Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Quest

--------​
Kami lalu duduk-duduk ngobrol di bangku taman yang banyak tersebar di seputaran Fakultas Kedokteran UGM ini. Tepatnya tidak jauh dari ruang praktikum tadi. Banyak mahasiswa yang berseliweran di sekitar kami dan kadang menyapa kak Frissa dengan hangat.
“... kamu ada pertandingan di Jogja sini, Mar?” tebak kak Frissa. Tentunya akan sangat mengherankan bagaimana ia bisa keluar dari asrama dan melakukan perjalanan jauh seperti ini selain ada alasan yang khusus ini.
“Iya, kak... Aku curi-curi waktu nemuin kakak kemari... Tadinya kami ke kos kakak yang di jalan Kaliurang itu... Tapi kata orang di sana kakak udah pindah kos... Makanya kami langsung aja ke kampus kakak...” jelas Maria yang duduk tepat di samping kak Frissa. Kak Frissa sudah melepaskan jas lab putihnya dan menyimpannya di tas cangklongnya. Ia memegangi sebuah sarung tangan berbahan tipis seperti stocking.
“Ooh... Maafin kak Frissa, ya?... Kakak tidak memberi kabar apa-apa... Bahkan nomor telepon kakak sekarang sudah ganti yang baru... Waktu kecopetan HP-nya juga ngikut...” jelasnya meminta maaf.
“Kak Frissa sudah jauh berubah sekarang... sejak sudah tidak dengan kak Yosi lagi...” kata Maria mulai menyusun kata-katanya. “Tapi kakak jadi jauh lebih cantik sekarang...” pujinya. Ia memandangi wajah kak Frissa lekat-lekat.
“Kakak sudah berubah sekarang... Menjauhi dosa itu...” jawabnya menunduk. Sepertinya ia sungguh-sungguh menyesali semua perbuatan dosanya di masa lalu dan mulai menata dirinya agar lebih baik lagi di mata Tuhan. “Kakak harap ini adalah bagian taubat kakak... Pergaulan menyimpang yang kita lakukan dulu itu sungguh jauh dari fitrah kita sebagai manusia, Maria...” katanya.
“Apakah kalian masih terus melakukan “itu” di klub, Maria?” tandasnya tiba-tiba.
Maria mengangguk pelan.
Kak Frissa menghela nafas panjang setelah melirikku sebentar. Ia sepertinya sudah paham apa posisiku sekarang ini. Ia menggeser duduknya sedikit agar ia bisa berhadapan dengan Maria langsung.
“Ini bagian dari dosaku juga dahulu... Aku paham perasaanmu, Maria... Kakak juga pernah seumuran denganmu... Diposisimu ini sekarang... Yang bisa kakak katakan adalah... bahwa semua itu adalah sia-sia... Hanya hampa yang akan kau rasakan...”
“Tapi, kak...?” potong Maria.
“Iya... Kakak tau bagaimana perasaanmu... Kakak tau kalau Maria suka sama kakak... Kakak sudah tau itu sejak dulu...” potong kak Frissa juga. “Tapi maaf, Maria... Kakak sudah menjauhi dunia itu semua... Kakak sudah pisah total dengan kak Yosi dan sekarang diapun juga menjalani hidup lurus yang normal-normal aja... Ia sekarang tinggal di Bali belajar melukis dengan seniman sana... Kabar terakhir ia punya pacar bule Australi dan laki-laki tulen... Tapi itu terserah dia... Itu hidupnya... Dan Maria liat kakak... Ini jalan yang kakak pilih... Dan kakak tak bisa menerima perasaanmu... Maaf, Maria...” tegas kak Frissa. Jalan yang kak Frissa pilih adalah jalan taubat.
--------​
Kami berpisah dengan kak Frissa setelah berbincang-bincang setengah jam kemudian karena ia ada kelas lagi. Kak Frissa ternyata sudah menikah dengan seorang ustadz yang dulu pernah mengkhitbah-nya setengah bulan yang lalu. Pernikahan mereka dilangsungkan tanpa ada resepsi meriah pada umumnya. Hanya dihadiri kerabat dekat saja seperti kemauan mereka berdua. Kak Frissa hanya meminta syarat untuk tidak hamil dulu sampai ia menyelesaikan kuliah kedokterannya yang lumayan berat dan itu diterima suaminya.
Pesan terakhir kak Frissa untuk Maria adalah untuk meninggalkan dunia sesat yang menyimpang itu segera. Kalau Maria ingin mencari kebahagian, lakukanlah dengan wajar dan lurus. Sepertinya nasehat itu juga ditujukan padaku secara tidak langsung.
Jawaban keputusan tegas kak Frissa sangat jelas mengultimatum Maria bahwa tak ada kesempatan sama sekali ia akan bisa bersama Maria. Sampai kapanpun. Dan setelah itu Maria-pun hanya bisa diam.
Di dalam taksi pak Sumarmo yang masih setia menunggu, kami saling diam. Aku menginstruksikan agar taksi diarahkan ke penginapan di pinggiran Jogja saja. Pak Sumarmo menawarkan penginapan murah milik kenalannya yang tak jauh dari jalan Malioboro.
Penginapan ini memang cukup sederhana dan letaknya juga masuk ke dalam gang yang ramai. Banyak penginapan sejenis ini karena terkenal murah dan sederhana. Tempat ini bersih dan asri apalagi kental dengan kebudayaan Jawa yang adiluhung. Ornamen kayu berukir banyak tersebar di sana-sini dan juga batik ada di mana-mana.
Aku memaksa Maria untuk makan siang di sebuah warung di depan penginapan ini dan menunya jauh berbeda dengan yang kami nikmati tadi malam. Menu andalan warung ini tentu saja nasi Gudheg dengan sambal goreng ati. Lezatnya makanan ini ternyata belum mampu menggeser suasana hati Maria yang masih gundah. Tadi malam aku berhasil menggeser mood-nya dengan bantuan menu nasi Kapau tetapi sekarang gagal. Sekarang masalahnya lebih berat dan jelas, sih.
Lalu lintas jalan Malioboro ramai sore ini dan akan berubah bak Car-Free night malam harinya. Kendaraan bermotor seolah maruk menggiling aspal jalannya karena sebentar lagi akan dilarang. Hanya pejalan kaki yang boleh melintas di landmark kota Jogya ini beserta berbagai lesehan para pedagang penghuninya. Banyak wisatawan yang khusus datang ke kota ini hanya untuk menikmati atmosfir khas Jogja di waktu malam. Jalan Malioboro seperti menyihir para laron untuk datang ke jejeran lesehan yang banyak memenuhi emperan jalan dengan berbagai jenis kuliner Jogja yang terkenal. Mengundang siapa saja untuk datang. Kalau sudah makan, tidak salah untuk makan lagi, toh?
--------​
“Aku harus menghentikan tradisi lesbi di klub renang...” tekad Maria setelah meneguk teh manis berwarna pucat itu.
Saat itu aku sedang membuka bungkus daun pisang pengganan bernama Arem-arem. Aku sudah menghabiskan 4 bungkus kue itu setelah makan sate kambing, oseng-oseng tahu, tahu kupat dan minum kelapa muda bakar. Lapar?
Malam ini, wisata kuliner kami berlanjut di Malioboro. Seorang wanita tua pemilik lesehan ini melayani kami dengan senyum khasnya yang tak bergigi. Sepasang kekasih ada di sekitar kami juga dan dengan mesranya saling suap wedhang ronde.
“Setau Maria... ada berapa banyak pasangan lesbi di Hati Murni?” tanyaku sambil mengunyah potongan terakhir Arem-arem itu. Rasanya manis dari gula Jawa yang lumer di dalamnya.
“Cukup banyak, Satria... Tetapi mereka semua adalah siswi senior seperti kita...” jawabnya. O-iya. Aku sekarang memakai wujud asliku. Bukan Satryani ataupun Max. Ini permintaan Maria sendiri, kok.
“Mereka baru berani terang-terangan setelah sampai kelas akhir seperti sekarang ini... Siswi junior sepengetahuanku tidak ada... Dan makanya harus segera di-cut mulai sekarang... agar tidak menjadi tren terus menerus... Apalagi kau sudah memulai revolusinya, kan?” kata Maria. Ia memesan Gudheg pada simbok itu. Lalu ditaburinya dengan sambal goreng ampela sampai setengah piringnya. Ritual makan kembali dimulai sepertinya, saudara-saudara...
“Oo... Makanya cewek di sini manis-manis, ya? Makanannya pada manis semua...” gumamku celingak-celinguk kanan-kiri pada pejalan kaki dan pengunjung lesehan lainnya. Banyak cewek manis di sekitarku.
--------​
“Hmm... Enak, Maria...”
Apa ini??
Terlihat gembungan tinggi selimut yang menutupi perut dan kakiku. Anu... Enak sekali. Hangat dan basah.
Ketika kutoleh ke samping dimana Maria tidur di ranjang single bed satunya, kosong. Bisa dipastikan kalau yang sedang menghisapi penisku ini adalah Maria.
Di cahaya temaram kamar sempit penginapan berukuran 3x3 meter ini, pelan-pelan kuangkat selimut untuk mengintip aksi Maria yang mengejutkan ini. Remang-remang aku melihat Maria sedang memasukkan penisku yang menggeliat bangun ke mulutnya. Dipejamkannya matanya menikmati penisku dengan syahdu. Lidahnya menjilat-jilat perlahan sepanjang batang kemaluanku.
“Marr...” sapaku mengelus ubun-ubun kepalanya.
“Enak?” tanyanya singkat tersenyum masih dengan kepala penisku di dalam mulutnya. Direbahkannya kepalanya di atas pahaku.
“Enak banget...” jawabku dan melebarkan kakiku juga menyingkirkan selimut itu. Aku sudah tidak memakai celana lagi ternyata. Entah bagaimana caranya ia bisa melepaskan celanaku saat aku tidur lelap tadi.
“Aku baru mulai belajar... Kalau gak enak tolong dikasih tau, ya?” katanya sambil mengocok penisku.
“Enak, kok...” jawabku.
Maria mengulum kedua buah pelirku sembari ia terus mengocok penisku. Dari gaya seperti ini, ini adalah praktek dari tontonan bokep. Itu memang salah satu guna utamanya. Selesai mengulum pelirku, ia mengulum kepala penis dan terus dikocok. Dikocok perlahan hingga kemaluanku membesar sampai maksimal akibat rangsangannya.
Ia kesulitan memasukkan penisku ke dalam mulutnya sekarang hingga hanya bagian kepalanya saja yang bisa dinikmatinya.
“Enak, Sat?” bisiknya melepas mulutnya tapi tidak tangannya. Ia terus mengocok penisku perlahan.
“Enak...” jawabku pelan.
Maria beringsut naik untuk mencapai mulutku. Dilumatnya bibirku tanpa melepas tangannya dari penisku. Dihisap-hisapnya bibir bawahku lalu lidahnya menyeruak masuk.
“Aku akan ikut tetap suka Satria sebagai seorang laki-laki apapun bentukmu... Mau sebagai Tria... Max atau siapapun... Aku gak perduli lagi...” kata Maria setelah melepas mulutku. Ia berbicara tepat di depanku dengan wajah sangat dekat.
“Satria sudah gunain ini sebagai pengganti dildo itu, kan?” lanjutnya meremas batang penisku yang berhenti dikocoknya. “Gunain lagi... Kali ini tidak usah pake pura-pura...” kata Maria tegas.
“Apa Mar...” kataku yang langsung dicegahnya dengan menutup mulutku dengan jari.
“Gak usah tanya-tanya lagi... Lakukan saja... Aku yakin... Aku sudah bilang aku sudah memaafkanmu, kan?” potongnya. Maria sekarang malah mengarahkan sebelah dadanya yang telanjang ke mulutku. Puting susunya langsung saja dijejalkan ke mulutku. “Mmhh...”
Aku langsung mengulum dan mengenyot payudara kanannya. Putingnya kuhisap-hisap dan kusentil dengan lidah. Sebelah lagi kuremas-remas dan juga kupermainkan pentilnya seirama dengan pergerakan lidahku. Maria kembali mengocok penisku perlahan-lahan sambil menikmati permainanku di dadanya.
Diarahkannya bergantian kedua payudaranya untuk kukenyot. Berdecap-decap suara sedotan mulutku yang kuvariasikan kuat dan lemah. Maria meringis keenakan sampai tak konsisten mengocok penisku. Remasannya kadang berhenti, kadang mencengkram gemas lalu bergerak lagi.
Maria lalu berhenti menjejalkan dadanya padaku dan beralih memainkan puting dadaku. Kuelus-elus punggungnya sampai ke pinggang. Merasakan kulitnya yang halus meremang terangsang. Lidahnya basah terasa dingin menari-nari di puting dadaku yang juga mengeras. Elusan tanganku sampai ke bongkahan bokongnya. Remas-remas perlahan di bokong padatnya lalu menjalar ke pahanya yang gempal. Dari paha luar awalnya lalu merayap ke paha bagian dalam yang lebih sensitif.
Ia melebarkan kakinya agar aku lebih mudah menjangkau kemaluannya dan benar saja tanganku sudah menemukan gundukan vaginanya yang sudah lembab. Yang pertama kupermainkan adalah klentitnya yang mengeras. Dengan ujung jariku, kukilik-kilik klitoris itu dengan cepat hingga Maria mendesah tak konsentrasi menjilati puting dadaku. Jariku yang lain melebarkan bibir vaginanya dan kilikan jariku meluas sampai mempermainkan lubang kemaluannya juga. Tusukan cepat jariku keluar masuk liang senggamanya yang hangat dan becek.
“Mm... mm... ahh!” desahnya keenakan sampai orgasme. Pantatnya berkedut-kedut dan jariku terjepit di dalam liang vaginanya. Enak banget kalau batang penisku yang kejepit saat itu. Maria masih menungging dan bernafas cepat menikmati orgasme barusan.
Dalam keadaan begitu, kutarik pinggulnya ke arahku dan ia menurut tak protes. Dikangkanginya kepalaku sehingga mulutku bisa menjangkau kemaluannya yang barusan orgasme. Kucucup cairan yang membasahi vaginanya hingga tubuhnya menjengat geli. Sebelah bibir vaginanya kugigit lembut dengan gigi dibalut bibirku. Maria mengerang-erang keenakan dan melupakan penisku. Ini seharusnya posisi 69, kan?
Maria hanya fokus menikmati dirinya sendiri dan menggigiti ujung jarinya merasakan rasa enak yang kuberikan. Lidahku menyapu lebar permukaan vaginanya yang kian basah. Kedua bongkah bokongnya kuremas-remas hingga lubang anus dan vaginanya kembang kempis. Lidahku kuruncingkan menyusup masuk bak penis mini berbentuk segitiga. Mengocok beberapa kali lalu berubah menjadi penyapu lagi.
Klentitnya tak lupa kusedot hingga Maria bergelinjang geli hingga orgasme kembali. Sepertinya Maria sudah mulai lepas dan mudah mendapatkan puncak kenikmatannya. Sudah dua kali ia orgasme hanya dari foreplay saja. Setelah itu baru ia ingat ia harus menservis penisku juga. Dikocoknya kembali perlahan.
Pinggul Maria kutahan saat aku beringsut bergeser naik. Aku duduk bersandar di ranjang penginapan ini hingga Maria kini ada di pangkuanku. Penisku yang menegang keras seperti tombak kini ada di perutnya. Maria menoleh paham dan mengarahkan badannya agar penisku bisa memasuki vaginanya.
Dengan canggung dan kikuk, Maria mengarahkan kepala penisku dengan memegangi batangnya agar tepat ke bukaan liang vaginanya. Ujung penisku menekan daging empuk vaginanya tetapi belum tepat memasuki kemaluannya. Maria yang berjongkok mengangkang membelakangi berusaha sebaik-baiknya memasukkan penisku. Penis yang secara sukarela ia terima. Bukan penis tipuan dildo atau akibat pemaksaan dibawah ancaman (benda tumpul).
Bagian kepala penisku terbenam sampai leher dan terasa hangat. Maria merendahkan kangkangan jongkoknya dan penisku meluncur masuk. “Aaahh.... mmhhhsss... uuhh...” desisnya sudah seperti ular. Padahal ada ular yang sedang memasukinya.
“Aah...” desahnya saat seluruh batang penisku tertelan tubuhnya lewat vagina. Ia duduk dengan tegang di atas perutku. Terasa otot kemaluannya meremas-remas penisku karena kekuatan otot tubuhnya yang terlatih oleh olah raga renang yang intensif.
Maria mencari gerakan yang paling sesuai untuk memulai. Pertama-tama, digerakkannya pantatnya maju-mundur. Penisku di dalam liang kemaluannya terasa seperti tergilas oleh otot kemaluannya. Kocokan hanya terjadi minimal saja karena jarak gerakan yang sedikit. Tapi Maria menikmatinya. Ia terus melakukan gerakan ini untuk beberapa lama.
Sambil Maria menunggangi penisku, kuremas-remas kedua dadanya dari posisi dudukku sekarang. Gerakan Maria sangat seksi bergerak maju mundur dengan berbagai kecepatan. Kadang ia memutar pantatnya searah atau berlawanan arah jarum jam sebagai variasi. Gerakan ngebor ini terasa lebih enak karena penisku terasa dipelintir dan diperas oleh Maria.
Kocokan kecil dari gerakan maju mundur Maria berakhir saat ia mengejang mendapatkan orgasme kembali. Otot perutnya mengeras ketika kupeluk pinggangnya karena Maria bersandar ke dadaku. Beberapa kali kedutan otot perutnya sisa orgasme. Ia hanya bernafas terengah-engah.
Maria bermanja-manja sejenak denganku saatku kuciumi leher dan belakang telinganya. Dadanya kuremas-remas kembali hingga ia menggerakkan pantatnya tanpa sadar. Penisku masih membengkak mengganjal di dalam liang kemaluannya.
Tanpa gerakan berarti seperti ini membuat kami berpandangan sejenak. “Enak, gak?” tanyaku.
“He-em... Enak banget... Agak beda sama waktu jadi Tria kemaren...” jawabnya lirih dekat leherku.
“Mungkin karena Maria kira itu pake dildo... sebenarnya juga udah pake titit beneran, kan?” kataku membelai lengannya. Dinginnya malam membuat sentuhan kami terasa hangat dan nyaman.
“Rasanya ngeganjel banget, ya di dalam sini?” katanya memegangi perutnya.
“Gerakin begini, Mar...” pintaku memegangi paha dekat bokongnya untuk contoh gerakan yang harus dilakukannya. Gerakan naik turun.
Maria mengerti dalam menggerakkan badannya. Gerakan memompa naik turun mengocok penisku di dalam liang vaginanya. Perlahan awalnya dan terasa sangat sempit karena masih kurang terbalur cairan pelumas.
“Yaa... Begitu, Marrr... Mm...” desahku merasakan kepitan liang Maria yang ketat mencengkram batang penisku yang terasa diremas-remas selalu oleh otot-otot kuatnya.
“Gimana kalau begini?” ujar Maria mengganti posisi kakinya dari lutut dan betis bertumpu ke kasur menjadi berjongkok mengangkang menginjak kasur.
“Oohh... Enak banget, Marr...” desahku menjadi-jadi. Kocokan vagina Maria pada penisku semakin intens dan panjang. Maria bisa mengatur jarak hentakan tubuhnya terhadap panjang penisku yang bercokol dalam vaginanya. Ia hanya menarik tubuhnya hingga hanya sebatas leher penisku dan dihentakkan kembali ke bawah dan terbenam dalam selagi ia memegangi lututnya untuk penopang tubuh.
Dilakukannya gerakan itu berulang-ulang dengan sama-sama menikmati hingga mendesah bersahut-sahutan bak suara alu menghantam lesung saat menumbuk padi. Ada irama dan melodi yang indah sekali karenanya.
“Trus, Mariaaa... Mm... Enak banget begitu...” keluhku hampir tak tahan. Tanganku mencengkram pinggulnya, menambah tenaga hentakan saat Maria menghunjamkan tubuhnya memasukkan penisku ke vaginanya. Pantat Maria beradu keras dengan selangkanganku, memberi rasa sakit yang memabukkan meningkahi rasa nikmat kala kepala jamur penisku membentur mulut rahim Maria yang menganga. Menyambut penisku dengan suka cita.
Kepala Maria menengadah mencari udara sebanyak-banyaknya seumpama sedang berpacu di lintasan renang melawan peserta lomba renang untuk memperebutkan kemenangan gemilang—kenikmatan seksual.
“Satriaaa... Triaahh... Ahh... Ahkk!” kejat Maria mendapatkan kenikmatannya kembali. Sementara itu liangnya semakin menggila meremas-remas batangku dan aku tak tahan lagi karenanya.
“Uhh... Uhh... Uhhh...” lepasku melancarkan semburan bebas yang melegakan sekaligus nikmat sekali. Puncak dari semua proses kenikmatan yang sama-sama kami arungi. Spermaku menyemprot kencang memasuki rahim Maria yang kusodoki dari tadi.
Maria ambruk bersandar cantik di dadaku. Kakinya masih mengangkang lemah di pangkuanku yang masih merekat erat. Persatuan tubuh kami masih erat direkatkan oleh cairan cinta yang sama-sama kami hasilkan. Meleleh perlahan dan keluar dari hasil kedutan merenggang kedua kelamin kami. Mengalir di bongkah pantat Maria dan aku hingga ke sprei ranjang hotel. Kupeluk Maria erat pada bagian perutnya. Nafas kami berdua masih memburu. Bernafas berat.
“Enak banget, Satria...” ujar Maria pelan serupa berbisik. Aku hampir yakin kalau ia menangis. Tapi aku tidak bisa melihat wajahnya di posisi ini.
“Ya... Enak banget...” jawabku mengecup belakang telinganya. Tangan Maria bergabung memeluk tanganku di perutnya. Hangat dan nyaman sekali malam ini.
Untuk beberapa lama kami hanya terdiam dan menikmati kesunyian malam tanpa suara kegaduhan yang baru kami sebabkan. Sesekali terdengar suara motor melintas di kejauhan.
“Ih... Satria sengaja, ih?” kata Maria tiba-tiba.
“He... he... he... Boleh, dong?” kataku.
“Masih mau? Belum puas?” tanya Maria lagi sedikit memutar bahunya untuk melihatku.
“Kalau cuma sekali... kurang, Maria...” jawabku dengan senyuman terculunku. Tanganku masih memeluk perutnya yang rata dan kuat. Tadi aku mengkontraksikan penisku hingga terasa berkedut-kedut di liang vaginanya yang masih kutancapi dengan kemaluanku.
“Terserah, Satria... Mau yang gimana?” jawabnya maklum menyadari kebutuhanku. Apalagi memang penisku belum kunjung mengecil di dalam vaginanya.
“Begini aja... Nungging...” jawabku praktis. Dari posisi awal kami, aku hanya perlu mendorong tubuh Maria ke depan dan tangannya bertumpu di kasur. Lutut kami berdua sudah menjejak kasur juga. Penisku tak perlu dicabut—masih setia menusuk dalam. Maria menuruti apapun mauku dan ia memposisikan dirinya menungging senyaman mungkin. Menyerahkan tubuhku untuk kugarap sesukanya.
Aku mulai memompa bokong Maria dengan perlahan awalnya. Sejumlah cairan kental putih tertarik keluar—sperma bercampur pelumas Maria. Lancar jaya keluar masuk perlahan tanpa friksi. Tiap kali penisku ditarik bibir vaginanya ikut monyong mencengkram batang penis lalu gepeng kala kudorong masuk kembali.
Kulit bawah punggungnya kuelus-elus untuk rangsangan tambahan. Pantatnya yang padat juga kuremas-remas gemas. Semakin lama, cairan kental bekas spermaku itu sudah habis didesak keluar semuanya hingga yang tertinggal adalah kelembaban alami vagina Maria. Cairan itu kebanyakan menggumpal di sekitar bibir vaginanya lalu menetes-meleleh ke sprei.
Remasan tanganku pada bokong Maria semakin menjadi-jadi. Dengan gemas aku mencengkram bongkah pantatnya saat kujejali vaginanya sampai mentok. “Slooff! Slooff! Slooff!” Begitu suaranya tiap kali kuhentakkan tubuhku ke bokongnya. Pantatnya kini memerah akibat keremas.
Maria hanya bisa mendesah dan meringis tiap perlakuanku pada tubuhnya. Leher dan kepalanya dibaringkan di kasur dan tangannya mencengkram sprei sampai berkepal-kepal.
Saat menyadari kalau aku melepas penisku dari kemaluannya untuk dibersihkan dari cairan berlebih yang cenderung menyebabkan becek, Maria bangkit dan berbalik. Dibantunya membersihkan batang penisku dengan handuk. Dikulumnya penisku sembari membersihkan vaginanya sendiri untuk menjaga ereksiku tetap tegang. Lalu kubuat ia menungging kembali dan disodok.
Dengan cepat, liang senggama Maria basah kembali menerima lesakan tidak terlalu cepat penisku. Aku sengaja memakai tempo sedang ini terus menerus sampai Maria memintaku untuk penambahan kecepatan.
Sekali waktu kuvariasikan gerakanku dengan tusukan tinggi. Aku agak berdiri dengan lutut menekuk hingga dadaku rapat ke punggungnya. Aku bisa meremasi dadanya dan penisku keluar masuk melengkung menggesek lubang anusnya. Maria meraung-raung keenakan merasakan dinding kemaluannya digesek intensif oleh penisku yang menegang kaku.
“Satriiaahhh... ahh... ahhh!” keluhnya diikuti guncangan bergemuruh pantatnya yang berkelojotan tak terkendali. Sebuah ledakan orgasme mengguncang tubuhnya ke segala arah. Penisku dijepit otot-otot pelvis kuatnya hingga aku harus berhenti sejenak.
Maria lemas tak bertenaga. Ia bahkan tak mampu mempertahankan posisi menunggingnya lagi. “Sori, Satriaa sayaaang... Lemes banget nih... Tenagaku abiss...” keluhnya. Ia hanya berbaring menelungkup tak berdaya.
“Begini aja, yaa?” lanjutnya setelah berhasil membalik tubuhnya hingga berbaring. Dipaksanya kedua kakinya untuk membuka hingga mengangkang. Kubantu ia melebarkan kakinya hingga ia terlihat sangat pasrah dan menggairahkan di kondisi ini. Wanita cantik telanjang bulat dan berbaring mengangkang di hadapanmu. Membiarkan bagian tubuh paling berharganya terbuka bebas di kekuasaanmu. Vagina memerah basahnya—yang baru saja dilanda orgasme.
Maria cenderung pasrah di kondisi persetubuhan begini. Kedua tangannya diletakkan lemah di samping kepalanya. Menerima apapun perlakuan padanya tanpa mau protes.
Kedua lututnya kupengangi saat kuarahkan penisku yang masih tegang sempurna untuk menusuk vaginanya. Meluncur bebas tanpa hambatan. Maria hanya melenguh, “Aahhh...” Pelan-pelan kupompa vaginanya hanya dengan setengah penisku bercokol di dalamnya. Kepalanya bergoyang ke kanan-kiri. Kadang menengadah dan kembali melihat padaku atau persatuan kelamin kami. Tangannya tetap di samping kepalanya.
Melihat ekspresinya ini, aku jadi gemas sendiri. Kuciumi bibirnya dengan tak menghentikan pompaan penisku. Hanya saja pendek-pendek dan tidak dalam. Dadanya kuremas-remas lagi lalu putingnya bergantian kuhisap masih gemas.
“Satriaa... Enak banget, yaahh?” desahnya merasakan tubuhnya kuperlakukan sedemikian rupa. Kakinya mengangkang lemah hanya karena tubuhku semi menimpa tubuhnya tepat di bagian selangkangan. Ia tetap memposisikan tangannya di samping kepalanya. Tak berniat membelaiku atau apapun.
“He-em...” jawabku. Lalu kuletakkan tanganku di bawah ketiaknya dan lututku menambah topangan tubuh. Perutku menekan erat ke selangkangan Maria. Mata Maria erat menatapku. Wajahnya merah. Mulai kupercepat gerakanku.
Kocokanku kini mulai cepat dan dalam. Craff! Craff! Craff!. Mata kami saling memandang. Alis Maria bertemu merasakan nikmat yang semakin menjadi-jadi akibat gerakanku yang semakin cepat. Pinggangku berayun maju-mundur mengangsurkan pejal batang penisku menembusi kemaluan Maria yang terasa semakin panas dan enak saja.
“Aahh... Truss... Satriaahh... Truss... Mm... Bentar lagi... Bentar-bentar lagi... Mmmhh... ahh... Satriaahh... Enakk bangeeet...” desah Maria pasrah bergeleng-geleng. Tubuhnya tergial-gial karena gerakan cepatku.
Terasa gejala-gejala yang kupaham pasti akan berujung pada rasa nikmat ejakulasi yang kunantikan. Yang sedari tadi kuusahakan dengan kerja keras ini. Kerja keras untuk kenikmatan yang tak pernah bosan kupacu untuk diraih. Untungnya selalu berlabuh pada insan-insan cantik, seksi dan rela untuk kugagahi tubuhnya demi kenikmatanku—kenikmatan kami berdua akhirnya.
Rasa nikmat saat seluruh otot tubuhku mengejang kaku. Syaraf-syaraf kenikmatan sampai pada level sehalus rambut menghantarkan getar-getar nikmat melegakan itu. Semprotan-demi semprotan memancar deras memenuhi rahim remaja seumuranku ini. Spermaku sekali lagi tertumpah di vagina Maria. “Ugh...”
Kubaringkan tubuhku menghimpit tubuh Maria dengan nafas berat kekurangan oksigen. Maria juga berkejat-kejat ketularan rasa nikmat yang baru kuraih. Masih bergetar tubuhnya kala kuciumi pipinya. Mulutnya masih menganga lebar akibat terperangah rasa nikmat orgasme susulan.
Tak kupertahankan ereksi penisku di dalam vagina Maria. Kubiarkan ia mengecil, menciut ke ukuran placid-nya. Lepas keluar dari liang vagina Maria dengan sendirinya, disusul lelehan sperma kental ke belahan pantatnya.
Kuraih handuk putih hotel ini dan kubersihkan vagina Maria yang masih berlepotan spermaku lalu penisku sendiri. Kubiarkan handuk itu di selangkangan Maria saja dan kuberbaring di sampingnya—memeluk menyamping perutnya.
“Udah puas, Satria?” tanya Maria memaksakan membuka matanya tidak lebar. Masih sedikit terpicing.
“Puas...” jawabku lalu mengecup bibirnya. Perutnya kuelus-elus. Mata kami berpandangan kembali.
“Ulang tahunku tinggal seminggu lagi... Satria boleh mengambilnya dariku pada hari itu...” kata Maria dengan nada yakin. Ini yang kutunggu meluncur dari mulutnya. Izin pengambilan ZODIAC CORE AQUARIUS sudah diberikan. Tinggal menunggu hari H saja.
“Makasih, Maria...” jawabku semakin mengeratkan pelukanku pada perutnya. Matanya memandangku lekat sehingga aku menarik tubuhnya semakin mendekat hingga kening kami bertemu.
“Aku yang terima kasih sama Satria... Banyak hal yang terbuka padaku saat ini... Banyak hal yang seharusnya kumiliki tetapi karena aku melarang mereka mendekatiku... Mereka jadi menjauh dan asing bagiku... Mereka adalah rasa bahagia... Bahagia yang sesungguhnya... Selama ini aku menolak mereka datang padaku... Karena kebahagian itu berbalut sesuatu yang bernama kemungkinan... Kemungkinan yang kutakut berisi rasa sepi... sakit hati... kecewa... dan keputus asaan...” ujarnya pelan saja tapi dapat kudengar jelas karena keadaan kami sekarang ini. Percakapan setelah seks akan bagus bila seterbuka ini. Terbuka hati juga pakaian.
“Maria selama ini merasakan itu?” tanyaku.
“Ya... Walau aku dikelilingi anggota klub renang... sebenarnya aku kesepian... Mencari seseorang yang tepat untuk mengisi hatiku... Kukira itu akan berisi kak Frissa... Tapi ia tidak bisa mengisi hatiku karena tidak pas potongan hatinya dengan lubang puzzle di hatiku... Lalu meninggalkan rasa sakit hati... Sakit hati karena kak Frissa menemukan lubang yang tepat untuk hatinya... di hati seorang pria yang kini menjadi suaminya... Kecewa kemudian... Semua masalah di hidupku karena kekecewaan... Akumulasi kekecewaan dari keluargaku... mamaku... keinginanku... mimpi-mimpiku... Dan berujung pada rasa putus asa ini. Lalu aku jatuh... Semakin jauh jatuhku dalam rasa putus asa... Dikoyak-koyak... Semuanya dikoyak-koyak oleh takdir menjadi serpihan kecil—halus-halus. Awalnya itu kukira serpihan abu bekas kebakaran atau guguran abu vulkanis bahkan ketombe... Tapi itu salju! Sejuk dan menyenangkan. Lama-lama menumpuk, menumpuk tinggi hingga membentuk manusia salju dengan hidung wortel gede... Manusia salju yang anehnya hangat yang sedang kupeluk saat ini...” katanya.
“Loh? Ngomongin apa, sih? Kok aku jadi manusia salju hangat?” heranku dengan omongannya yang malah ngelantur tak jelas juntrungannya.
“Kukira wortel gede itu hidungmu... ternyata tititmu. Hi-hi-hi-hi...” gelak Maria malah OOT kemana-mana. Dieratkannya pelukan kami. Wajahnya terbenam di leherku. Terasa nafas hangatnya berhembus pelan-pelan. Tetapi jantungnya berdegub lebih kencang.
“Satria merasakan jantungku? Aku berdebar-debar sekarang...” jelasnya.
“Ya... Kenapa? Belum abis capeknya? Kan udah selesai dari tadi ML-nya...” tebakku.
“Aku tidak akan capek mengejarmu, Satria... Kau akan kukejar karena saat ini aku suka kehangatanmu... Aku suka debar ini... Aku merasa hidup sekarang...” katanya memberi jarak pada wajah kami berdua.
“Maria...? Kau tidak boleh melakukan itu... Kau bisa kecewa lagi... Nanti kau bisa lebih menderita daripada sebelumnya...” kataku paham apa maksudnya.
“Gak... Aku gak akan kecewa denganmu... Aku hanya perlu mengejarmu lebih kencang lagi... Kalau perlu aku akan berenang, terbang mungkin. Apapun akan kulakukan... Hei... Satria tau dong gimana keras kepalanya aku ini...” tekadnya. Semoga belum bulat dan secepatnya berubah.
“Kukira Maria paling mudah memaafkan...” kataku lagi.
“Karena itu... Kalau Satria terus menolakku... Aku hanya perlu memaafkanmu dan mencoba lagi... Paling juga butuh satu-dua hari untuk memaafkanmu... Begitu terus menerus sampai Satria menyerah dan menerimaku... Begitulah rencanaku yang brilian ini...” ternyata tekadnya bulat banget. Ngalah-ngalahin tahu bulat, digoreng mendadak.
Aku harus tutup mulutku yang bodoh ini supaya gak ngomong yang macam-macam lagi yang bakalan membuatku kesulitan di masa mendatang.
 
========
QUEST#11
========​

Pagi hari di seputaran jalan Malioboro sudah rame banget. Kami berdua menghindari jalan utama dan lebih tertarik untuk blusukan ke pelosok untuk hunting spot wisata kuliner terkenal di kota ini. Seperti Gudheg-nya, Mi Kuah dan Ayam Gorengnya.
Sampai siang kami keliling Jogya untuk sekedar makan-makan enak karena pesawat kami berangkat agak sorean. Kenyang makan kami keliling sampe puas naik delman sampai depan Kraton. Ngubek-ngubek Kraton Kasuhunan sampe nyasar dan dimarahi penjaganya. Kami ngibrit keluar kompleks.
Menyenangkan ternyata berduaan saja dengan Maria. Dia sama gokilnya kalau soal mencari keseruan. Ia tidak sungkan mencoba hal-hal gila seperti nyoba ngamen hanya dengan bermodalkan tepuk tangan. Selera Death Metal-nya keluar dan keluarlah lagu-lagu ajaib yang aku sendiri gak tau sebagai pemain band Rock. Untung aja penampilannya saat ini tidak sama seperti pertama kali aku melihat di Kuta Bali waktu itu. Bisa-bisa anak Punk yang menguasai daerah ini menjajal kami berdua.
Saat kutanya kenapa penampilan mereka saat pertama kali kutemui di Kuta sana memakai outfit bertema Death Metal, ternyata karena mereka tidak ingin dikenali oleh orang lain karena masuk club malam-malam yang bisa merusak citra dan nama baik sekolah mereka. Lebih kepada samaran saja.
Lalu maen futsal one on one. Satu lapangan futsal itu kami sewa hanya untuk maen berdua aja. Kebayang capeknya gimana. Ya jadi striker, jadi bek jadi kiper juga. Muter-muter maju-mundur lapangan selama satu jam masa sewa lapangan.
Tenaganya kuat banget lagi. Lari-lari begitu gak ngos-ngosan. Kalau dipakein speedo-meter ada kali kami lari 20 kilometer. Kalo dipake netasin telor Pokemon mungkin dapat banyak. Ia mengolok-olokku yang ngos-ngosan tepar. Katanya kalo ngentot aja jago, adu kuat lari kalah. Tengsin, gak. Tentu aja. Dia perenang handal, nafasnya nafas badak hidung kebo. Aku diuber-ubernya keliling lapangan futsal.
Naik taksi buru-buru karena waktu udah mepet banget. Dari tempat kami berada sekarang ke Adi Sutjipto bisa makan waktu 1 jam lebih. Sampai di sana sudah telat 5 menit tapi tetap nekad aja lari-lari ke pintu pemeriksaan tiket dan bagasi masih berpeluh dan bau asem.
Thank God atas permasalahan penerbangan komersil di negara ini. Penerbangan Delay satu jam! Kami tertawa-tawa keras kayak orang gemblung. Sampe ditegur bapak-bapak security kumisan. Mlipir-mlipir ke pinggir buat nyari toilet. Bukan sekedar cuci muka, mandi. (Aku kembali memakai wujud Satriyani)
--------​
“Gila lu, mah!” kata Maria begitu kami kelar mandi pakai semprotan penyiram WC toilet duduk. Ia mandi di toilet di sebelahku. Kami oper-operan handuk dari dinding samping.
“Bisa-bisa nanti satu pesawat pingsan mencium bau ketek kita orang selama penerbangan? Mau berapa banyak ambulan yang dipanggil begitu pesawatnya mendarat nanti?” jawabku mencoba mencium aroma ketekku sendiri. Udah kuolesi deodoran, sih. Lebih seger... (Ini sosok Satria sekarang)
“Ya, udah... Cari makanan lagi... Cemilan aja...” katanya mengajakku keluar dari toilet.
“Jajanan bandara biasanya lebih mahal, Mar... Walaupun pake embel-embel bebas pajak...” sahutku yang sudah berada di luar toilet. Kenapa tempat ini hening banget. Ada seseorang yang tiduran di lantai. Pada ngapain orang ini?
“Tiarap! Tiarap!” bisiknya dengan nada tertekan. Orang itu tiarap di lantai sambil memegangi kepalanya.
Tiba-tiba aku menjadi waspada dan awas. Ini sih situasi Siaga 1 namanya! Kutekan punggung Maria yang tak segera tanggap situasi. Kami berdua tiarap mengikuti orang yang tiduran duluan di lantai.
“JANGAN ADA YANG MACAM-MACAM ATAU AKU LEDAKKAN BOM INI!” seru seorang pria. Ia mempunyai sebuah tas kecil diselempangkan di bahunya dengan dua buah kabel merah dan hitam menjulur ke tangannya yang memegang tombol detonator rakitan bekas remote kontrol mobil mainan. Ia mengklaim kalau ada bom di dalam tas kecilnya itu.
Bahaya gila ini orang! Mengancam satu bandara dengan bom yang dibawanya. Gimana caranya ia bisa lewat pemeriksaan metal detektor ke ruang tunggu ini? Apa orang ini termasuk jaringan teroris yang banyak mengancam dunia saat ini. Apa tujuannya? Metodenya berbeda. Kalau memang sejenis dengan teror itu, harusnya langsung diledakkan saja. Ini pakai teriak-teriak dulu. Apa ia bermaksud meminta tebusan atau semacamnya.
Kalau seukuran itu digunakan untuk mengancam setidaknya harus kelas C4 untuk efek ledakan dahsyat. Teroris sialan! Kenapa harus muncul saat-saat begini. Bisa panjang ceritanya kalau begini. Implikasinya juga bisa macam-macam. Kalau bom meledak tentu akan ada korban jiwa di ruang keberangkatan ini. Kalau sekedar terorisnya yang meledak aku tidak perduli, tapi akan ada korban jiwa dari masyarakat sipil yang tidak bersalah. Tentu akan ada pendataan dan nama kami berdua akan muncul di manifest penerbangan lalu dihubungilah pihak keluarga untuk mengabari keadaan kami. Keluarga tentu akan bertanya pada sekolah Hati Murni, sekolah menjawab kalau kami berdua ada di sekolah dan baik-baik saja karena aku sudah membentuk penggandaan/doppel kami berdua untuk pengganti selama kami berpetualang di Jogya. Repot, kan?
“Gimana, nih?” bisik Maria yang terlihat pucat sambil tiarap di lantai.
“Ssst...” jawabku malah memegang tangannya erat. Syuuttt! Dengan mudah kami masuk ke dalam lantai dan melata di dalam padatnya lantai dan kembali masuk ke toilet di belakang kami. Aku memakai SHADOW GEIST LEO yang teruji keampuhannya.
--------​
“Wah! Aku gak akan pernah terbiasa dengan rasa menembus dinding itu, Satria. Aneh banget rasanya... Trus ini gimana?” Maria masih deg-degan dan ketakutan atas teror ini. Kami bersembunyi di dalam toilet bandara ini. Mudah-mudahan kalau terjadi ledakan, Maria akan aman berlindung di balik dinding ini.
“Satria... Gimana, dong? Ada teroris di luar sana...” kata Maria panik berharap aku bisa memberinya jawaban.
“Sebentar Maria... Biarkan aku berkonsentrasi dulu untuk menyelesaikan masalah ini... ARCHER!” kataku mengacungkan tangan kiriku ke depan. Sebuah busur magis muncul di hadapanku dan langsung kupegang dengan tangan kiri yang mengacung siap.
“Apa-apa yang akan kau lakukan?” kaget Maria melihat apa yang kuperbuat.
“Sebaiknya pria itu dilumpuhkan secepatnya sebelum terjadi ledakan...” gumamku mulai menarik tali busur dan sebuah anak panah terbentuk otomatis. Tali busur terbentang lebar, merentang ketat beserta anak panah yang siap ditembakkan. Aku mengarahkan anak panah ini ke pintu kayu di depanku—dimana kubayangkan pria pembawa bom itu berada saat ini, sedang mengancam seisi bandara dengan bom di dalam tas kecilnya. Tak terlihat...
Tapi aku yakin bisa memanahnya dengan ketepatan ACCURACY SAGITTARIUS. Ana Natasha Killearn pernah mengklaim kalau ia bisa menembak mata lalat dengan mata tertutup. Kemampuannya itu sekarang kupakai untuk kubuktikan keampuhannya.
TWAAASSS!
Anak panah magis itu melesat kencang menembus pintu tanpa melubanginya dan segera menemukan targetnya!
Aku tidak bisa melihat semua prosesnya. Aku tidak tau apa yang sekarang terjadi di luar sana. Tidak ada ledakan bom atau apapun. Aku yakin 100% sudah mengenai pria itu dan ia sudah dilumpuhkan. Aku harus mengintip sedikit...
Maria melihatku tanpa berkedip...
Dengan SHADOW GEIST aku menembus dinding toilet, hanya untuk mengintip keadaan di luar—ruang tunggu keberangkatan yang mengalami teror bom.
Pria itu terbaring di lantai dengan kepala terkulai. Tangannya masih meregang bekas memegang detonator rakitan itu dan tas kecil masih diselempangkan di bahunya. Detonator lepas dari tangannya. Para calon penumpang lain masih celingak-celinguk kebingungan apa yang telah terjadi diantara kondisi tiarap mereka di lantai ruang tunggu ini. Mungkin mereka mengira kalau polisi sudah melumpuhkan teroris ini dari jauh.
Aku membidik kepalanya tetapi tidak ada luka yang terjadi seperti juga tidak ada lubang di pintu toilet yang kutembus. Aku tidak pasti dia mati atau hanya pingsan. Yang pasti adalah polisi masuk kemudian dan mengevakuasi semuanya. Termasuk kami berdua yang membaurkan diri.
--------​
“Kita tidak bisa terbang hari ini, Maria... Bandaranya ditutup untuk disterilkan setelah kejadian tadi untuk beberapa hari...” kataku padanya yang berjalan bareng menjauh dari bandara yang chaos.
“Sepertinya kita harus lebih lama di Jogya ini, ya? Kalau diambil positifnya... kita bisa berduaan lebih lama...” katanya tersenyum. Benar juga sih.
“Maria suka berduaan denganku?” tanyaku balik.
“Suka, dong... Apalagi kalau Satria dalam wujud laki-laki begini... Rasanya beda aja...” katanya malah mulai menggamit tanganku.
“Apalagi aku merasa aman dilindungi bodyguard sekuat kamu... Teroris bawa bom begitu bisa keok di tanganmu... Keren, deh...” kata Maria bermanja-manja. Alhasil kami kembali berkeliaran di kota Jogya ini berdua saja. Wisata kuliner menjadi tujuan kami kembali.
Dari TV yang ada di warung Mangut Lele yang berada mblusuk di dalam gang sempit di seputaran daerah Sleman, kami mendengar berita tentang teror bom di bandara Adi Sutjipto tadi. Chanel TV ini menayangkan siaran langsung dari sana dan reportase tentang kronologi kejadian. Bom yang diakui pria tadi ternyata tidak ada di dalam tas kecil itu. Juga tidak ditemukan di tubuh pria yang masih terus diinterogasi pihak berwajib karena masih dalam keadaan kebingungan. Pria dengan identitas yang masih dirahasiakan itu terlihat biasa saja memasuki bandara, terlihat dari rekaman CCTV, melewati pemeriksaan metal detector dengan lancar beserta barang bawaannya. Lalu mulai bertingkah aneh dan mencurigakan di dalam ruang tunggu bandara. Tiap sudut bandara disisir untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan lainnya, tetapi tidak ditemukan apapun.
Sepertinya teroris bom kali ini hanya orang sinting atau sedang terganggu jiwanya. Bukan seperti teror sebelum-sebelumnya yang dikait-kaitkan dengan ormas atau kalangan tertentu.
“Bisa, ya... kejadian begitu?” kata Maria sambil mencocol lele gorengnya ke sambel. “Nyusahin orang banyak jadinya...”
“Yah... Begitu banyak masalah di dunia ini... Mungkin dia udah gak tahan sampe stres... Meledak dan jadi begitu, deh...” kataku sok-sokan berteori. Teori ngaco.
“Kita harus reschedule ulang penerbangan kita... Aku udah telepon kesana... Jadi penerbangan kita besok malam... Jam 18:30. Jangan sampe telat lagi, loh!” ingat Maria tentang kejadian barusan tadi. Untung ada delay plus teror bom.
“Udah buka bandaranya besok?” tanyaku sembari menyedot air mineral kemasan gelas. Antrian pembeli Mangut Lele semakin mengular. Berdesakan untuk membeli porsi makanan yang gurih dan lezat ini. Kami aja gak kebagian tempat duduk dan terpaksa makan berdiri. Cara beli makanan ini juga unik karena kita ambil sendiri pesanan di dalam dapurnya langsung.
TIIINN! TINNN! TIIINNN!
Berikutnya adalah satu kejadian horor lainnya. Aku sampai menganga speechless melihatnya langsung. Puluhan orang yang berbaris antri untuk membeli Mangut Lele ditabrak oleh sebuah mobil Fortuner berwarna maroon. Mobil itu merangsek maju seolah-olah tak merasa bersalah melindas manusia di depannya.
Jerit histeris dan kesakitan terdengar dimana-mana bersama berhamburannya orang-orang yang berusaha menyelamatkan diri dari mobil maut itu.
Gang sempit tempat berjualan Mangut Lele ini menjadi ladang pembantaian yang tragis dari durjana pengendara mobil berharga ratusan juta itu.
Mobil berhenti tak bisa bergerak lagi setelah teras berjualan Mangut Lele beserta meja-meja kayu menghambat laju rodanya. Beberapa potong kayu masuk ke dalam kolong mobil sehingga kendaraan itu sedikit terangkat walaupun mesin terus memutar roda penggeraknya. Raungan mesin mobil beradu keras dengan tangisan dan jerit kesakitan di sekitarnya.
Aku hanya bisa memeluk Maria saat itu semua terjadi. Kendaraan durjana itu tidak sempat menyentuh kami karena berhenti beberapa meter lagi di depan. Kubawa mundur Maria sejauh-jauhnya. Sukurlah tidak ada hal buruk yang terjadi pada kami. Tetapi ada puluhan korban. Entah sekedar luka atau bahkan tewas karena dahsyatnya tabrakan maut yang terjadi.
Sudah dua kali ini terjadi. Pertama di bandara. Kedua ini; di warung Mangut Lele. Apa yang sebenarnya terjadi?
Walau begitu, walau kasihan melihat korban-korban yang berjatuhan, aku harus pergi. Sederhananya, karena kami seharusnya tidak ada di kota Jogya ini. Kami seharusnya berada di sekolah di kota asal kami. Ini pasti akan berbuntut panjang yang melibatkan polisi dan tentu saja media. Aku sudah berhasil menyelesaikan masalah di bandara tadi dan muncul masalah baru di gang sempit ini.
Sekilas aku melihat sopir mobil Fortuner itu keluar dan memegangi kepalanya dalam keadaan bingung. Ia lalu dikerubuti warga dan korban yang terluka ringan untuk dimintai pertanggung jawaban. Sebentar saja ia sudah tidak terlihat oleh banyaknya massa.
--------​
“Sial mulu kita dari tadi, Satria...” kata Maria saat kami berjalan menjauh dari gang sempit warung Mangut Lele tadi.
“Aku gak yakin kalau kita penyebabnya... tapi sebaiknya kita menjauhi keramaian...” simpulku dengan terburu-buru. Tapi kurasa ini lebih aman. Kalau ada apa-apa lagi, tidak ada korban tak berdosa/colateral damage yang terjadi.
“Kita penyebabnya? Gimana bisa?” heran Maria.
“Aku tidak yakin juga Maria... Ini untuk jaga-jaga aja...” kataku lalu mengaktifkan aplikasi Coremeter di HP-ku untuk menemukan apapun-siapapun-bagaimanapun masalah asli penyebab semua kekacauan ini.
Ada sinyal lemah core istimewa sebesar 1927 Hz jauh di belakangku. Menghilang karena sudah melampaui jarak 500 meter jangkauannya. Kemungkinan pejalan kaki yang tadi berpapasan denganku. Ada banyak yang berpapasan denganku dan aku tidak mengenal siapapun di kota ini. Aku tidak ingat tentunya.
“Kau butuh bantuan untuk mengingat, Satria?” tanya Andin lewat Undine Drop-nya.
“Eh? Andin... Dah lama gak ngobrol, nih... Iya... Ada masalah aneh nih... Ada teroris bawa bom di bandara... Terus pengemudi mobil gila... Bentar-bentar lagi entah apa lagi kejadiannya...” kataku di dalam hati berkomunikasi dengan Andin yang kini sudah mencapai bentuk ARC FORM-nya dan bisa bergerak bebas di dunia tanpa harus mendekam di tubuhku—mengikuti jejak mbak Susan.
“Trus... kau butuh menganalisa apa yang sudah kau liat, kan?” tebak Andin.
“Bisa dibilang begitu... Masalahnya, aku tidak ingat apa saja yang sudah kulihat... Apa yang bisa kugunakan untuk menganalisa...” aku mengakui kelemahanku sendiri. Hei kalau aku gampang mengingat atau menghapal sesuatu, sekolahku akan baik-baik saja, kan?
“Aku baru nemu satu kemampuan baru, nih... Pasti sangat berguna. Kunamakan MEMORY. Aku bisa mengingat kembali apapun yang sudah kulihat... Dalam hal ini lewat UNDINE DROP yang selalu bersamamu... Dia juga melihat apa yang kau liat, kan? Aku bisa memutar ulang semua yang telah kuliat seperti rekaman video. Di-pause, di-rewind, di-play lagi... Hebat, kan?” katanya membualkan kemampuan barunya ini.
“Wah... Itu ingatan super namanya.… Istilah kerennya Photographic Memory... Keren tuh... Coba... Aku pengen coba liat kemampuanmu itu... Di bandara tadi coba putar ulang ingatan dari mulai masuk bandara sampai kami keluar.
“OK... Ini dia...” sahut Andin. Secara ajaib di benakku muncul satu ingatan yang berjalan runtun tanpa terpotong-potong seperti di layar TV kala menonton film. POV-nya adalah pandanganku sendiri. Rentetan adegan demi adegan yang pernah terjadi. Mulai dari kami masih di atas taksi, turun taksi dan berlari-lari masuk bandara karena telat 5 menit, menunjukkan tiket dan memeriksakan barang bawaan kemudian menyadari pesawat delay karena alasan teknis saat sudah berada di ruang tunggu, memutuskan untuk mandi di toilet ruang tunggu bandara ini, mandi di toilet dengan semprotan WC dan keluar untuk membeli cemilan. Saat itulah kami baru menyadari ada teror bom yang dibawa seorang pria yang membawa tas kecil dan detonator rakitan.
“Eh, Satria? Ada apa?” tanya Maria keheranan atas tingkahku barusan. Aku berhenti dan berdiri saja sambil melihat kembali ingatan pengalamanku lewat MEMORY ARC-UNDINE.
“Oh... Ini... Aku coba ngingat sesuatu... Kita cari tempat duduk dulu...” kataku baru nyadar juga. Sebuah halte bus sepi menjadi pilihan kami.
“Ngingat apa? Pelajaran atau orang? Cewe, ya?” tanya Maria yang duduk di sampingku.
“Sebentar Maria... Mungkin aku bisa mengingat sesuatu yang penting dari dua kejadian tadi...” kataku memberi kode padanya agar sabar dan menunggu.
“Sekarang ingatan di warung yang berada di gang sempit itu... Mulai kembali...” pintaku pada Andin lagi. Dari kami bertanya-tanya pada dua orang yang ngobrol di tepi jalan dimana tempat makan yang enak disekitar itu, keduanya menunjuk gang sempit yang hanya bisa dilalui satu mobil thok tak jauh dari sana, warung Mangut Lele, antri sampai 20 menit baru dapat membeli dua porsi Mangut Lele yang gurih dan lezat, cara mesan makanan yang agak unik karena kita bisa masuk sampai bagian dapur warung itu dan mengambil makanannya sendiri, gak dapat tempat duduk hingga harus rela makan berdiri dan terus ngobrol bareng Maria hingga mobil Fortuner gila itu menyeruduk meluluh lantakkan barisan antri penikmat kuliner khas Jogya ini histeris tunggang langgang, menyelamatkan Maria sebagai prioritas utama, mobil tak bisa bergerak, banyak korban bergelimpangan, sopir keluar dari posisi kemudi dan menjadi bulan-bulanan massa.
“Apa kau menemukan sesuatu sebagai benang merah kedua kejadian tadi, Satria?” tanya Andin padaku.
“Satria?” bisik Maria meringkuk mengkeret di belakang tubuhku.
“Bagi duit!” geram tertahan seorang pria bertubuh besar dengan rompi jingga dan helm proyek kuning mengangsurkan sebuah obeng ke arah perutku.
“Makasih, Andin... Benang merahnya sudah lengkap... Sudah tiga kali ia terlihat di tempat berbeda. Aku baru sekali berjumpa dengannya dan sekali kami bertemu... berkelahi. Sepertinya ia masih penasaran denganku dan melakukan hal ini dengan cara pengecut!” kataku memandangi lelaki berbadan besar pekerja proyek perbaikan jalan yang entah kenapa malah berubah jadi pemalak. Ia menggunakan obeng itu sebagai alat pengancamnya agar menyerahkan hartaku. Dua orang yang juga berteduh duduk di halte ini melipir menjauh karena ketakutan.
Dengan cepat, obeng di tangan pria itu sudah berpindah tangan padaku dengan kecepatan MARVELOCITY lalu kulemparkan jauh! Pria itu bingung kehilangan senjatanya seperti linglung dan mulai gelagapan. Ia heran kenapa bisa ada di tempat yang tak seharusnya. Tempat terakhir yang diingatnya.
 
Ulah si Mike bukan?
 
Yeyei... Udah update
Walau K E N T A N G
tapi makasi suhu udah di lanjut cerita nya.
KEREN cerita nya Hu..
Di tunggu update selanjutnya
 
SIDE QUEST FILE #10
Real Time on The Net
Case File : Carrie


Carrie
Perkembangan telekomunikasi yang pesat membuatku bisa berkomunikasi terus dengan Carrie. Walau jauh, hubungan LDR kami tetap lancar karena sering berhubungan. Mulai dari sekedar SMS, telepon, status facebook, kicauan twit**ter, foto Path, video singkat Instagram, chatting lewat beberapa Messenger service, video call dan lain-lainnya.
Carrie yang baru mulai belajar membaca dan menulis lagi pada tahap anak SD lebih seringnya melakukan hubungan telepon dan video call. Apalagi moda yang terakhir itu. Tingkat intelejensia-nya sekarang sudah setara dengan anak umur 12-13 tahun. Orang tuanya mendatangkan guru khusus untuk pendidikan home schooling-nya. Jadi pendidikan yang dibutuhkannya didapat dari guru itu. Kemajuan Carrie sudah pesat sejak belajar kembali untuk mengejar ketertinggalannya.
Sejak diajari Nicole tentang caranya dengan menggunakan HP dan segala fitur-fiturnya, Carrie jadi rajin meneleponku, SMS dan video call.
Yang paling sering dilakukannya adalah video call. Disamping lebih bisa bertatap muka dan berkomunikasi walau jarak jauh sampai ratusan kilometer pemisahnya, ia menemukan satu fungsi menyenangkan.
Video seks...
--------​
“Halo, Satria sayang... Apa kabar?” sapa Carrie di sana.
“Kabar baik, Carrie... Udah selesai belajarnya?” tanyaku. Aku juga baru mau membuka buku pelajaranku.
“Udah, sayang... Satria sudah?” tanya Carrie balik.
“He... he... Baru mau buka buku... eh, Carrie sampe video call... Ada apa? Kangen, ya?” tanyaku.
“Iya... Kapan Satria kemari lagi?” katanya manja.
“Kapan-kapan, deh...” jawabku menggodanya.
“Yah... Kapan-kapan... Kapan Satria liburan sekolah lagi?” tanyanya penasaran.
“Bentar lagi juga liburan semester... Tapi liburnya cuma sebentar... Barengan sama libur akhir tahun...” jawabku.
“Pas itu... Kemari lagi, ya?” bujuknya. Ia terlihat sangat senang dan bersemangat.
“Gak bisa, Carrie... Aku harus belajar, loh...” tolakku.
“Yah...” kecewanya dengan wajah sedih. Diraihnya HP itu dan hubungan terputus.
Setelah itu Carrie tidak pernah menghubungi selama hampir seminggu. Puluhan mungkin ratusan SMS-ku tak dibalasnya. Telepon di-reject. Ngambek ceritanya.
--------​
Dan suatu siang, saat aku sedang di kamar saja, ia mem-video call lagi. Di latar belakangnya adalah sebuah pohon di belakang rumahnya. Carrie pernah cerita kalau mereka berdua membuat rumah pohon di sana. Rumah pohon yang sederhana dari beberapa papan yang dipakukan seadaanya dan sebuah kain lebar sebagai atap peneduh.
“Sori, Satria... aku kangen banget sama kamu...” katanya dengan wajah sedikit kemerahan. Nafasnya sedikit tersengal-sengal. Apa yang dilakukannya?
“Carrie sedang apa?” tanyaku penasaran.
“Mm... Sedang... sedang mengkhayalkan Satria...” katanya agak malu-malu. Ia memegangi HP-nya dengan sebelah tangan dan mendekatkan wajahnya ke kamera depan.
“Ahh! Sayang... Kemari, dong...” desahnya.
“Carrie? Apa yang kau lakukan? Mana Nicole?” tanyaku agak cemas padanya. Apa yang sedang dilakukannya.
“Nicole belum pulang sekolah... Mommy sedang belanja... Aku sendirian di rumah... Aahh...” jawabnya. Aku penasaran dengan sebelah tangannya yang tidak terlihat memegang HP itu. Kemana tangan itu perginya?
“Apa yang kau khayalkan, Carrie?” tanyaku mulai berfikir yang bukan-bukan.
“Satria sayang... Uhhmmm...” jawabnya. Wajahnya tambah memerah seperti demam. “Aku sedang bayangkan tangan Satria menjamahku... Hhmm... Masuk ke pussy kecilku... Mmm...” katanya nakal. Kesana rupanya tangan yang tak terlihat itu.
“Apakah terasa enak?” tanyaku mulai paham apa yang sedang dilakukannya.
“Enak sekali, sayang... Ooohh... Tanganmu nakal dan memilin tombol kecilku... Aku sudah basah sekali... Aahhmm...” desahnya penuh nafsu. Aku akan semakin membakarnya.
“Liat ini, Carrie... Kau kenal ini?” kataku dan mengarahkan kamera depan HP-ku ke bawah. Pelan-pelan kuturunkan kain sabuk berkaret celana boxer-ku hingga CD-ku terlihat.
“Mmm... Mmm... Terus...” desahnya di sana.
Kusentuh penisku yang mulai menggeliat mendengar suara erangan seksi Carrie dari HP-ku. Ia makin mengerang menunggu aku mengeluarkan batangku.
Di latar belakangnya terdengar suara halus kendaraan bermotor mendekat lalu disusul suara klakson. Carrie mengalihkan pandangannya dari kamera HP kearah rumahnya.
“Mommy pulang...” katanya lalu terlihat layar bergoyang liar karena ia berlari masuk rumah. Terlihat dari sudut pandang yang sulit dimana Carrie membukakan pintu depan rumahnya yang sengaja dikuncinya. Lalu hubungan video call terputus kembali...
Tak lama ada pesan masuk.
Carrie said:
‘Sorry mommy pulang belanja nnt kita sambung lg XOXO’​
--------​
Selanjutnya, semakin banyak pengetahuannya, Carrie rajin mengirimi foto dirinya yang sedang melakukan aktifitas sehari-harinya. Kebanyakan dalam mode selfie seperti yang banyak dilakukan remaja seumurannya. Di kamar, di meja makan, di ruang keluarga, di depan beranda rumah, di halaman belakang. Pokoknya dimana-mana.
Aku juga selalu mendapat notifikasi di HP-ku setiap Carrie mengunggah foto baru di Instagram-nya. Karena aku hanya mem-follow dia saja @carriesmith_knight. Carrie-pun hanya punya dua follower; aku (@satriasuryawan_knight) dan adiknya (@nicolesmith_mirai).
Foto-foto khusus langsung dikirimkannya padaku lewat Whatsapp-nya. Tau sendiri, dong foto khusus itu gimana? Foto saat ia sedang menyenangkan dirinya sendiri dengan jari, foto ia sendirian saja di kamar tanpa pakaian, di dalam shower box, berendam di bathtub, foto secara dekat kedua dadanya, foto close-up bagian bawah tubuhnya, dan banyak lagi.
--------​
Pernah juga ia kembali mem-video call-ku dengan nafas terengah-engah. Ia tidak bicara sedikitpun kecuali guncangan-guncangan di bahunya. Ia mengerang-erang seksi sekali lalu hilang dari pandangan. Layar HP-ku gelap dengan sedikit sinar di sudut bergambar kain sprei yang kusut.
Tak lama aku mendapat notifikasi kalau CarrieSmith_Knight mengunggah video pendek baru di Instagram-nya. Segera kuputar video yang cuma berdurasi 4 detik itu.
Satu detik pertama hanya gelap, lalu detik kedua sampai akhir menampilkan kemaluan gadis lembab yang berkedut-kedut meneteskan cairan bening. Aku tahu persis milik siapa itu.
--------​
Carrie bahkan punya Channel tersendiri di Youtube yang ku-subscribe. Dikirimkannya tautan laman video terakhirnya padaku lewat kicauan twit**ter-nya. #CarrieSmithKnight/****/Carrie086. Kuikuti tautan itu dan masuk ke laman Youtube sampai buffering sebentar untuk memuat video itu di pemutarnya. Video ini berdurasi 2 menit saja.
Carrie sedang di halaman belakang rumahnya. Di bawah pohon yang ada rumah pohon sederhana itu. Ada sebuah tangga aluminium di sana dan ia memanjat sambil memegang tongsis-nya untuk merekam aktifitasnya kali ini.
Senyumnya manis sekali kala ia bercerita dengan antusiasnya tentang rencananya untuk membangun rumah pohon yang lebih besar dan jauh tinggi dari sebelumnya. Ia terinspirasi dari sebuah acara di TV yang menampilkan pembangunan rumah pohon yang dilakukan oleh sekelompok profesional pembangun rumah pohon yang keliling Amerika Serikat dalam memenuhi permintaan pelanggannya.
Aku selalu menyimpan (bookmark) video Youtube yang dibuatnya kalau-kalau aku ingin menontonnya kembali. Sudah lumayan banyak video pendek yang direkamnya dan diunggahnya ke penyedia layanan video gratis terkenal ini.
Ada beberapa video yang menampilkan saat ia belajar mengendarai sepeda lagi. Saat ia belajar mengeja kata-kata sulit. Waktu ia berusaha menerbangkan layang-layang di taman kompleks perumahannya. Juga ada video step-by-step tutorial Carrie melipat kertas hingga menjadi bangau. Semua ini direkam tentu saja dengan bantuan Nicole.
Semoga saja semua ini bisa menjadi memori tambahan saat Carrie mendapatkan memori lamanya kembali. Semoga saja...
 
--------​
“Caramu benar-benar pengecut... sama persis dengan sifatmu itu, ya?” kataku pada seorang pemuda berdiri tenang di tempatnya, sebuah pagar rumah dari kayu. Sebuah obeng menancap di kayu di samping lehernya. Tangannya mengepal. Senyumnya tipis dan menyebalkan.

Mike
Sudah lama aku tidak bertemu pemuda ini. Pertama kali dan terakhir kalinya adalah saat di bukit saat acara Outbond pabrik karton PT. Boxindo—saat mendekati Nining. (Quest#08). Ia beserta kakaknya mengambil SHINY GEMS SCORGH dari Nining hingga jiwanya terbelah dua dan beresiko fatal. Keduanya takluk di tanganku menggunakan CRAVE; Mike ketakutan tak mampu bertindak sedang kakaknya, Michele menggelinjang orgasme.
Dari ingatan MEMORY ARC-UNDINE di bandara, warung, dan jalanan barusan... Mike selalu ada di sana. Berpapasan denganku saat jalan berpura-pura tak kenal. Di pintu masuk bandara Adi Sutjipto berpapasan saat kami berlari-lari masuk. Di warung Mangut Lele sebagai pembeli yang sudah selesai membeli dan mencari tempat duduk. Barusan saat sebelum diberitahu Andin tentang kemampuan baru; MEMORY ini, berpapasan lagi sebagai pejalan kaki lainnya yang sedang sibuk bermain Pokemon Go. Orang yang sinyal core istimewanya barusan terdeteksi sebesar 1927 Hz.
Entah kekuatan apa yang telah digunakannya pada 3 orang malang yang telah melakukan kejahatan yang tak seharusnya itu. Mereka telah melakukan semua itu tanpa sadar dengan pengaruh yang sangat jahat sekali. Seperti juga FROZEN TIME yang pernah diperagakannya dahulu. Waktu membeku pada satu area tertentu, menghentikan pergerakan semua hal, tanaman, hewan dan manusia. Dia mungkin punya banyak macam-macam kemampuan sejenis itu.
Ia mengikutiku sampai ke Jogya sini juga dan melakukan banyak hal yang menakutkan dan mengerikan. Dia tidak segan mencelakakan orang lain dan cenderung tidak perduli. Dia bahkan tidak berusaha menemukan kakaknya, Michele yang sudah kuubah bentuknya. Atau apa bahkan ia tidak tau?
“Wah-wah... Bahkan ABBYS ROOT-ku gagal kali ini. Kau memang sangat hebat... Luck-mu juga sangat tinggi... Tapi kali ini aku tidak akan kalah lagi!” katanya lalu aura pemuda itu tiba-tiba menjadi gelap. Kegelapan cepat menyebar dan mengurungku. Bahaya! Ini seperti DARK VOID milik Güthberg! (Quest#09)
Ternyata tidak. Aku masih bisa memakai semua kekuatanku. Ini hanya sebuah dimensi ciptaan Mike agar bisa bersenang-senang bertarung denganku tanpa gangguan apapun.
Mike kembali membuka bajunya untuk memamerkan tato-tato yang kemudian muncul disekujur badannya. Tulisan bangsa Hyperios. Sepertinya tato ini lebih banyak dari yang terakhir kulihat. Dia sekarang mengkoleksi lebih banyak core dan SHINY GEMS.
“MANIC LIQUID!” gumam Mike mulai dengan serangannya. Di punggungnya muncul gelongongan cairan kental, mengapung seperti gelembung sabun. Tetapi berwarna merah dan densitasnya solid. Dengan gerakan tangan, cairan itu terbagi dua. Aku bersiap menerima apapun yang terjadi. Kalau mau keluar dari dimensi gelap ini, aku harus mengalahkan Mike dahulu.
“RAIN BARRAGE!” seru Mike mengarahkan tangannya ke aku dengan gerakan tegas. Gelonggongan air yang terbagi dua di punggung sudah berbentuk sayap dan dari sayap itu menyembur cairan merah berjumlah banyak, melesat kepadaku!
Yaiks! Tunggang langgang aku mengelakkan serangan cepat bak berondongan senjata api itu. Tembakan itu menerpa ruang gelap hingga beriak. Bahkan kekuatannya sendiri sampai begitu terkena tembakan MANIC LIQUID ini.
Luas dimensi buatan Mike ini ternyata cukup luas karena aku tak kunjung menemukan tepinya saat berlompatan menghindar.
“SHADOW STRIKE!” aku mempunyai kesempatan melakukan serangan balasan dengan tendangan lutut LEO ini. Tendangan bayangan itu ditembaki Mike dengan serangannya. Tetapi karena cuma bayangan, tak bisa kena dan ia harus menghindar.
BLORK!
SHADOW STRIKE menghantam dimensi gelap ini dan melubangi. Wow? Ada cahaya terang memancar dari dunia di luar sana. Tak lama kejadian itu sebab dimensi gelap memperbaiki dirinya sendiri dan menutup lubang itu. Lubang ada di posisi dinding yang sebenarnya tidak ada. Sungguh ganjil dimensi buatan Mike ini.
“Akhh!” keluhku. Sebuah tembakan air merah itu menyengat punggungku. Aku bergulingan di semacam lantai dimensi gelap ini. Hujanan tembakan menerpaku kembali. Rasanya sakit sekali seperti ribuan lebah menerjangmu sekaligus.
Begitu mengena, air merah itu menempel begitu saja di tubuhku. Seperti parasit yang tak mau lepas. Menggerogoti tubuhmu dari luar ke dalam.
“AARRGGGGHHHH!” teriakku kesakitan. Merasakan air merah itu berusaha menembus kulitku yang kuperkuat dengan HARD SHELL SKIN TAURUS. Ternyata ia bisa memanfaatkan partikel kecilnya dan menyusup lewat pori-pori kulitku.
“Wah-wah... Gimana? Sakit, kan? Aku akan mengambil alih tubuhmu dengan darahku sendiri... Apa kau tau kalau air merah itu adalah darahku?” kata Mike menjengukku yang sedang berbaring meregang kesakitan. Gumpalan air merah itu semakin sedikit karena menemukan jalan masuk ke tubuhku.
“Ini yang... kau... egh... kau gunakan untuk... mengendalikan orang-orang itu?” tanyaku merasakan sakit menyengat di sekujur tubuhku atas invasi air merah yang ternyata adalah darahnya sendiri.
“Hebat, kan? Sekarang kau tak bisa mengendalikan tubuhmu sendiri...” kata Mike dengan senyum licik kemenangannya. “Seberapa kuatpun dirimu, kalau kau gak bisa kendalikan... semua akan percuma, kan?” lanjutnya. Jari tangannya bergerak memberi perintah pada tubuhku.
Badanku bergerak sendiri dari posisi meringkuk awal dan kini berbaring menelentang sesuai kemauannya. Badanku tak bisa kukendalikan karena darah asing menguasai tubuhku. Darah asing memasuki sistem tubuhku.
“Seberapa yakin kau dengan darahmu?” tanyaku.
“Yakin banget, dong... Kau sudah merasakannya, kan? Lagipula kau sudah liat sendiri orang itu sanggup ngaku-ngaku bawa bom di bandara, melindas antrian orang di gang sempit, memalakmu hanya dengan obeng...” jawabnya penuh percaya diri. Ia sampai berkacak pinggang serupa gaya Psy waktu Gangnam Style.
“Di dalam tubuhku ada virus aneh yang tak kupaham sampai sekarang... Ada di darahku pastinya... Darahmu saat ini pasti sedang dibantai habis-habisan oleh virus itu karena pastinya benda asing...” jelasku seiring kepulan asap tipis dan kemudian menebal keluar dari tubuhku.
“A-apa... Apa?” kagetnya tak menyangka kalau rencana briliannya runtuh kembali berkeping-keping. Ia hanya bisa memandangi tubuhku yang berasap tipis perlahan bangkit dari posisi berbaringku dan berdiri tegak. Kuludahkan darah yang tersisa yang terasa asin di mulutku. “Puh!”
“Tapi-tapi kau tidak bisa keluar dari kantung kegelapanku ini... Kau akan kukurung selamanya di dalam sini!” teriaknya histeris cenderung putus asa. Ia marah sekali karena semua berantakan. Entah apa saja yang telah dilakukannya selama ini untuk mempunyai kemampuan pengendalian darah ini yang kini sia-sia di hadapanku.
“Tidak apa-apa... Aku tinggal membelah atau menembus dimensi gelapmu ini... Tadi pake tendangan SHADOW STRIKE-ku juga tembus...” kataku tak khawatir.
“Tidak akan mempan! Aku sudah memperkuatnya... Berkali-kali lipat!” katanya gegabah. Keliatan banget putus asanya. Kalau cuma diperkuat, aku juga bisa memperkuat seranganku, kan?
“Begini aja, Mike... Kau mau merasakan ketakutan seperti waktu itu lagi atau kuhajar dulu atau kau punya request tertentu... Misalnya berlibur ke candi Borobudur dulu... Mumpung dekat dari sini, kan?” kataku bercanda tapi sesungguhnya ancaman serius.
“Ah! SIAL!” serunya marah dan berbalik ketika dilihat aku menarik kaki kananku kebelakang dan menyiapkan SHADOW STRIKE. Ia dengan mudah keluar dari dimensi gelap ini dan kabur dari hadapanku. Kutangkap bahunya setelah mengganti ancang-ancang menendang dengan start lari cepat MARVELOCITY hingga aku ikut keluar dari kegelapan ini.
Bergulingan kami muncul kembali di depan pagar kayu rumah tadi. Dan kutusuk lehernya dengan racun jujur serupa persis dengan yang kugunakan pada agen OSSR; Angel alias Rei Men-Hwa alias Dellayani sekarang, agar membocorkan rahasia setelah interogasi dengan TOXICATE SCORPIO. Tubuh Mike melemah dan tidak agresif melawan lagi ketika kubalik.
“Bangun dan berdiri!” perintahku pada pemuda seumuranku ini. Ia dengan patuh bangkit disertai pandangan kosong. Memandang kedepan tanpa ekspresi jelas.
“Kau harus mengikuti semua kata-kataku! Paham!” sergahku pada Mike. Ia mengangguk benar-benar sudah terpengaruh TOXICATE-ku.
“Pergi ke kantor polisi terdekat dan akui semua kesalahanmu di sana... Bom di bandara Adi Sutjipto... Dan tabrakan warung Mangut Lele di Sleman... Kau harus bertanggung jawab atas perbuatanmu itu! Kau paham?” tanyaku. Kembali ia mengangguk.
“Pergilah...” kataku lagi. Ia balik badan dan berjalan perlahan mencari kantor polisi terdekat. Untuk mengakui semua dosa-dosa yang sudah dilakukannya. Entah apa yang akan terjadi kemudian dan apakah polisi dapat menahannya saat Mike sadar nanti ketika efek racun sementara TOXICATE itu habis. Setidaknya pihak berwajib sudah mendapat sedikit jawaban atas kejadian aneh dan tragedi berdarah barusan. Dan lagipula akan ada sedikit titik cerah motif atas kasus aneh ini.
Mike yang berbuat—Mike yang bertanggung jawab. Intinya...



========
QUEST#11
========​
Perjalanan pulang kami berjalan lancar kali ini. Tak ada halangan aneh-aneh lagi setelah aku mengirim Mike ke kantor polisi atas pengaruh TOXICATE-ku yang tak bisa dicegahnya.
Kota Jogya tentu saja heboh pada umumnya, apalagi pihak kepolisian khususnya tentang pengakuan seorang pemuda berinisial M yang menjadi dalang atas 2 kejadian beruntun itu. Teror bom di bandara Adi Sutjipto dan tabrakan maut di gang sempit penjual Mangut Lele.
Bandara sudah dibuka lagi hari ini karena tidak ditemukan benda-benda berbahaya yang dikhawatirkan pasca teror bom kemarin. Penerbangan malam kami berlangsung lancar dan tiba di tujuan dengan lancar juga.
Tiba menjelang tengah malam di bandara kota kami, taksi mulai jarang. Aku sudah antisipasi dengan mengirimkan diriku sendiri yang mengendarai mobil sport-ku untuk menjemput kami berdua. Tubuh hasil DOUBLE-ku itu menggabungkan diri denganku sehingga aku otomatis sudah mempunyai kunci mobil di saku.
Maria terkaget-kaget kugiring ke parkiran mobil dan melihat Jaguar-ku terparkir di sana. Katanya ini kali pertama ia naik mobil semacam ini. Mobilku lalu melaju membelah malam dan menuju kembali ke sekolah asrama Hati Murni yang ada di ujung lain kota.
Satu setengah jam kemudian tiba tak jauh dari kompleks sekolah, kami berdua turun dan mobil putar arah kembali ke rumahku dikendarai diriku hasil penggandaan DOUBLE lainnya. Menembus pagar tebal tinggi sekolah Hati Murni dan bergegas kembali ke kamar 3-36.
Lelah diperjalanan, kami langsung merebahkan diri di ranjang dan tidur. Tidur dengan nyenyaknya.
--------​
Sekolah hari ini di Hati Murni seperti biasa saja, tetapi rasanya lebih ringan dan lega rasanya bagiku. Sudah selesai semua halangan dan ganjalan yang mungkin ada. Maria yang sudah mahfum kalau aku akan segera pergi begitu core istimewa ZODIAC CORE AQUARIUS-nya diambil. Tapi ia tidak mempermasalahkan tentang kapan kami akan bertemu lagi. Mungkin dikarenakan karena status sekolahnya yang serupa ini, sehingga ia tidak bisa keluar masuk seenaknya atau bahkan menerima tamu.
Ganjalan perasaannya terhadap kak Frissa sudah kelar. Ultimatum kak Frissa kalau ia tidak bisa menerima perasaan Maria membuatnya mendapat shock terapi dan untungnya segera menyadarkannya. Bukan semakin membuatnya semakin terpuruk dalam kegelapan cinta sejenis.
Selama tiga hari kami pergi ke Jogya tak ada hal besar yang terjadi. Klub renang tetap berlatih dan belajar bareng dengan siswi-siswi berprestasi. Tidak ada kejadian luar biasa yang terjadi karena Revolusi yang kugagas itu ternyata membuat semuanya menjadi terkendali.
Hanya saja ada satu kejadian yang kurang diketahui semuanya adalah pengunduran diri kepala sekolah bu Tini Gardenia dan wakilnya, pak Prio dari jabatannya. Pengunduran ini akan efektif begitu sudah didapatkan pengganti mereka. Ini kuketahui dari si ratu gosip Deswita. Entah bagaimana cara ia menghimpun berita.
Mungkin saja bu Tini Gardenia merasa terancam oleh videoku dan memilih keluar daripada nama baiknya rusak. Lebih baik ia cuci tangan dan keluar untuk pensiun lebih dini atau merintis karier di tempat baru. Pak Prio mengikuti langkahnya entah karena ketakutan atau merasa capek. Ketakutan ketahuan belangnya atau capek berbuat dosa.
Marisa sedikit demi sedikit sudah berhasil mengatasi trauma-nya. Ia mulai berani keluar dari kamar setelah pelajaran dan makan di kantin. Biasanya teman sekamarnya, membawakan makan siang atau makan malamnya ke kamar. Aku terkadang mengunjungi kamarnya bareng Deswita dan rame-rame bergosip ria di sana.
--------​
Begitu terus sampai hari ini Selasa, 9 Februari. Ulang tahun ke 18 tahun Maria Kusuma. Kiriman 18 kuntum mawar merah juga sudah kudapatkan; kiriman paket kilat dari diriku sendiri lewat DOUBLE BEOWULF yang sangat bermanfaat ini.
Begitu terbangun karena aroma harum, yang pertama kali dijumpainya adalah buket mawar itu di samping wajahnya. Aroma harum mawar segera tercium segar. Aku duduk menunggu reaksinya.
“Satria... Bagus banget bunganya... Suka...” katanya memeluk dan menciumi kuntum bunganya yang lebar berwarna merah tua. “Sini, dong?” pintanya memanggilku agar berbaring dengannya.
“Selamat ulang tahun ya Maria... Semoga panjang umur... Murah rezeki... Tercapai semua cita-cita dan impiannya...” kataku di depannya setelah ikut berbaring di ranjang ini. Kemudian kukecup keningnya.
“Makasih, Satria...” katanya menciumi mawar itu kembali. Standar gombalku selalu. “Apakah dini hari begini udah bisa, Satria?” tanya Maria.
“Bisa apanya?” kataku bertanya balik.
“Ngambil ZODIAC CORE-ku?” jawabnya terus terang. Entah siapa yang sudah tidak sabar. Ia malah menawarkan ini. Padahal aku sabar menunggu sampe nanti malam, kok.
“Bisa... Ini sudah tanggal 9 Februari... Mulai dari jam 12 tadi sampai jam 12 nanti malam rentang waktunya...” jawabku. Ini sudah pukul 01;48 menurut jam digital di meja belajar Maria.
“Sekarang aja, ya? Aku udah gak sabar... Ya? Ya?” malah Maria mendesak.
“Maria... Yang perlu ZODIAC CORE itu kan aku... Masa Maria yang gak sabar, sih?” heranku. Manja banget Maria sekarang padaku.
"Gimana kalau nanti sehabis sekolah aja? Lebih panjang waktunya..." tawarku. Kalau sekarang sih bisa aja, tapi dalam keadaan masih ngantuk gini.
"Sekarang ajaa... Aku da gak sabaar..." jawabnya manja lebih-lebih melendotkan tubuhnya padaku.
Memang ya ini anak sudah berubah banyak. Pemilik ZODIAC CORE ke 11, AQUARIUS ini menjadi lebih manis sekarang padaku. Dari awalnya dulu bawaannya jutek dan songong abis gitu, jadi berubah manis dan manja begini. Gadis yang kini sudah berumur 18 tahun yang sarat prestasi di bidang olahraga renang ini sudah tak sabar untuk diambil core istimewa miliknya.
"OK, deh... Tapi enggak disini..." imbuhku.
"Dimana? Ada tempat kejutan spesial gitu?" girang Maria membayangkan yang indah-indah aja saat ini.
"Mm... Ikut aja dulu... Bagi Maria tempat ini pastinya sangat spesial... Yuk..." ajakku menarik tangannya untuk turun dari ranjang. Keluar kamar dini hari begini sangat dingin dan aku menutupi tubuhnya dengan selimut untuk mencegah dingin menjamah tubuhnya.
Kami berdua berlari-lari kecil sepanjang lorong lantai level 3 ini lalu menuruni tangga sampai mencapai lantai dasar. Penerangan di langit-langit bangunan membantu navigasi kami menelusuri bangunan asrama dan sekarang menyeberang ke bangunan sekolah. Aku terus menarik, mengarahkan Maria untuk terus mengikutiku kemanapun kubawa dia. Pastinya ia sedang menebak-nebak akan dibawa kemana dan aku juga tidak kaget kalau tebakannya benar.
"Kemari?" begitu kami sudah ada di balik pintu yang menutup tangga untuk menuju tempat tujuanku bersama Maria.
"Ya kemari... Tempat yang sangat akrab bagi Maria, kan? Sudah bertahun-tahun Maria berlatih dan menghabiskan banyak waktu di sini... Sejak dari kelas VII, kan?" kataku setelah melepas tangannya. Pintu ini selalu dikunci kalau tidak ada pelajaran atau jadwal latihan renang atau malam hari. Tapi tidak masalah bagiku karena bisa kulewati dengan SHADOW GEIST.
"Sudah berapa banyak kenangan Maria di sini selama bertahun-tahun itu. Ada yang manis, indah, berkesan dan menyenangkan... Ada juga yang sedih, pahit, menyakitkan dan gak menyenangkan... Semuanya ada di sini..." kataku. Bersama-sama kami memandang luas kolam renang indoor yang berada di basement kompleks sekolah ini. Maria menyapukan pandangannya pada keadaan gelap gulita area keseluruhan tempat ini yang tanpa penerangan.
Walau begitu, kami masih bisa menandai tempat ini dengan mudah lewat sinar lampu luar yang menyusup masuk dari jejeran lubang ventilasi di sekeliling tempat ini. Pada permukaan air kolam berukuran Olimpiade, jejeran bangku penonton di sebelah kiri kolam, ruang ganti pakaian di ujung sana, area luas tempat persiapan dan pemanasan, tumpukan pelampung pembatas jalur di tepi kolam, penunjuk waktu LED di atas kolam dan lain-lainnya.
Kubiarkan ia menikmati pemandangan keadaan gelap kolam ini yang mungkin jarang bisa ia saksikan. Hanya dalam beberapa bulan lagi saja, ia akan meninggalkan ini semua. Perspektif cara pandang akan berbeda kalau dilihat dalam situasi begini.
"Yuk... turun..." kata Maria menggamit tanganku dan mengajakku turun ke pelataran dingin area kolam. Air dalam jumlah banyak begini selalunya akan mempengaruhi suhu lingkungan sekitarnya. Aku sudah pernah mengalaminya beberapa waktu lalu saat dipaksa berendam di dalam kolam ini semalaman. Untung aja ada INSULATION BLACK SWAN.
Sekilas aku melihat kelebatan tangannya menghapus air matanya dengan cepat saat ia menoleh ke arah yang jauh dari jangkauanku. Pasti sudah banyak memori yang dikenangnya dari tempat ini. Kami menuruni tangga dan tak lama mencapai pelataran luas, lantai dingin.
Maria dan aku sepakat, kami tidak akan menyalakan satu lampu-pun di tempat ini karena akan menarik perhatian para security yang berjaga diluar sana. Lebih baik tidak usah mencari masalah pada saat krusial seperti ini.
Ia masih memegangi buket mawar 18 kuntum itu erat-erat sembari menciumi aroma harumnya. Selimut tebal masih menutupi pundak dan punggungnya. Kami sudah tiba di tepian kolam. Dicelupkannya ujung kakinya yang sudah tidak pakai sendal.
"Di dalam kolam aja, ya?" pintanya sambil tersenyum lebar. Dengan senyumannya, permintaan itu sulit untuk ditolak. Lagipula ini bukan kali pertama kami bercumbu di dalam kolam ini.
Tapi ini kali pertama aku melakukannya dengan wujud tubuh asliku. Pernah dengan wujud Satriyani. Kulepaskan pakaianku semua hingga aku kini telanjang bulat di tepian kolam dan kuceburkan tubuhku—kaki duluan. Ketinggian kolam di bagian sini cuma sebatas dada. Brr... Diiiingiiiin.
Melihatku sudah menceburkan diri, Maria juga melepaskan pakaiannya dan menumpuknya bersama pakaianku. Tubuh indah dan padatnya segera terpampang di kegelapan malam. Tubuhnya seperti memiliki cahaya sendiri di mataku, Ketika ia mengikat rambut panjangnya menjadi gelungan kecil di atas, payudaranya membulat sempurna akibat tarikan otot lengannya yang diangkat.
"Iiih... Satria? Ngeliatin apa, sih?" kata Maria masih risih aja dipelototin di kegelapan begini.
"Ngeliatin keindahan dan spesialnya Maria, dong..." gombalku merayu rasa risihnya. Padahal hampir tiap hari sudah kulihat semua lekuk tubuhnya. Mungkin karena lebih banyak dari jarak dekat dan ia bisa menyembunyikan kepalanya pada bahuku.
"Iih... Satria porno, ih!" katanya terus risih.
"Loncat, Maria... Aku tangkap, deh..." pintaku. Aku bahkan melebarkan tanganku untuk menyambut loncatannya. Seperti godaan padanya. Padahal lebih pengalaman Maria kemana-mana kalau soal loncat ke dalam kolam. Pake harus ditangkap segala.
Tapi Maria tersenyum lucu dan bersiap melompat dari tepian kolam dalam keadaan telanjangnya ini. Ia mengambil ancang-ancang, bersiap-siap. "Tangkap beneran, ya... Satu... dua... tigaaa!"
Tubuh telanjang Maria melompat ke arahku yang sudah ada di dalam kolam. Persis seperti anak kecil yang melompat takut-takut dengan mata terpejam dan tangan terbentang. Tubuh indahnya melayang sebentar lalu mendarat di depanku dengan cipratan air yang cukup banyak sesuai berat tubuhnya. Kutangkap ia tepat pada kedua ketiaknya. Langsung kudekap tubuhnya dan loncatannya terhenti tepat di pelukanku. Dada kami menempel erat.
"Dingin?" tanyaku. Wajah kami dekat sekali di kondisi ini. Kulit lengan kami berdua meremang karena dingin air.
"Kalo pelukan sama Satria jadi lebih anget..." jawabnya memandangi mataku. Tangannya mengalung erat di leherku. Kami terdiam sesaat.
"Aku pikir akan lebih baik kalau kita melakukan hal penting seperti ini di sini... Maria setuju, kan?" kataku masih berpelukan dengan Maria dalam keadaan bugil.
Maria hanya mengangguk dan menikmati momen berpelukan begini. Kecipak air yang menepuk kulit di permukaan kolam akibat loncatannya barusan.
"Sekali lagi aku mau minta maaf sudah pernah bohong pada Maria tentang banyak hal... Tentang jati diriku yang paling utama... Aku masuk ke sekolah ini semata-mata untuk mendekati Maria... Nyamar jadi cewek bernama Satriyani... Pake berantem segala... Membuat banyak masalah yang buat Maria marah besar dan malu juga... Bercinta dengan Maria dengan tipuan juga... Yang Maria kirain dildo rupanya benaran tititku... Berkali-kali juga ngecrot di dalam gak bilang-bilang..." kataku.
Kata-kataku terakhir buat Maria tertawa geli tentang ngecrot di dalam itu. Ia sampai menengadahkan kepalanya menatap langit-langit ruangan kolam indoor ini. "Apa lagi?" mintanya meneruskan.
"Tipuan para pemburu itu mungkin yang paling keterlaluan banget... Maria sangat ketakutan saat itu... Aku ingat sekali ekspresi Maria saat itu... Entah apa yang Maria pikirkan saat itu... Pastinya ketakutan diperkosa dan dibunuh... Lalu muncul diriku... si Satria yang asli yang dinamai Kacung... Jujur aja aku tidak tau cara lain untuk memperkenalkan diriku selain cara itu... Aku terpaksa melakukan itu semua... Menyamar menjadi semua pemburu itu... Alasan utamanya karena lebih terkendali dari pada membiarkan para pemburu itu melakukannya pada teman-temanmu dan Maria... Aku gak rela kalau para pemburu asli itu menjamah kalian... Bagaimanapun Merry, Niken, Ambar dan Gladys adalah teman-temanku juga... terlepas dari rencana jahat mereka itu... Juga monster-monster itu..." kataku panjang lebar. Kami tetap berpelukan erat di dalam kolam ini.
"Satria sudah mendapat maafku... Aku sudah melupakan semuanya, kok... Mungkin itu sifat jelekku yang sering banget dimanfaatin sama orang... Meledak-ledak lalu adem... Mungkin itu juga yang sudah Satria manfaatin, ya?" kata Maria menjawil hidungku dengan hidungnya. Sekarang kening kami menempel.
"Kalau Satria masih merasa bersalah... akan kukatakan sekali lagi... Aku memaafkan semua kesalahan dan tipuan aneh-anehmu... Semua ucapan dan perbuatanmu padaku kumaafkan... Puas?" katanya. Lalu dikecupnya bibirku.
"Makasih Maria..." jawabku menyambut ciumannya. Bibir dingin kami kini beradu saling pagut mencari kehangatan. Ciuman Maria kian hari kian mahir saja. Lidahnya menyeruak masuk ke mulutku minta dihisap. Lidah kami saling menyentil dan bergoyang. Punggung Maria kuelus-elus sehingga menjadi basah sampai sebatas lehernya. Tangan Maria yang masih mengalungi leherku, mengacak-acak rambutku. Dadanya gepeng tertekan di dadaku. Ciuman kami kini sudah terasa hangat.
"Satriaa..." desah Maria melepaskan kalungan tangan kanannya. Ia kini menjangkaukan tangannya ke batang penisku yang sanggup menggeliat bangun di dinginnya air kolam dini hari ini. Tangan Maria yang lebih hangat terasa sangat nyaman menggenggam batang penisku.
Kami terus berciuman sementara Maria terus meremas-remas penis jagoanku. Aku hanya bisa meremas-remas pantatnya yang liat ditingkahi elusan ke punggungnya. Kupindahkan mulutku ke telinganya. Nafas hangatku berhembus perlahan membuatnya bergidik geli. Lidahku melata di sekitar cuping telinganya membuat Maria mendesah beberapa kali. Lalu kuciumi lehernya dengan kecupan kecil. Maria merinding geli kala kulakukan itu berulang-ulang.
 
Bimabet
Rasa kaporit di air kolam tidak kuperdulikan saat kujilati bagian dada dibawah dagunya. Tapi karena tinggi Maria yang sedikit di bawahku, menyulitkanku untuk menjangkau payudaranya. Kedua bongkah bokongnya kucengkram dan kuangkat tubuhnya sedikit hingga memanjat tubuhku. Kakinya yang kuat dicantelkannya di pinggangku. Dengan begini, sajian lezat payudaranya terhidang di depanku dengan mudah. Langsung di-hap!
"Ugghh..." keluh Maria merasakan payudaranya menjadi bulan-bulananku bergantian kanan dan kiri. Didekapnya kepalaku dan mendesakkan payudaranya lebih erat lagi. Tangannya menggosok-gosok punggungku tak tahan dengan rasa nikmat yang dirasakan mendera bagian dadanya.
Selagi bercumbu, aku terus bergerak di dalam kolam renang ini. Tiba di bagian tepi, kududukkan Maria di atas permukaan dingin itu dan kuserang bagian perutnya. Pusarnya kujilat-jilat berputar. Kulit perutnya yang meremang oleh hawa dingin terasa beradu dengan permukaan kasar lidahku. Tanganku yang bebas, mengelus-elus kedua paha padatnya. Merambat naik sepanjang pinggul, pinggang dan berlabuh di kedua bongkah dadanya. Sementara kepalaku semakin terbenam ke bawah.
"Oohh!" keluh Maria keras saat bibirku bertemu bibir kemaluannya. Lidahku menelusup masuk dan menyapu bagian dalam lipatan vaginanya. Maria bersandar mundur dan bertumpu dengan dua sikunya. Berkali-kali punggungnya melengkung merasakan nikmat permainan lidahku di kemaluannya. "Saatriiaaahhh... Mmm... Oohh..."
Rasa dingin akibat air kolam sudah tak ada lagi. Vagina Maria sudah terasa panas saat ini sebagaimana semua tubuhnya hangat seperti demam. Demam birahi tepatnya. Sepanas apa dirinya kalau sudah terkena pengaruh CHARM-ku nanti?
"Naiikk... Naaiikk, Satrriiaaahh..." minta Maria memandang sayu padaku. Memintaku bergabung dengannya di luar kolam. Aku naik dan memanjat keluar.
Belum sempurna aku berdiri di luar kolam ini, Maria sudah menerjangku dan menyerang penisku yang menegang sejak di dalam air tadi. Rasa hangat langsung menyelimuti seluruh batang kejantananku. Nafas hangatnya menerpa perutku dan usapan liar kedua tangannya menyingkirkan air yang masih menempel di tubuhku.
Permainan blow job Maria semakin mahir saja. Ia sudah berkali-kali bereksperimen melakukan deepthroat. Sejauh apa dan selama apa ia bisa menelan penisku di mulutnya. Rasanya saat ditelan bulat-bulat begitu seperti disedot oleh vacuum cleaner gimana gitu. Lalu ia berkonsentrasi menyedot-nyedot pada kepala jamurku saja yang sudah berwarna merah tua kebiruan hampir meledak. Disedotnya berkali-kali dengan kuat sembari tangannya mengocok-ngocok bagian batang perlahan. Dilepas lalu disedot kuat lagi.
Selagi melakukan itu semua, Maria selalu memandangi ekspresiku. Menilai kira-kira mana yang paling berpengaruh padaku. Saat menjilat-jilat lubang kencingku dengan dua tangan ia mengocok penisku perlahan. Lidahnya bermain nakal. Menyentil-nyentil genit. Lalu jilatan panjang dari pangkal hingga mencapai kepala jamur lagi. Dan hap ditelan lagi.
"Sllrrrppp... Slllrrkkk... Sloorp... Sloorrp..." suara berkecipak permainan basah mulutnya. Sejumlah ludah kadang ditambahkannya ke batang penisku. Tangannya mengocok cepat kala ia mempermainkan benang ludah yang menghubungkan mulutnya ke batangku.
"Kau suka mainin tititku, Maria?" tanyaku. Pinggulku secara insting maju mundur di dalam mulutnya.
Maria mengangguk plus mengerjabkan matanya beberapa kali. Selagi mempermainkan penisku di mulutnya, sebelah tangannya juga mengutik-utik kemaluannya sendiri.
"Bagaimana kalau begini?" kataku menarik sedikit paksa penisku dari mulutnya. Dengan tak rela, ia mengejar...
"Muaahhh... Saaatrriiiaaahh!" seru Maria tiba-tiba meningkat satu level lagi taraf birahinya. Ia berhasil mendapatkan penisku kembali di tangannya. Ia bertambah besar berikut perubahan diriku menjadi CHARM. Terjadi upgrade yang signifikan pada ukuran kejantananku.
Genggaman Maria terasa lebih hangat dari sebelumnya dan ia semakin liar saja. Batang penisku digosok-gosokkannya ke pipinya sebelum mencoba untuk menelannya lagi.
Badanku juga terasa hangat akibat luapan kekuatan dari bentuk CHARM-ku ini. Ini hadiah utamaku untuk tiap pemilik CORE istimewa yang sedang berulang tahun. Pengaruh nafsu yang meluap-luap diharapkan bisa merangsang keluarnya ZODIAC CORE yang kuincar. Bonusnya adalah kenikmatan yang tak terperi rasanya. Hanya satu wanita yang pernah dua kali mendapatkan kenikmatan TRIGGENCE ini, Sherly Ong.
Mulut Maria penuh oleh kepala penisku yang dicoba dihisapnya kuat-kuat. Selebihnya ia hanya bisa menjilat-jilat permukaan batang penisku yang keras dan bergerinjal kasar. Nafas tersengal dan cepat Maria kala ia gemas menggesekkan batang penisku di leher dan menusukkannya ke puting payudaranya. Mendesah-desah keenakan lalu merebahkan dirinya di lantai dengan kaki terbuka lebar.
"Satrriaaahh... Mm... Cepaatt... Mm... Yahh..." desahnya memintaku untuk segera memasuki dirinya. Bukaan vaginanya sudah sangat basah bekas distimulasinya sendiri dan luapan nafsunya yang menggebu-gebu. Beberapa bagian tubuhnya memerah tanda terangsang luar biasa. Digosok-gosoknya klitorisnya sendiri tak sabar.
Aku berjongkok di hadapannya, rapat dan mengarahkan penis upgrade CHARM-ku ke bukaan vaginanya. "Aaahhhsss..." keluh Maria begitu kepala penisku menyentuh dan menggesek saja. Padahal belum masuk. Hanya gerakan menggoda saja. Dipeganginya lenganku yang berada di bawah ketiaknya dan ditarik-tariknya.
Perlahan kugoda kembali dengan menggesek berkali-kali ke bukaan vagina basah berdenyut-denyut itu. Terasa lendir lengket membasahi kulit penisku, Semuanya terasa hangat. Maria sangat hot dini hari ini. Semuanya terasa sangat spesial.
"Masuukkannn... Satriiaaahh... Kumooohon masuuukkan segeraahhh!" pintanya sampai harus memohon segala. Digigitnya bibir bawahnya menanti belas kasihanku atas dahaga nafsunya. Tak ada rasa malu dan sungkan lagi di hadapan kekuatan pesona CHARM.
Mata kami saling menatap saat penisku perlahan-lahan masuk dan membelah liang kenikmatan Maria. Mulutnya membuka lebar dan nafas berat terengah-engah. Meluncur masuk sampai terasa pinggul Maria bergetar—masuk semakin jauh. Mulutnya membuka lebar dan matanya membalik hingga hanya kelihatan putihnya saja.
"Aaarrgghhh..." Maria berkelojotan seperti ikan terdampar di daratan. Menggelepar untuk beberapa saat waktu penisku mentok mencapai batas terjauh yang bisa ditembusnya. Tangannya membentang seperti sayap elang. Pasrah apapun yang terjadi. Tak memperdulikan dingin lantai kolam renang sepi gelap ini.
Kupegang dan kutekuk kedua lututnya untuk mulai menggerakkan penisku keluar masuk liang kemaluan Maria selepas orgasme tadi. Ia mengerang keenakan masih dengan mata terpejam. Ditariknya kedua tangannya dan menuju ke posisi default; disamping kepalanya.
Cukup pendek-pendek saja gerakan keluar masukku. Berkali-kali kembali aku menekan mulut rahimnya dengan kepala penisku membuatnya mengerang keenakan. Erangan-erangan kuat Maria menggema di ruang tertutup ini. Kalau ada orang diluar sana dan mendengarnya, mungkin akan tercipta rumor terdengar suara hantu mengerang di dalam ruang kolam renang indoor ini di waktu malam. Padahal cuma suara orang sedang bersenggama saja.
"AAhhh! Aaoohh! AAahhh!" erangan Maria semakin menguat akibat sodokan penisku mulai memanjang karena aku sudah menarik penisku agak banyak dan saat disodok masuk kembali, gesekannya akan sangat terasa di dinding kemaluan Maria. Gesekan penis kakuku sangat ideal di katupan erat bergerinjal vaginanya.
Katupan kakinya kuvariasikan beberapa kali. Saat lututnya kurapatkan ke dadanya, tusukan penisku bisa semakin dalam, saat kedua kakinya kusandarkan ke bahuku, jepitannya semakin terasa, dan kalau kulebarkan semaksimal mungkin, gerak tusukan semakin lancar. Apalagi kala dibuat menyamping, beuh... semakin peret cengkramannya.
Sodokanku kini berasal dari belakang. Sebelah kakinya kuangkat dan penisku menelusup masuk dari belakang. Menggesek maksimal semua permukaan vaginanya. Punggungnya kuciumi dan kujilati bergantian. Cengkraman tanganku tak tinggal diam di dadanya. Pokoknya tak ada bagian tubuhnya yang luput dari rangsanganku.
Saat Maria orgasme kembali, kubiarkan ia menikmatinya sampai tak gerakan melonjak-lonjak lagi dan kulanjutkan kembali. Menyodok vaginanya.
Di bangku penonton yang berundak tinggi, Maria kubuat menungging dan kusosor bokongnya dengan lidahku. Lidahku menyeruak masuk dan pantatnya kuremas-remas gemas. Tak lupa anusnya juga kujilati membuatnya bergidik geli. Kucucup tiap cairan yang keluar dari vaginanya lalu kutempel kembali kepala penisku di lubang nikmat itu.
Bluss! Masuk lancar jaya kembali penisku ke lubang senggama Maria. Awalnya pelan-pelan kupompakan penisku dan semakin meningkat kecepatannya seiring waktu. Desah dan erangan Maria terus menggema di tempat sepi ini. Semakin kuat rumor nantinya yang tercipta selepas ini. Memantul-mantul di dinding dingin ruang kolam renang indoor ini.
"Truss... Terusss, Satrriaaahh... Yang cepattt... Aahh! Mmm... Truss Satriaaah sayaannggg.... Mmhhuaahh... Ohh!" begitu erangan Maria berulang-ulang.
Gesekan penisku di dinding vagina Maria sangat intens sekali. Tak heran kalau Maria mudah sekali mendapat orgasme berkali-kali. Kala kenikmatan puncak itu tiba, kakinya lemas dan pantat padatnya berguncang-guncang liar lalu jatuh berlutut.
Saat mulai pulih kembali, diacungkannya pantatnya kembali untuk kembali kucoblos. Ada sekitar 4 kali itu terjadi berulang-ulang. Dan terakhir kalinya, kuputuskan untuk mengganti posisi lagi. Aku duduk di salah satu bangku dan Maria kuposisikan duduk di pangkuanku.
Penisku terbenam dalam kembali di liang cintanya. Kurasakan merangsek kuat di mulut rahimnya. Maria bergerak hati-hati untuk mengocokkan penisku menggunakan tubuhnya. Aku berpegangan pada kedua dadanya yang kuremas-remas gemas. Sesekali mempermainkan putingnya yang mencuat keras.
Kakinya ditumpukan ke lantai dan ia menggerakkan tubuhnya naik-turun. Aku meningkahi gerakannya dengan gerakan menusuk menyambut. Suara plok-plok berirama merdu di tempat ini seperti menyemangati persetubuhan kami ini. Memberi semangat agar terus mencapai kenikmatan lagi dan lagi.
"Aaahhh... Satrriaaahh... Mo dapaat laagii... Ehh... Ehhh... Ehhh..." serunya dan berkelojotan di atas pangkuanku. Penisku sampai terlepas karena gerakan liarnya. Menjulang tinggi di antara pahanya. Aku terus memijati kedua payudaranya.
"Enak banget, Satriaahh... Aku gak kuat... Tapi aku pengen terusss... Kakiku udah lemes... Tapi anuku pengen ngerasain enak ini truss..." keluhnya lemas di samping leherku. Diurut-urutnya penisku yang masih menegang keras di antara kakinya.
"Sudah hampir jam 3 pagi... Nanti semakin banyak orang yang mendengar keributan kita... Sebaiknya kuselesaikan, ya?" usulku.
Menjadi sosok CHARM, aku cenderung untuk selalu mendahulukan kesenangan targetku diatas kepentinganku. Selama permainan cinta, tak sekalipun aku bisa melakukan ejakulasi kecuali lewat TRIGGENCE yang merupakan puncak kekuatan hebat ini. Lewat itulah aku bisa mendapatkan CORE istimewa incaranku. Kali ini ZODIAC CORE AQUARIUS Maria.
Maria mengangguk pasrah saat kubaringkan tubuhnya untuk posisi missionaris ini. Tangannya terkulai lemah di samping kepalanya, kaki mengangkang lebar takkala kuarahkan penis CHARM-ku memasukinya lagi.
"Mmmh..." desahnya bermula.
Kuciumi pipi dan keningnya, lalu bibirnya. Untuk beberapa lama kami berpagutan mulut selagi pinggangku memompa pelan-pelan untuk memulai ritual penggalian ingatanku. Aku harus mengingat Carrie untuk melakukan puncak kekuatan CHARM ini. Hanya dengan mengingat Carrie aku bisa melakukan TRIGGENCE dengan sukses.
Carrie yang kuingat, adalah potongan-potongan memori terakhirku. Hanya lewat layar HP takala kulihat kegiatannya di Youtube sedang meniti perlahan sebuah batang kayu tumbang di tepi sungai kecil tempatnya sering bermain bersama Nicole. Dengan riang bermain sementara terus direkam saudari tirinya. Senyum manisnya selalu menghantui setelah itu. Bahkan sekarang merongrong kesadaranku saat ini. Saat ini juga.
"AAaaahhhh!" keluhku lepas tak sanggup menahannya lagi. Semburan demi semburan meluncur deras dari tubuhku melalui penis CHARM ini memasuki tubuh gadis di depanku yang untuk sesaat kulupa siapa dia. Maria berkelojotan terpengaruh semburan dahsyat ini. Tubuhnya mengejang menerima semburan dalam jumlah besar sperma TRIGGENCE. Jumlah besar sperma yang mampu mengeluarkan core istimewa seseorang sekelas ZODIAC CORE ini.
Sumpalan penisku di vaginanya mengendur seiring berubahnya kembali aku ke wujud asliku. Pemuda yang kembali merasakan sepi. Rasa sepi yang tak kunjung terobati. Kenapa tiba-tiba aku merasakan ini lagi? Rasa sepi yang sangat menakutkan. Seperti terkubur di sebuah liang lahat gelap yang bahkan cacingpun enggan berkunjung saat semua pelayat meninggalkan pekuburan.
Dengan enggan kulepas penisku dari kemaluan Maria. Dari lubang sempit yang segera menutup itu mendesak keluar sebuah sinar terang yang segera kutangkap. Aku sebagai pemilik barunya. Bentuk INITIATE FORM-nya yang berupa kristal berwarna kuning kehijauan berbentuk seperti tombak bermata tiga. Kala kupejamkan mataku untuk melihat bentuk SUB-HUMAN FORM-nya, berkelebatan sosok wanita yang memakai bikini two pieces berwarna-warni berambut unik berwarna ungu. Ia membawa sebuah dayung sebagai semacam senjatanya. Ada beberapa tato stiker menempel di beberapa bagian tubuhnya. Dan lagi ia memakai semacam kacamata menyelam. Lain lagi dengan bentuk CREATURE FORM-nya. Persis seperti yang pernah diceritakan Maria tentangnya, mahluk berupa mirip kodok hijau memanggul sebuah kendi air di bahunya.

Aquarius
Aku terduduk memandangi kolam renang indoor di dalam kompleks sekolah Hati Murni ini yang kembali lengang. Setelah sebelumnya lumayan bising dari gema erangan dan jeritan Maria. Bahkan airnya tenang tak bergerak karena tak ada pergerakan udara di dalam sini. Cahaya lampu di luar tetap terbias masuk dari ventilasi sekeliling ruangan.
"Tinggal satu lagi... AQUARIUS sudah kudapatkan... Yang tinggal hanya PISCES... Yang terakhir... Aku bisa melakukan ini... Aku bisa..." gumamku sendiri. Aku masih duduk di kursi penonton tingkat ketiga, sementara Maria berbaring tidur dengan nyenyak di kakiku. Tak perduli dimana ia berada.
Aku harus mengembalikannya. Membawanya kembali ke kamarnya. Ia bisa sakit kalau tidur di tempat ini. Kukumpulkan semua pakaian kami dan keluar dari tempat ini, menghindari beberapa orang yang ternyata sudah dengan penasarannya ingin tau penyebab suara-suara aneh dari ruangan terkunci ini.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd