========
QUEST#08
========
Tubuhku terasa lelah setelah bersenang-senang ala pinggiran kota ini. Joget dangdut semalam suntuk bersama Nining, Sari dan Titik.
Karena begitu girangnya, tersenggol pinggul atau pantat maupun dada mereka sepertinya tidak menjadi masalah. Apalagi sepertinya mereka sengaja menyenggolkan tubuh mereka padaku...
Musik tiada henti-hentinya mengalunkan musik-musik dangdut. Penyanyinya pun berganti-ganti untuk menghibur pengunjung Pasar Malam ini sepuas-puasnya. Penonton juga dipersilahkan menyumbangkan suara.
Menjelang Subuh, sebelum azan, acara dihentikan sama sekali dan para pengunjung dengan tertib membubarkan diri.
--------
Waduh... Puas banget aku... seru Sari. Tubuh montoknya terlihat bermandikan keringat. Keringat membuat bahan pakaiannya menjadi semi transparan. Garis-garis tubuhnya ngejeplak jelas.
Iya... Udah lama kita gak joget sampe pagi gini, kan? kata Titik menyeka keringat di keningnya.
Terakhir kita sampe pagi itu... di pesta sunat anak bang Samiran... Ingat, gak? Itu sekitar 3 bulan lalu... ingat Nining.
Iya rasanya sudah lama sekali... kata Titik.
Tapi waktu itu... kita gak sampe pagi... Ada si Masto yang ngeganggu kita terus... ingat Sari.
Eh... Apa kabarnya tuh orang? Batang hidungnya gak kelihatan lagi beberapa hari ini... tanya Titik.
Pasti dia sedang ada masalah sama orang
sampe-sampe dia kabur begitu... Dia, kan orangnya pengecut! seru Nining.
Aku senyum kecil saja mengingat pengecut yang beraninya main keroyokan itu.
Eh... Gimana kita pulangnya? Pake cara kaya tadi malam juga? tanya Nining pada teman-temannya.
Aaa... Kau bonceng berdua aja sama Satria... Pagi-pagi begini udah ada angkot, kok... Kami berdua naik angkot aja... jawab Sari dan dibenarkan Titik.
Gak boleh begitu, dong... Biar aku tunggu di sini lagi aja seperti tadi malam... Nanti Satria menjemputku lagi di sini... tolak Nining.
Gak-gak... Da-dah... kata Sari dan Titik yang langsung berlari-lari menyetop sebuah angkot yang kebetulan lewat.
Da-dah Nining... Da-dah Satria... Jagain baik-baik, ya? Jangan sampe digigit semut... seru mereka berdua dari dalam angkot yang mulai bergerak.
Hu-uh... kheki Nining.
Pulang, yuk... ajakku yang sudah menyiapkan sepeda motor-ku dari parkiran. Ia segera naik dan memeluk pinggangku.
Aku sengaja mengendarai sepeda motor ini dengan perlahan saja. Agar aku bisa menikmati saat-saat bersama Nining lebih lama. Nining pun sepertinya juga merasa begitu dan ia merapatkan pipinya di punggungku. Pelukannya terasa erat hingga gundukan empuk dadanya terasa mengganjal enak. Ojek KTP (Kena Tetek Pre=Free)
--------
Satria... jantungmu berdebar kencang... Apa yang kau rasakan? Grogi ya kupeluk? tanya Nining. Tentu saja ia bisa mendengarkan deburan jantungku yang berdegup bertalu-talu mendapat dekapan hangat cewek secantik Nining.
Kukira kau sudah terbiasa dengan cewek-cewek... sambungnya.
... Tapi tidak dengan cewek secantik Nining... jawabku. (Keset banget = lebih gombal)
Ia terdengar tertawa kecil di punggungku.
Aku masih ingat dengan ciumanmu kemarin... kataku.
Kapan aku mencium Satria... Ke-GR-an, deh... elaknya sambil cekikikan.
Kemarin... Waktu aku tidur di tempat tidur Nining... Walau samar-samar... aku tau kalo Nining menciumku... kataku.
Gak ada... Yee... boong... Aku cium sebelah mana? elaknya tidak mau mengakuinya.
Yang aku rasain... di kening... Trus di... bibir... kataku.
Ha... ha... ha... Gak ada... Pasti Satria sedang mimpi, deh... elaknya tak kunjung mengaku.
Pasti Nining cium... soalnya Nining sedang duduk di sampingku, kan? Katanya mo mbangunin aku... ingatku mendesak terus. Aku terus menggodanya.
Gak ada... Ngarang, nih... Mimpi tuh... jawabnya terus sambil tertawa-tawa.
Kalo gitu... supaya gak mimpi lagi... Cium lagi, dong? mintaku bercanda. Ia masih tertawa-tawa. Yang hadiah ulang tahunnya... nyiumnya gak serius... tambahku tentang ciuman resmi pertamanya akibat didesak teman-temannya.
Terasa dadanya semakin menekan punggungku... Dan.
Cup!
Ia mencium pelan pipiku.
Udah, kan... Gak usah mimpi lagi, ya? katanya biasa saja.
Makasih... kataku berbunga-bunga seindah ciuman pertama. Padahal tengah malam tadi ia juga sudah mencium tipis pipiku sebagai ucapan selamat ulang tahun pertama kali.
Kami masih meluncur menelusuri jalan pulang ke rumah kost kami Minggu pagi ini. Udara segar pagi ini sangat menyenangkan. Tidak dingin melainkan hangat.
--------
Pintu kamar kalian belum dibuka... Apa Sari dan Titik belum sampai... Padahal mereka yang duluan pergi... kataku saat memarkir sepeda motor di depan kamar kost Nining dan teman-temannya.
Entah kemana dulu mereka pergi... Lagian aku juga punya kunci, kok... kata Nining beranjak akan membuka pintu dengan gemerincing sejumlah kunci di tangannya.
Hng? tiba-tiba langkah Nining terhenti di depan pintu dan pandangannya terpaku pada sesuatu di bawah sebelah kirinya.
Ning... terdengar suara seseorang dan ia mulai bangkit dari lantai yang tertutup dinding beranda.
Itu orang tadi malam. Tinto!
Rupanya ia tetap menunggu di depan kamar Nining bahkan bermalam di sana sampai sekarang. Tidur di atas lantai semen beralaskan jaket.
Mas Tinto... Ada apa? tanya Nining lumayan mantap. Tidak gugup seperti seharusnya. Kalau seseorang ketangkap basah tidak mungkin bersikap begitu.
Kemana aja kau semalaman? Aku sudah menunggumu sejak tadi malam... tanya lelaki itu emosi.
Aku pergi dengan teman-temanku... Kami ke Pasar Malam... jawabnya tidak berbohong.
Tinto melirik kepadaku.
Siapa dia? tanya orang itu tentangku.
Temanku... Rumahnya di sana... jawab Nining tetap tenang. Ia memang sudah bersiap ternyata.
Tadi malam kutanya padanya... katanya dia tidak tau kau kemana... korek Tinto.
Tentu saja... Sari dan Titik yang mengajaknya ke Pasar Malam... Kami ketemu di sana... jawabnya. Kali ini bohong.
Kenapa sampe pagi begini? Mau jadi apa kau? tanya Tinto mulai panas mendapat jawaban seperti itu.
Apa urusanmu? Suka-sukaku mau sampe pagi... mau sampe malam lagi... sengit Nining menjawab tunangannya itu.
Kau... orang itu terpancing emosinya.
Ning...? aku mulai ikut campur.
Jangan... Nining memberi kode agar aku jangan ikut campur masalahnya yang ini. Ia meyakinkanku kalau ia bisa mengatasi masalah ini sendiri.
Aku mengerti dan tak ingin melampaui wewenangku.
Orang itu memandangiku dengan pandangan yang tak mengenakkan. Seakan-akan ia ingin menelanku saja saat itu.
Kalau begitu... aku permisi dulu, Ning... Sepeda motor-nya kutitip di sini, ya? kataku menepuk jok kendaraan itu dan melangkah pergi.
Padahal aku menitipkan mata-mataku, XOXAM untuk terus mengawasi Nining di sepeda motor itu. Ia melekatkan dirinya di sepeda motor itu agar bisa langsung melihat apa saja yang mereka berdua perbuat.
Sedikit saja aku mendengar laporan kekerasan pada Nining, aku akan menghajar orang itu.
--------
Aku tak jauh-jauh berada dari rumah kost Nining. Aku hanya berpindah sejauh beberapa rumah dengan tetap berkonsentrasi menunggu laporan XOXAM.
Hei, Satria... Ngapain kau di sini? tepuk seorang wanita pada bahuku yang ternyata adalah Sari. Ia bersama Titik juga. Ternyata mereka di rumah kost tetangga sebelah sini. Di sini juga banyak teman-teman mereka. Tempat mereka singgah kalau tidak berada di kamar kost.
Bukannya kami sudah memberi kau kesempatan berduaan aja dengan Nining di kamar... kata Titik cekikikan.
Ah... Kalian... Tunangannya datang, tuh... kataku.
Orang gila itu datang lagi? Ngapain lagi dia? Bukannya Nining sudah gak mau bertemu dia lagi... gumam Sari dengan dahi berkerut.
Ah, kacau kalian... Masa gak pernah cerita padaku kalau Nining sudah punya tunangan...? kataku lagi.
Karena Nining sudah gak mau lagi sama orang itu... Makanya kami sodorin sama kamu... jawab Titik.
Lagian... Satria kok pergi? Temanin dia di sana... Takutnya dia
diapa-apain lagi sama orang gila itu... kata Sari.
... XOXAM!
Terdengar suara berdebum di sana!
Kontan kami bertiga berlari melihat apa yang terjadi.
Apa yang diperbuatnya, XOXAM? tanyaku pada coreku.
Ia akan memukul perempuan itu... jawab core hitamku itu.
Bagus... Jaga terus sampai aku tiba di sana... kataku lagi.
--------
Di sana aku melihat lelaki itu sedang bersandar di dinding kamar kost, dekat pintu. Kemungkinan besar pingsan karena dihajar XOXAM-ku karena akan melukai Nining.
Ada apa? Ada apa, Ning? tanya Sari dan Titik terlihat panik sekali. Nining terlihat menangis.
Apa dia memukulmu, Ning? tanyaku menenangkannya.
Tidak... Dia memang akan memukulku... Tapi... tapi tiba-tiba dia terjatuh seperti dipukul orang yang tak kelihatan dan membentur tembok... Aku tidak tau kenapa... jawabnya gugup.
Ya, udah... Tidak apa-apa... Itu salahnya sendiri... Masa mau memukul perempuan... Sudah-sudah... kataku menenangkannya. Aku memberi kode pada Sari atau Titik untuk membuka pintu agar Nining bisa menenangkan diri di dalam kamar karena orang-orang yang juga mendengar keributan ini mulai meramaikan depan kamar ini.
Aku ikut membantu Tinto untuk segera sadar dari pingsannya itu bersama beberapa orang lainnya. Mulai dari mengurut-urut bagian tubuhnya sampai memberikan bau-bauan menyengat.
Sadar juga dia akhirnya. Ia terbengong-bengong melihat banyaknya orang yang mengerumuninya. Mungkin ia bertanya-tanya apa yang telah menimpanya barusan?
Orang-orang yang mengerti tentang apa yang telah terjadi lalu mulai menyalahkan Tinto atas tingkahnya akan memukul Nining.
Tidak pantas memukul wanita apapun alasannya. Walaupun siapa wanita itu. Pacar, tunangan, istri atau siapapun.
Ia disebut kualat dan dihukum oleh mahluk halus penjaga rumah ini atau siapapun yang tidak suka perbuatannya itu.
Tinto minta maaf pada penduduk kampung ini. Sampai-sampai Ketua RT yang sedang melintas sehabis jogging ikut campur memberikan nasehat padanya.
Ternyata Tinto khusus datang kemari dari kampung karena ada pesan dari orang tua Nining. Karena ia tunangannya, makanya Tinto yang diberi tugas menyampaikan pesan ini.
Akhir dua minggu lagi Nining diminta pulang kampung karena ada kerabatnya yang akan mengadakan resepsi pernikahan. Nining diharapkan pulang untuk menghadirinya.
Dan yang lebih penting lagi untuk menentukan tanggal pernikahan mereka. Karena jangka waktu pertunangan mereka hanyalah satu tahun dan satu tahun akan segera tercapai sebentar lagi.
Orang ini sepertinya dapat menanggung malu yang cukup besar. Ia dengan santai menjelaskan semuanya tanpa terpengaruh perbuatannya yang sebelumnya sama sekali.
--------
Dua minggu lagi aku tidak bisa pulang... tegas Nining.
Tapi Sabtu itu, kan tanggal merah... Hari libur... kata Tinto. Karena itu resepsi itu diadakan akhir minggu ini sebab akan ada banyak waktu libur Sabtu dan Minggu.
Tidak bisa... Ada acara di pabrikku... Semua orang harus ikut... Aku tidak bisa membatalkannya... alasannya. Pasti tentang acara ke puncak itu.
Coba Nining katakan sama orang pabrikmu kalau ini masalah penting... desak Tinto.
Tidak bisa... Aku tidak mau seenaknya mengatur mereka... Memangnya itu pabrik siapa? jawab Nining sengit. Ia tetap bersikeras tidak mau pulang kampung dan menikah dengan orang ini.
Pasti itu cuma alasanmu saja... Kau pasti mau berduaan dengan dia, kan? Tinto kembali emosi dan berdiri dari duduknya dan menunjuk-nunjuk padaku.
Tenang... tenang... Jangan emosi... lerai pak RT.
Maaf saja... Mas Tinto pulang saja ke kampung... dan bilang sama bapakku kalau aku... tidak bisa pulang dua minggu lagi... Titik... Permisi... Aku mau tidur... jawab Nining menuntaskan pembicaraan ini dan masuk ke kamarnya.
Tinto melongo melihat Nining masuk ke kamar diikuti Sari dan Titik yang langsung mengunci pintu dari dalam.
Ya, sudah... Sebaiknya kamu pulang saja... Itu sudah menjadi keputusan nak Nining sendiri, toh... kata pak RT.
Tapi, pak... Tinto masih ngotot.
Sudah... sudah... Apa kamu mau membuat keonaran lagi di sini... Kamu itu tamu... Bapak harap kamu berlaku sopan di sini... Jangan membuat keributan... Saya tidak suka itu... Lebih baik kamu pulang dan memberi tau jawaban Nining tadi pada bapaknya... Silahkan... kata pak RT masih cukup sabar atas tingkah orang itu.
Ia disoraki orang-orang yang masih banyak mengerumuni depan rumah kost ini untuk menonton kehebohan ini.
Tinto melirikku sebentar. Seperti dendam...
Silahkan saja... Tentukan waktu dan tempatnya.
--------
Lelaki itu lalu menaiki angkot dan segera berlalu dari tempat ini. Beserta itu bubar jugalah masyarakat yang ikut meramaikan kejadian tadi.
Aku sebaiknya juga pergi dari sini.
Satria...
Pintu terbuka sedikit dan Titik di sana memanggilku.
Ada apa? tanyaku setelah mendekat.
Masuk... Nining mau bicara... kata Titik membuka agak lebar untuk aku masuk.
Nining duduk di tepi ranjang bersama Sari yang sedang menghiburnya. Saat aku sudah masuk, Sari malah berdiri dan bersama Titik, mereka berdua keluar dari kamar ini.
Tolong kunci pintunya... kata Nining perlahan saja. Kuturuti permintaannya dan mengunci pintu dengan grendel.
Duduk sini, Satria... pintanya lagi. Kuturuti juga dan duduk di sampingnya di tepi ranjang.
... Aku tau kalau Satria yang membuat Mas Tinto terbanting ke dinding tadi... Aku tau kalau Satria berniat baik... Aku juga sudah mengerti bagaimana Satria padaku... katanya. Terima kasih... katanya hanya melirik sebentar padaku. Suaranya terdengar berat.
Ning... Kenapa? Ada apa? aku sama sekali tak mengerti apa yang sedang dipikirkan atau yang dirasakannya.
Ia tak menjawab. Hanya menutupi mukanya dengan rapat ke pahanya yang dilipat ke atas. Ia terisak.
Apa yang kau pikirkan? tanyaku mencoba menghiburnya.
Aku takut... jawabnya.
Takut apa? Aku tak akan membiarkan orang itu melukaimu lagi... Kalau itu yang Nining takutkan... kataku.
Aku takut pada masa depanku... katanya.
Bukan masa depan yang menakutkan... Tapi bersama orang seperti itu yang menakutkan... Masa kinipun tidak akan ada artinya... Apalagi masa depan... kataku. Masa depan masih sangat panjang... Kita tidak akan tau apa yang akan kita hadapi... siapa yang kita temui... tempat apa yang akan kita datangi... Tidak ada alasan untuk takut... kataku.
Kau bisa mengatakan itu karena kau seorang laki-laki... Tapi aku ini perempuan... Apa yang bisa dilakukan perempuan dari kampung seperti aku ini? katanya melepas dekapan pada kakinya. Matanya sembab. Lelehan air mata sudah terbentuk di pipinya yang halus.
Beberapa hari mengenalmu... Nining punya banyak potensi yang besar... Tau kenapa Nining bisa diangkat jadi staf pengawas borongan hanya dalam waktu 2 tahun saja? Itu karena Nining punya potensi untuk jadi pemimpin... kataku.
Orang-orang di pabrik itu pasti menganggap begitu hingga menjadikan Nining staf pengawas... Padahal masih banyak yang pendidikannya lebih tinggi dari Nining... Tapi kenapa Nining...?
Itu hanya contoh kecil saja... Kalau Nining mau... Nining bisa mendapatkan yang lebih... Apa saja... Ya, pekerjaan... kehidupan... Apa saja yang Nining mau...
Karena Nining spesial... simpulku.
Spesial? gumamnya memandangi mataku.
Masih ingat dengan ceritaku tentang pencarian ZODIAC CORE yang sedang kulakukan ini...? tanyaku.
Ia mengangguk.
Semua wanita pemilik ZODIAC CORE ini adalah wanita-wanita spesial karena memiliki core spesial juga... Core kalian dikategorikan spesial karena tidak seperti core manusia biasa... kisahku menceritakannya.
Hanya manusia yang spesial yang bisa memiliki core spesial ini... Aku sempat bertemu seorang jenius yang sangat ahli di bidang komputer... Ia sudah mendirikan perusahaan komputer pada usia 15 tahun bersama teman-temannya... Ia memiliki core yang istimewa... Jadi orang-orang spesial seperti kalian... mempunyai satu kesamaan... core spesial itu... jelasku.
Apa perbedaan core spesial dengan core biasa? tanya Nining mulai penasaran.
Sepanjang yang kuketahui sampai sekarang... secara ilmiah... panjang gelombangnya jauh lebih tinggi dari core biasa... Selain itu core istimewa mempunyai kemampuan spesial yang luar biasa... jelasku.
Misalnya? kini Nining telah benar-benar tertarik.
Misalnya... Sebentar... kukeluarkan HP-ku dan kuaktifkan. Aku tak perlu menjelaskan padanya bagaimana aku bisa punya alat ini karena ia sudah mengetahui diriku sebenarnya.
Ini namanya program Coremeter... Dengan ini aku mengetahui perbedaan panjang gelombang core biasa dan core istimewa pada seseorang... tunjukku.
Alat ini bisa mendeteksi keberadaan core istimewa pada jarak 500 meter... Coba kita liat... kataku mengarahkannya pada tubuh Nining.
Beep! Beep! Beep!
Itu tanda alat ini menemukan panjang gelombang core istimewa pada Nining... Besarnya 1772 Hz... Core istimewa itu berada pada kisaran 1500 Hz keatas... jelasku.
Kemampuan spesial yang luar biasanya... seperti apa? tanya Nining setelah puas dan jelas tentang panjang gelombang.
Hmm... Sebentar... Aku belum pernah mencoba yang ini... Dinamakan sebagai THREE WARRIORS... dari ZODIAC CORE LIBRA... Yang bulan lalu kudapatkan dengan susah payah... kataku dan mulai berkonsentrasi.
... Satria...? kaget Nining.
Ada tiga diriku yang membelah diri dengan tiga kostum yang berbeda-beda.
Satu dalam kostum Assasin, kedua Dragon Lord dan ketiga dalam kostum Arch-Mage.
Dengan begitu, aku mempunyai kemampuan ketiga job tertinggi dalam game QUEST. Hebat sekali. Bisa menggunakan keahlian spesialisasi Kid, Andromeda dan Cera.
--------
Jadi Satria benar-benar membelah dirinya untuk berada di dua tempat... sekolah dan kerja seperti tadi...? tanya Nining setelah aku kembali normal.
Tepatnya tidak begitu... Di dalam tubuhku sekarang ada banyak core... Tetapi core yang asli milikku ada dua... Namanya XOXAM dan VOXA... Saat ini aku memakai core XOXAM sedang tubuh keduaku memakai core VOXA... Hal ini sebenarnya hanyalah coba-coba awalnya... Tapi berhasil dan tidak banyak menimbulkan masalah... Aku baru saja menemukannya sewaktu kebingungan bagaimana bisa sekolah dan kerja pada waktu yang bersamaan... Untung saja sudah terpecahkan... jelasku.
Jadi begitu... Kalau begitu... core yang akan diambil dariku... namanya ZODIAC CORE SCORPIO, ya? Seperti apa kekuatannya...? tanya Nining.
Masalah kekuatannya... tidak akan diketahui sebelum di dapat... kataku.
Sebelum didapat? Hanya lewat seks, ya? pasti Nining.
Aku mengangguk. Semoga saja dia tidak ketakutan.
Nining menghela nafas dalam. Mungkin ia belum siap untuk mengalaminya lagi. Seks pertamanya adalah lewat perkosaan yang menjadi momok baginya hingga sekarang.
Tidak apa-apa kalau Nining tidak mau... aku bisa mengerti, kok... kataku memecah kebisuan itu.
Nining masih menerawang jauh. Mungkin mengingat-ingat masa lalu.
Aku masih trauma... pada kejadian itu... Hari itu padahal aku sangat senang dan hampir saja akan menerima cintanya yang tak pernah lelah... Aku kagum pada keuletannya mengejarku... Aku kagum pada ketidak perduliannya pada makianku...
Tapi semuanya hancur kala ia merusak semua kebahagiaanku dengan perbuatannya yang keji itu... Ia hancurkan usaha bertahun-tahunnya... hanya dalam waktu beberapa menit saja... Sia-sia sekali impian kosongku itu... terawang Nining.
Ia pikir... kalau telah melakukan itu... aku akan menjadi miliknya seutuhnya... Bodoh! katanya geram.
========
QUEST#08
========
Perih sekali...
Akh... keluhku memegangi bagian ulu hatiku yang sakit.
Jangan bergerak dulu... kata seorang wanita berpakaian putih-putih seperti perawat.
Perawat?
Kulayangkan pandanganku ke sekeliling. Tembok-tembok putih dengan gorden putih juga. Ada botol infus dan kantong darah tergantung di samping ranjangku ini.
Rumah sakit? Bagaimana aku bisa sampai di sini.
Kau tidak apa-apa, dik Satria... kata perawat itu lagi.
Susan
Mbak Susan? seruku mengenali wanita itu.
Ia tersenyum manis melihatku mengenalinya.
Lukamu tidak terlalu berbahaya... Nanti juga sembuh, kok... katanya menyentuh pelan ulu hatiku.
Kusingkap pakaianku yang masih bernoda darah. Ada lubang kecil di pakaianku.
Di bawah iga kananku diperban tebal dengan plester yang menutupi luka itu.
Seseorang menikammu tepat pada hari yang terlemah dalam hidupmu, Satria... kata mbak Susan.
Hari yang terlemah dalam hidupku? gumamku tak mengerti. Ada apa dengan hari ini?
Kemarin ulang tahunmu, kan? kata mbak Susan.
Benar... Tapi kenapa hari kelahiranku menjadi hari yang terlemah dalam hidupku?... Kemarin aku cukup banyak memakai kekuatan... kataku tak mengerti.
Kemarin persis seperti hari Satria dilahirkan... Saat lahir... manusia adalah mahluk yang sangat lemah... Manusia membutuhkan bantuan dari orang lain... jelas mbak Susan masuk akal.
Jadi pada hari seperti itu, Satria harus lebih berhati-hati... Hanya saja mungkin orang yang melukai Satria tidak terlalu mengetahui hal ini... lanjutnya.
Jam berapa ini? Jam 05.30! Hari Senin pagi.
Aku harus bekerja!
Aku berusaha bangkit dari ranjang rumah sakit ini.
Lebih baik Satria tetap beristirahat saja... Biar tubuhmu yang satu lagi yang melakukan tugasmu itu... kata mbak Susan.
Mbak Susan tau masalah tubuh gandaku itu?... tanyaku.
Ia hanya tersenyum saja dan permisi keluar untuk melanjutkan pekerjaannya.
--------
Nyi Sukma... Apa benar kalau hari ulang tahun adalah hari yang terlemah bagi manusia...? tanyaku begitu mbak Susan keluar.
Benar... Makanya bagi pendekar-pendekar zaman dahulu... sangat pantang dan dilarang untuk keluar rumah pada hari kelahiran mereka... Karena pada hari itu mereka akan dengan mudah dikalahkan lawan-lawan mereka... Juga pada hari itu... tingkat kewaspadaan dan kemampuan seseorang menurun dengan sangat drastis... jelas Nyi Sukma panjang lebar.
Begitu, ya?... Jadi hari ini aku diserang dengan sangat telak oleh orang yang lemah sekalipun... gumamku.
Serangan ini tidak bisa dianggap ringan... Satria yang sudah memakai Sengkolo Saga masih bisa terluka... Orang itu pasti memakai sejenis senjata pusaka yang sangat kuat... Sebentar... kata Nyi Sukma lalu berkonsentrasi sebentar.
Browok Menggolo... Salah satu keris pusaka hebat yang sangat langka... Hanya ada 5 buah di Nusantara ini... jelas Nyi Sukma.
Keris Browok Menggolo? XOXAM? Apa kau sempat melihat orang yang telah menikamku itu? tanyaku pada core asliku yang masih setia menemaniku.
Orang yang telah kuhajar tadi pagi itu... jawab XOXAM.
Tinto! Orang itu punya keris pusaka rupanya... gumamku.
Nyi Sukma... Apa kau bisa menemukan orang dengan keris Browok Menggolo itu sekarang? cobaku bertanya pada ratu Swarna Dwipa yang telah menjadi temanku ini.
Menemukan orang dengan keris Browok Menggolo?... Baik... akan kucoba... Apa yang akan kau lakukan padanya...? tanya Nyi Sukma.
Aku mau membalas kepengecutannya tadi siang... kataku tenang saja.
--------
Kini aku sudah ingat apa yang telah terjadi.
Saat aku telah selesai berbicara pada Nining siang itu. Aku permisi hendak kembali ke kost-ku yang tak jauh di seberang jalan.
Setelah aku menyeberangi jalan aspal yang tak begitu lebar ini, terdengar teriakan Sari dan Titik memanggilku. Saatku menoleh ke belakang untuk mencari tahu apa yang mereka teriakan... seorang laki-laki datang dari balik pohon di depan, menusukku dari samping.
Aku sempat mengenalinya...
Ia langsung lari begitu melihatku terkapar bersimbah darah dan terjatuh di pinggir jalan...
Ada celah yang sangat dilupakannya... kalau ada saksi yang melihat perbuatannya itu. Sari dan Titik.
--------
Aku sudah menemukannya... Ia sedang berada di sebuah kendaraan umum... Menuju luar kota... kata Nyi Sukma.
Pasti Nyi Sukma menghubungkan bekas luka yang ditimbulkan keris itu di perutku dan keris yang sedang dibawa Tinto hingga ia bisa dengan cepat ditemukan.
Ayo... L'Blenc... Kami butuh sayapmu sekarang... kataku bangkit dari ranjang rumah sakit ini.
Tapi lukamu...? cegah naga Rustra itu.
Aku tidak selemah itu... Luka begini tak akan menghambat tekadku... Lihat saja... kataku dan membuka perban yang menutup luka bekas tusukan keris pusaka itu.
Sudah hilang dan sembuh... kaget kedua suami istri itu.
Aku terlahir bukan sebagai bayi yang lemah... Mamaku bilang... waktuku lahir... aku mendorong kakakku... Putri dan menarik adikku... Dewi... Mungkin kelemahan ini karena aku telah membagi dua tubuhku hingga tingkat kewaspadaanku berkurang... kataku menjelaskan teori tentang kesembuhan ajaib ini.
Kali ini... aku sudah menggabungkan kembali tubuhku hingga kekuatanku kembali maksimal... kataku yakin. Aku hanya perlu waktu sebentar untuk mengambil kembali tubuhku yang tidur di kamarku di rumah sana.
Bisa kita pergi sekarang? tanyaku pada mereka berdua.
Sebentar saja, kami sudah terbang di udara dengan bentuk naga Rustra. Tapi kali ini L'Blenc tidak membesarkan tubuhnya dengan maksimal. Hanya cukup untuk kami berdua, Nyi Sukma dan aku untuk duduk di punggungnya.
Di kegelapan pagi, kami bertiga terbang untuk mengejar Tinto, yang telah dengan pengecutnya menikamku kemarin siang dengan sebilah keris pusaka Browok Menggolo.
Kami sudah mencapai pinggiran kota yang ditumbuhi lebatnya hutan yang masih asri.
Itu dia kendaraannya... tunjuk Nyi Sukma pada sebuah bis malam yang sedang melaju di jalan lintas provinsi.
Bagus... Dia mau main-main denganku... ASSASIN! seruku melompat turun dari tubuh naga L'Blenc.
Walaupun tinggi, aku tak ragu melompat karena kemampuan tinggi ASSASIN bisa mengatasi segala medan berkat berbagai skill yang dimilikinya.
Tubuhku meluncur deras tetapi aku agak memperlambatnya dengan sebuah bahan kain yang berperan bak parasut penahan.
Saat hanya tinggal beberapa meter saja akan mendarat, kulentingkan tubuhku hingga mendarat dengat mulus dan melemparkan sebuah senjata rahasia. Pisau kecil!
Terdengar suara letusan ban pecah!
Bis malam itu perlahan menurunkan kecepatannya dan akhirnya menepi di pinggir jalan. Dengan gerakan cepat kuambil kembali kunai itu agar tak menimbulkan kericuhan akibat sabotase-ku pada ban kendaraan penumpang umum ini. Tak lama para penumpangnya turun untuk sekedar melepas penat mumpung ban bis ini diganti.
Tok! Tok! Tok!
Aku mengetuk jendela bis itu karena ternyata Tinto tidak ikut turun bersama penumpang lainnya. Aku dengan mudah bisa menemukannya duduk di tepi di samping jendela sebelah kiri.
Dari ekspresinya, ia terlihat sangat kaget melihatku sehat walafiat dan bisa mengejarnya.
Kuberi kode agar ia turun...
Ia menurut. Percaya diri juga...
Ia menjauh dari bis seperti akan mencari tempat untuk buang air kecil di balik pepohonan hutan. Kuikuti dia.
Di daerah yang pepohonannya agak jarang, ia berhenti.
Hebat juga kau bisa sembuh dengan cepat pada hari ulang tahunmu... kata Tinto.
Hari ulang tahunku sudah lewat kemaren... Jadi kita bersenang-senang sekarang... kataku lalu mengubah diriku menjadi DRAGON LORD. Kekuatan Andromeda, salah satu THREE WARRIORS.
Ternyata kau salah satu Menggolo juga... Tapi coba kau kalahkan Browok Menggolo ini! katanya sambil mengepalkan tangan kanannya di depan dada dan secara ghaib sebilah keris muncul di genggamannya.
Browok Menggolo! serunya lalu mengacungkan keris itu. Lalu memutar-mutarkannya di udara.
Terjadi angin kencang sehingga daun-daun pohon yang berguguran berkumpul di atas Tinto. Membentuk sosok...
Seekor burung gagak yang besar!
BAYU GAGAK! serunya bangga dengan bentuk ilmunya itu. Burung ganas itu terlihat mengepak-kepakkan sayap daunnya.
Contract : Green Dragons Fire Breath.
Dari bagian dada armor naga hijau ini, menyembur api yang sangat besar dan membakar gagak daun itu.
Sekarang gagakmu sudah jadi gagak panggang! ejekku.
Dia tidak putus asa dan kembali membentuk gagak itu lagi.
Hati-hati Satria... Dia sudah dikuasai keris itu... seru Nyi Sukma yang sudah ada di sekitar pertarungan kami bersama suaminya, L'Blenc.
Arch-Mage.
Sekarang memakai kekuatan Cera!
Call : Hieken, The Flaming Salamander.
Dari dalam tanah, keluar dari retakan bumi seekor salamander raksasa dalam cahaya terang api yang panas. Amphibi itu celingak-celinguk sebentar untuk mencari mangsanya.
Ia terpaku pada Tinto dan gagak daunnya yang kini berukuran lebih besar.
Salamander api itu lalu mendongakkan kepalanya untuk mengumpulkan massa api yang akan dimuntahkannya. Lalu...
FWWUUUUUUUURRRRRRR!
Ia menembakkan api dari mulutnya berbentuk gumpalan besar dan membakar gagak daun itu hingga habis tak bersisa lagi.
Sementara Tinto terlempar cukup jauh dan akhirnya membentur pohon yang besar. Bajunya agak hangus terbakar. Kerisnya terlepas dari tangannya dan menancap di tanah.
Salamander api dengan santai kembali masuk ke lubang di tanah dimana ia berasal. Lubang itu menutup kembali.
--------
Aku akan mengambil keris ini... Anak ini telah salah menggunakannya sehingga bisa diperdaya oleh sisi gelap keris ini... kata Nyi Sukma memungut keris pusaka Browok Menggolo dan membalutnya dengan sehelai kain putih.
Sebaiknya kita tinggalkan saja dia di sini... Orang-orang di kendaraan itu pasti menyadari kehilangannya dan mencarinya... kata L'Blenc.
Kenapa Satria? Apa belum cukup kau menghajarnya seperti ini? tanya Nyi Sukma yang menyadari emosiku. Aku berdiri memandangi tubuh pingsan Tinto dengan geram.
Orang ini telah begitu banyak menimbulkan kesedihan bagi Nining... Juga kekerasan hatinya membuatnya sanggup melukai perempuan sekalipun... kataku. Kalau menuruti mauku, sudah kuinjak-injak orang ini.
Sekarang tidak akan begitu lagi... Browok Menggolo tidak cocok pada orang yang lemah mentalnya seperti dia... Semua sifat buruk itu adalah pengaruh sisi gelap Browok Menggolo yang tidak bisa dilawannya... jelas Nyi Sukma.
Jadi... Selama ini sifat buruknya itu karena pengaruh keris itu...? tanyaku lagi.
Nyi Sukma mengangguk memastikannya. Selama ini sikap buruk, jahat dan tak berperasaan yang diberikannya pada Nining karena pengaruh negatif keris ini? Entah pada siapa lagi korban-korbannya. Dia aja bisa tanpa pikir panjang nekad menikamku di depan mata beberapa saksi. Bagus kalau keris ini diambil darinya.
Kami lalu pergi dari tempat dengan cara yang sama dengan kedatangan kami. Menaiki bentuk naga L'Blenc.
--------
Nining, Sari dan Titik terkaget-kaget melihat kemunculanku di depan pintu kamar kost mereka pagi itu. Baik-baik saja tanpa kekurangan apapun.
Satria...? seru kaget Titik. Nining dan Sari tak bersuara.
Sudah... sudah... Aku tidak apa-apa... hanya tergores saja... Yang seperti itu tidak akan membunuhku sama sekali... hiburku pada mereka bertiga.
Kupikir... kupikir kau akan mati... tubruk Nining tak sanggup lagi menahannya. Ia memelukku erat-erat. Matanya bengkak habis kebanyakan menangis. Pelukannya semakin erat saja kala kuelus rambutnya.
Titik mengerlingkan matanya. Sementara Sari tersenyum lebar. Ia telah menutup pintu kamar ini.
Aku membiarkan Nining memelukku sepuasnya sampai ia sendiri yang melonggarkan pelukannya.
Kuseka air matanya. Kukecup keningnya yang berbatas dengan tumbuhnya rambut.
Yuk... Kita berangkat kerja... ajakku pada mereka bertiga. Walaupun apa yang terjadi, harus tetap kerja. Kalau gak, gak bisa makan, ya?
--------
Suasana bekerja di pagi hari di hari Senin agak berbeda. Suasananya agak kurang nyaman karena mulai panasnya suhu udara di dalam bangunan pabrik ini. Aku yang terbiasa awal bekerja dengan suhu sejuk malam hari mulai merasakannya.
Ventilator otomatis yang ada di atap juga tidak cukup untuk menyejukkan udara di sini. Tapi sepertinya teman-teman sekerjaku telah terbiasa dengan keadaan ini dan menganggapnya biasa saja.
--------
Eh... Kamu kemari sebentar... panggil seorang bapak yang berpakaian rapi dengan kemeja putih lengan panjang dan dasi. Aku sebenarnya akan mengambil air yang akan diisikan pada sebuah jerigen kecil untuk minum semua orang di Flexo 6.
Ya, pak? Ada apa? tanyaku mendekati dia.
Ikut dengan saya sebentar... ajaknya.
Ia berjalan dengan cepat ke arah sebuah pintu. Aku mengikutinya.
Di pintu ruangan tertulis Internal Auditor. Bpk. Yahya.
Ruangan ini tidak terlalu besar hanya ada dua meja di sini. Untuk bapak itu dan seorang wanita muda yang sedang mengetik.
Ng... Selvi... Coba kamu pergi ke ruang Accounting dan minta laporan keuangan bulan lalu... Yang lengkap... pintanya pada asistennya itu. Dengan patuh wanita cantik itu pergi untuk menjalankan tugas yang diberikan padanya itu.
Silahkan duduk... katanya padaku. Ada apa?
Kamu anaknya bapak Buana Suryawan, kan? katanya tiba-tiba setelah aku duduk di depannya. Ia terlihat serius. Sepertinya dia benar-benar mengenalku. Bukan becandaan kayak Bapak kamu penggali kuburan, ya?
Bapak kenal saya? tanyaku.
Tentu kenal... Saya sering melihat foto kamu di ruangan kerja pak Buana bersama ibu dan dua saudari kamu... jelasnya.
Aku teringat foto keluarga yang diletakkan Papa di ruangan kerjanya. Ukurannya yang besar pasti akan mudah dilihat siapapun.
Apa hubungan bapak dengan Papa saya? tanyaku mulai curiga. Kenapa pabrik ini bisa ada hubungan dengan Papaku.
Terus terang saja... Apa kamu disuruh pak Buana kemari untuk ikut memata-matai perusahaan ini? tanya bapak ini langsung.
Memata-matai? Jadi orang ini mata-mata Papa di pabrik ini.
Tidak... Aku ke pabrik ini untuk tujuan lain... Tidak ada maksud untuk memata-matai pabrik ini... Papa-pun tidak tau kalau aku bekerja di sini... jelasku. Lebih baik aku jujur pada orang ini karena ia sudah berani jujur padaku. Apalagi dia sepertinya orang kepercayaan Papa.
Oh, begitu... Saya terkejut sekali melihat kamu bekerja di sini... Di bagian mesin lagi... Hanya harlep, kan? katanya.
Aku mengangguk.
Begini... Investasi Papamu sangat besar di perusahaan ini... Tapi sepertinya ada kecurangan-kecurangan yang dilakukan direksi perusahaan ini... Saya hanya menemukan sedikit sekali bukti-bukti penyelewengan dana itu... jelas bapak ini.
Saya curiga kalau penyelewengan ini hanya diketahui oleh beberapa orang saja seperti Presiden Director, Managing Director, dan General Manager saja... sambungnya.
Bagaimana Papa bisa tau kalau ada penyelewengan dana? Apa laporan keuangannya tidak transparan...? tanyaku.
Bukan begitu... Laporan keuangan sangat memuaskan... Tapi hasil yang didapat atau deviden hasil investasi tidak seperti yang diharapkan... Padahal perusahaan ini menguasai pasar kotak karton lebih dari 40% pasar... 60% sisanya dibagi 8 perusahaan kompetitor sejenis... Jadi seharusnya keuntungan investasi Papamu seharusnya ada pada kisaran 2.5% per tahun buku... Tetapi hanya mendapat 1.8% per tahun buku... jelasnya panjang lebar.
Ya... saya bisa mengerti kenapa Papa sampai mengirimkan orang seperti bapak... Penyelewengan keuntungan sampai 2 digit begitu pasti akan sangat merisaukan Papa... Kalau begitu... apa yang bisa kubantu? tanyaku.
Begini... Satria tetap bekerja seperti biasa saja... Kalau ada sesuatu yang mencurigakan... Atau yang tidak biasa... Laporkan segera ke saya... Bagaimana? Bisa? usulnya.
Boleh... jawabku pendek saja karena terdengar ketukan pintu dan asistennya yang bernama Selvi itu masuk dengan laporan keuangan yang tadi diminta diambilkan di ruang Accounting.
Kalau begitu saya permisi dulu, pak... Saya harus mengambil air minum untuk teman-teman saya di Flexo 6... Selamat siang... kataku dan segera keluar dari sana.
--------
Gawat juga perusahaan ini. Berani-beraninya main api dengan Papa. Aku akan berusaha membantu Papa sebisaku.
Jam 12 siang adalah jam istirahat makan siang untuk satu jam penuh. Kantin ini lebih penuh dari biasanya, karena karyawan yang hanya masuk pagi bergabung dengan karyawan yang bekerja dengan shift.
Karena meja banyak yang penuh beberapa orang yang baru kali kulihat bergabung di meja yang sering diduduki karyawan Flexo 6 ini. Sepertinya mereka sudah kenal baik dengan anggota mesin di mana aku bekerja ini.
Dari pembicaraan mereka, aku tahu kalau mereka dari bagian Design yang hanya masuk pagi. Walau mereka tergolong staf kantor tapi mereka lebih suka makan di kantin ini dari pada makan di ruangan khusus untuk para staf kantor. Tentu saja... di sini diperbolehkan merokok sedang di sana yang kebanyakan wanita tentu akan sulit menghisapnya.
Pak Yanto (mandor Flexo 6) bertanya-tanya tentang design baru yang kelak akan dicetak di mesin kami. Mereka juga menanyakan tentang kejadian menghebohkan beberapa malam lalu kala seorang mandor yang menggagahi bawahannya, kemasukan mahluk halus.
Mandor dan karyawan wanita itu kini dipecat karena berbuat asusila di tempat kerja dan jadi contoh buruk bagi karyawan lainnya.
Lalu aku mendengar cerita-cerita lain yang terjadi belakangan di pabrik ini. Masalah keuangan. Masalah ketidak puasan karyawan. Masalah pemotongan gaji karyawan. Masalah waste (sampah/limbah) produksi dan penjualannya. Dan hal-hal lainnya.