Bab 34
“Dasar manusia gila!” sentak Bidadari Berhati Kejam dengan mimik muka bengis.
Crapp!
Pedang Pusaka Besi Kuning ditancapkan di tanah.
Dengan susah payah ia berusaha berdiri dengan bertumpu pada gagang pedang.
Darah merah kental terlihat meleleh keluar dari sudut bibirnya yang keriput, lalu ia usap dengan tangan kiri.
“Ilmu si setan tengil ini hebat juga!
Pantas jika ia bisa mengukir nama besar di rimba persilatan,” pikir si nenek,
“Tapi aku tidak boleh menyerah kalah begitu saja.
Mau ditaruh dimana nama besar Bidadari Berhati Kejam jika menghadapi tokoh seperti ini sudah menyerah kalah!?”
“Bagaimana? Kau setuju ... “
“Setuju kepalamu pitak!” seru Bidadari Berhati Kejam melesat sambil menyeret pedang yang masih terbenam di tanah seperempat bagian.
“Jika kau ingin tahu jawabanku, tanya saja pada pedangku ini!”
Srakk! Srakk!!
Suara tanah terbelah diikuti dengan pancaran hawa tenaga gaib yang berasal dari Pedang Pusaka Besi Kuning ditambah dengan pancaran hawa 'Tenaga Sakti Sukma Gelap' tingkat tujuh menimbulkan pancaran cahaya kuning buram yang menyelimuti sekujur badan si nenek dan pedangnya.
Memang perlu diketahui, di jajaran tokoh-tokoh persilatan yang memiliki ilmu pedang setara dengan Bidadari Berhati Kejam bisa dihitung dengan jari,
bahkan Sepasang Dewa Pembunuh pun masih kalah dua urat jika beradu ilmu pedang, meski si nenek sendiri tidak memiliki satu pun jurus-jurus atau ilmu-ilmu pukulan sakti, tapi 'Tenaga Sakti Sukma Gelap' yang dimilikinya sudah setara dengan pukulan-pukulan sakti tokoh-tokoh kosen tingkat atas.
“Jika tidak kugunakan tahap akhir, kapan lagi saat yang tepat selain sekarang.” pikir si nenek.
Dan kali ini, si nenek berpedang Besi Kuning benar-benar mengerahkan segenap kesaktian hingga tingkat teratas, dikarenakan menyadari bahwa sosok manusia buntak didepannya bukanlah sosok yang mudah dihadapi, apalagi dirinya mengetahui bahwa lawan pun memiliki Rajah Penerus Iblis yang bisa melipatgandakan kekuatan berkali-kali lipat dari kekuatan aslinya.
Meski belum berhasil menembus tingkat ke delapan dari 'Tenaga Sakti Sukma Gelap' tapi kekuatan daya lebur tingkat ke tujuh sudah lebih dari cukup untuk meluluhlantakkan sebuah bukit cadas.
Pancaran cahaya kuning buram pun berubah menjadi kuning kehitam-hitaman yang semakin kental saat mendekati sosok Setan Nakal yang masih asyik bermain dengan darahnya sendiri, seolah tidak menyadari bahwa dirinya berada di ujung tanduk.
“Kali ini ... kau bakal menemui Raja Akhirat!” seru Bidadari Berhati Kejam sambil menyabetkan Pedang Besi Kuning yang sarat dengan 'Tenaga Sakti Sukma Gelap' tingkat ke tujuh ke arah Setan Nakal!
Wuttzz! Wizzz!
Desingan cahaya bergulung-gulung membelah udara terdengar nyaring menusuk gendang telinga. Meski mata pedang tidak sampai pada sasaran, namun hawa pedang yang terlontarlah merupakan kunci pamungkas dari jurus 'Pedang Membelah Bukit Menebas Gunung'!
Blumm! Blumm!!
Setan Nakal yang masih dalam posisi tidak siap siaga bagai dihantam sebongkah batu raksasa dengan berat puluhan ribu kati, tubuhnya sampai terseret puluhan tombak ke belakang, hingga mendekati lubang pintu masuk ruang bawah tanah.
Tapi kali ini, Bidadari Berhati Kejam salah perhitungan!
Serangan tingkat tujuh dari 'Tenaga Sakti Sukma Gelap' kandas di ujung jari telunjuk Setan Nakal.
“Ilmu Sakti ... Jari Bayi!” Bidadari Berhati Kejam berseru nyaring.
'Ilmu Sakti Jari Bayi' sebenarnya adalah ilmu terlarang rimba persilatan, yang merupakan salah satu dari empat ilmu sesat yang ada di Kitab 'Bhirawa Tantra' dimana ilmu ini dalam mempelajarinya harus menggunakan darah bayi yang masih dalam kandungan dan harus berumur kurang dari tiga bulan.
Dimana bayi suci dikeluarkan dengan cara halus menggunakan ilmu-ilmu gaib tertentu (istilahnya sekarang memindahkan janin secara gaib dengan bantuan mahkluk halus) dan dimasukkan ke dalam sebuah cupu yang memiliki sepuluh lubang di bagian atas bawah.
Lalu dengan tenaga dalam, gumpalan daging bayi suci 'dilumatkan' hingga menjadi bubur darah yang setelah menetes keluar lewat sepuluh lubang cupu tersebut disedot dengan daya hisap lewat jari telunjuk.
Itulah sebabnya dinamakan sebagai 'Ilmu Sakti Jari Bayi' karena semakin banyak darah bayi yang terhisap jari telunjuk, maka jari telunjuk semakin berwarna cerah bahkan kulitnya sehalus kulit bayi!
“He-he-he, tahu juga kau rupanya!” kata Setan Nakal sambil terkekeh-kekeh.
Sebenarnya yang digunakan oleh Setan Nakal tidak hanya 'Ilmu Sakti Jari Bayi' saja tapi masih digabung dengan 'Ilmu Sakti Api Neraka Biru' tingkat delapan, sebab ia tidak yakin raganya mampu menampung beban kekuatan yang begitu besar saat ia menggunakan 'Ilmu Sakti Jari Bayi' tingkat akhir, sehingga yang dikeluarkan hanya setengah bagian saja lalu digabung dengan 'Ilmu Sakti Api Neraka Biru' tingkat delapan disebabkan oleh kondisi terluka parah.
Andaikata dalam keadaan sehat, tanpa gabungan 'Ilmu Sakti Api Neraka Biru' pun ia sanggup menghentikan serangan si Bidadari Berhati Kejam.
Lain dimulut lain dihati, itulah ciri khas Setan Nakal. Meski pada dasarnya ia ketawa-ketawa tanpa beban, tapi dalam hatinya ia merutuki panjang pendek.
“Slompret! Serangan nenek busuk itu berhasil menembus hawa pelindung tubuhku! Ulu hati dan jantungku terserempet hawa pedang kuningnya.” kata hati Setan Nakal masih haha-hihi,
“ ... andai sekali lagi aku menerima serangan yang sama seperti tadi, jangankan 'Ilmu Sakti Api Neraka Biru' tingkat sembilan, andai digabung dengan 'Ilmu Sakti Jari Bayi' tingkat akhir pun tidak bisa berbuat banyak! Aku harus melakukan serangan kilat!”
“Nenek sial! Sekarang giliranku yang melakukan serangan! Terima jurusku!” seru si Setan Nakal sambil memasang kuda-kuda kokoh sambil menghimpun segenap tenaga sakti.
Kali ini tidak pertarungan menggunakan jurus-jurus serang hindar seperti saat ia menghadapi murid tunggal Naga Bara Merah, akan tetapi langsung menggunakan ilmu-ilmu kesaktian tingkat tinggi.
Namun, sebelum laki-laki buntak itu mengempos tenaga lebih lanjut, sekelebat bayangan kuning keemasan melesat keluar dari lubang pintu ruang bawah tanah, melompati Setan Nakal yang ada didepannya, kemudian menerjang dengan kecepatan yang sulit diikuti dengan pandangan mata.
Blassh ... ! Lapp ... !
Bidadari Berhati Kejam terperanjat kaget.
Belum sempat ia menghindar, dadanya sudah disentuh sebentuk tenaga lembut namun menyimpan kekuatan dashyat.
Dessh ... !!!
Nenek itu langsung terpental dan disaat masih melayang di udara, mulutnya memuntahkan darah segar.
“Huakk!!”
Bayangan itu terus bergerak dengan kecepatan kilat.
Sulit sekali untuk mengikuti gerak langkah si bayangan kuning keemasan. Kemana pun ia berkelebat, pasti terdengar suara beradunya pukulan dan diikuti dengan terlemparnya orang-orang yang terkena hantamannya.
Setelah Bidadari Berhati Kejam, kini giliran Wanengpati mendapat bagian.
Meski sudah berusaha menghindar, tapi tulang pundaknya terhajar keras.
Prakk!
Terdengar suara berderak patahnya tulang saat tapak bayangan kuning tepat mendarat di pundak Wanengpati.
Pemuda berbaju dalang itu ternyata masih sempat mengerahkan tenaga pelindung tubuh di saat yang tepat.
Sepasang kakinya sampai amblas ke dalam tanah hingga setinggi mata lutut.
Bisa dikatakan kondisi Wanengpati benar-benar mengenaskan!
Bayangan kuning keemasan segera berkelebat ke tempat lain.
Kali ini giliran Sepasang Raja Tua, Nawara dan Ayu Parameswari yang menerima serangan tapak secara beruntun.
Empat orang jago persilatan itu bukan orang-orang berilmu rendah, tapi menghadapi bayangan kuning emas seperti telur dibenturkan dengan batu kali.
Dessh ... Dasss ... ! Prakk!!
Raja Pemalas dan Raja Penidur terlempar ke kiri kanan dengan luka dalam yang diderita tidak ringan, bahkan Raja Pemalas pingsan untuk kedua kalinya.
Akan halnya si Raja Penidur tulang kaki kiri patah saat berusaha mengelak ke samping.
Ayu Parameswari dan Nawara justru sedikit lebih baik.
Meski sempat bertukar sejurus dua, tapi serangan tapak si bayangan kuning keemasan terlalu cepat dan rapat menghujani tubuh indah mereka berdua.
Plak! Plakk! Deshh ... !!
Tanpa sempat berteriak, Nawara langsung pingsan saat sebelum menyentuh tanah, sedang Ayu Parameswari masih sempat berkelit dengan menggunakan tenaga peringan tubuh menghindari serangan tapak yang jumlahnya ribuan bentuk.
Wess! Jrass!!
Meski tidak kena secara langsung, tapi hawa tapak sempat menyerempet bahu kiri hingga membuatnya terpelanting ke kanan.
Rasa dingin bagai dikungkung es menjalari sekujur tubuh gadis dari Jurang Tlatah Api itu.
Lapp ... !!
Bayangan kuning keemasan kembali beraksi.
Kali ini giliran orang-orang dari Perguruan Perisai Sakti dan Perguruan Karang Patah. Meski mereka dalam keadaan siaga tempur, tapi tidak bisa berbuat banyak terhadap lawan yang tidak diketahui bagaimana rupa dan bentuknya.
Dess!! Dasss!! Duashh .... !!
Enam orang itu terlempar tak tentu arah bagai diterjang badai besar.
Dua orang dari Perguruan Perisai Sakti terlempar ke samping kemudian menabrak pohon mahoni dan terkulai lemas entah hidup entah mati.
Empat orang Perguruan Karang Patah pun nasibnya tidak jauh berbeda dengan kawan-kawannya.
Maheso Krudo dan Janapriya masing-masing menderita patah tangan dan tulang pundak, sedang Linggo Bhowo dan Kamalaya justru menemui nasib lebih naas.
Saat itu, kondisi pasangan suami istri itulah yang paling lemah di antara mereka berenam, dimana ubun-ubun Linggo Bhowo remuk terhantam tapak bayangan kuning keemasan dan pelipis kiri Kamalaya melesak ke dalam terhantam tapak kiri lawan saat ia berusaha mencuri serang dari belakang.
Pasangan suami istri itu tewas seketika!
Gerak si bayangan kuning keemasan cepat bagai sambaran kilat.
Setiap serangan yang dilakukan selalu membawa maut bagi lawan. Lengah sedikit maka nyawa melayang.
Bukan main!
Serangan kilat barusan yang dilakukan bayangan kuning keemasan benar-benar luar biasa.
Bisa dibayangkan, menggempur sekumpulan tokoh-tokoh persilatan berilmu tinggi hanya dalam waktu dua tiga kedipan mata, dan hasilnya ...
Semua terkapar di tanah dengan luka tidak ringan, bahkan ada yang tewas seketika!
“Gila! Siapa gerangan bayangan kuning ini? Tapak tangannya mengandung unsur api panas menyengat seperti tungku api di luar tubuh tapi dalam tubuh terasa dingin membeku seperti dimasukkan dalam gumpalan es.
Hawa panas ini bahkan lebih panas dari 'Tenaga Sakti Naga Langit Timur'-ku,” batin Ayu Parameswari sambil mengedarkan tenaga dalam ke sekitar bahu yang terasa panas dingin silih berganti.
“ ... bahkan kecepatan dan kerapatannya seperti kilat menyambar.
Siapa gerangan tokoh ini?”
Gadis itu bahkan sempat melihat bagaimana dua orang dari Perguruan Karang Patah yaitu Linggo Bhowo dan Kamalaya tanpa sempat menghindari serangan tapak yang datang bertubi-tubi dan akhirnya membuat pasangan suami istri itu tewas seketika!
Bahkan harimau berbulu putih mulus itu pun tidak luput dari hajaran si bayangan kuning keemasan.
Meski tidak mati, tapi terlihat dari mulutnya keluar darah yang cukup banyak, tergeletak dengan napas kembang kempis.
“Ha-ha-ha!! Ternyata kalian tidak ada apa-apanya menghadapi sejurus dua ‘Ilmu Tapak Kilat’ kalian tidak mampu!” tawa keras di bayangan kuning terdengar menggema dimana-mana, bahkan sampai daun-daun berguguran terkena sebentuk tenaga tak kasat mata yang dikeluarkan lewat suara tawa.
“Kalian semua memang pecundang!”
Orang-orang yang baru saja menerima serangan ‘Ilmu Tapak Kilat’ secara beruntun, kembali harus mengerahkan tenaga dalam untuk menahan suara tawa yang seperti bisa menyobek-nyobek dinding telinga dan membuat kepala berdenyut-denyut seperti mau pecah.
Kembali korban berjatuhan.
Wiratsoko, Suratmandi, Maheso Krudo dan Janapriya pingsan setelah beberapa saat berusaha menahan benturan suara tawa yang mendesak masuk ke dalam dinding telinga, sedang yang masih berusaha bertahan adalah Ayu Parameswari dan Raja Penidur, meski dengan agak bersusah payah. Adalah Nawara dan Raja Pemalas pingsan terlebh dahulu pun tidak luput dari getaran suara itu, dari telinga mereka darah menetes keluar perlahan-lahan.
Jadi bisa diartikan suara gema bertenaga dalam tinggi itu bisa mengenai siapa saja tanpa pandang bulu!
kembali ke sosok bayangan kuning, dimana sosok bayangan itu masih terlihat samar, antara ada dan tiada, bahkan kadang meliuk-liuk seiring dengan tiupan angin malam.
Sulit sekali menentukan bagaimana rupa dan bentuknya.
Suara binatang malam yang semula saling bersahut-sahutan, kini senyap.
Suara jangkrik pun tak kedengaran sedikit pun juga!
Setan Nakal yang melihat kedatangan si bayangan kuning emas segera duduk bersimpuh, menyembah!
“Terima kasih atas bantuan Ketua!”
“Hemm ... Setan Nakal! Cepat kau selesaikan mereka semua!”
“Baik, Ketua!”
Bayangan kuning keemasan pun mulai memudar secara perlahan-lahan dan akhirnya, menghilang bagai asap di tengah pekatnya malam!
Setan Nakal bangkit berdiri sambil mengeluarkan tawa khasnya.
“He-he-he! Akhirnya ... malam ini aku bisa berpesta-pora sepuasnya!
Bahkan ... he-he-he, aku bisa mencicipi tiga gadis cantik sekaligus!” seru si Setan Nakal sambil masih cengar-cengir,
“Beberapa nyawa laki-laki busuk sudah lebih dari cukup untuk menggantikan Pasukan Mayat Bumi yang habis terbantai dan bakaran daging harimau sudah lebih dari cukup untuk menghuni perutku! Benar-benar pesta besar, ha-ha-ha!!”
Si Setan Nakal melangkah pelan-pelan mendekati Ayu Parameswari, gadis yang paling dekat dengannya.
“Nona cantik! Kaulah orang pertama yang akan merasakan nikmatnya surga dunia, hua-hah-ha ... “ ucap Setan Nakal diselingi suara tawa terbahak-bahak.
Murid tunggal Naga Bara Merah hanya bisa mengernyitkan dahi sambil terus mengalirkan tenaga dalam untuk menindih hawa panas dingin yang menyengat pundaknya.
“Setan Nakal, kau akan menyesal jika berani melangkah dua tindak lagi ... “ ancam Ayu Parameswari.
“Ha-ha-ha, menyesal!?
Benar sekali! Aku akan menyesal jika tidak ... “ suara Setan Nakal sengaja diputus, sambil dua alisnya menjungkit-jungkit ke atas.
Lalu tangan kanan segera terulur ke depan, menuju ke arah bagian dada membusung Ayu Parameswari.
Akan tetapi, kurang jarak sejengkal dari bagian yang ditujunya, sebuah bentakan nyaring terdengar,
“Setan keparat! Kau sentuh sedikit saja tubuh gadisku itu, tubuh kecilmu bakal kusate hidup-hidup!”
Bersamaan dengan kata-kata terakhir, sebuah tombak panjang meluncur cepat dari samping dan ... Tentu saja si Setan Nakal tidak mau tangannya tersate dengan sia-sia, jauh-jauh dia membuang diri menghindari sergapan tombak yang tepat mengarah ke tangan dengan bersalto ke belakang.
Wutt ... ! Jlebb!
Bersamaan dengan lontaran tubuh kakek pendek buntak itu, sebatang tombak berwarna putih keperakan menancap dalam-dalam di tanah, tepat dimana tadi Setan Nakal berdiri.
“Nawala!” seru Ayu Parameswari setelah melihat seorang pemuda berbaju putih dengan sulaman naga berdiri membelakanginya.
“Ayu, bagaimana keadaan lukamu?” tanya Nawala tanpa menoleh ke belakang.
“Aku terluka di bagian pundak, tapi tidak terlalu parah.”
Sudut mata tajam Nawala mengedar ke sekeliling.
“Gila! Siapa yang melakukan semua ini? Teman-temanku bukan orang yang berilmu rendah, tapi jika bisa membuat mereka semua terkapar di tanah tanpa bisa bergerak lagi pasti perbuatan orang berilmu tinggi,” pikir murid Naga Sakti Berkait.
“Apa ini perbuatanmu?” tanya Nawala sambil memandang tajam si Setan Nakal.
Terlihat sorot kemarahan dari mata pemuda berbaju putih dengan sulaman naga di dadanya itu.
Setan Nakal terlihat bergidik. Bulu kuduknya meremang.
“Sinting! Tatapan mata pemuda itu seperti tatapan binatang buas,” kata hati si Setan Nakal, tapi diluarnya ia berucap,
“Jika aku yang melakukannya, kau mau apa? Jika tidak, kau juga mau apa?”
“Dasar setan brengsek!” Bentak Nawala dengan tangan terkepal, saat dari sudut matanya melihat saudara kembarnya juga tergeletak pingsan.
Terdengar suara berkerotokan saat pemuda itu mengerahkan tenaga dalam dari pusarnya terus dialirkan ke seluruh tubuh.
Belum sempat Nawala mengerahkan tenaga dalam hingga sepenuhnya, sebuah seruan keras terdengar dari atas bukit.
“Pemuda bertombak! Biar aku saja yang membereskan setan yang sebentar lagi masuk neraka ini!
Kau urus saja teman-temanmu!”
Bersamaan dengan itu pula, sebuah bayangan raksasa terlihat menutupi bayangan bulan, lalu meluncur cepat ke arah Setan Nakal yang saat itu sudah siap siaga dengan ‘Ilmu Sakti Api Neraka Biru’ untuk menghadapi Nawala, tapi yang datang justru serangan dari atas kepalanya!
“Wuaaa ... ada kura-kura raksasa jatuh dari langit!” seru Setan Nakal, kaget.
“Benar, aku memang kura-kura yang jatuh dari langit, yang akan menggencet tubuhmu sampai jadi perkedel,” bentak si bayangan yang berbentuk kura-kura raksasa, yang di sekelilingi tubuhnya terselimuti api berkobar-kobar.
Bayangan kura-kura raksasa terlihat meluncurkan tubuh kurang lebih belasan tombak dari tempat Setan Nakal berdiri.
“Setan mampus, mari kita lihat mana yang paling panas, apimu atau api milikku!”
Luncuran semakin cepat, dan akhirnya terdengar ledakan keras membahana disaat bayangan kura-kura raksasa yang diselimuti api berkobar-kobar menimpa langsung tubuh Setan Nakal yang baru mengerahkan ‘Ilmu Sakti Api Neraka Biru’ tingkat enam!
Blumm! Blumm! Blamm ... !!
Api kuning kemerahan bercampur dengan api biru pekat segera menyebar ke segala arah.
Pohon-pohon yang ada di sekitar tempat itu terdongkel keluar dari tanah dan langsung hangus terbakar saat jilatan api menyentuhnya diikuti suara keretekan.
Terdengarlah suara beradunya pukulan keras beberapa kali dari balik kobaran api.
Plakk! Plakk! Dess ... !!
“Siapa pemuda bercangkang kura-kura itu? Ah, sudahlah ... kubantu saja teman-temanku.
Kurasa dia mampu menandingi si Setan Nakal, lagi pula aku yakin dia bukan orang jahat,” desis Nawala setelah termangu-mangu beberapa saat lamanya, kemudian menjauh dan menghampiri kawan-kawannya yang tergeletak di tanah.
Sementara itu, kobaran api semakin membesar, membesar dan membesar lagi, bahkan pancaran hawa panas tersebut begitu menyengat hingga puluhan tombak jauhnya, hingga dengan terpaksa murid Naga Sakti Berkait menggusur tubuh-tubuh pingsan itu tempat yang aman. Ayu Parameswari, gadis Pewaris Sang Api yang sudah lumayan sembuh dari lukanya, membantu Nawala mengamankan teman-temannya.
“Bagaimana keadaan teman-teman kita yang lain?” tanya Ayu Parameswari saat melihat Nawala memondong Nawara, saudara kembarnya.
“Semua pingsan karena luka dalam cukup parah, hanya ... “
“Hanya apa?”
“Hanya sobat Linggo Bhowo dan Kamalaya ... mereka suami istri tewas.”
“Oh ... “ seru si gadis sambil mendekap mulutnya.
Keduanya berdiri termangu memandangi tubuh-tubuh yang kini terjajar rapi di belakang sebuah batu besar untuk menghindari terpaan hawa panas yang datang secara bergelombang.
“Siapa dia, Nawala?” ranya Ayu Parameswari memecahkan keheningan.
“Aku tidak tahu. Mungkin saja salah seorang sahabat rimba persilatan yang kebetulan lewat,” jawab Nawala sekenanya.
“Apa kau akan tetap memondong saudara kembarmu itu terus-menerus seperti itu?”
“Oh ... iya ... “ setelah menurunkan Nawara, pemuda itu meneliti beberapa saat, ia bergumam, “ ... pinggangnya terhantam tenaga dalam yang berhawa panas diluar dan dingin di dalam dengan telak. Butuh waktu beberapa bulan untuk menyembuhkannya.
Entah guru berdua sanggup atau tidak?”
“Apakah bisa disadarkan dulu?”
“Sudah kucoba dengan mengurut atau menotok jalan darah di beberapa tempat, tapi tidak berhasil juga.”
“Bagaimana dengan yang lain?”
“Sama saja.”
Kembali keheningan menyeruak diantara mereka berdua.
“He-he-he! Setan Nakal, kobaran apimu seperti tangan perawan yang menggaruk-garuk punggungku, geli-geli nikmat.” ejek si pemuda bercangkang kura-kura yang tak lain Joko Keling adanya.