Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA PERJALANAN.

kurdi

Semprot Kecil
Daftar
10 Jan 2011
Post
51
Like diterima
1.483
Bimabet


CHAPTER 1​

Aku duduk sendiri di taman kota. Sambil menghisap sebatang rokok yang sebenarnya sudah jarang kulakukan. Namun sepertinya, hari ini aku membutuhkan sedikit ketidak teraturan. Udara sekitar terasa sejuk.. ada banyak muda mudi sedang bercengkerama. Ada yang berkelompok, ada juga yang hanya berdua... menikmati masa-masa muda dengan cara mereka masing-masing.

Melihat orang-orang sibuk selalu bisa menjernihkan pikiran. Seolah-olah aku memiliki pandangan yang berbeda tentang kehidupan. Terutama saat ini, aku sedang kalut, ingin marah atau senang, atau bimbang, aku bahkan gagal mendeskripsikan perasaanku sendiri. Bingung... apa yang harus aku lakukan kedepan, esok hari?

Usiaku tiga puluh tahun besok. Ada sebuah janji yang kubuat untuk diriku sendiri, saat aku berusia tiga puluh. Sebuah janji yang kuucapkan ke makam mamak dan bapak. Sebuah janji yang kubuat sepuluh tahun lalu, saat aku berusia dua puluh... sejujurnya, apakah aku siap mengakhiri masa-masa sepuluh tahun belakangan. Sungguh aku sudah menjadi manusia yang berbeda.

12 Tahun sebelumnya...​

Usiaku 18. Namaku, Arman. Hanya satu kata, entah mengapa orang tuaku menamaiku hanya dengan satu kata, membuatku sulit membuat akun di internet, baik itu email.. atau facebook.. dimasa itu hanya facebook media sosial yang terkenal.

Kehidupanku kala itu cukup nyaman, aku dan orang tuaku tinggal di sebuah desa transmigrasi yang tidak terlalu jauh dari kota. Walau desa, namun kami tidak tertinggal dan udik, karena listrik sudah sepenuhnya mengaliri desa dan sinyal internet tak susah di cari (hanya dengan paket seluler).

Bapak adalah toke sawit, yang membeli panen sawit dari warga dan menjual langsung ke pabrik. Mamak tidak bekerja dan hanya menjadi ibu rumah tangga, walau demikian mamak adalah akuntan yang handal. Mamak adalah penanggungjawab keuangan semua usaha bapak. Oh ya, selain menjadi toke sawit, Bapak juga punya kebun sawit sekitar 14 hektar. Sedangkan aku adalah anak tunggal yang sebentar lagi tamat SMA. Terbayang betapa enaknya jadi diriku.. sebentar lagi aku akan pergi merantau ke kota untuk kuliah... seharusnya begitu.

Kejadian nahas terjadi seminggu sebelum aku melaksanakan ujian nasional. Bapak dan mamak yang sedang dalam perjalanan pulang dari kota untuk menghadiri acara pernikahan kerabat dekat mereka mengalami kecelakaan. Ada 5 orang di dalam mobil tersebut... bapak, mamak, dan satu keluarga tetangga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.

Mamak, seorang ayah, dan seorang ibu meninggal dunia saat itu. Ayah terluka parah dan seorang anak berusia delapan tahun luka ringan.. namun tidak terbayang betapa nahas hidupnya menjadi yatim piatu hanya dalam semalam.

Aku yang terkena imbas menjadi uring-uringan saat ujian. Ayah di rawat di rumah sakit dan aku sering bolak-balik ke kota untuk menjenguknya. Semua kejadian menjadi kacau. Aku hanyalah seorang anak yang terbiasa dimanjakan, tidak siap menerima semua kejadian ini. Akhirnya... aku tidak lulus. Yah... ujian sekolah bisa dibantu dan semua guru mengerti kondisiku. Namun ujian nasional tidak bisa dikondisikan, dan saat itu ujian nasional merupakan syarat kelulusan.

Masa itu memang berat.. sangat berat. Setelah kematian mamak dan ketidak lulusanku, aku harus mengurus bapak bolak-balik rumah sakit untuk melakukan check up rutin. Sembari menunggu ujian paket C di tahun depan. Bisnis bapak hancur total.. bapak tak lagi menjadi toke sawit, 3 buah mobil truck miliknya dijual. Kini hanya bergantung pada kebun sawit. Itupun seharusnya lumayan, namun pegawai bapak yang tanpa di awasi ketat malah banyak main belakang... akibatnya produksi turun dan terkadang rugi uang perawatan kebun saja.

Aku tidak mengerti, mengapa orang-orang jahat kepada kami. Padahal semasa jayanya bapak selalu membantu mereka, tidak pernah mengatakan tidak saat mereka meminjam uang, dan selalu membantu desa dengan memberikan banyak sumbangan suka-rela untuk kegiatan-kegiatan masyarakat. Apapun itu... bagitulah kenyataannya.

Dengan sangat terpaksa, atas saran dari salah satu adik bapak yang tinggal di kota dan juga sering menjenguk bapak saat di rumah sakit, kami menjual semua harta kami di desa dan pindah ke kota. Agar bapak mudah ke rumah sakit.. bisnispun di alihkan dan bapak mulai berinvestasi di bidang properti bersama dengan Om Juri, adik bapak yang tinggal di kota.

Semua menjadi kenangan pahit.. namun ada satu kenangan yang entah manis entah pahit yang kuingat. Yang menjadi penempah diriku untuk lebih berani, atau nekat, atau nakal.. entah apa namanya, kejadian itu terjadi 9 bulan setelah kematian mamak. Saat bapak harus rawat inap di rumah sakit, dan aku menemaninya. 1 bulan setelah kami pindah ke kota.

Malam itu sudah pukul 2 dini hari, aku yang tertidur di sofa sembari menemani bapak merasa sangat haus, maka aku keluar kamar dan menyusuri lorong untuk membeli minum di kantin bawah.. mungkin dengan sedikit cemilan. Bapak berada di kamar VVIP, jadi tidak terlalu ramai disini, hanya ada beberpa suster yang berjaga di meja resepsionis depan, letaknya pun berada di lantai 6.

Saat melintasi lorong yang sepi, aku mendengar ada suara aneh dari dalam ruang yang bertuliskan ”dilarang masuk! khusus pegawai” seperti suara setengah mendesah dan setengah mencegah dari seorang perempuan. Perasaanku antara kaget dan takut.. jadi aku mendengarkan lagi dengan seksama.

“ummh.. jangan jer nanti didenger ahhh anjing kau ya”

Disusul suara pria yang separuh berbisik “diem makanya bentar aja”

Kemudian suara desahan itu samar-samar terdengar lagi secara berulang-ulang.

Kini hanya rasa penasaran yang hinggap di otakku. Jantungku berdegup kencang... suasana dini hari yang senyap membuatku berani secara perlahan membuka pintu dan mengintip ke arah sumber suara di balik lemari perabotan. Aku mengambil handphoneku dan segera mencoba mengarahkan kamera, sementara aku hanya melihat lewat layar handphone.

Sorang lelaki yang sepertinya mengenakan seragam OB saat itu sedang berdiri menghimpit seorang perempuan berseragam perawat. Mereka berdiri sangat rapat dan saling beradu cumbu. Mataku terbelalak, memperhatikan dengan seksama.. semua indraku seakan hidup!

Tangan lelaki itu yang satu memegang tangan si perempuan, posisinya saling menggengam dan meluas merapat ke tembok. Bibir mereka menyatu dan lelaki itu sangat beringas seakan ia melumat bibir perempuan itu untuk memakannya. Tangan satunya menaikkan rok perempuan tersebut sampai ke pangkal pinggang dan terlihatlah celana dalam berwarna putih milik si suster. Lelaki itu menggesek-gesekkan kelamin mereka yang masih terbalut kain masing-masing.

Tak lama setelah itu tangan si pria beralih meremas dada suster itu dengan dengan sangat keras.. meremas-remas sebentar dari luar seragam, kemudian mulai merayap masuk melalui bawah seragam... tangan suster tersebut beralih melingkar ke leher sang pria sambil terpejam menikmati remasan pada payudaranya. Sementara selangkangan mereka masih saling bergesekan.

Tangan lain pria tersebut mulai mengangkat satu kaki suster itu dan memosisikan kakinya agar melingkar ke pinggang si pria. Gesekan mereka terlihat makin cepat dan makin menggila. Tangan sang suster pun tidak tinggal diam, dia langsung melepaskan kancing celana dan membuka resleting pria tersebut.. terlihat kemaluan pria yang sudah sangat tegang dan terus menggesek dari luar celana dalam si suster.

Sambil terus menerima gesekan dari si pria, dengan dada yang terus di remas kanan dan kiri secara bergantian, dan mulut yang masih saling cumbu, suster tersebut menggeser sedikit posisi celana dalamnya sehingga terlihatlah kemaluan berbulu tipis di balik celana dalam itu. Kini kelamin mereka saling gesek secara langsung tanpa terhalang seutas benangpun.

Bless... “ummmmhhh” kata si suster sambil melotot dan melihat keatas menuju langit langit.. genjotan dari si pria tidak mereda sedikitpun dan mulai menyodokan keluar masuk penisnya ke arah kemaluan si suster. Kemudian secara tidak sengaja si suster melihat ke arah handphoneku yang terselip di antara lemari kain dan obat-obatan. Aku terkaget karena ia melihat lurus ke arah kamera.

Cepat kutarik tanganku dan memasukkan hp ke kantong. Dengan cepat namun hati-hati tanpa mengeluarkan suara aku keluar ruangan itu dan berjalan menuju lift untuk turun. Jantungku berdegup sangat kencang karena takut ketahuan, namun dibalik itu.. urat kemaluanku juga bedegup cenat-cenut tidak tertahankan di balik celana levis ketat ini. “WHAT THE FUCK IS THAT!” dalam hatiku berteriak.

Sesampainya di kantin aku membeli sebotol air mineral dan langsung meminumnya. Sambil melihat ke arah sekeliling jika saja ada wajah suster dan OB yang tadi aku lihat di lantai 6. Kantin masih ramai oleh para saudara yang menemani pasien rawat inap. Aku duduk sejenak menenangkan diri. Rasanya agak takut kembali ke atas, takut jika berpapasan dengan dua orang itu.. tampang apa yang perlu kupasang. Aku yakin mereka tidak melihatku, terutama si pria, namun aku tidak bisa pastikan dengan si suster.. karena lemari tempatku berlindung tidak sepenuhnya tertutup. Masih ada celah diantara barang barang yang ada di rak penyimpanan. Jika tidak wajah, mungkin ia mengenali warna pakaianku? Sial.

Sepuluh menit setelah aku menenangkan diri, aku kembali ke atas menggunakan lift. Sesampainya di lorong lantai 6 aku melihat meja resepsionis yang kosong. Lorongpun masih terlihat sepi tidak ada satupun orang yang melintas. Aku berjalan dengan cepat menuju kamar bapak. Tidak sekalipun aku menoleh saat melintasi ruang staff tempat kejadian tadi berlangsung.

Aku masuk kamar sambil menghela nafas lega. Kututup pintu dengan perasaan aman, setidaknya aku aman disini. Aku memperhatikan sekitar kamar yang remang, hanya lampu tidur di dekat ranjang bapak yang menyala. Aku berjalan menuju sofa tempat aku tadi tiduran. Namun secara tiba-tiba ada yang menggenggam pergelangan tanganku.

Aku tersentak dan langsung menoleh.. kulihat wajah suster yang tadi bercumbu di ruang staff. Wajahnya sangat dekat denganku. Aku hampir mengeluarkan suara kaget namun jari telunjuknya sigap menempel di bibirku menandakan untuk tidak berisik. “Sssst..” katanya.

Kuperhatikan wajahnya.. lumayan cantik, kulitnya putih dan usianya sekitar akhir 20 atau awal 30-an. Bibirnya berwarna merah muda dan matanya hitam pekat... kedekatan wajah kami membuat remangnya sinar tidak menghalangiku untuk meneliti wajahnya dengan sangat detil. Tingginya hampir sama denganku, sedikit lebih pendek.. tinggiku sekitar 170cm, mungkin tingginya 167cm-an.

Jari telunjuknya mulai diturunkan dari bibirku dan mulai menuju daguku. Ia memanggut daguku dengan ibu jari dan telunjuknya dan didekatkannya ke bibirnya. Jantungku berdegup kencang, namun aku tak mampu bergerak atau berkata-kata. Bibir kami sudah sangat dekat.. kemudian ia membuka mulutnya dan menyulurkan lidahnya.. di jilatnya daguku naik terus menjuju bibirku yang gemetar. Fyi.. ini pertama kalianya aku memiliki interaksi seksual dengan perempuan. Aku tak pernah memiliki pacar apalagi sampai sejauh ini.

Dadaku berdegup kencang, darahku naik sampai ke ubun-ubun... aku tak sanggup lagi. Langsung saja ku jilat balik lidahnya.. kuhisap-hisap.. sensainya luar biasa. Aku pegang kedua lehernya dari belakang dan kudorong makin masuk lidahnya ke dalam mulutku. Kulahap ia sama seperti kejadian yang kurekam tadi. Aku cium dan jilat seluruh bagian wajahnya. Ke hidung, pipi, telinga, leher... kemudian kembali ke bibirnya... ia membuka lebar mulutnya membuat kami saling beradu lidah.. saling menyedot nafas satu sama lain.

Sluurrppp, mucchhh, mchhhh.... suara beradu hisap antar mulut kami terdengar jelas. Kemudian aku mundur kebelakang dan terduduk di sofa. Wajah kami terpisah sejenak. Aku peratikan bapak masih tertidur di ranjangnya. Aman.

Suster tadi naik ke atas pangkuanku.. kami dalam posisi saling menghadap. Tanganku dibimbingnya untuk masuk ke dalam roknya, tangan kananku bergerilya di paha kiri bagian dalam... sambil ia kembali menciumku dengan ganas, dan aku balas tidak kalah ganas. Tanganku terus masuk dan mengusap pahanya.. terus menuju pangkal paha.. kemudian aku rasakan daging lembut dengan sedikit bulu halus di jemari tanganku. Tidak ada celana dalam!

Sambil terus berpangutan, aku mengelus elus bagian terdalam kewanitaannya.. aku usap dan usap.. kemudian sedikit aku remas dengan gemas.. jemariku kuselipkan di bagian belahan kemaluannya dan terus kuusap usap dengan ritme yang semakin cepat. Kesadaranku sudah jauh entah kemana.. kemudian aku terbangun.

Aku terbangun di sofa. Keadaan sudah terik, tirai kamar sudah dibuka dan bapak tak ada di ranjangnya. Ternyata ia sedang mandi. Cepat aku mencari botol air mineral yang aku beli semalam, tidak ada. Aku mengambil ponsel di kantong celanaku, aku periksa gallery di bagian video.. tidak ada. Tidak ada rekaman apapun semalam.

Hari itu kami pulang. Bapak sudah terlihat lebih sehat... malah aku yang pulang dengan kondisi mental tidak stabil. Apakah semalam hanya mimpi? Aku mimpi basah di saat seperti itu? Yah.. memang ada bercak air mani yang mengering.. jelas aku melepaskannya semalam. Namun apakah hanya mimpi? Semua itu terasa begitu nyata. Belum pernah aku merasakan mimpi macam itu sebelumnya.

Hari itu aku pulang dengan segala kebingungan, sepanjang jalan dari kamar bapak hingga ke lobby bawah aku memperhatikan sekeliling.. tidak terlihat wajah suster itu. Sampai akhirnya kami sampai di rumah.. hanya menyisakan pertanyaan kentang.. apa yang terjadi? Apakah aku mulai gila?
 
Terakhir diubah:
Masih meraba2 ss sedarah nya akan dimana, tapi intro nya sangat menarik 👍
kemarin sebenernya bingung mau di sedarah/setengah baya/fantasy. tapi karena ini ga setengah baya (walau usia cewe lebih tua). dan banyak tokoh dan even (kecuali bagian ngewenya) inspired by true stories.. jadi ane tarok sini. mohon di pantau dan selalu kasi masukan gan..
 


CHAPTER 2​

Sudah 3 batang rokok kuhabiskan. Aku membuang puntung terakhir dan berjalan pulang. Rumahku tidak terlalu jauh.. hanya 10 menit perjalanan. Kota ini sudah cukup aman untuk pejalan kakai, syukurlah rumahku juga bisa di akses dari jalan yang menyediakan trotoar pejalan kaki. Jadi aku bisa mondar mandir taman ini dengan mudah.

Sesampainya di rumah aku meletakkan jaket pada gantungan jaket di dekat pintu, kemudian melepas sepatu dan berjalan menuju sofa. Kubaringkan tubuh sambil mengingat kembali masa-masa transisi dimana aku mulai menjadi diriku yang sekarang. Dimulai dari kejadian 11 tahun lalu.

11 Tahun sebelumnya..​

Kondisi fisik bapak memang berangsur membaik, namun tidak dengan mentalnya. Kematian mamak sangat berpengaruh besar pada keadaan rumah secara menyeluruh. Mamak biasa mengatur semuanya. Pada dasarnya kami berdua seperti anak mamak yang di urusnya dari hal-hal terkecil hingga hal terbesar. Dari mulai membangunkan dipagi hari, masak, mencuci pakaian, sepatu, hungga pakaian dalam, bahkan keuangan ayah... semua diurus oleh mamak. Semenjak mamak pergi, kami berdua kadang bingung membagi peran. Walau kami sudah berusaha sebisa mungkin menggantikan peran mamak sampai menyewa asisten rumah tangga, tampaknya hal tersebut masih belum cukup untuk bapak. Separuh jiwanya telah tiada. Dan tepat satu tahun setelah mamak pergi, bapak ikut menyusul mamak. Ia berpulang dalam tidur.

Bagaimana denganku? Aku ditinggal sendiri. Namun tidak terlintas sedikitpun rasa putus asa dalam diriku. Aku bersedih sejadinya, menangis sebisanya sampai air mataku kering. Tapi hari-hariku berlanjut begitu saja. Mungkin hidup dengan penuh aura positif bersama bapak dan mamak membuatku menjadi orang yang tidak terlalu memperdulikan perasaan jatuh, atau takut akan hal yang tidak ku ketahui. Aku sedih sejadinya.. tapi tidak stress... pikiranku selalu solutif, dan mencoba mencari tahu apa yang bisa aku lakukan saat ini.

Setelah kematian bapak aku mengungsi ke rumah Om Juri, waktu itu ada banyak keluarga dari pihak bapak berkumpul, 6 saudaranya termasuk Om Juri, 5 dari luar kota dan Om Juri yang berada di kota ini. Semuanya laki-laki, 3 diatas bapak dan 3 di bawah bapak. Om Juri adalah adik paling bungsu.

Mereka memperbincangkan masalah gono gini. Aku mendengar dengan tidak terlalu jelas dari ruangan lain. Entah apa yang mereke perebutkan, bukannya harta bapak tinggal sebidang tanah dan rumah yang selama 4 bulan ini kami tempati? Dan apa pula hak mereka ketika aku anak lelakinya yang sudah 19 tahun ini masih hidup dan bernapas? Bukankah seharusnya aku menjadi ahli waris tunggal? Aku tidak terlalu mengerti dan tertidur hingga pagi. Semua keluarga bapak sudah pergi entah kemana, kecuali Om Juri tentunya.. karena ini rumahnya.

Selesai mandi pagi aku di panggil untuk sarapan bersama keluarga Om Juri. Ada tante Fia yang berusia masih muda, sekitar 24 atau 25 tahun. Kemudian si kecil Dio yang masih berusia 3 tahun. Tante Fia berparas agak menor, cantik dengan make up yang tidak biasa di lihat anak desa sepertiku. Mungkin itu sudah biasa di kalangan ibu muda kekinian. Tingginya sekitar 160cm dan bentuk tubuhnya masih seperti gadis remaja.

Sehabis makan Om Juri mengajakku keluar untuk menemui pengacara bapak. Singkatnya, ternyata bapak masih menyimpan banyak peninggalan harta untukku, namun karena aku dibesarkan dengan terbiasa hidup enak dan sedikit di manja, maka bapak tidak akan serta merta memberikan itu semua kepadaku. Totalnya, bapak masih memiliki uang tunai sebesar 1 Milyar yang tadinya akan digunakan untuk keperluan investasi properti bersama Om Juri, kemuadian lahan kosong seluas 40 hektar yang ada di desa tempat aku tinggal dulu, sedikit orang yang mengetahui kepemilikan tanah ini karena letakknya masih sangat pedalaman, di bagian perhutanan desa tersebut. Kemudian sebidang tanah dan rumah yang sebelumnya aku tinggali bersama bapak di kota. Wow.. cukup banyak.

Bapak membeberkan cara agar aku bisa mendapatkan semua warisan tersebut dengan sangat rinci. Pertama, uang 500 juta akan di berikan ke rekening pribadiku, namun dikelola oleh Om Juri dan di awasi oleh pengacara tersebut. Kedua, uang tersebut hanya boleh di gunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti makan, uang saku, dan membeli barang non mewah. Ketiga, uang tersebut juga di gunakan untuk biaya pendidikan (kuliah). Artinya aku tidak boleh menghamburkan uang tersebut, karena paling tidak akan aku gunakan selama 4 tahun. Keempat, sisa uang 500 juta akan dikelola sepenuhnya oleh Om Juri sebagai dana investasi atas namaku. Kelima, sisa tanah 40 hektar akan diberikan sepenuhnya padaku saat aku sudah: Tamat kuliah dan memiki pekerjaan/penghasilan, atau sudah menikah. Yang artinya aku hanya bisa memiliki gelar dan penghasilan atau menikah untuk mewarisi tanah tersebut.

......​

Hari hari beralu begitu saja selama 3 bulan aku tinggal bersama Om Juri. Aku sudah lulus paket C dan sudah mendaftar kuliah tahun ini, aku mengambil salah satu jurusan di Fakultas Pertanian karena sepertinya suatu saat aku akan kembali ke desa tersebut dan mengurus tanah itu dengan tanganku sendiri.

Gesekan pertama terjadi suatu waktu saat Om Juri akhirnya bicara padaku mengenai janji investasi bapak padanya. Om Juri bilang bahwa uang investasi yang di janjikan bapak harusnya 1 Milyar, bukan 500 juta. Ia meminta izin agar uang 500 juta di rekening bisa ia gunakan untuk kebutuhan investasi tambahan, masalah hidup sehari-hari dan kuliah toh bisa ditanggung olehnya. Aku yang tidak terlalu mengerti perkara ini hanya menyarankan untuk berdiskusi dengan pengacara bapak saja, percuma bicara padaku karena poin penting surat wasiat bapak adalah aku belum bisa mengambil keputusan sendiri. Maka itu bapak membantu dengan memberikan perincian dengan surat wasiat.

Sepertinya apa yang diharapkan Om Juri tidak berjalan lancar, tingkahnya sedikit berubah... bukan hanya kepadaku, namun juga kepada Tante Fia dan bahkan si kecil Dio. Ia terkadang pulang larut malam dengan kondisi mabuk. Kadang ia berangkat pagi tanpa berkata sepatah katapun, dan ia juga sudah jarang meluangkan waktu pada hari minggu untuk mengajak Tante Fia dan Dio jalan-jalan. Padahal selalu ia lakukan sebelumnya. Akupun menjadi sedikit tidak nyaman berada di rumah tersebut.. uang sakuku di potong hapir 3/4nya. Kini aku hanya bisa nongkrong di luar paling banter sebulan dua kali. Aku banyak menghabiskan waktu di rumah.

Pada malam sabtu, seminggu sebelum aku masuk ospek pertama kuliah. Om Juri belum pulang juga. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 11.30. Aku yang biasanya menjaga pintu depan agar bisa membukakan kunci saat Om Juri pulangpun mulai mengantuk. Di ruang TV sendirian, Tante Via dan Dio sudah tertidur. Kalau ketiduran aku takut nanti tidak terdengar bel dari luar pagar.

Tiba-tiba kulihat Dio berdiri di depan pintu kamar kecilnya sambil nyengir dan melipat kedua kakinya menahan senyum masam. “kak mpol” katanya... kulihat celananya basah. Kamar Om Juri tertutup rapat, Tante Fia pasti sudah tidur pulas. Aku berdiri dan menghampiri Dio, “basah ya? Yuk dilepas celananya, Dio mau pipis lagi nggak?” tanyaku. Ia hanya menggeleng. Paha dan selangkangannya masih basah, sepertinya harus di bilas air dulu agar tidak bau dan kotor. Sehabis membasuh Dio aku meletakkan celananya di wadah pakaian kotor yang terpisah lalu membawanya kembali ke kamar. Namun, saat aku cek lemarinya tidak ada celana Dio yang biasa digunakan untuk tidur, hanya ada beberapa pakaian stylish yang pastinya tidak nyaman dipakai tidur.

Aku menggendong Dio yang sudah mulai menahan kantuk, dan mengetuk pintu kamar tante Fia, namun tidak ada balasan. Aku ketuk lagi sampai 3 kali tapi masih belum ada balasan. Melihat Dio yang sudah mulai berat menahan kepalanya akupun memberanikan diri membuka kamar tante Fia, aku berjalan perlahan di kamar yang gelap dan menuju ke lemari pakaian mlik tante Fia, disampingnya ada meja gosok dan kutemukan tumpukan jemuran kering yang belum di setrika. Aku mencari celana tidur Dio dan lekas menemukannya dengan cepat. Aku pakaikan ke Dio yang sudah tertidur dan bersiap keluar kamar. Sebelum keluar aku melirik sedikit ke arah ranjang.

Dadaku berdegup kencang dan darahku mulai berjalan dengan cepat dari jantung ke kepala ke kaki dan ke kemaluan. Alangkah seksi kulihat tante Fia yang sedang tertidur pulas, wajahnya yang natural terlihat jelas diterangi lampu tidur di dekat kepalanya. Selimutnya tersingkap hingga sedikit di bawah pinggang. Ia tidur mengenakan kimono yang memperlihatkan dadanya dengan bebas, payudaranya terlihat menonjol di balik kain yang tipis. Posisi tidurnya terlentang membuat kepalaku cenat cenut terpikir untuk menerkam dan menghempaskan tubuhku di atas tubuhnya.

Aku berjalan dengan cepat membawa Dio yang sudah tertidur ke kamarnya. Kuletakkan Dio di atas matrasnya di lantai bawah dengan palindung di sakitar matras tersebut. Aman. Aku cepat kembali dan menutup penghalang pintu kamar Dio, kamarnya hanya memiliki penghalang seperti pintu setengah badan dan tidak rapat, hanya besekat-sekat kayu, agar mudah di awasi dari luar.

Aku berdiri di depan pintu kamar tante Fia yang masih terbuka sedikit, masih bingung apa yang harus aku lakukan. Riskan.. ini riskan sekali. Namun otakku sudah tidak berjalan dengan lancar. Darahku tidak mengalir ke otak lagi, tapi mengalir ke bagian tubuh lain. Aku diam sejenak.. mengusap mulut dan hidung, lalu memberanikan diri memasuki kamar tante Fia... pintu aku biarkan terbuka.

Aku mendekati ranjang tempat tante Fia tertidur dengan perlahan... kuperhatikan posisi tidurnya masih belum berubah. Aku memanggilnya dengan sangat pelan seperti berbisik untuk memastikan. “tante, Dio terbangun... tante?” tidak ada respon. Aku sedikit menggoyang tangannya yang terlentang dengan sangat hati-hati, goyangan yang amat pelan sekali.masih tidak ada respon. Kemudian aku beranikan untuk mengelus tangannya yang halus, dari bawah telapak tangan hingga ke siku, masih tidak ada respon. Pulas sekali pikirku.

Langkah selanjutnya, aku mengusap perlahan bagian dadanya, sambil ku cium aroma tubuhnya dari dekat. Wangi sekali, sepertinya ia tertidur sehabis mandi. Ia masih belum bergeming dari posisi semula. Perlahan aku singkap kimono di bagian dadanya.. kulepas tali pengikat yang menahan kimono tersebut di bagian pinggang. Lalu terlihatlah dada ranum itu, benar-benar matang. Bulat dan tidak terlalu besar dengan puting sedikit kecoklatan.

Aku ragu untuk menyentuhnya karena itu bagian yang mungkin sensitif, tapi apa daya hasratku tak tertahan lagi. Pelahan tapi pasti aku mulai menyentuh bagian bawah payudaranya, ia masih belum bergerak. Kemudian kuberanikan naik ke atas bukit dengan usapan yang sangat lembut, hingga sampai ke putingnya. Masih belum... aku perhatian wajah tante Fia masih normal seperti orang tidur biasa. Aku beranikan memberikan kecupan kecil di putingnya, kemudian ciuman agak lama, kemudian aku mulai sedikit menjilati puting tante Fia.. ahhh... anak sekali.

“emmhhh” tante Fia bersuara dan sedikit bergeming, tangan kirinya bergerak menggaruk bahu kanan dan kemudian berhenti tepat di atas payudaranya yang kini tertutup lengannya. Aku yang kaget setengah mati sudah bersembunyi di balik ranjang dan berusaha untuk diam tidak bergerak sedikitpun. Beberapa saat kemudian aku mulai menoleh ke atas ranjang lagi, ternyata hanya gatal, tante Fia belum bangun. Hampir saja.

Sebenarnya aku ingin menyudahi aksiku, namun pergerakan tante Fia tadi malah membuat selimutnya terbuka lebih lebar hingga ke pangkal tumitnya... kini pahanya terpampang di hadapanku. Mulus, dan hanya tertutup kimono. Lagi, aku perhatikan tante Fia yang nafasnya sudah mulai teratur dengan khas ciri orang yang tertidur pulas.perlahan kusingkap kimono di atas pahanya, namun tidak sampai ke atas karena bagian bawah masih tertindih pantatnya dan sulit di gerakkan. Aku masih bisa melihat pahanya hingga hampir ke pangkal..

Tanganku mulai bergerilya memberikan usapan ringan. Saat kulihat ia masih belum bergeming seperti tadi, maka tanganku beraksi lenih jauh.. aku usap usap dengan penghayatan yang lebih.. melaju terus ke arah pangkal pahanya. Mulutku tidak kalah saing, aku kecup kecup paha satunya, aku jilati seakan sedang berciuman dengan bibir. Sementara, tanganku sudah sampai ke pangkal paha miliknya... halus, tidak ada celana dalam, dan tidak ada bulu.

Pada bagian ini aku sudah tidak sadar untuk memperhatikan kondisi tante Fia, entah ia tidur atau tidak. Tanganku terus mengusap ke bagian daging lembut yang terasa seperti empam. Ada selaput selaput lapisan pada kemaluannya.. jemariku memilin lapisan lapisan itu dengan hati-hati. Aku usap seperti sedang mengusap ekor kucing dengan kedua jariku. Mulutku juga terus mejilati pahanya dengan lahap.

Tak lama setelah itu aku mencoba menarik kimononya yang masih tertindih pantatnya. Kutarik secara perlahan hingga tersingkap semuanya. Tampaklah tubuh bagian depan tante Fia tanpa sehelai benangpun. Tanpa pikir panjang aku usap lembut bagian kemaluannya yang jelas nampak karena posisi kakinya memang sedikit terbuka. Mulutku menyusu pada putingnya, kujilat jilat dengan lembut dan terkadang sedikit kuhisap. Jariku menyelip di antara belahan kemaluannya, jari telunjukku sedikit memilin milin ke atas ke bawah dan menggesek-gesek daging lembut itu.

Aku berdiri dan mulai menurunkan celana kolorku. Terlihat penis besar yang sudah tegak menjulang. Tak tahan lagi aku gesekkan penisku di paha tante Fia yang berdekatan dengan pinggir ranjang, ingin aku gesekkan ke kemaluannya namun aku takut jika harus naik ke atas ranjang. Sensasi sentuhan penisku dan paha tante Fia saja sudah membuatku menggigil sampai ke ubun-ubun.. tanganku memilin puting tante Fia, dangan satunya mengusap usap vaginanya. Kemuadian... croootttt.... sperma segar berhamburan di atas paha tante Fia dan di kimononya... tubuhku lemas.

Aku tersadar setelah beberapa saat, aku lepas celana kolorku dan kugunakan untuk mengelap sprema di paha dan kimono tante Fia. Pasti masih ada bekas lengket yang tersisa di kimono dan pahanya, tapi aku tidak bisa mengelap dengan menekan, hanya ku lap halus saja. Kemudian kimononya kututup seperti semula dan kuikatkan tali pinggangnya. Selimutnya kunaikan lagi sampai batas pinggang dan aku keluar kamar. Tak lupa kututup pintunya rapat.

Om Juri pulang tidak lama setelah itu, mungkin pukul 1 dini hari, aku juga tidak sadar bahwa aku menikmati tubuh tante Fia selama itu. Selama satu jam aku mengelus-elus tubuhnya sampai akhirnya bersentuhan fisik dengan penisku, walau hanya beradu dengan pahanya, itupun sudah membuatku terbayang-bayang sampai berbulan-bulan kedepan. Setelahnya kegiatan harian kami berjalan seperti biasa.
 
Terakhir diubah:
Keren mas bre, ceritanya slow jadi bikin gak sabar buat baca kelanjutannya
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd