berdengung dan semua peralatan elektronik di tempat ini menyala.
Masukkan ke dalam dapur aja, Sat... Sebelah sana... tunjuknya pada sebelah kiri bangunan. Aku membawa chiller itu ke sana. A-Fang ada di sana sedang menata isi kulkas.
A-Fang... sapaku.
Itu isinya minuman kaleng, ya? Bawa kemari, Sat... pintanya dan kubawa mendekatinya.
Kalian sudah sering kemari? tanyaku mulai mengorek keterangan.
Mm... Lumayan sering... Wa ikut bantu mendesain bentuk villa ini... Asik, kan? jelas A-Fang memasukkan dan menyusun beberapa kaleng minuman di dalam kulkas berukuran besar ini.
Temanmu jadi semakin banyak kalau begitu, Fang? kataku berjongkok di sampingnya.
Berkat, Satria juga, kan? katanya menyentuh bahuku dengan tangannya yang dingin oleh es.
Bagus, deh kalau begitu... Aku mau ambil barang-barang lagi dari atas kapal... Dag, A-Fang... kataku beranjak pergi dari dapur. Jangan sampai terlihat yang lainnya kalau aku berduaan saja dengan Synvany. Gak enak sama yang lain...
Eh... Sat... Bantuin angkat kotak ini ke atas... sergah Nining yang aku temui begitu aku keluar dari dapur.
Iya-iya... segera kuangkat kotak yang dimaksudnya. Cukup berat dan aku mengikutinya naik ke lantai 2.
Nining ikut membantu membangun tempat ini juga? tanyaku sambil menikmati geyal-geyol pantatnya dari belakang selagi menaiki tangga.
Semua ikut bantu... Yang ngebangun tukang bangunan, dong... Paling yang masih punya kekuatan si Della, doang... Dia bagian ngancur-ngancurin yang berat... kata Nining dan kami sampai di lantai 2. Tentu saja, Della masih mempunyai CORE istimewa di tubuhnya dan STONE PUNCH itu sangat kuat.
Taruh di situ aja... kata Nining menunjukkan tempat aku harus meletakkan kotak itu di atas lantai.
Ada banyak kamarnya... kataku setelah memperhatikan cepat lantai 2 ini.
Di atas sini ada 6 kamar... dan di bawah ada 2 lagi... Hmm... Kamar Satria... Aku lupa... Coba nanti kutanya sama Aya lagi... Dia yang membagi kamar-kamar... kata Nining. Aku turun dulu, ya? katanya langsung turun kembali lewat tangga.
Kuperhatikan Nining yang menuruni tangga dan kembali hilang di pintu masuk berukuran besar. Lobi villa ini cukup luas dan terang oleh sinar matahari yang masuk dari jendela berukuran besar dan pintu yang dibuka lebar.
Tidak turun, kutelusuri lorong lebar dan tinggi dengan enam kamar yang saling berhadapan itu. Diujung lorong ada balkon terbuka yang menghadap ke halaman belakang luas dan hutan kelapa. Ada tangga kecil untuk turun dari sini.
Sedang apa, Jess? tanyaku pada Jessie yang sedang menyusun beberapa benda. Ada yang bisa kubantu?
Tidak usah, Satria... Ini... mau menyalakan briket ini... Kita mau memasak untuk makan siang... Kau lapar, kan? katanya menolak untuk dibantu.
Yakin tidak mau dibantu? kataku mendesak.
Iya, yakin, Satria... Satria jalan-jalan aja deh keliling pulau... Kau pasti suka tempat ini... katanyanya malah mengusirku yang mungkin sudah mulai terganggu dengan pekerjaannya.
OK, deh... kataku lalu menyingkir. Aku berjalan berputar hingga aku sampai di bagian depan villa kembali. Ada kesibukan juga di bagian depan pulau. Aya, Silva dan Silvi sedang berusaha mendirikan beberapa buah payung pantai berukuran besar.
Kali ini aku tidak menyapa mereka. Cukup melihat saja dari jauh karena sepertinya semua orang di pulau ini punya tugas dan tanggung jawab masing-masing kecuali aku.
Satria! panggil Fantina yang baru turun dari kapal Mariana Celecaõ-nya. Ia melambai-lambaikan tangannya supaya aku cepat menghampirinya. Aku berlari kecil di atas pasir putih untuk menyambanginya.
Ada apa, Fan? setelah aku mencapainya.
Kami akan sibuk sebentar disini... untuk berbagai macam persiapan... Lebih baik kau keliling pulau ini dengan jetski... Itu sudah kuturunkan di belakang kapal... Ini kuncinya... kata Fantina cepat dan menyerahkan kunci kendaraan air yang dimaksudkannya.
Oh... Ya... Makasih... kataku bengong. Kirain ada apa aku dipanggil, ternyata karena aku sepertinya mengganggu tugas-tugas mereka. Atau lebih parah lagi kalau aku merusak pemandangan di sini.
Di belakang kapal boat, ada dua buah jetski yang ditambatkan. Kucoba menyalakan jetski yang paling dekat di dermaga dan hidup. Mesin jetski meraung dan aku bergerak menjauhi teluk pulau Airtas.
Kugeber putaran gas jetski ini sampai mentok dan aku melaju di atas gelombang kecil lautan yang tenang. Lalu kukitari pulau kecil ini dengan kecepatan sedang. Semua tepi pulau merupakan garis pantai dengan pasir putih dengan ombak tenang. Bagian tengah pulau agak menjulang tinggi dengan bukit yang ditumbuhi pepohonan sekitar 12-15 meter. Memberi semacam pemecah angin Barat untuk melindungi bangunan yang didirikan di bagian selatan pulau. Ada bebatuan karang di dua sisi pulau yang kurang lebih berfungsi sama sebagai penghalang angin. Pohon nyiur tumbuh subur di sekeliling pulau dengan ketinggian lebih dari 5 meteran. Buahnya tumbuh lebat dan besar. Pasti menyegarkan untuk minum air kelapa mudanya di cuaca terik.
Enak juga kalau snorkeling di pantai dengan air sejernih ini. Tapi aku sama sekali belum mengganti pakaian sekolahku. Masih seragam sekolah putih-abu-abuku yang mulai lembab kena percikan air laut.
Ah. Masa bodo. Gak ada siapa-siapa di sini. Berenang hanya dengan celana dalam aja, siapa yang bakal lihat?
Kutepikan jetski ini sampai naik ke atas pasir pantai. Pakaianku kusampirkan di atas jok jetski dan aku kembali ke air lagi.
Airnya segar dan jernih. Tidak jauh dari pantai aku sudah bisa melihat terumbu karang muda dengan banyak ikan-ikan cantik berenang bebas. Aku tidak bisa berlama-lama menyelam menikmati keindahan terumbu karang karena aku harus naik ke permukaan dan mengambil nafas. Lebih bagus lagi kalau aku bawa kacamata snorkeling dan selang bantu nafas.
Tak terasa aku sudah bermain air beberapa lama sampai aku semakin jauh dari pantai dimana jetski kuparkir. Aku merasa kalau aku semakin mahir menyelam dan menahan nafas.
Wah... Aku sudah punya AQUARIUS. Kenapa tidak kumanfaatkan? Bego banget! Aku sudah mendapatkan ZODIAC CORE ke-11 itu tanggal 9 Februari kemarin dari Maria.
AQUARIUS? Aqua artinya air dan CREATURE FORM ZODIAC CORE adalah mahluk aneh berkepala kodok dan memanggul kendi air di bahunya. Itu pasti mahluk air yang bisa bernafas di dalam air dan bergerak bebas di dunianya.
Bagaimana kalau kekuatan khusus AQUARIUS yang kutetapkan adalah kemampuan bernafas di dalam air dan bergerak bebas di dalamnya? Sempurna!
SUBMERGE dan GILL!
Tubuhku lalu tenggelam secara alamiah dengan SUBMERGE. Bergerak secara natural di dalam air seolah aku adalah mahluk air yang memang terlahir dan besar di dalamnya. Gerakan tubuhku untuk maju dapat dilakukan dengan mudah semudah kalau aku berjalan atau berlari di darat.
Pernafasanku bisa berlangsung dengan ajaib di air! Air yang kutelan sudah seperti udara biasa saja. Gelembung air bersirkulasi di tubuhku dan paru-paruku menyaring oksigen dari air dan mengeluarkannya lewat bukaan insang jadi-jadian dari kedua sisi iga-ku. GILL yang keren, bukan?
Yuu-huuu! seruku senang kala meluncur cepat berenang di kedalaman air laut. Beberapa ekor ikan yang berenang cepat mengiringi mencoba mengimbangi kecepatanku. Aku sudah berubah menjadi layaknya manusia ikan dengan pengaplikasian dua kekuatan khusus ZODIAC CORE AQUARIUS.
Meluncur kencang lalu melompat keluar air dan berputar seperti lumba-lumba. Lalu masuk kembali ke dalam air dengan hempasan kuat seperti paus. Menimbulkan riak besar dan sedikit rasa pusing di kepala.
Aku mengambang terlentang di dalam air merasakan segarnya air di sekitarku. Sinar matahari yang menembus densitas air memberikan pancaran cahaya berbagai spektrum. Bergoyang-goyang ritmis ditiup angin seperti rumput gajah di ladang yang lama tak diusahakan.
Tempat ini indah sekali. Airnya terasa manis dan juga enak. Seandainya saja dari sini aku bisa langsung ke Australia, akan kujemput Carrie dan bermain di sini bersamaku. Sayang kalau cuma dinikmati sendiri saja. Memang semua laut berhubungan erat. Kalau aku terus berenang tanpa berhenti terus ke arah Selatan, aku akan memasuki Samudra Hindia, terus berbelok ke Barat, aku akan mencapai pantai Timur Australia pada akhirnya.
Ya... dan menjadi imigran gelap karena masuk tanpa izin... candaku ngobrol sendiri saat aku muncul ke permukaan untuk melihat keadaan di atas sini.
Loh? kagetku karena lingkungan tempat ini sudah sangat berubah. Sudah sampai mana aku bermain hingga aku muncul di suatu rawa yang asing. Airnya tawar dan cukup jernih. Rerumputan gelagah tumbuh menjuntai di tepian rawa dan pepohonan tumbuh jarang.
Hei... Aku tau tempat ini? kagetku lebih-lebih setelah kusadari tempatku berada sekarang. Ini sungai kecil dimana Carrie dan Nicole sering bermain pada liburan musim panas. Aku pernah diajak keduanya ke tempat ini dan kami mandi telanjang bertiga di sini. Air sungai terasa sangat dingin. Mungkin ini sekitar 12-15°C saat ini karena ini sekarang musim gugur di benua terkecil ini.
Bagaimana aku bisa sampe kemari? heranku bukan kepalang. Aku keluar dari air dan menepi. Tiba di bebatuan besar dengan sebuah pohon besar di sampingnya. Aku kenal sekali tempat ini. Bentuk batunya, warnanya, teksturnya. Carrie dan Nicole berlompatan ke dalam air sungai kecil dari atas batu besar ini.
Apa yang terjadi? Bagaimana aku bisa tiba-tiba sampai kemari? Apa aku secara tidak sengaja menggunakan satu kekuatan khusus baru? Bagaimana mungkin aku yang sedang berada di lautan di Indonesia sana bisa tiba-tiba muncul di sungai kecil di pedalaman Australia sini.
Aku tadi membayangkan bisa langsung ke Australia sini dan menjemput Carrie untuk bermain air laut dengannya...
Ada yang datang...
Dua orang gadis bersepeda dalam balutan baju hangat. Uap udara hangat mengepul dari wajah keduanya. Aku segera mengenali keduanya sebagai Carrie dan Nicole. Jadi mereka-pun kerap kemari walau cuaca dingin. Aku mengawasi keduanya dari balik pepohonan. Terutama Carrie.
Ia masih sibuk dengan kamera HP-nya. Ia memfoto mode selfie dirinya sendiri atau merekam dengan tongkat narsis-nya (tongsis). Begitu juga dengan Nicole. Sibuk juga mengetik sesuatu di HP-nya. Mungkin sedang bertukar pesan dengan temannya.
Kenapa aku malah ngumpet? Aku bisa saja keluar dan menemui keduanya tapi kemudian kusadari, bagaimana aku menjelaskan keadaanku saat ini? Aku yang hanya memakai celana dalam sedang kumpul-kumpul dengan 9 wanita cantik di sebuah pulau terpencil di hari Valentine begini tanpa memberitahu mereka dan sebuah kecelakaan membuatku terdampar di sini tanpa tahu kenapa? Seberapa masuk akal itu terdengarnya?
Memang tidak masuk akal, Satria... Logika Carrie sekarang sudah hampir mendekati umurnya seharusnya sekarang... Kau tidak akan bisa menduga pikiran gadis remaja saat sekarang ini... kata ARC UNDINE alias Andin lewat UNDINE DROP-nya.
Ya... Itu yang kukhawatirkan juga... Dia bisa tiba-tiba cemburu atau malah marah... Liatlah dia... Pada hari begini ia tidak disibukkan oleh perayaan Valentine. Hanya menghabiskan harinya dengan adiknya di tempat begini. Membuat video pendek dan foto untuk di-posting di sosial media-nya... Hanya agar aku melihatnya... Tapi aku? Bersenang-senang dibelakangnya... bisikku pada Andin.
Jadi? Apa yang sedang terjadi saat ini? Apa kau merasa kedinginan? Cuma pakai celana dalam begitu? tanya Andin.
Itu tidak masalah... Aku saat ini sedang memakai INSULATION punya BLACK SWAN... Dingin begini tidak masalah bagiku... Masalah utamanya... bagaimana aku bisa tiba di sini? ujarku bersandar di balik batang pohon besar ini. Bersembunyi dari Carrie dan Nicole di sebelah sana.
Apa kau yakin tidak menggunakan kekuatan khusus baru secara tidak sengaja? Beberapa CORE istimewamu masih ada yang belum lengkap kau dapatkan semua kekuatannya... pendapatnya.
Aku juga berpikir begitu... Beberapa kekuatan khusus yang sekarang kukuasai... juga dulunya didapat secara tidak sengaja... Tapi walaupun tidak sengaja... tetap selalu ada kesadaran saat aku menggunakannya... Ada niat atau keinginan lalu kekuatan dari CORE istimewa tertentu akan diambil untuk melaksanakannya... Tapi ini tidak ada terjadi seperti itu... Begitu keluar dari air... Boom! Aku sudah ada disini... Aneh, kan? jelasku mengingat runtutan kejadiannya walaupun agak kurang jelas.
Ada ide yang mungkin terdengar gila... Tapi kau tahu sendiri ada begitu banyak misteri di dunia ini... Kau mau dengar? kata Andin lagi.
Apa itu? Coba katakan... kataku.
Kau masih ingat SACRED WELL yang dikejar-kejar OSSR dulu? ujar Andin mencoba membawaku ke beberapa bulan lalu. Petualangan berbahaya bersama organisasi rahasia pimpinan Cyrus dan wakilnya Güthberg. Aku mengangguk tanda masih ingat.
Bagaimana kalau gerbang yang sejenis dengan SACRED WELL itu yang telah membawamu kemari dari lautan sana? ungkap Andin tentang teorinya.
SACRED WELL itu, ya? Masuk akal, sih... gumamku. Tapi SACRED WELL yang di data OSSR menuju dunia lain... Seperti juga pohon besar di taman Asri yang menuju VANGUARZH di dunia Mythral dan sumur persegi di daerah puncak menuju negeri asal Rackt Fayq... Apakah gerbang di tengah laut di dekat pulau Airtas itu terhubung ke sungai kecil disini? pikirku.
Itu patut kau coba... Atau kau lebih pilih pulang dengan cara normalpesan tiket pesawat... Kau tidak bawa apa-apa saat ini dan satu-satunya yang kau kenal disini adalah keluarga Carrie... Atau yang agak ekstrim adalah terbang pulang dengan sayap XOXAM... kata Andin lebih mirip bercanda yang kelewatan.
Aku bisa ditembak pesawat tempur Australia kalau terbang tinggi dari sini... kataku beralasan. Itu bukan pilihan bagus.
Kau bukan mesin dan radar Australia tidak akan menangkap panas tubuhmu... Kalau begitu semua burung-burung yang bermigrasi dari luar ke Australia akan ditembak jatuh, dong... sanggah Andin masuk akal.
Benar... Teori SACRED WELL-mu itu patut dicoba... Bantuin, ya, Din... kataku pasrah.
Perlahan aku turun kembali ke dalam air dingin sungai di pedalaman Bloomingfield, Perth-Australia ini. Walau tidak begitu dalam, tapi SUBMERGE, GILL dan INSULATION kuaktifkan. Aku menyelam ke dalam air sungai dan kembali ke posisi di mana aku muncul tadi.
Sedikit ke kiri... Benar... Tepat... Disini posisi pas-nya... kata Andin memberi arahan posisiku saat kembali muncul ke permukaan tadi.
Yang sangat aku ingat adalah sinar matahari yang menyesap masuk dan menerangi permukaan air bagai selendang sutra yang melambai-lambai. Bagai dawai-dawai yang dipetik lembut. Bak rerumputan gajah di ladang yang lama tak diusahakan.
Kembali pulang... gumamku.
Ada sedikit distorsi... Aku merasakannya! Coba ke permukaan, Satria... seru Andin merasakan ada sedikit perbedaan di atmosfir.
Airnya jadi lebih hangat... sadarku merasakan sekelilingku yang terasa berbeda. Aku berenang ke permukaan. Jaraknya sudah cukup dalam. Tetapi...
... tidak asin... klorin... Ini kolam renang di rumahku... sadarku begitu aku sampai di permukaan air. Ini kolam renang indoor yang ada di bawah rumahku. Kolam ini cukup panjang dan sistemnya bergabung dengan kolam renang yang ada di rumah si kembar lima.
Kenapa sampe kemari, Din? heranku semakin besar.
Apa tadi yang kau harapkan? Kau minta spesifik kembali ke pulau itu, kan? tanya Andin balik.
Aku minta kembali pulang... ingatku pada niat yang kuinginkan. Kembali pulang ke pulau Airtas maksudku.
Apa ini artinya SACRED WELL ini bisa membawa kita kemanapun yang kita mau? tebak Andin.
Mungkin saja... Tapi aku harus kembali ke pulau Airtas... Mereka pasti mencariku dan kalau mereka hanya menemukan pakaianku di atas jetski... mereka pasti akan berpikir yang tidak-tidak... Di sana tidak dapat sinyal telepon... ingatku lalu menenggelamkan diri kembali.
Jangan salah tujuan lagi, Satria... Kau gak mau berakhir di toilet, kan? canda Andin jorok menurutku. Hiih...
Cahaya yang kulihat di permukaan adalah cahaya lampu yang ada di langit-langit kolam indoor. Aku secara spesifik minta dikembalikan ke titik SACRED WELL yang sama di dekat pulau Airtas.
Ini air asin... sadarku merasakan perubahan viskositas air dan densitas yang bersalinitas segar. Ini air asin yang segar seperti yang ada di air laut dekat pulau Airtas. Aku berenang kembali ke permukaan.
Itu pulau Airtas... seruku begitu aku muncul di permukaan air dan menemukan pulau kecil itu mengapung di sebelah belakangku. Jaraknya sekitar satu kilometer dari tempatku berada sekarang. Wah... Aku bermain airnya sudah cukup jauh ternyata... Aku mulai berenang perlahan kembali ke pulau Airtas.
Sepertinya ini tidak cocok disebut sebagai SACRED WELL... Mungkin kita telah menemukan satu anomali alam aneh yang membalik dimensi ruang dan jarak... Karena kita masih tetap di dimensi dunia ini... dan jarak antar tempat jadi kacau seperti ini... pendapat Andin dengan analisanya.
Jadi menurutmu ini bukan SACRED WELL? tanyaku memastikan. Kalau bukan SACRED WELL lalu apa?
Kalau aku disuruh menamainya... aku akan menamainya Aqua-Micro Wormhole... Lubang cacing Micro di air... Lubang cacing yang sangat kecil... Lokasi dan waktunya acak... Kebetulan saja kau menemukannya di tengah laut ini... Mungkin juga muncul karena terpancing kekuatan SUBMERGE dan GILL yang baru kau gunakan... Tetapi terlalu banyak parameter probabilitas yang harus dihitung dan ditelaah tentang kebenaran teoriku ini... Apa kau tertarik untuk menelitinya? kata Andin.
Menelitinya? Mm... Aku tidak mengerti soal penelitian begitu... Biasanya aku menyerahkan soal beginian pada Hellen... Dia selalu tau apa yang harus dilakukan... kataku tentang kemampuanku. Karena itu aku selalu perlu untuk bertukar fikiran dengan orang lain... dan selama ini kau orangnya, Din...
Apa kau tidak berpikir untuk membentuk tim... Tim yang berisi orang-orang berkemampuan khusus... yang memiliki ketertarikan yang sama... pada hal-hal semacam ini... Hellen bisa menjadi bagian tim itu kalau ia tertarik bergabung... usul Andin.
Tim? gumamku perlahan.
Benar juga... Aku selalu bekerja sendiri walaupun banyak juga yang menolongku kalau ada hal yang tidak bisa kulakukan... ingatku kembali pada petualanganku terdahulu. Pernah kami sekeluarga penuh menyerbu kampung yang penuh pendekar tangguh. Semua pendekar itu kami sikat habis dalam semalam. Itu masih tim keluarga. Tanpaku, mereka juga pernah mengacak-acak semua fasilitas OSSR. Anggota utamanya adalah papaku dan Oom Ron. Itu tim yang sangat luar biasa kuat.
Kalau kau mempunyai tim... berbagai macam hal bisa dikerjakan dengan lebih mudah dan daya jangkaumu akan semakin luas karena dilakukan oleh beberapa orang sekaligus... jelas Andin akan keuntungan mempunyai tim.
Tapi itu semua belum krusial memang... Tapi kau harus memikirkan kemungkinan itu di masa depan... Pastinya akan ada banyak hal yang harus dipersiapkan... Antara lain; keuangan, logistik, rekrutmen, tempat bekerja, sumber daya, transportasi dan semacamnya... Ada banyak hal... Itu semua tidak akan bisa dikerjakan dengan gegabah... jelas Andin secara garis besar saja tentang kebutuhan pembentukan tim tadi.
Kepalaku jadi tiba-tiba puyeng memikirkannya, Din... Nanti aja, yah kita bicarakan itu lagi... sahutku karena aku sudah hampir tiba di pantai pulau Airtas dimana jetski itu kuparkirkan.
--------
Sudah puas kelilingnya, Sat? tanya Fantina yang menyambutku di dermaga. Ia masih memakai bikini tadi siang. Juga yang lainnya tetap sama. Minus tanpa pareo lagi. Mereka masuk ke dalam villa dan menghilang di belakang.
Ya... Aku sudah mengitari pulau ini sampe jauh bahkan... kataku dan menyembunyikan tentang petualangan kecilku tadi.
Eh... Makan dulu, yuk... Kau pasti lapar... Udah jam segini... kata Jessie yang mendekat menyusul Fantina. Ia sepertinya sudah selesai dengan barbeque di halaman belakang. Ada aroma daging panggang dari tubuhnya. Pasti lezat.
Yuk... Kami memang tinggal menunggu Satria doang... kata Fantina dan mendorong punggungku agar bergerak.
Di depan villa, tepatnya di atas pasir pantai ada kayu bakar yang ditumpuk. Mungkin nanti malam akan ada acara api unggun. Bertiga kami berjalan bersama ke belakang rumah melewati papan nama peringatan itu kembali.
Nama pulau ini dari namamu yang dibalik, Satria... ujar Andin.
Mm... Apa? kataku tak terlalu memperhatikan.
Airtas... Satria... jelasnya.
Spontan aku berhenti di depan papan itu. Benar! Airtas dibalik jadi Satria. Namaku...
Kenapa? Kamu baru sadar, ya? Dasar lemot! guyon Fantina menepuk bahuku. Didorongnya lagi tubuhku hingga aku tetap berjalan; tidak berhenti di papan nama pulau itu.
Tempat ini bisa kau jadikan tempat tim itu berkumpul, Satria... ingat Andin kembali.
Nanti aja, deh, Andin... Fantina! Kenapa pulau ini pake namaku, sih? protesku pada perempuan yang pastinya jadi biang kerok semua ini.
Ha... ha... ha... Itu bukan ideku sendiri... Waktu itu aku usul pulau ini dinamai pulau Satria sekalian... Ha... ha... ha... gelaknya. Kami terus berjalan sampai hampir mencapai halaman belakang villa.
Ada apa? Kenapa kau tertawa gitu, Fan? tanya Della yang sedang menuang jus ke beberapa gelas dari sebuah teko.
Si Satria baru nyadar kalau Airtas itu dari namanya yang dibalik... Ha... ha... ha... Fantina terus tertawa di keramaian ini.
Itu milih namanya pake voting segala, loh? kata Nining yang duduk bersama Synvany di sebuah sofa yang sudah disusun berkeliling di halaman belakang ini. Tadi furnitur ini belum ada. Kapan mereka menyusunnya?
Hasilnya nama Airtas yang paling banyak dipilih sebagai nama pulau kecil ini... kata Aya yang duduk bertiga dengan Silva dan Silvi yang sedang asik makan daging panggang.
Tidak apa-apa, Satria... Kan keren kalau ada pulau yang dinamakan dari namamu sendiri... kata A Fang menimpali. Ia tersenyum lebar hingga matanya menghilang tinggal segaris saja.
Kenapa kau keberatan, Satria? Terlalu mencolok, ya? Kan tidak terlalu keliatan juga kalau tidak tau sejarahnya... Lagipula nama itu sudah didaftarkan ke pemerintah... Dokumennya sudah masuk dan tidak mungkin diubah lagi... jelas Jessie sambil memotong-motong daging yang sudah selesai dipanggangnya.
Pulau ini satu dari banyak gugusan kepulauan yang belum punya nama... Pemerintah juga berterima kasih kita beri nama pulau ini, kok... Kita hanya perlu memperpanjang dokumen kepemilikan pulau ini tiap lima tahun sekali... Fantina udah urus dan bayar 25 tahun sekaligus... sambung A Fang tentang status pulau ini.
Mm... Gitu... Ngomong-ngomong... Dagingnya enak... Boleh nambah? kataku yang mendengarkan penjelasan mereka sambil makan. Kusodorkan piring milikku ke depan. Jessie datang dan membawakan daging tambahan.
Biasanya... apa saja kegiatan kalian kumpul-kumpul di pulau ini? Tempat ini cukup jauh dari kota kita, kan? tanyaku basa-basi sambil terus makan. Dagingnya empuk, penuh bumbu dan tidak terlalu manis; sesuai seleraku.
Ya... Makan-makan begini... Main air... Ngegosip... Bakar api unggun di pantai... Makan lagi... Begadang sambil ngobrol di bawah bintang... Bangun kesiangan... Pulang... Hati riang... Ya begitu... jelas April merangkum kegiatan mereka kalau sedang berkumpul di pulau Airtas.
Mm... Asik, ya? Hidup tanpa beban begitu... kataku masih mengunyah bagian makananku.
Siapa bilang hidup tanpa beban?... Pulang masih harus kerja... sekolah... kuliah... Ini bagian dari refreshing, Satria... kata Nining menimpali. Tapi hidup ini harus dinikmati, kan? sambungnya.
Benar... Hidup jadi lebih berwarna begini, loh... Tapi kami gak melulu ke pulau ini terus, kok... Ada kalanya kami pergi ke tempat lain... Ke cafe... ke club... karaoke... salon... shopping... macam-macam, deh... tambah Synvany setelah disikut Nining.
Wah... perempuan banget... ke salon... shopping... Untung kalian gak ngajak-ngajak aku ke tempat begituan... Makasih... kataku yang hampir tersedak makanan dan Jessie memberiku segelas jus dingin.
Ya makanya Satria gak bakalan diajak ke tempat begituan... Bisa-bisa Satria bete ikut kami ke sana... Kalau di sini asik, kan? tanya Jessie sebelum kembali ke kursinya. Perhatiannya teralih karena Aya lewat di depannya dan mengambil minuman tambahan.
Asik, dong... Tempatnya bagus banget... Ini lebih keren dari villa milik keluarga kami yang di pinggir pantai sana... Bisa maen jetski... Berenang sepuasnya... Maen sama ikan sepuasnya... Tempatnya terpencil karena bukan jalur pelayaran dan penangkapan ikan... Top deh... pujiku pada pilihan tempat ini sebagai tempat berlibur.
Gini... Hari ini kan hari Valentin, nih... tahun lalu... apa yang kalian kerjakan? tanyaku sambil terus mengunyah daging panggang.
Kamu duluan-lah... Tahun lalu ngapain? balik Della cepat. Rupanya mereka tidak mau memberitahu sebelum aku memberitahu informasi itu.
Tahun lalu... Ng... Aku gak ngapa-ngapain... Kayaknya waktu itu Valentin jatuh hari Rabu atau Kamis gitu, deh... Tahun lalu aku gak punya pacar jadi aku latihan band sama teman-teman aja... kenangku tentang Valentine tahun lalu yang biasa-biasa aja.
Beneran? sergah Aya dengan nada tidak percaya. Masak sebelum sama Carrie, Satria tidak punya pacar? Pacar pertama Satria, dong dia? cecarnya.
Benar... Apa sih kriteria pacar? Karena secara resmi aku belum pernah nembak Carrie, loh... Belum pernah ada ucapan seperti maukah kau menjadi pacarku? atau kita pacaran yok? atau semacamnya... Kalau dari pandangan orang lain... mungkin benar Carrie pacar pertamaku, ya? jelasku.
Tahun lalu kami datang ke pesta Valentin yang diadakan teman sekolah kami... Tengsin juga datang berdua bukan sama pacar... mulai kenang Silva tentang Valentine tahun lalunya bersama saudari kembarnyaSilvi.
Eh... Iya... Aku juga diundang loh, Silva... Tapi aku gak punya cowok... Jadi gak datang... Cuma mewek di kamar... kata Aya melirik kanan-kiri menunggu yang lain membocorkan kegiatannya saat Valentine tahun lalu.
Aku nonton TV sinetron romantis di rumah... aku Jessie mengingat kegiatannya tahun lalu.
Waktu itu... aku gak ngapa-ngapain juga... Semua gebetanku sedang bersama pasangannya masing-masing... Jadi cuma mencoba menghibur diri sendiri aja... kata April mencoba mengingat apa yang dilakukannya saat seperti ini tahun lalu.
Boro-boro Valentin-an... Aku masuk shift malam kayaknya waktu itu... Jadi gak sempet mikirin itu... Hi... hi... hi... gelak Nining mengingatnya.
Tahun lalu wa masih punya banyak kelas tambahan... Dan juga aku tidak punya teman... jadi tak ada yang memberi wa coklat atau semacamnya... kenang Synvany tentang kegiatannya tahun lalu.
Aku menembak seorang penguasa korup yang sedang dinner dengan selingkuhannya Valentin tahun lalu... Sebaiknya aku tidak menyebut namanya, ya? kata Fantina tentang aksinya Valentin tahun lalu.
Sama... Aku juga sedang mengintai targetku... Mereka berpesta di sebuah kabin di tengah hutan pribadi yang diselimuti salju... Ah... hari yang menyenangkan tapi dingin... kenang Della yang profesinya dulu juga sejenis dengan Fantina.
Kok kita sama semua, ya? Senasib gitu? kata Silvi menanggapi semua pengalaman masa lalu kita setahun lalu. Jomblo-jomblo ngenes! Jones! Kah... kah... kah... gelaknya sambil memegangi perut yang kenyang.
Tapi semuanya sekarang tidak lagi... Kita bisa merayakannya bersama-sama... Makan-makan... kata Nining memegang piringnya yang kosong.
Eh, Ning... Jangan kebanyakan makannya... Nanti gendut kayak wa dulu, loh? kata Synvany.
Kayaknya si Nining makannya banyak tapi gak gendut-gendut, deh, Fang... sadar April tentang nafsu makan Nining yang termasuk besar.
He... he... he... Makanku ini udah dikit, loh... Udah gak bisa banyak-banyak... Dikit aja... Maksudnya... dikit-dikit makan... kata Nining memberi mimik lucu.
Katanya elo udah jarang ke lapangan... di ruangan terus? Cacingan, ya? canda Della agak sinis.
Mungkin juga, sih... Cacingnya Satria... Ha... ha... ha... tanggapnya tertawa lepas. Mereka semua ikut tertawa terbahak-bahak.
Apaan, sih? Kok aku dibawa-bawa? Apa aku membuatmu cacingan? tanyaku tak paham. Lemot karena masih asik makan.
Satria gak punya cacing... Dia punya anakonda! Kah... kah... kah... seru Silva menepuk-nepuk sofa yang didudukinya sambil terus tertawa.
Eh... Serius, nih? Bagaimana kalian bisa kompak ngumpul begini? Terlepas dari urusan emak-emak seperti kalian yang suka arisan sejenisnya... Apa yang membuat kalian bisa bersama? kataku meletakkan piring makanku yang masih menyisakan beberapa potong daging di atas paha, untuk menegaskan kalau pertanyaanku memang serius