Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA PERJALANAN.

CHAPTER 3​

Rintik hujan membuyarkan lamunanku. Dengan cepat rintik berubah menjadi hujan lebat. Aku berjalan ke arah jendela dan melihat ke luar, lampu jalan samar di tambah hujan yang lebat terkadang membuat kita berandai andai, tentang kisah apa yang kira-kira bisa terjadi jika kita berdiri di bawah lampu jalan itu. Menikmati cobaan hidup dengan berdiam diri di bawah teraan sinar dan hujan.

Masih 11 tahun lalu...​

Tidak ada lagi kesempatan untuk melakukan aksi yang sebelumnya kulakukan sampai kira-kira dua bulan lamanya. Hingga suatu malam Om Juri pulang ke rumah dengan kondisi mabuk. Waktu itu juga hujan deras.. aku menyambut Om Juri keluar taksi dengan payung hingga masuk ke rumah. Setelah masuk rumah dan jaketnya di lepas oleh tante Fia Om Juri bukannya langsung tidur seperti biasa, malah berbalik kearahku dan bicara setengah menghardik.

“Kamu tau kenapa bapakmu mati?” aku tertegun. Tiba-tiba saja ia mengatakan itu. “Karena bapakmu tidak mendengarkan AKU!”

“sudah pa.. ayok tidur pa” kata tante Fia sambil memegang pundak Om Juri untuk membimbing menuju kamar.

“bentar dulu!” Om Juri malah berbalik membentak tante. “sudah aku bilang pindah ke sini saja. BISA BISNIS BARENG!” aku masih terdiam saja mendengarkan. “dari pada membantu adik bungsunya dia malah milih tinggal di dusun.” Katanya sambil berbalik berjalan menuju kamar sendiri dengan sedikit lunglai.

Setelah sampai di pintu kamarnya ia berbalik lagi dan berkata “bapak kau tu ada gundik di dusun! Makanya dia tidak mau pindah.” Aku anggap saja ia merancu, tidak ku anggap tapi masih kudengarkan. Aku tidak menunduk, tapi menghadap tatap muka dengannya. “itu mobil sama kabun kalian itu, di jual ya sama gundiknya!” ia mengakhiri kata-katanya dan masuk ke dalam kamar.

Tante Fia melihat ke arahku sambil bergeleng dan berkata tanpa suara “jangan didengerin” katanya sambil ikut masuk ke dalam kamar. Tapi aku mendengarkan. Informasi sudah masuk, maaf saja itu tidak kujadikan bahan baper. Gundik? Maksudnya selingkuhan? The fuck is he talking about.

Aku duduk di sofa dan kembali menonton tv seperti sebelum Om Juri pulang. Aku ingat-ingat lagi kepada siapa bapak menjual barang dan tanahnya di desa dulu. Kalau tidak salah kepada pak Darto sekertaris desa tersebut. Tapi aku tidak pernah mengenal istrinya, ayahku selingkuh dengan istri pak Darto? Atau anak perempuan? Tapi seingatku pak Darto sedikit lebih muda dari bapak, apa dia punya anak perempuan yang sudah dewasa?

Tante Fia tiba-tiba ikut duduk di sebelahku membuyarkan lamunan. Ia mengenakan celana longgar pendek dan tanktop dibalut kimono tidur seperti biasa. Ia duduk dan menyilangkan satu kakinya di himpit untuk alas dia duduk di sofa. Ia letakkan lengannya di atas sandaran sofa dan menoleh ke arahku.

“Arman, ga usah di dengerin omongan Oom ya, emang begitu dia kalo ada masalah. Dibawa-bawa pulang kerumah”. Katanya.

“Gapapa tante, Arman ga masukin ke hati. Tante sendiri gimana? Gapapa oom begitu terus?” balasku balik menanyakan kondisinya.

“Ya udah biasa man.. Dia setiap ada masalah ya begitu. Pernah ga pulang selama 3 hari. Tapi ini kayanya yang paling lama deh.. udah dua bulan lebih. Biasanya paling banter satu bulan itu, kalo ada proyek baru lagi udah sembuh dia”

“Hmmm jadi masalah kerjaan ya tante? Ini mungkin masih masalah duit bapak kemaren yang katanya kurang. Arman juga ga tau bisa bantu apa, karena kuasa uangnya ada di pengacara papa kemaren, dia juga dari firma hukum lumayan bagus jadi ga bisa main-main.”

“Apalagi tante man.. tante ga tau apa-apa masalah kerjaan Oom kamu. Mau ikut-ikutan nanti malah bikin tambah ribet. Pokoknya kita biarin aja deh sampe dia sembuh sendiri.” Katanya sambil mengganti channel TV ke acara talkshow luar negri.

“Kalau Dio gimana tante? Kan udah lama tu ga diajak jalan-jalan keluar. Gapapa?” kataku penasaran, dan aku ingin berbincang lebih lama karena tante Fia memakai pakaian yang enak dipandang.

“ya.. dia kadang nanya sih, minggu kemaren tante ajak jalan ke mall tapi urang seru kalo berdua aja. Lain kali tante ajak kamu aja ya. Kalo kamu ga sibuk di kampus sih.” Katanya sambil melemparkan senyum kepadaku. Cantik.. lebih cantik begini daripada menor ber make up.

Aku balik senyum dan berkata.. “bisa tante, kasi tau aja kapan mau keluar, kan enak kalo ada cowonya, biar bisa gantian gendong Dio.”

“ada film apa nih yang seru?” katanya sambil menggonta-ganti channel tv.

“channel 3 tadi bagus tante, film nominasi oscar masuk tv” kataku.

Kami mengobrol agak lama sambil menonton, aku menanyakan tante dulu kuliah juruan apa dan bagaimana bisa ketemu Om Juri. Ternyata Tante ini adik tingkat di juruan Om Juri, mereka bertemu saat reuni akbar. Saat itu tante menjadi panitia dari pihak mahasiswa dan Om juri menjadi tamu undangan dari angkatan yang sudah lulus. Hubungan mereka berlanjut ke tahap pernikahan saat tante bahkan belum lulus kuliah. Om juri sudah mapan saat itu, usia mereka terpaut 8 tahun.. wajar saja Tante Fia usianya masih tidak terpaut jauh denganku.

Saat aku lanjut fokus menonton film, aku lihat tante Fia tertidur di sampingku. Aku melihat ke arah kamar Om Juri yang tertutup rapat. Alih-alih membangunkannya aku malah menggeser posisi tubuhku agar lebih dekat dengannya. Perlahan kugeser tubuh tante Fia agar menyender ke pundakku. Tangan kananku merangkul dari arah belakang, namun tidak terlalu bersentuhan karena lenganku terletak pada sandaran belakang sofa. Dari posisi ini terlihat payudaranya yang ranum di balik tanktop. Pahanya juga mulus karena celananya yang longgar sedikit tersingkap ke atas.

Kuberanikan diri untuk menggerakkan tangan kiriku ke arah pahanya. Pertama hanya kuletakkan saja, namun secara perlahan aku mengusap-usap pahanya sampai ke bagian pangkal paha. Aku gesek gesek menunggu respon dari tante Fia, namun ia diam saja. Tangan kananku perlahan ku geser melingkar ke pinggangnya... aku selipkan di balik tanktop bagian bawahnya dan terus naik ke atas menuju payudaranya.

Tangan kananku megusap-usap payudaranya dan tangan kiriku mulai masuk menyelip dari bagian samping celana dalamnya. Aku usap usap kemaluannya dan kuselipkan jariku di antara himpitan vaginanya, seperti yang pernah aku lakukan waktu itu. Gerakanku sudah tak terkendali, kedua tanganku tidak lagi mengusap dan sedikit meremas kedua bagian sensifitnya dengan gemas. Tubuhku pun sudah berbalik ke arahnya dan aku menggesekkan kemaluanku di balik celana ke bagian samping tubuhnya.

Kira-kira lima menit, hal itu terus terjadi.. tangan kananku bergantian meremas payudaranya dan memilin putingnya, tangan kiriku mengelus-elus vagina tante Fia, dan kemaluanku menggesek-gesek bagian samping tubuhnya dengan perlahan. Namun tiba-tiba tante Fia bergeming dan bergerak melepaskan tanganku. Aku kaget dan bersiap jika saja ia menjerit.

Aku terdiam dan memperhatikan tante Fia, ternyata... bukannya berdiri atau pergi ia malah merebahkan tubuhnya terlentang di sofa, kakinya naik di atas pngkuanku dan satunya lagi di tekuk menyender pada sofa. Lampu hijaukah? Aku masih berpikir apakan ia ingin mencari posisi nyaman untuk tidur atau malah mencari posisi nyaman untuk ku jamah.

Aku elus-elus kakinya yang berada di pangkuanku.. kemudian tangan kananku mengelus pahanya yang terlipat bersandar pada sandaran sofa. Aku geser posisi celananya yang longgar hingga ke pangkal paha.. kemudian aku kembali menyelipkan jariku untuk menglus-elus vaginanya. Aku masukkan sedikit jariku... bingung, aku tidak terlalu paham mana letak lubang di vaginanya, ada belahan namun lubangnya tidak pas di tempat tersebut.

Tidak tahan, aku berdiri dan melepas celana training panjang yang kukenakan.. sekalian pula aku melepas celana dalamku. Penisku berdiri tegang sudah tidak tahan dan sedikit mengeluarkan cairan. Aku rebahkan tubuhku menindih tubuhnya secara perlahan. Aku posisikan penisku masuk lewat salah satu lobang celananya yang longgar. Sedikit aku geser bagian bawah celana dalamnya, kemudian penisku aku gesek-gesekan di belahan vaginanya.

“ummmmhhhh ahhhhhh” tante Fia sedikit mendesah. Tangannya direntangkan ke atas. Tidak lama aku langsung menyingkap tanktopnya sampai ke atas bagian leher, tubuh tante Fia juga kurasakan sedikit mengangkat mempermudah aku menyingkap tanktopnya sampai ke bawah leher. Payudaranya terpangpang bebas di hadapanku.

“sstttthmmmmm...” tante Fia kembali mendesah ringan saat aku menciumi dan meremas payudaranya. Tangan kiriku meremas payudara bagian kanan dan mulutku menghisap payudara bagian kirinya. Tak lupa penisku terus menggesek-gesek vaginanya yang kurasakan sudah agak lembab dan licin. Membuat penisku berdenyut-denyut tak karuan. Aku alihkan pandangan ke wajah tante Fia, matanya masih terpejam namun ia menggigit bibir bawahnya seperti menikmati hal ini.

Tangan kananku kini meremas paudara kirinya, kedua tanganku meremas dengan kencang dan memilin-milin puting kecoklatan miliknya. Wajahku kedekatkan ke wajahnya dan memperhatikan wajahnya dari dekat. “ummhhhhahhhhhhhhhh” bibirnya mengeluarkan suara kemudian kembali menggigit bagian bawah biabir seperti sebelumnya.

“tante.. aku entot ya..” aku beranikan diri berbisik di telinganya sambil penisku terus bergesekkan dengan vaginanya. Gerakanku makin cepat dan viginanya terasa makin licin. Kurasakan ada cairan yang mengalir keluar dengan deras dari vaginanya. Namun masih belum ada respon dari wajahnya.

Kudekatkan kembali wajahku ke wajahnya dan aku kecup keningnya. Tidak ada respon. Aku kecup pipinya, masih tidak ada respon. Aku beranikan diri melumat bibirnya yang sedari tadi bergerak mendesah dan menggigit bibir sendiri. Aku cium bibirnya dengan ganas, namun ia tidak membalas ciumanku, hanya membiarkan saja. Bibirnya kini sedikit terbuka.. aku lumat dan kuhisap-hisap. Ia masih tidak membalas ciumanku, namun aku tidak perduli.

Posisiku makin gencar menggesek-gesek vaginanya. Sofa sedikit ikut bergoyang karena intensitas gerakanku yang sudah mulai agresif. Aku rasakan air dari dalam vagina tante Fia mengalir makin deras.. dengan posisi masih mencium bibirnya dan kedua tanganku meremas kedua payudaranya, aku goyang terus pinggulku menggila menggesek kemaluannya.

“umh umh umh umh umh” suara mendesah tante Fia dari balik bibirnya yang masih ku sedot dan jilati itu, nada suaranya seirama dengan ritme genjotanku menggesek vaginanya. Kemudian dengan satu sentakan keras ku semburkan spermaku yang amat banyak ke atas vaginanya, menlebar mengenai seluruh permukaan celana dalam dan bahkan sampai ke luar celana pendeknya. Kaki tante Fia juga agak terangkat sedikit mengejang, vaginanya menyemburkan cairan yang tak kalah banyak. Air kemenangan kami mengalir membasahi sedikit bagian sofa d bawah tubuh kami.

Tubuhku lemas, aku ambruk ke bawah bagian depan sofa. Posisi tante Fia masih terlentang di atas sofa, tanktopnya masih tersingkap ke atas memperlihatkan payudaranya. Aku arahkan tanganku ke atas dan mulai membelai payudaranya dari bawah.. sembari menikmati momen kemenangan yang baru saja aku dapatkan.

Mataku sedikit tertutup dan mulai merasakan ngantuk. Namun tanganku masih aktif mengelus-elus payudara tante Fia, kadang aku pilin-pilin sedikit putingnya. Sedikit demi sedikit aku mulai tertidur dan masuk ke alam bawah sadarku. Nafasku mulai teratur dan penisku juga sudah mulai turun menciut. Aku merasakan nikmat tak tertara bagai telah mencapai sesuatu yang luar biasa saat ini, saatnya tidur.

Tiba tiba terdengar suara Dio memanggil dari dalam kamar “mama...” katanya dengan sedikit keras. Aku menarik tanganku. Tante Fia lekas bangun dan membenahi posisi tanktopnya. Ia berjalan santai melangkahi tubuhku yang tidak mengenakan celana. Kemudian ia berjalan menuju ke arah dio, “kenapa nak.. ee’ ya.. adek mau ee’?” katanya sambil menggendong dio dan mengajaknya ke kamar mandi.

Aku yang tersadar langsung memakai celanaku dan pindah duduk di atas sofa. Aku perhatikan tante Fia yang menggendong Dio kembali ke kamarnya. Setelah menidurkan Dio, tante Fia berjalan santai dari kamar Dio menuju dapur. Entah mengapa sepertinya ia berpura-pura tidak tahu aku sedang memperhatikannya. Ia meminum air dingin dari botol air di dalam kulkas, lalu kembali berjalan melewatiku dan masuk ke kamarnya. Sepertinya ia berpura-pura kejadian barusan tidak terjadi, benar kan? Tidak mungkin dia tidak sadar. Kan? Walau bingung, namun perasaan itu tak melampaui rasa senang dan lelahku, aku pun pindah tidur di kamarku.
 
Terakhir diubah:
CHAPTER 3
Rintik hujan membuyarkan lamunanku. Dengan cepat rintik berubah menjadi hujan lebat. Aku berjalan ke arah jendela dan melihat ke luar, lampu jalan samar di tambah hujan yang lebat terkadang membuat kita berandai andai, tentang kisah apa yang kira-kira bisa terjadi jika kita berdiri di bawah lampu jalan itu. Menikmati cobaan hidup dengan berdiam diri di bawah teraan sinar dan hujan.
Masih 11 tahun lalu...
Tidak ada lagi kesempatan untuk melakukan aksi yang sebelumnya kulakukan sampai kira-kira dua bulan lamanya. Hingga suatu malam Om Juri pulang ke rumah dengan kondisi mabuk. Waktu itu juga hujan deras.. aku menyambut Om Juri keluar taksi dengan payung hingga masuk ke rumah. Setelah masuk rumah dan jaketnya di lepas oleh tante Fia Om Juri bukannya langsung tidur seperti biasa, malah berbalik kearahku dan bicara setengah menghardik.
“Kamu tau kenapa bapakmu mati?” aku tertegun. Tiba-tiba saja ia mengatakan itu. “Karena bapakmu tidak mendengarkan AKU!”
“sudah pa.. ayok tidur pa” kata tante Fia sambil memegang pundak Om Juri untuk membimbing menuju kamar.
“bentar dulu!” Om Juri malah berbalik membentak tante. “sudah aku bilang pindah ke sini saja. BISA BISNIS BARENG!” aku masih terdiam saja mendengarkan. “dari pada membantu adik bungsunya dia malah milih tinggal di dusun.” Katanya sambil berbalik berjalan menuju kamar sendiri dengan sedikit lunglai.
Setelah sampai di pintu kamarnya ia berbalik lagi dan berkata “bapak kau tu ada gundik di dusun! Makanya dia tidak mau pindah.” Aku anggap saja ia merancu, tidak ku anggap tapi masih kudengarkan. Aku tidak menunduk, tapi menghadap tatap muka dengannya. “itu mobil sama kabun kalian itu, di jual ya sama gundiknya!” ia mengakhiri kata-katanya dan masuk ke dalam kamar.
Tante Fia melihat ke arahku sambil bergeleng dan berkata tanpa suara “jangan didengerin” katanya sambil ikut masuk ke dalam kamar. Tapi aku mendengarkan. Informasi sudah masuk, maaf saja itu tidak kujadikan bahan baper. Gundik? Maksudnya selingkuhan? The fuck is he talking about.
Aku duduk di sofa dan kembali menonton tv seperti sebelum Om Juri pulang. Aku ingat-ingat lagi kepada siapa bapak menjual barang dan tanahnya di desa dulu. Kalau tidak salah kepada pak Darto sekertaris desa tersebut. Tapi aku tidak pernah mengenal istrinya, ayahku selingkuh dengan istri pak Darto? Atau anak perempuan? Tapi seingatku pak Darto sedikit lebih muda dari bapak, apa dia punya anak perempuan yang sudah dewasa?
Tante Fia tiba-tiba ikut duduk di sebelahku membuyarkan lamunan. Ia mengenakan celana longgar pendek dan tanktop dibalut kimono tidur seperti biasa. Ia duduk dan menyilangkan satu kakinya di himpit untuk alas dia duduk di sofa. Ia letakkan lengannya di atas sandaran sofa dan menoleh ke arahku.
“Arman, ga usah di dengerin omongan Oom ya, emang begitu dia kalo ada masalah. Dibawa-bawa pulang kerumah”. Katanya.
“Gapapa tante, Arman ga masukin ke hati. Tante sendiri gimana? Gapapa oom begitu terus?” balasku balik menanyakan kondisinya.
“Ya udah biasa man.. Dia setiap ada masalah ya begitu. Pernah ga pulang selama 3 hari. Tapi ini kayanya yang paling lama deh.. udah dua bulan lebih. Biasanya paling banter satu bulan itu, kalo ada proyek baru lagi udah sembuh dia”
“Hmmm jadi masalah kerjaan ya tante? Ini mungkin masih masalah duit bapak kemaren yang katanya kurang. Arman juga ga tau bisa bantu apa, karena kuasa uangnya ada di pengacara papa kemaren, dia juga dari firma hukum lumayan bagus jadi ga bisa main-main.”
“Apalagi tante man.. tante ga tau apa-apa masalah kerjaan Oom kamu. Mau ikut-ikutan nanti malah bikin tambah ribet. Pokoknya kita biarin aja deh sampe dia sembuh sendiri.” Katanya sambil mengganti channel TV ke acara talkshow luar negri.
“Kalau Dio gimana tante? Kan udah lama tu ga diajak jalan-jalan keluar. Gapapa?” kataku penasaran, dan aku ingin berbincang lebih lama karena tante Fia memakai pakaian yang enak dipandang.
“ya.. dia kadang nanya sih, minggu kemaren tante ajak jalan ke mall tapi urang seru kalo berdua aja. Lain kali tante ajak kamu aja ya. Kalo kamu ga sibuk di kampus sih.” Katanya sambil melemparkan senyum kepadaku. Cantik.. lebih cantik begini daripada menor ber make up.
Aku balik senyum dan berkata.. “bisa tante, kasi tau aja kapan mau keluar, kan enak kalo ada cowonya, biar bisa gantian gendong Dio.”
“ada film apa nih yang seru?” katanya sambil menggonta-ganti channel tv.
“channel 3 tadi bagus tante, film nominasi oscar masuk tv” kataku.
Kami mengobrol agak lama sambil menonton, aku menanyakan tante dulu kuliah juruan apa dan bagaimana bisa ketemu Om Juri. Ternyata Tante ini adik tingkat di juruan Om Juri, mereka bertemu saat reuni akbar. Saat itu tante menjadi panitia dari pihak mahasiswa dan Om juri menjadi tamu undangan dari angkatan yang sudah lulus. Hubungan mereka berlanjut ke tahap pernikahan saat tante bahkan belum lulus kuliah. Om juri sudah mapan saat itu, usia mereka terpaut 8 tahun.. wajar saja Tante Fia usianya masih tidak terpaut jauh denganku.
Saat aku lanjut fokus menonton film, aku lihat tante Fia tertidur di sampingku. Aku melihat ke arah kamar Om Juri yang tertutup rapat. Alih-alih membangunkannya aku malah menggeser posisi tubuhku agar lebih dekat dengannya. Perlahan kugeser tubuh tante Fia agar menyender ke pundakku. Tangan kananku merangkul dari arah belakang, namun tidak terlalu bersentuhan karena lenganku terletak pada sandaran belakang sofa. Dari posisi ini terlihat payudaranya yang ranum di balik tanktop. Pahanya juga mulus karena celananya yang longgar sedikit tersingkap ke atas.
Kuberanikan diri untuk menggerakkan tangan kiriku ke arah pahanya. Pertama hanya kuletakkan saja, namun secara perlahan aku mengusap-usap pahanya sampai ke bagian pangkal paha. Aku gesek gesek menunggu respon dari tante Fia, namun ia diam saja. Tangan kananku perlahan ku geser melingkar ke pinggangnya... aku selipkan di balik tanktop bagian bawahnya dan terus naik ke atas menuju payudaranya.
Tangan kananku megusap-usap payudaranya dan tangan kiriku mulai masuk menyelip dari bagian samping celana dalamnya. Aku usap usap kemaluannya dan kuselipkan jariku di antara himpitan vaginanya, seperti yang pernah aku lakukan waktu itu. Gerakanku sudah tak terkendali, kedua tanganku tidak lagi mengusap dan sedikit meremas kedua bagian sensifitnya dengan gemas. Tubuhku pun sudah berbalik ke arahnya dan aku menggesekkan kemaluanku di balik celana ke bagian samping tubuhnya.
Kira-kira lima menit, hal itu terus terjadi.. tangan kananku bergantian meremas payudaranya dan memilin putingnya, tangan kiriku mengelus-elus vagina tante Fia, dan kemaluanku menggesek-gesek bagian samping tubuhnya dengan perlahan. Namun tiba-tiba tante Fia bergeming dan bergerak melepaskan tanganku. Aku kaget dan bersiap jika saja ia menjerit.
Aku terdiam dan memperhatikan tante Fia, ternyata... bukannya berdiri atau pergi ia malah merebahkan tubuhnya terlentang di sofa, kakinya naik di atas pngkuanku dan satunya lagi di tekuk menyender pada sofa. Lampu hijaukah? Aku masih berpikir apakan ia ingin mencari posisi nyaman untuk tidur atau malah mencari posisi nyaman untuk ku jamah.
Aku elus-elus kakinya yang berada di pangkuanku.. kemudian tangan kananku mengelus pahanya yang terlipat bersandar pada sandaran sofa. Aku geser posisi celananya yang longgar hingga ke pangkal paha.. kemudian aku kembali menyelipkan jariku untuk menglus-elus vaginanya. Aku masukkan sedikit jariku... bingung, aku tidak terlalu paham mana letak lubang di vaginanya, ada belahan namun lubangnya tidak pas di tempat tersebut.
Tidak tahan, aku berdiri dan melepas celana training panjang yang kukenakan.. sekalian pula aku melepas celana dalamku. Penisku berdiri tegang sudah tidak tahan dan sedikit mengeluarkan cairan. Aku rebahkan tubuhku menindih tubuhnya secara perlahan. Aku posisikan penisku masuk lewat salah satu lobang celananya yang longgar. Sedikit aku geser bagian bawah celana dalamnya, kemudian penisku aku gesek-gesekan di belahan vaginanya.
“ummmmhhhh ahhhhhh” tante Fia sedikit mendesah. Tangannya direntangkan ke atas. Tidak lama aku langsung menyingkap tanktopnya sampai ke atas bagian leher, tubuh tante Fia juga kurasakan sedikit mengangkat mempermudah aku menyingkap tanktopnya sampai ke bawah leher. Payudaranya terpangpang bebas di hadapanku.
“sstttthmmmmm...” tante Fia kembali mendesah ringan saat aku menciumi dan meremas payudaranya. Tangan kiriku meremas payudara bagian kanan dan mulutku menghisap payudara bagian kirinya. Tak lupa penisku terus menggesek-gesek vaginanya yang kurasakan sudah agak lembab dan licin. Membuat penisku berdenyut-denyut tak karuan. Aku alihkan pandangan ke wajah tante Fia, matanya masih terpejam namun ia menggigit bibir bawahnya seperti menikmati hal ini.
Tangan kananku kini meremas paudara kirinya, kedua tanganku meremas dengan kencang dan memilin-milin puting kecoklatan miliknya. Wajahku kedekatkan ke wajahnya dan memperhatikan wajahnya dari dekat. “ummhhhhahhhhhhhhhh” bibirnya mengeluarkan suara kemudian kembali menggigit bagian bawah biabir seperti sebelumnya.
“tante.. aku entot ya..” aku beranikan diri berbisik di telinganya sambil penisku terus bergesekkan dengan vaginanya. Gerakanku makin cepat dan viginanya terasa makin licin. Kurasakan ada cairan yang mengalir keluar dengan deras dari vaginanya. Namun masih belum ada respon dari wajahnya.
Kudekatkan kembali wajahku ke wajahnya dan aku kecup keningnya. Tidak ada respon. Aku kecup pipinya, masih tidak ada respon. Aku beranikan diri melumat bibirnya yang sedari tadi bergerak mendesah dan menggigit bibir sendiri. Aku cium bibirnya dengan ganas, namun ia tidak membalas ciumanku, hanya membiarkan saja. Bibirnya kini sedikit terbuka.. aku lumat dan kuhisap-hisap. Ia masih tidak membalas ciumanku, namun aku tidak perduli.
Posisiku makin gencar menggesek-gesek vaginanya. Sofa sedikit ikut bergoyang karena intensitas gerakanku yang sudah mulai agresif. Aku rasakan air dari dalam vagina tante Fia mengalir makin deras.. dengan posisi masih mencium bibirnya dan kedua tanganku meremas kedua payudaranya, aku goyang terus pinggulku menggila menggesek kemaluannya.
“umh umh umh umh umh” suara mendesah tante Fia dari balik bibirnya yang masih ku sedot dan jilati itu, nada suaranya seirama dengan ritme genjotanku menggesek vaginanya. Kemudian dengan satu sentakan keras ku semburkan spermaku yang amat banyak ke atas vaginanya, menlebar mengenai seluruh permukaan celana dalam dan bahkan sampai ke luar celana pendeknya. Kaki tante Fia juga agak terangkat sedikit mengejang, vaginanya menyemburkan cairan yang tak kalah banyak. Air kemenangan kami mengalir membasahi sedikit bagian sofa d bawah tubuh kami.
Tubuhku lemas, aku ambruk ke bawah bagian depan sofa. Posisi tante Fia masih terlentang di atas sofa, tanktopnya masih tersingkap ke atas memperlihatkan payudaranya. Aku arahkan tanganku ke atas dan mulai membelai payudaranya dari bawah.. sembari menikmati momen kemenangan yang baru saja aku dapatkan.
Mataku sedikit tertutup dan mulai merasakan ngantuk. Namun tanganku masih aktif mengelus-elus payudara tante Fia, kadang aku pilin-pilin sedikit putingnya. Sedikit demi sedikit aku mulai tertidur dan masuk ke alam bawah sadarku. Nafasku mulai teratur dan penisku juga sudah mulai turun menciut. Aku merasakan nikmat tak tertara bagai telah mencapai sesuatu yang luar biasa saat ini, saatnya tidur.
Tiba tiba terdengar suara Dio memanggil dari dalam kamar “mama...” katanya dengan sedikit keras. Aku menarik tanganku. Tante Fia lekas bangun dan membenahi posisi tanktopnya. Ia berjalan santai melangkahi tubuhku yang tidak mengenakan celana. Kemudian ia berjalan menuju ke arah dio, “kenapa nak.. ee’ ya.. adek mau ee’?” katanya sambil menggendong dio dan mengajaknya ke kamar mandi.
Aku yang tersadar langsung memakai celanaku dan pindah duduk di atas sofa. Aku perhatikan tante Fia yang menggendong Dio kembali ke kamarnya. Setelah menidurkan Dio, tante Fia berjalan santai dari kamar Dio menuju dapur. Entah mengapa sepertinya ia berpura-pura tidak tahu aku sedang memperhatikannya. Ia meminum air dingin dari botol air di dalam kulkas, lalu kembali berjalan melewatiku dan masuk ke kamarnya. Sepertinya ia berpura-pura kejadian barusan tidak terjadi, benar kan? Tidak mungkin dia tidak sadar. Kan? Walau bingung, namun perasaan itu tak melampaui rasa senang dan lelahku, aku pun pindah tidur di kamarku.
mantapp suhu. lanjutkan!
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd