--------
Kami lalu duduk-duduk ngobrol di bangku taman yang banyak tersebar di seputaran Fakultas Kedokteran UGM ini. Tepatnya tidak jauh dari ruang praktikum tadi. Banyak mahasiswa yang berseliweran di sekitar kami dan kadang menyapa kak Frissa dengan hangat.
... kamu ada pertandingan di Jogja sini, Mar? tebak kak Frissa. Tentunya akan sangat mengherankan bagaimana ia bisa keluar dari asrama dan melakukan perjalanan jauh seperti ini selain ada alasan yang khusus ini.
Iya, kak... Aku curi-curi waktu nemuin kakak kemari... Tadinya kami ke kos kakak yang di jalan Kaliurang itu... Tapi kata orang di sana kakak udah pindah kos... Makanya kami langsung aja ke kampus kakak... jelas Maria yang duduk tepat di samping kak Frissa. Kak Frissa sudah melepaskan jas lab putihnya dan menyimpannya di tas cangklongnya. Ia memegangi sebuah sarung tangan berbahan tipis seperti stocking.
Ooh... Maafin kak Frissa, ya?... Kakak tidak memberi kabar apa-apa... Bahkan nomor telepon kakak sekarang sudah ganti yang baru... Waktu kecopetan HP-nya juga ngikut... jelasnya meminta maaf.
Kak Frissa sudah jauh berubah sekarang... sejak sudah tidak dengan kak Yosi lagi... kata Maria mulai menyusun kata-katanya. Tapi kakak jadi jauh lebih cantik sekarang... pujinya. Ia memandangi wajah kak Frissa lekat-lekat.
Kakak sudah berubah sekarang... Menjauhi dosa itu... jawabnya menunduk. Sepertinya ia sungguh-sungguh menyesali semua perbuatan dosanya di masa lalu dan mulai menata dirinya agar lebih baik lagi di mata Tuhan. Kakak harap ini adalah bagian taubat kakak... Pergaulan menyimpang yang kita lakukan dulu itu sungguh jauh dari fitrah kita sebagai manusia, Maria... katanya.
Apakah kalian masih terus melakukan itu di klub, Maria? tandasnya tiba-tiba.
Maria mengangguk pelan.
Kak Frissa menghela nafas panjang setelah melirikku sebentar. Ia sepertinya sudah paham apa posisiku sekarang ini. Ia menggeser duduknya sedikit agar ia bisa berhadapan dengan Maria langsung.
Ini bagian dari dosaku juga dahulu... Aku paham perasaanmu, Maria... Kakak juga pernah seumuran denganmu... Diposisimu ini sekarang... Yang bisa kakak katakan adalah... bahwa semua itu adalah sia-sia... Hanya hampa yang akan kau rasakan...
Tapi, kak...? potong Maria.
Iya... Kakak tau bagaimana perasaanmu... Kakak tau kalau Maria suka sama kakak... Kakak sudah tau itu sejak dulu... potong kak Frissa juga. Tapi maaf, Maria... Kakak sudah menjauhi dunia itu semua... Kakak sudah pisah total dengan kak Yosi dan sekarang diapun juga menjalani hidup lurus yang normal-normal aja... Ia sekarang tinggal di Bali belajar melukis dengan seniman sana... Kabar terakhir ia punya pacar bule Australi dan laki-laki tulen... Tapi itu terserah dia... Itu hidupnya... Dan Maria liat kakak... Ini jalan yang kakak pilih... Dan kakak tak bisa menerima perasaanmu... Maaf, Maria... tegas kak Frissa. Jalan yang kak Frissa pilih adalah jalan taubat.
--------
Kami berpisah dengan kak Frissa setelah berbincang-bincang setengah jam kemudian karena ia ada kelas lagi. Kak Frissa ternyata sudah menikah dengan seorang ustadz yang dulu pernah mengkhitbah-nya setengah bulan yang lalu. Pernikahan mereka dilangsungkan tanpa ada resepsi meriah pada umumnya. Hanya dihadiri kerabat dekat saja seperti kemauan mereka berdua. Kak Frissa hanya meminta syarat untuk tidak hamil dulu sampai ia menyelesaikan kuliah kedokterannya yang lumayan berat dan itu diterima suaminya.
Pesan terakhir kak Frissa untuk Maria adalah untuk meninggalkan dunia sesat yang menyimpang itu segera. Kalau Maria ingin mencari kebahagian, lakukanlah dengan wajar dan lurus. Sepertinya nasehat itu juga ditujukan padaku secara tidak langsung.
Jawaban keputusan tegas kak Frissa sangat jelas mengultimatum Maria bahwa tak ada kesempatan sama sekali ia akan bisa bersama Maria. Sampai kapanpun. Dan setelah itu Maria-pun hanya bisa diam.
Di dalam taksi pak Sumarmo yang masih setia menunggu, kami saling diam. Aku menginstruksikan agar taksi diarahkan ke penginapan di pinggiran Jogja saja. Pak Sumarmo menawarkan penginapan murah milik kenalannya yang tak jauh dari jalan Malioboro.
Penginapan ini memang cukup sederhana dan letaknya juga masuk ke dalam gang yang ramai. Banyak penginapan sejenis ini karena terkenal murah dan sederhana. Tempat ini bersih dan asri apalagi kental dengan kebudayaan Jawa yang adiluhung. Ornamen kayu berukir banyak tersebar di sana-sini dan juga batik ada di mana-mana.
Aku memaksa Maria untuk makan siang di sebuah warung di depan penginapan ini dan menunya jauh berbeda dengan yang kami nikmati tadi malam. Menu andalan warung ini tentu saja nasi Gudheg dengan sambal goreng ati. Lezatnya makanan ini ternyata belum mampu menggeser suasana hati Maria yang masih gundah. Tadi malam aku berhasil menggeser mood-nya dengan bantuan menu nasi Kapau tetapi sekarang gagal. Sekarang masalahnya lebih berat dan jelas, sih.
Lalu lintas jalan Malioboro ramai sore ini dan akan berubah bak Car-Free night malam harinya. Kendaraan bermotor seolah maruk menggiling aspal jalannya karena sebentar lagi akan dilarang. Hanya pejalan kaki yang boleh melintas di landmark kota Jogya ini beserta berbagai lesehan para pedagang penghuninya. Banyak wisatawan yang khusus datang ke kota ini hanya untuk menikmati atmosfir khas Jogja di waktu malam. Jalan Malioboro seperti menyihir para laron untuk datang ke jejeran lesehan yang banyak memenuhi emperan jalan dengan berbagai jenis kuliner Jogja yang terkenal. Mengundang siapa saja untuk datang. Kalau sudah makan, tidak salah untuk makan lagi, toh?
--------
Aku harus menghentikan tradisi lesbi di klub renang... tekad Maria setelah meneguk teh manis berwarna pucat itu.
Saat itu aku sedang membuka bungkus daun pisang pengganan bernama Arem-arem. Aku sudah menghabiskan 4 bungkus kue itu setelah makan sate kambing, oseng-oseng tahu, tahu kupat dan minum kelapa muda bakar. Lapar?
Malam ini, wisata kuliner kami berlanjut di Malioboro. Seorang wanita tua pemilik lesehan ini melayani kami dengan senyum khasnya yang tak bergigi. Sepasang kekasih ada di sekitar kami juga dan dengan mesranya saling suap wedhang ronde.
Setau Maria... ada berapa banyak pasangan lesbi di Hati Murni? tanyaku sambil mengunyah potongan terakhir Arem-arem itu. Rasanya manis dari gula Jawa yang lumer di dalamnya.
Cukup banyak, Satria... Tetapi mereka semua adalah siswi senior seperti kita... jawabnya. O-iya. Aku sekarang memakai wujud asliku. Bukan Satryani ataupun Max. Ini permintaan Maria sendiri, kok.
Mereka baru berani terang-terangan setelah sampai kelas akhir seperti sekarang ini... Siswi junior sepengetahuanku tidak ada... Dan makanya harus segera di-cut mulai sekarang... agar tidak menjadi tren terus menerus... Apalagi kau sudah memulai revolusinya, kan? kata Maria. Ia memesan Gudheg pada simbok itu. Lalu ditaburinya dengan sambal goreng ampela sampai setengah piringnya. Ritual makan kembali dimulai sepertinya, saudara-saudara...
Oo... Makanya cewek di sini manis-manis, ya? Makanannya pada manis semua... gumamku celingak-celinguk kanan-kiri pada pejalan kaki dan pengunjung lesehan lainnya. Banyak cewek manis di sekitarku.
--------
Hmm... Enak, Maria...
Apa ini??
Terlihat gembungan tinggi selimut yang menutupi perut dan kakiku. Anu... Enak sekali. Hangat dan basah.
Ketika kutoleh ke samping dimana Maria tidur di ranjang single bed satunya, kosong. Bisa dipastikan kalau yang sedang menghisapi penisku ini adalah Maria.
Di cahaya temaram kamar sempit penginapan berukuran 3x3 meter ini, pelan-pelan kuangkat selimut untuk mengintip aksi Maria yang mengejutkan ini. Remang-remang aku melihat Maria sedang memasukkan penisku yang menggeliat bangun ke mulutnya. Dipejamkannya matanya menikmati penisku dengan syahdu. Lidahnya menjilat-jilat perlahan sepanjang batang kemaluanku.
Marr... sapaku mengelus ubun-ubun kepalanya.
Enak? tanyanya singkat tersenyum masih dengan kepala penisku di dalam mulutnya. Direbahkannya kepalanya di atas pahaku.
Enak banget... jawabku dan melebarkan kakiku juga menyingkirkan selimut itu. Aku sudah tidak memakai celana lagi ternyata. Entah bagaimana caranya ia bisa melepaskan celanaku saat aku tidur lelap tadi.
Aku baru mulai belajar... Kalau gak enak tolong dikasih tau, ya? katanya sambil mengocok penisku.
Enak, kok... jawabku.
Maria mengulum kedua buah pelirku sembari ia terus mengocok penisku. Dari gaya seperti ini, ini adalah praktek dari tontonan bokep. Itu memang salah satu guna utamanya. Selesai mengulum pelirku, ia mengulum kepala penis dan terus dikocok. Dikocok perlahan hingga kemaluanku membesar sampai maksimal akibat rangsangannya.
Ia kesulitan memasukkan penisku ke dalam mulutnya sekarang hingga hanya bagian kepalanya saja yang bisa dinikmatinya.
Enak, Sat? bisiknya melepas mulutnya tapi tidak tangannya. Ia terus mengocok penisku perlahan.
Enak... jawabku pelan.
Maria beringsut naik untuk mencapai mulutku. Dilumatnya bibirku tanpa melepas tangannya dari penisku. Dihisap-hisapnya bibir bawahku lalu lidahnya menyeruak masuk.
Aku akan ikut tetap suka Satria sebagai seorang laki-laki apapun bentukmu... Mau sebagai Tria... Max atau siapapun... Aku gak perduli lagi... kata Maria setelah melepas mulutku. Ia berbicara tepat di depanku dengan wajah sangat dekat.
Satria sudah gunain ini sebagai pengganti dildo itu, kan? lanjutnya meremas batang penisku yang berhenti dikocoknya. Gunain lagi... Kali ini tidak usah pake pura-pura... kata Maria tegas.
Apa Mar... kataku yang langsung dicegahnya dengan menutup mulutku dengan jari.
Gak usah tanya-tanya lagi... Lakukan saja... Aku yakin... Aku sudah bilang aku sudah memaafkanmu, kan? potongnya. Maria sekarang malah mengarahkan sebelah dadanya yang telanjang ke mulutku. Puting susunya langsung saja dijejalkan ke mulutku. Mmhh...
Aku langsung mengulum dan mengenyot payudara kanannya. Putingnya kuhisap-hisap dan kusentil dengan lidah. Sebelah lagi kuremas-remas dan juga kupermainkan pentilnya seirama dengan pergerakan lidahku. Maria kembali mengocok penisku perlahan-lahan sambil menikmati permainanku di dadanya.
Diarahkannya bergantian kedua payudaranya untuk kukenyot. Berdecap-decap suara sedotan mulutku yang kuvariasikan kuat dan lemah. Maria meringis keenakan sampai tak konsisten mengocok penisku. Remasannya kadang berhenti, kadang mencengkram gemas lalu bergerak lagi.
Maria lalu berhenti menjejalkan dadanya padaku dan beralih memainkan puting dadaku. Kuelus-elus punggungnya sampai ke pinggang. Merasakan kulitnya yang halus meremang terangsang. Lidahnya basah terasa dingin menari-nari di puting dadaku yang juga mengeras. Elusan tanganku sampai ke bongkahan bokongnya. Remas-remas perlahan di bokong padatnya lalu menjalar ke pahanya yang gempal. Dari paha luar awalnya lalu merayap ke paha bagian dalam yang lebih sensitif.
Ia melebarkan kakinya agar aku lebih mudah menjangkau kemaluannya dan benar saja tanganku sudah menemukan gundukan vaginanya yang sudah lembab. Yang pertama kupermainkan adalah klentitnya yang mengeras. Dengan ujung jariku, kukilik-kilik klitoris itu dengan cepat hingga Maria mendesah tak konsentrasi menjilati puting dadaku. Jariku yang lain melebarkan bibir vaginanya dan kilikan jariku meluas sampai mempermainkan lubang kemaluannya juga. Tusukan cepat jariku keluar masuk liang senggamanya yang hangat dan becek.
Mm... mm... ahh! desahnya keenakan sampai orgasme. Pantatnya berkedut-kedut dan jariku terjepit di dalam liang vaginanya. Enak banget kalau batang penisku yang kejepit saat itu. Maria masih menungging dan bernafas cepat menikmati orgasme barusan.
Dalam keadaan begitu, kutarik pinggulnya ke arahku dan ia menurut tak protes. Dikangkanginya kepalaku sehingga mulutku bisa menjangkau kemaluannya yang barusan orgasme. Kucucup cairan yang membasahi vaginanya hingga tubuhnya menjengat geli. Sebelah bibir vaginanya kugigit lembut dengan gigi dibalut bibirku. Maria mengerang-erang keenakan dan melupakan penisku. Ini seharusnya posisi 69, kan?
Maria hanya fokus menikmati dirinya sendiri dan menggigiti ujung jarinya merasakan rasa enak yang kuberikan. Lidahku menyapu lebar permukaan vaginanya yang kian basah. Kedua bongkah bokongnya kuremas-remas hingga lubang anus dan vaginanya kembang kempis. Lidahku kuruncingkan menyusup masuk bak penis mini berbentuk segitiga. Mengocok beberapa kali lalu berubah menjadi penyapu lagi.
Klentitnya tak lupa kusedot hingga Maria bergelinjang geli hingga orgasme kembali. Sepertinya Maria sudah mulai lepas dan mudah mendapatkan puncak kenikmatannya. Sudah dua kali ia orgasme hanya dari foreplay saja. Setelah itu baru ia ingat ia harus menservis penisku juga. Dikocoknya kembali perlahan.
Pinggul Maria kutahan saat aku beringsut bergeser naik. Aku duduk bersandar di ranjang penginapan ini hingga Maria kini ada di pangkuanku. Penisku yang menegang keras seperti tombak kini ada di perutnya. Maria menoleh paham dan mengarahkan badannya agar penisku bisa memasuki vaginanya.
Dengan canggung dan kikuk, Maria mengarahkan kepala penisku dengan memegangi batangnya agar tepat ke bukaan liang vaginanya. Ujung penisku menekan daging empuk vaginanya tetapi belum tepat memasuki kemaluannya. Maria yang berjongkok mengangkang membelakangi berusaha sebaik-baiknya memasukkan penisku. Penis yang secara sukarela ia terima. Bukan penis tipuan dildo atau akibat pemaksaan dibawah ancaman (benda tumpul).
Bagian kepala penisku terbenam sampai leher dan terasa hangat. Maria merendahkan kangkangan jongkoknya dan penisku meluncur masuk. Aaahh.... mmhhhsss... uuhh... desisnya sudah seperti ular. Padahal ada ular yang sedang memasukinya.
Aah... desahnya saat seluruh batang penisku tertelan tubuhnya lewat vagina. Ia duduk dengan tegang di atas perutku. Terasa otot kemaluannya meremas-remas penisku karena kekuatan otot tubuhnya yang terlatih oleh olah raga renang yang intensif.
Maria mencari gerakan yang paling sesuai untuk memulai. Pertama-tama, digerakkannya pantatnya maju-mundur. Penisku di dalam liang kemaluannya terasa seperti tergilas oleh otot kemaluannya. Kocokan hanya terjadi minimal saja karena jarak gerakan yang sedikit. Tapi Maria menikmatinya. Ia terus melakukan gerakan ini untuk beberapa lama.
Sambil Maria menunggangi penisku, kuremas-remas kedua dadanya dari posisi dudukku sekarang. Gerakan Maria sangat seksi bergerak maju mundur dengan berbagai kecepatan. Kadang ia memutar pantatnya searah atau berlawanan arah jarum jam sebagai variasi. Gerakan ngebor ini terasa lebih enak karena penisku terasa dipelintir dan diperas oleh Maria.
Kocokan kecil dari gerakan maju mundur Maria berakhir saat ia mengejang mendapatkan orgasme kembali. Otot perutnya mengeras ketika kupeluk pinggangnya karena Maria bersandar ke dadaku. Beberapa kali kedutan otot perutnya sisa orgasme. Ia hanya bernafas terengah-engah.
Maria bermanja-manja sejenak denganku saatku kuciumi leher dan belakang telinganya. Dadanya kuremas-remas kembali hingga ia menggerakkan pantatnya tanpa sadar. Penisku masih membengkak mengganjal di dalam liang kemaluannya.
Tanpa gerakan berarti seperti ini membuat kami berpandangan sejenak. Enak, gak? tanyaku.
He-em... Enak banget... Agak beda sama waktu jadi Tria kemaren... jawabnya lirih dekat leherku.
Mungkin karena Maria kira itu pake dildo... sebenarnya juga udah pake titit beneran, kan? kataku membelai lengannya. Dinginnya malam membuat sentuhan kami terasa hangat dan nyaman.
Rasanya ngeganjel banget, ya di dalam sini? katanya memegangi perutnya.
Gerakin begini, Mar... pintaku memegangi paha dekat bokongnya untuk contoh gerakan yang harus dilakukannya. Gerakan naik turun.
Maria mengerti dalam menggerakkan badannya. Gerakan memompa naik turun mengocok penisku di dalam liang vaginanya. Perlahan awalnya dan terasa sangat sempit karena masih kurang terbalur cairan pelumas.
Yaa... Begitu, Marrr... Mm... desahku merasakan kepitan liang Maria yang ketat mencengkram batang penisku yang terasa diremas-remas selalu oleh otot-otot kuatnya.
Gimana kalau begini? ujar Maria mengganti posisi kakinya dari lutut dan betis bertumpu ke kasur menjadi berjongkok mengangkang menginjak kasur.
Oohh... Enak banget, Marr... desahku menjadi-jadi. Kocokan vagina Maria pada penisku semakin intens dan panjang. Maria bisa mengatur jarak hentakan tubuhnya terhadap panjang penisku yang bercokol dalam vaginanya. Ia hanya menarik tubuhnya hingga hanya sebatas leher penisku dan dihentakkan kembali ke bawah dan terbenam dalam selagi ia memegangi lututnya untuk penopang tubuh.
Dilakukannya gerakan itu berulang-ulang dengan sama-sama menikmati hingga mendesah bersahut-sahutan bak suara alu menghantam lesung saat menumbuk padi. Ada irama dan melodi yang indah sekali karenanya.
Trus, Mariaaa... Mm... Enak banget begitu... keluhku hampir tak tahan. Tanganku mencengkram pinggulnya, menambah tenaga hentakan saat Maria menghunjamkan tubuhnya memasukkan penisku ke vaginanya. Pantat Maria beradu keras dengan selangkanganku, memberi rasa sakit yang memabukkan meningkahi rasa nikmat kala kepala jamur penisku membentur mulut rahim Maria yang menganga. Menyambut penisku dengan suka cita.
Kepala Maria menengadah mencari udara sebanyak-banyaknya seumpama sedang berpacu di lintasan renang melawan peserta lomba renang untuk memperebutkan kemenangan gemilangkenikmatan seksual.
Satriaaa... Triaahh... Ahh... Ahkk! kejat Maria mendapatkan kenikmatannya kembali. Sementara itu liangnya semakin menggila meremas-remas batangku dan aku tak tahan lagi karenanya.
Uhh... Uhh... Uhhh... lepasku melancarkan semburan bebas yang melegakan sekaligus nikmat sekali. Puncak dari semua proses kenikmatan yang sama-sama kami arungi. Spermaku menyemprot kencang memasuki rahim Maria yang kusodoki dari tadi.
Maria ambruk bersandar cantik di dadaku. Kakinya masih mengangkang lemah di pangkuanku yang masih merekat erat. Persatuan tubuh kami masih erat direkatkan oleh cairan cinta yang sama-sama kami hasilkan. Meleleh perlahan dan keluar dari hasil kedutan merenggang kedua kelamin kami. Mengalir di bongkah pantat Maria dan aku hingga ke sprei ranjang hotel. Kupeluk Maria erat pada bagian perutnya. Nafas kami berdua masih memburu. Bernafas berat.
Enak banget, Satria... ujar Maria pelan serupa berbisik. Aku hampir yakin kalau ia menangis. Tapi aku tidak bisa melihat wajahnya di posisi ini.
Ya... Enak banget... jawabku mengecup belakang telinganya. Tangan Maria bergabung memeluk tanganku di perutnya. Hangat dan nyaman sekali malam ini.
Untuk beberapa lama kami hanya terdiam dan menikmati kesunyian malam tanpa suara kegaduhan yang baru kami sebabkan. Sesekali terdengar suara motor melintas di kejauhan.
Ih... Satria sengaja, ih? kata Maria tiba-tiba.
He... he... he... Boleh, dong? kataku.
Masih mau? Belum puas? tanya Maria lagi sedikit memutar bahunya untuk melihatku.
Kalau cuma sekali... kurang, Maria... jawabku dengan senyuman terculunku. Tanganku masih memeluk perutnya yang rata dan kuat. Tadi aku mengkontraksikan penisku hingga terasa berkedut-kedut di liang vaginanya yang masih kutancapi dengan kemaluanku.
Terserah, Satria... Mau yang gimana? jawabnya maklum menyadari kebutuhanku. Apalagi memang penisku belum kunjung mengecil di dalam vaginanya.
Begini aja... Nungging... jawabku praktis. Dari posisi awal kami, aku hanya perlu mendorong tubuh Maria ke depan dan tangannya bertumpu di kasur. Lutut kami berdua sudah menjejak kasur juga. Penisku tak perlu dicabutmasih setia menusuk dalam. Maria menuruti apapun mauku dan ia memposisikan dirinya menungging senyaman mungkin. Menyerahkan tubuhku untuk kugarap sesukanya.
Aku mulai memompa bokong Maria dengan perlahan awalnya. Sejumlah cairan kental putih tertarik keluarsperma bercampur pelumas Maria. Lancar jaya keluar masuk perlahan tanpa friksi. Tiap kali penisku ditarik bibir vaginanya ikut monyong mencengkram batang penis lalu gepeng kala kudorong masuk kembali.
Kulit bawah punggungnya kuelus-elus untuk rangsangan tambahan. Pantatnya yang padat juga kuremas-remas gemas. Semakin lama, cairan kental bekas spermaku itu sudah habis didesak keluar semuanya hingga yang tertinggal adalah kelembaban alami vagina Maria. Cairan itu kebanyakan menggumpal di sekitar bibir vaginanya lalu menetes-meleleh ke sprei.
Remasan tanganku pada bokong Maria semakin menjadi-jadi. Dengan gemas aku mencengkram bongkah pantatnya saat kujejali vaginanya sampai mentok. Slooff! Slooff! Slooff! Begitu suaranya tiap kali kuhentakkan tubuhku ke bokongnya. Pantatnya kini memerah akibat keremas.
Maria hanya bisa mendesah dan meringis tiap perlakuanku pada tubuhnya. Leher dan kepalanya dibaringkan di kasur dan tangannya mencengkram sprei sampai berkepal-kepal.
Saat menyadari kalau aku melepas penisku dari kemaluannya untuk dibersihkan dari cairan berlebih yang cenderung menyebabkan becek, Maria bangkit dan berbalik. Dibantunya membersihkan batang penisku dengan handuk. Dikulumnya penisku sembari membersihkan vaginanya sendiri untuk menjaga ereksiku tetap tegang. Lalu kubuat ia menungging kembali dan disodok.
Dengan cepat, liang senggama Maria basah kembali menerima lesakan tidak terlalu cepat penisku. Aku sengaja memakai tempo sedang ini terus menerus sampai Maria memintaku untuk penambahan kecepatan.
Sekali waktu kuvariasikan gerakanku dengan tusukan tinggi. Aku agak berdiri dengan lutut menekuk hingga dadaku rapat ke punggungnya. Aku bisa meremasi dadanya dan penisku keluar masuk melengkung menggesek lubang anusnya. Maria meraung-raung keenakan merasakan dinding kemaluannya digesek intensif oleh penisku yang menegang kaku.
Satriiaahhh... ahh... ahhh! keluhnya diikuti guncangan bergemuruh pantatnya yang berkelojotan tak terkendali. Sebuah ledakan orgasme mengguncang tubuhnya ke segala arah. Penisku dijepit otot-otot pelvis kuatnya hingga aku harus berhenti sejenak.
Maria lemas tak bertenaga. Ia bahkan tak mampu mempertahankan posisi menunggingnya lagi. Sori, Satriaa sayaaang... Lemes banget nih... Tenagaku abiss... keluhnya. Ia hanya berbaring menelungkup tak berdaya.
Begini aja, yaa? lanjutnya setelah berhasil membalik tubuhnya hingga berbaring. Dipaksanya kedua kakinya untuk membuka hingga mengangkang. Kubantu ia melebarkan kakinya hingga ia terlihat sangat pasrah dan menggairahkan di kondisi ini. Wanita cantik telanjang bulat dan berbaring mengangkang di hadapanmu. Membiarkan bagian tubuh paling berharganya terbuka bebas di kekuasaanmu. Vagina memerah basahnyayang baru saja dilanda orgasme.
Maria cenderung pasrah di kondisi persetubuhan begini. Kedua tangannya diletakkan lemah di samping kepalanya. Menerima apapun perlakuan padanya tanpa mau protes.
Kedua lututnya kupengangi saat kuarahkan penisku yang masih tegang sempurna untuk menusuk vaginanya. Meluncur bebas tanpa hambatan. Maria hanya melenguh, Aahhh... Pelan-pelan kupompa vaginanya hanya dengan setengah penisku bercokol di dalamnya. Kepalanya bergoyang ke kanan-kiri. Kadang menengadah dan kembali melihat padaku atau persatuan kelamin kami. Tangannya tetap di samping kepalanya.
Melihat ekspresinya ini, aku jadi gemas sendiri. Kuciumi bibirnya dengan tak menghentikan pompaan penisku. Hanya saja pendek-pendek dan tidak dalam. Dadanya kuremas-remas lagi lalu putingnya bergantian kuhisap masih gemas.
Satriaa... Enak banget, yaahh? desahnya merasakan tubuhnya kuperlakukan sedemikian rupa. Kakinya mengangkang lemah hanya karena tubuhku semi menimpa tubuhnya tepat di bagian selangkangan. Ia tetap memposisikan tangannya di samping kepalanya. Tak berniat membelaiku atau apapun.
He-em... jawabku. Lalu kuletakkan tanganku di bawah ketiaknya dan lututku menambah topangan tubuh. Perutku menekan erat ke selangkangan Maria. Mata Maria erat menatapku. Wajahnya merah. Mulai kupercepat gerakanku.
Kocokanku kini mulai cepat dan dalam. Craff! Craff! Craff!. Mata kami saling memandang. Alis Maria bertemu merasakan nikmat yang semakin menjadi-jadi akibat gerakanku yang semakin cepat. Pinggangku berayun maju-mundur mengangsurkan pejal batang penisku menembusi kemaluan Maria yang terasa semakin panas dan enak saja.
Aahh... Truss... Satriaahh... Truss... Mm... Bentar lagi... Bentar-bentar lagi... Mmmhh... ahh... Satriaahh... Enakk bangeeet... desah Maria pasrah bergeleng-geleng. Tubuhnya tergial-gial karena gerakan cepatku.
Terasa gejala-gejala yang kupaham pasti akan berujung pada rasa nikmat ejakulasi yang kunantikan. Yang sedari tadi kuusahakan dengan kerja keras ini. Kerja keras untuk kenikmatan yang tak pernah bosan kupacu untuk diraih. Untungnya selalu berlabuh pada insan-insan cantik, seksi dan rela untuk kugagahi tubuhnya demi kenikmatankukenikmatan kami berdua akhirnya.
Rasa nikmat saat seluruh otot tubuhku mengejang kaku. Syaraf-syaraf kenikmatan sampai pada level sehalus rambut menghantarkan getar-getar nikmat melegakan itu. Semprotan-demi semprotan memancar deras memenuhi rahim remaja seumuranku ini. Spermaku sekali lagi tertumpah di vagina Maria. Ugh...
Kubaringkan tubuhku menghimpit tubuh Maria dengan nafas berat kekurangan oksigen. Maria juga berkejat-kejat ketularan rasa nikmat yang baru kuraih. Masih bergetar tubuhnya kala kuciumi pipinya. Mulutnya masih menganga lebar akibat terperangah rasa nikmat orgasme susulan.
Tak kupertahankan ereksi penisku di dalam vagina Maria. Kubiarkan ia mengecil, menciut ke ukuran
placid-nya. Lepas keluar dari liang vagina Maria dengan sendirinya, disusul lelehan sperma kental ke belahan pantatnya.
Kuraih handuk putih hotel ini dan kubersihkan vagina Maria yang masih berlepotan spermaku lalu penisku sendiri. Kubiarkan handuk itu di selangkangan Maria saja dan kuberbaring di sampingnyamemeluk menyamping perutnya.
Udah puas, Satria? tanya Maria memaksakan membuka matanya tidak lebar. Masih sedikit terpicing.
Puas... jawabku lalu mengecup bibirnya. Perutnya kuelus-elus. Mata kami berpandangan kembali.
Ulang tahunku tinggal seminggu lagi... Satria boleh mengambilnya dariku pada hari itu... kata Maria dengan nada yakin. Ini yang kutunggu meluncur dari mulutnya. Izin pengambilan ZODIAC CORE AQUARIUS sudah diberikan. Tinggal menunggu hari H saja.
Makasih, Maria... jawabku semakin mengeratkan pelukanku pada perutnya. Matanya memandangku lekat sehingga aku menarik tubuhnya semakin mendekat hingga kening kami bertemu.
Aku yang terima kasih sama Satria... Banyak hal yang terbuka padaku saat ini... Banyak hal yang seharusnya kumiliki tetapi karena aku melarang mereka mendekatiku... Mereka jadi menjauh dan asing bagiku... Mereka adalah rasa bahagia... Bahagia yang sesungguhnya... Selama ini aku menolak mereka datang padaku... Karena kebahagian itu berbalut sesuatu yang bernama kemungkinan... Kemungkinan yang kutakut berisi rasa sepi... sakit hati... kecewa... dan keputus asaan... ujarnya pelan saja tapi dapat kudengar jelas karena keadaan kami sekarang ini. Percakapan setelah seks akan bagus bila seterbuka ini. Terbuka hati juga pakaian.
Maria selama ini merasakan itu? tanyaku.
Ya... Walau aku dikelilingi anggota klub renang... sebenarnya aku kesepian... Mencari seseorang yang tepat untuk mengisi hatiku... Kukira itu akan berisi kak Frissa... Tapi ia tidak bisa mengisi hatiku karena tidak pas potongan hatinya dengan lubang puzzle di hatiku... Lalu meninggalkan rasa sakit hati... Sakit hati karena kak Frissa menemukan lubang yang tepat untuk hatinya... di hati seorang pria yang kini menjadi suaminya... Kecewa kemudian... Semua masalah di hidupku karena kekecewaan... Akumulasi kekecewaan dari keluargaku... mamaku... keinginanku... mimpi-mimpiku... Dan berujung pada rasa putus asa ini. Lalu aku jatuh... Semakin jauh jatuhku dalam rasa putus asa... Dikoyak-koyak... Semuanya dikoyak-koyak oleh takdir menjadi serpihan kecilhalus-halus. Awalnya itu kukira serpihan abu bekas kebakaran atau guguran abu vulkanis bahkan ketombe... Tapi itu salju! Sejuk dan menyenangkan. Lama-lama menumpuk, menumpuk tinggi hingga membentuk manusia salju dengan hidung wortel gede... Manusia salju yang anehnya hangat yang sedang kupeluk saat ini... katanya.
Loh? Ngomongin apa, sih? Kok aku jadi manusia salju hangat? heranku dengan omongannya yang malah ngelantur tak jelas juntrungannya.
Kukira wortel gede itu hidungmu... ternyata tititmu. Hi-hi-hi-hi... gelak Maria malah OOT kemana-mana. Dieratkannya pelukan kami. Wajahnya terbenam di leherku. Terasa nafas hangatnya berhembus pelan-pelan. Tetapi jantungnya berdegub lebih kencang.
Satria merasakan jantungku? Aku berdebar-debar sekarang... jelasnya.
Ya... Kenapa? Belum abis capeknya? Kan udah selesai dari tadi ML-nya... tebakku.
Aku tidak akan capek mengejarmu, Satria... Kau akan kukejar karena saat ini aku suka kehangatanmu... Aku suka debar ini... Aku merasa hidup sekarang... katanya memberi jarak pada wajah kami berdua.
Maria...? Kau tidak boleh melakukan itu... Kau bisa kecewa lagi... Nanti kau bisa lebih menderita daripada sebelumnya... kataku paham apa maksudnya.
Gak... Aku gak akan kecewa denganmu... Aku hanya perlu mengejarmu lebih kencang lagi... Kalau perlu aku akan berenang, terbang mungkin. Apapun akan kulakukan... Hei... Satria tau dong gimana keras kepalanya aku ini... tekadnya. Semoga belum bulat dan secepatnya berubah.
Kukira Maria paling mudah memaafkan... kataku lagi.
Karena itu... Kalau Satria terus menolakku... Aku hanya perlu memaafkanmu dan mencoba lagi... Paling juga butuh satu-dua hari untuk memaafkanmu... Begitu terus menerus sampai Satria menyerah dan menerimaku... Begitulah rencanaku yang brilian ini... ternyata tekadnya bulat banget. Ngalah-ngalahin tahu bulat, digoreng mendadak.
Aku harus tutup mulutku yang bodoh ini supaya gak ngomong yang macam-macam lagi yang bakalan membuatku kesulitan di masa mendatang.