Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT OMG!! Kakakku Yang Cantik dan Sexy Itu Ternyata Seorang....

Kok jadi mampet?? Moga moga bisa lanjut lagi dengan update yang lebih seru.
Salam semprot :tegang:
 
Dengan jantung berdegup keras aku berdiri terpana memandang Cie Stefany....
Karena tak lama setelah aku mengikutinya masuk ke dalam kamar... sesaat setelah pintu kamar ditutup... ia membuka tali pengikat baju handuk di pinggangnya. Sretttt....

Lalu dikeluarkannya baju itu dari dirinya. Membuat baju mandi tebal itu dalam sekejab tergeletak di mata kakinya. Waktu serasa berhenti berjalan saat Cie Stefany kini telah berdiri di depanku tanpa memakai apa-apa selain celana dalam. Payudara indahnya terbuka dengan jelas. Begitu indah menggairahkan.

Belum sempat pikiranku 100% kembali dan detak jantungku tertata normal, celana dalam itu juga turut dilepasnya. Kini kakakku sama sekali polos tanpa seujung benang pun di depanku! Pantulan bayangan cermin besar meja riasnya menampakkan bagian belakang dan samping tubuhnya yang tak dapat terlihat langsung. Membuatku mampu melihat seluruh tubuh polosnya dengan sudut pandang hampir 360 derajat.

Sungguh tak kusangka ia betul-betul melakukannya. Padahal barusan aku sebenarnya hanya becanda doang. Saat mengikutinya masuk ke kamar pun aku masih tak yakin. Paling dia hanya ngerjain doang. Paling banter ditunjukin payudaranya sedikit sebentar saja sebelum aku disuruhnya keluar. Sungguh tak kusangka ia sungguh-sungguh telanjang bulat di depanku seperti sekarang ini.

Tapi memang beginilah karakter kakakku. Kalau sudah mengatakan ya, ia akan melakukannya dengan sungguh-sungguh. Ragu, maju mundur, apalagi mengingkari sama sekali bukan sifatnya. Orangnya memang penuh totalitas. Dalam keadaan seperti ini tentu aku tak menyia-nyiakan untuk menikmati dengan penuh totalitas juga “pemandangan indah” yang mungkin tak bakal terjadi lagi.

“Lu ngeliatin kok sampe segitunya sih,” suara Cie Stefany menyadarkan keterpanaanku. Wajahnya yang cantik terlihat agak memerah dan tersipu. Namun ia tak berusaha menutupi tubuhnya. Mungkin ini termasuk bagian dari komitmen dirinya.

“Wow!! Lu betul-betul cantik buanget, Cie... dan tubuh lu sungguh indah sekali,” kataku bergumam sambil menatap dirinya tak berkedip. Sungguh aku tak berbohong. Selain cantik dan indah, juga menggairahkan! Namun yang terakhir ini tentu tak kuucapkan.

“Udah ah. Aku udah menuruti kemauan lu khan. Sekarang giliran lu menepati janji. Ambilin dasterku di lemari donk,” katanya menagih janjiku tadi.
“Ok”, kataku mengangguk lalu berjalan ke arah lemari bajunya dan membukanya. “Lu mau yang mana Cie?,” tanyaku dengan menoleh kembali kearahnya. Saat kita berbicara dengan seseorang tentu lebih sopan kalau kita melihat lawan bicara kita bukan?
“Yang mana ajalah. Sekalian pakaian dalemku juga ya.”
“Dasternya bagusan yang batik apa yang sutera ya?” tanyaku menoleh lagi ke arahnya.
“Terserah lu.... Udah cepetan. Jangan nolah-noleh pura-pura nanya macam-macam!”
“Hehehehe... abis kapan lagi bisa ngeliat dan mengagumi tubuh indah lu, Cie. Soalnya lu ngasihnya cuman sekali ini aja khan,” kataku dengan kembali melirik ke dirinya.

Dengan membawa barang-barangnya, aku berjalan ke arah dirinya. Sambil tentunya tak dapat dihindari untuk tak kembali melihat keindahan dirinya dengan utuh. Harus kuakui daya tarik kewanitaan dan seksualnya begitu luar biasa. Apalagi dalam jarak sepenggalan tangan saja seperti ini. Mungkin karena aku menyadari dengan penuh bahwa ia adalah kakakku sendiri sajalah yang membuatku masih mampu bersikap cool sampai sejauh ini. Seandainya cowok atau pria lain yang berada disini, aku yakin orang itu tak akan mampu menahan diri lagi.

Wajah Cie Stefany sungguh terlihat begitu cantik natural dengan rambut terurai bebas. Paras cantik orientalnya begitu enak dipandang, tentu saja... apalagi dengan tubuh telanjang bulat tanpa busana. Postur tubuhnya sangat ideal dengan perawakan langsing. Sementara tonjolan-tonjolan indah dan lekuk tubuh sexy-nya begitu menggairahkan, terutama payudara dan pinggulnya. Kedua putingnya yang kemerahan menyembul menonjol di tengah-tengah payudara putihnya yang padat berisi dan berdiri kencang. Bagaikan buah cherry merah diatas es krim vanilla, ingin rasanya menjilat dan menghisap-hisap bergantian keduanya.

Tubuhnya secara keseluruhan sungguh amat mulus putih menggiurkan. Seandainya aku adalah orang lain, tentu langsung kuraba-raba paha mulusnya. Lalu merambah ke tengah-tengahnya, menyentuh bulu-bulu halus di atas vaginanya.... memainkan liang kewanitaannya yang bakalan membuat dirinya terangsang hebat.....

Ah, kok pikiranku jadi ngaco begini ya...
“Udah jangan ngeliatin terus!” suara Cie Stefany menyadarkanku. Sambil berkata demikian, ia mengambil pakaian di tanganku yang kemudian digunakan untuk menutupi tubuhnya terutama bagian-bagian pentingnya. Tentu ia tahu kalau barusan aku memandangi sekujur tubuhnya dalam jarak dekat bagaikan melihat dengan lensa makro. Bahkan pori-pori di tonjolan payudaranya apalagi bentuk putingnya secara detail telah kulihat semuanya dan “kupahami” dengan jelas. Sebegitu detail dan jelasnya, sampai kini pun setelah ia menutupi dirinya, dalam pikiranku aku masih mampu menggambarkan tubuh polosnya secara jelas dan super detail. (Perlu diingat kembali, aku adalah orang yang sangat beruntung yang dikaruniai kemampuan visual dan daya rekam visual sangat tinggi).

“Udah, waktu lu udah abis,” kata Cie Stefany tegas. Pakaian yang tadinya digunakan untuk menutupi bagian-bagian penting tubuhnya kini dijauhkan dari dirinya dan diletakkannya di tepi ranjang. Membuatku sejenak bisa melihat kembali tubuh telanjangnya secara utuh. Tentu ia tak perlu merasa risih dengan itu karena toh barusan aku telah melihat semuanya. Sebaliknya ini mengindikasikan kalau ia akan segera mengenakan seluruh pakaian secara utuh selayaknya keadaaan normal.

Cie Stefany orang yang sangat bersungguh-sungguh. Barusan ia menanggalkan seluruh pakaiannya dengan sungguh-sungguh. Namun kini, saat semua itu dirasanya harus berakhir, maka itu juga berarti sungguh-sungguh berakhir. Tak ada hal yang dapat memaksa dirinya untuk bertindak berbeda dari kemauannya. Aku tak mampu mencegahnya. Lagipula aku sama sekali tak ingin merusak kepercayaan dan hubungan baikku dengannya selama ini. Sementara, setiap saat kini aku bisa merekonstruksi kembali gambar visual dirinya dalam keadaaan telanjang bulat secara utuh dan detail dalam pikiranku – apabila hal itu kuinginkan.

Jadi aku tak akan berusaha mencegahnya. Sebaliknya justru aku merasa berterima kasih sekali atas “kemurahan hatinya” ini. Untuk membalas itu semua, kuungkapkan pandanganku dengan terus terang kepadanya.
“Ternyata dugaanku selama ini ga salah, Cie. Apa yang kubilang tadi ternyata memang betul dan sangat betul sekali.”
“Apa itu.”
“Lu sekarang jauh lebih cantik, lebih menarik, lebih sexy, lebih indah, lebih dewasa, dan lebih matang dibandingkan dulu. Aku ga tau apakah pengaruh faktor olahraga dan kebugaran fisik yang lebih tinggi dibanding dulu, atau ada faktor internal atau lain-lainnya, tapi yang pasti lu sekarang jauh lebih semua-semuanya dibanding dulu.”

“Jujur aja ya, seandainya aku bukan adik cowok lu... seandainya aku adalah cowok lain, aku ga yakin bisa menahan diri seperti sekarang ini. Tapi seandainya aku adalah cowok lain, mungkin lu juga ga akan sampai melakukan seperti ini. Kecuali mungkin sama cowok lu nanti yang telah lu percayai. Jadi either way, keadaan lu aman. Tapi bicara tentang daya tarik diri lu, dengan jujur aku katakan bahwa kekuatannya sungguh luar biasa. Rasanya lebih baik aku mengatakan secara blak-blakan dibanding aku bersikap sungkan-sungkan atau pura-pura.”

“Hmm, gitu ya...” gumam Cie Stefany sambil memegang daster yang mulanya ingin langsung dikenakan itu. Namun sampai saat ini masih terus dipegangnya. Ucapanku barusan terlihat menggugah pikirannya. Membuat ia sesaat lupa dengan daster itu.

Ia menatapku dengan serius.
“Aku tanya lu dan tolong lu jawab dengan jujur ya.... lu ngomong begini bukan sekedar untuk membuatku senang khan, hanya karena aku adalah cie-cie lu?”
“OMG Cie.. Aku ga bisa bayangin ada cowok di posisiku sekarang ini, yang ngeliat lu saat ini lalu mencela diri lu. Malah aku yakin semua cowok normal di dunia ini berharap bisa berada disini menggantikan posisiku saat ini. Dan bila itu terjadi, “untung besar” adalah sebuah eufemisme / understatement. Perkecualian mungkin segelintir orang yang punya misi tinggi dan “selesai dengan dirinya” seperti Om Pram atau Angga. Pertanyaan sebenarnya bukan cowok mana yang akan tertarik sama lu, tapi cowok mana yang beruntung dapet perhatian lu.”

Kakakku diam tak menjawab. Namun ia tak terlihat yakin dengan ucapanku. Inilah contoh, terlepas dari seberapa cantik dan tingginya daya tarik fisik seorang gadis, selalu ada elemen rasa kurang percaya diri akan penampilan fisiknya dalam dirinya. Terutama untuk gadis yang belum berpengalaman. Di usianya yang menjelang 23 tahun, Cie Stefany boleh dikata hampir tak pernah berpacaran dan sungguh hijau dengan hubungan percintaan dengan cowok. Dirinya mungkin bahkan kalah dengan gadis 16 tahun yang telah berkali-kali pacaran apalagi telah beberapa kali ML.

“Percaya dengan omonganku, Cie. Meskipun aku adik lu, tapi aku adalah cowok juga. Aku tahu mana cewek yang menarik, mana yang kurang, juga mana yang super menarik. Lu termasuk yang terakhir,” kataku sambil tersenyum. “Aku hanya bicara jujur tanpa ada maksud creepy terhadap kakak sendiri lho ya.”
“Kalau lu bilang aku ngomong baik-baik doang dan melebih-lebihkan karena lu adalah kakakku... nah lu tahu sendiri khan aku bukan orang seperti itu. Ngapain aku bicara bohong kalau nantinya malah justru merugikan lu?” tanyaku tanpa perlu terjawab.

“Ok, aku ganti pertanyaanku,” jawab kakakku. “Aku tahu lu bukan orang yang suka berbohong untuk menyenangkan orang lain. Sekarang aku tanya... dari diriku saat ini, apa yang menurut lu perlu refinement (peningkatan)? Dan lu boleh memandangiku bagian tubuh mana saja. Aku kasih ijin lu untuk itu,” kata Cie Stefany sambil tersenyum dengan agak tersipu. “Hanya satu hal yang aku minta. Aku minta jawaban jujur lu,” lanjutnya dengan wajah serius. Daster yang sejak tadi dipegangnya itu kini malah ditaruhnya balik di atas ranjang.

“Aku ngomong jujur lagi ya... semakin lama ngeliat lu gak pake apa-apa gini, aku jadi semakin sulit mengendalikan diri. Kalo sampe terjadi apa-apa nanti jangan salahin aku ya,” jawabku dengan tenang sambil menatap wajahnya, yang juga secara otomatis dapat melihat seluruh bagian depan tubuhnya.

Cie Stefany tertawa geli mendengar jawabanku. Somehow, ia menganggap jawabanku lucu. “See... you are not telling the truth, Rico. Setiap orang / sesuatu pasti ada kelebihan dan kekurangan.”

“Ok, kalo lu mau jawaban jujur, akan kujawab jujur. Ada satu kekurangan yang kulihat dari lu saat ini. Satu kekurangan besar. Yaitu lu ga pede dengan kelebihan diri lu sendiri,” kataku dengan menatap matanya.
“Ini bisa jadi masalah buat lu nanti dalam hal mencari pasangan. Kalo lu ga pede dengan diri sendiri, lu bisa gampang terbuai dengan orang yang hanya pandai mengambil hati.”

“Hmm....Masuk akal,” katanya akhinya.
“Sekarang aku nangkap maksud lu, Rico,” lanjutnya setelah terdiam sejenak. “Sesuatu yang sebenarnya ada kalau dianggap tak ada lama-lama akan menjadi "tak ada". Sebaliknya, sesuatu yang ga ada kalau dianggap ada lama kelamaaan akan menjadi "ada",” lanjutnya lagi dengan tersenyum.
“Ya, kira-kira seperti itu,” jawabku tak berpikir lama. Meski aku biasanya tipe pemikir yang suka berpikir hal berat-berat, namun berhadapan dengan Cie Stefany dalam keadaan begini membuat pikiranku sama sekali tak berada dalam kapasitas untuk berpikir hal berat-berat.
“Aku nangkap intinya, tapi mungkin dalam prakteknya nanti aku perlu banyak latihan,” ujarnya lagi.
Yup, practise makes perfect,” jawabku cepat tanpa berpikir banyak.

“Ok mungkin ini kedengarannya aneh,” kata Cie Stefany sambil tertawa geli. “Dan apa yang kulakukan ini memang aneh bahkan gila.. tapi dengan aku “terbuka” di depan lu sekarang ini ternyata membawa manfaat juga. Sebagian dari pikiranku yang tadinya tertutup kini jadi terbuka. Rasanya aku harus berterima kasih dengan lu,” lanjutnya dengan tertawa kecil.
“Aku juga sungguh beruntung dan berterima kasih banget lho. Boleh dibilang udah ngarep lama bisa begini,” jawabku dengan tertawa kecil juga.
“Dan aku ga nolak kalo besok-besok dikasih lagi Cie. Hehehe.”
“Lu mulai ngelunjak nih ya.”
“Namanya cowok, mana ada yang nolak rejeki nomplok. Hihihi..... Makanya kalo cewek ga pede mesti hati-hati sama cowok. Apalagi cewek super cakep dan super sexy kayak lu.”
Cie Stefany terlihat senang dengan pujianku. Bahkan kini ia tak terlalu mempedulikanku yang terkadang pandanganku menuju kesana kemari. Gimana lagi... karena terlalu banyak hal-hal indah yang sangat menarik. Hehehe... Sepasang payudara indahnya dengan putingnya yang menggelorakan hati paling membuatku jadi gagal fokus.
Kini semua itu akan segera berakhir...

“Dari tadi aku terus menerus membuka diri. Sekarang lu jadi tahu banyak tentang diriku. Sekarang giliranku nanya donk,” kata Cie Stefany sambil ia memakai celana dalamnya.
“Boleh. Tentang apa?” tanyaku.
“Lu jawab jujur ya,” lanjutnya sambil memakai bra.
“Iya. Selama ini kapan aku ngomong ga jujur dengan lu. Lu mau nanya apa?”
“Ehm.. omong-omong lu sedari tadi pernah ngaceng ga?” tanyanya sambil mengenakan daster suteranya. Dengan ini kini Cie Stefany dalam keadaan 100% sopan.
“Pengin tahu aja,” imbuhnya. Daster sutera yang dikenakannya ini membuat daya tarik sensualitasnya masih cukup kuat terpancar. Kainnya yang halus menempel mengikuti kontur lekuk tubuhnya terutama tonjolan pada pinggul dan payudaranya.

Sedari tadi aku sangat fokus terhadap kakakku, baik secara pandangan visual – fisik maupun secara intelektual saat kita berbicara. Membuatku selama ini tak sadar dengan diriku sendiri. Saat ia bertanya demikian, aku baru sadar bahwa saat ini aku masih ngaceng. Bahkan sejak tadi batangku selalu dalam keadaan tegang penuh!
“Nggaklah. Biasa aja. Pada intinya khan aku hanya mengagumi secara intelektual aja, ga ada perasaan apalagi gairah apa-apa,” jawabku yang mengandung elemen kebenaran namun juga mengandung unsur ketidakbenaran.

“Eh... lu lepas baju lu deh. Semuanya,” tiba-tiba Cie Stefany berkata.
“Hah?! Apa?” Jantungku seketika berdebar kencang.
“Iya. Lepas semua. Sekarang gantian, giliran lu,” jawabnya dengan pandangan mata agak nakal.
“Lu jangan becanda ah, Cie.”
“Aku serius ini. Barusan lu ngeliat aku ga pake apa-apa, sekarang gantian juga donk. Biar kita sama-sama impas.”
“Ehm.. ga bisa Cie.”
“Kenapa ga bisa? Biar fair donk.”
“Tapi.. antara lu dan gua beda lah.”
“Ya memang beda. Khan gua cewek lu cowok. Kenapa lu jadi keberatan gini. Bukannya mestinya cewek yang lebih keberatan.”
Aku terdiam sejenak. Masuk akal juga omongannya. Harusnya kakakku yang berkeberatan. Kalau dia telah bersedia, mengapa kini aku malah ngeper. Tapi ini karena ia tak mengetahuinya...
“Lagipula khan kita sama-sama tahu, kita ga ada nafsu apa-apa. Semua ini sekedar main-main doang. Paling ada faktor keingintahuan aja. Seperti lu tadi bilang, semua ini hanya di level intelektual doang. Ga lebih,” desaknya.
“Ok.. aku ngaku dengan jujur deh. Saat ini aku sedang ngaceng. Rasanya ga enak lu liat dalam keadaan begini,” jawabku dengan wajah terasa agak panas.
“Hihihi... aku kok bisa menduga ya kalau lu barusan ga bicara jujur. Tapi gapapa. Trus memang kenapa kalo ngaceng? Kalo lu memang gitu, kenapa malu lalu ditutupi. Bukannya katanya normal cowok kayak gitu. Masa lu bersikap ga adil dan ga konsekuen begini...”

“Hmm... Ok deh,” kataku akhirnya. Dengan agak ragu kulepas seluruh pakaianku sampai akhirnya aku berdiri telanjang bulat di hadapan Cie Stefany dengan penis yang menegang keras ke atas.

“OMG! Ternyata beneran ya. Kirain lu tadi becanda aja karena malu.” Membuat wajahku jadi terasa panas. Kakakku berkata begitu sambil memandangku yang kini tak memakai apa-apa. Semuanya tak luput dari pandangannya termasuk batangku yang tegang mengacung keatas.
“Punya lu ini lumayan gede juga kayaknya ya, hihihi....” ujarnya dengan tertawa kecil sambil beberapa kali melirik ke arah penisku. Ia tak mau memandang terlalu lama namun beberapa kali balik melirik lagi. Sepertinya baru pertama kali ini ia melihat alat kelamin cowok dewasa. Sikapnya yang kurang pede namun sekaligus agak nakal ini sungguh berbeda dengan sikap dirinya biasanya. Membuatku jadi risih namun juga sekaligus membuatku makin terangsang. Apalagi semakin lama kakakku ini terlihat makin “perhatian” dengan penisku.

Tiba-tiba Cie Stefany menjulurkan tangannya untuk meraih dan langsung menggenggam penisku!
Owalah, Cie... batinku saat kurasakan tangan halus kakakku kini menyelimuti seluruh bagian batang kejantananku. Mungkin karena ia menganggapku sebagai adik cowoknya yang lebih muda 3 tahun sehingga ia tak merasa perlu minta ijin untuk merengkuhnya. Satu hal yang saat ini bisa dilakukannya sementara barusan aku tak berani berbuat yang sama terhadapnya.

“Rada hangat ya... Aku kocokin ya, seperti kayak di film-film itu... Hihihi...”
Tanpa menunggu jawabanku, langsung tangan halusnya mengocok-ngocok batangku. Membuatku jadi keenakan dibuatnya.
“Enak ya...” tanyanya sambil terus mengocok penisku dengan perhatian penuh.
Semua ini dilakukannya saat kami berdua sedang berdiri.
“Enak... enak banget Cie.....”
“Kalo gini gimana?...”
“Oooh.... enak banget gila!” kataku ketika kedua jarinya bermain-main di kepala dan leher penisku yang terbuka dari penutupnya. Meski penisku tak disunat, tapi ketika ngaceng penutupnya akan terbuka dengan sendirinya.
“Mau dikocokin terus?” tanyanya sambil tangannya terus memainkan batangku.
Membuatku agak sungkan menjawabnya meskipun dalam hati mau.
“Jawab donk,“ katanya sambil terus “mengaduk-aduk” senjataku itu.
“I-iya. Kocokin terus Cie...” jawabku tanpa ada pilihan lain.
“Kocokin terus sampe keluar?” tanyanya dengan gerakan tangan yang lebih bervariatif menyentuh seluruh bagian penisku.
“Iya... kocokin sampe keluar ya Cie..” jawabku sambil sekaligus ngarep semoga kakakku yang baik ini “menyelesaikan tugasnya secara tuntas”.
“Oke deh... aku terusin sampe lu keluar ya.....” katanya sambil terus memainkan penisku dengan penuh totalitas.
Sementara diriku terasa berada di awang-awang.....

Tiba-tiba aku tersadar! Hmm, nggak bener ini! Kuhentikan gerakan tangan kakakku secara tiba-tiba. Membuat konsentrasi kakakku pun juga buyar dan dirinya agak kaget dengan interupsiku yang tiba-tiba ini.
“Cie...” kataku sambil menjauhkan tangannya dari penisku. “Kayaknya ga bisa gini deh. Kalo gini aku jadi orang egois namanya... Gimana kalo aku muasin lu juga? Jadi kita sama-sama saling memuaskan?”
“Ah, gila lu Rico! Nggak ah!” jawab Cie Stefany tegas.
Just for fun aja Cie. Apalagi lu tadi bilang masalah “keadilan”. Kalo satu arah gini ga adil donk. Masa cuman aku yang enak sendiri. Lagian cuman masturbasi aja kok. Jangan bilang lu ga pernah melakukannya ya,” kataku sambil teringat saat kulihat dari luar jendela waktu itu.
“Yang penting kita sama-sama tahu batasannya aja,” tambahku segera.

Untuk pertama kalinya... ya, untuk pertama kalinya seumur hidupku kulihat Cie Stefany jadi goyah dari semula pendirian tegasnya. Pandangan matanya terlihat ia sedang mempertimbangkan ucapanku.
“Untuk kali ini aja,” kataku lagi.
“Untuk kali ini aja ya...” jawabnya lebih kepada dirinya sendiri.
“Iya dan cuman masturbasi aja. Just for fun. Definitely no ML.
“Hmm... ok deh,” katanya akhirnya.

“Sebentar...” katanya kemudian, membuatku bertanya-tanya maksudnya. Aku jadi berdebar kalau-kalau ia berubah pikiran. Namun yang dilakukannya sungguh membuat jantungku semakin berdebar keras. Karena ia menanggalkan daster sutera yang baru beberapa saat lalu dikenakan itu dari dirinya. Tak hanya itu... bahkan bra dan celana dalamnya juga ikut dilepasnya. Sehingga kini ia kembali dalam keadaan bugil tanpa selembar kain setitik pun. Kini kami berdua sama-sama telanjang bulat tak memakai apa-apa!

Seketika pandanganku langsung tertuju ke tubuh indahnya yang sangat menggiurkan itu...
“Ingat, no ML ya,” terdengar ia berkata... saat pandanganku tertuju ke payudaranya lalu turun ke vaginanya.
“Aku masih virgin soalnya,” terdengar suaranya berbisik....

Cie Stefany mengajakku menuju ke ranjang sampai kita duduk berdekatan di tepinya. Kemudian ia mulai memelukku. Meski awalnya agak ragu, ia lalu mencium di pipiku. Membuatku juga mulai berani. Kupeluk balik dirinya... sambil akhirnya tubuh kami menempel erat. Untuk pertama kalinya, kurasakan payudara indah Cie Stefany menempel pada diriku dengan langsung. Sungguh terasa hangat, kenyal dengan sensasi luar biasa... Beberapa bagian rambutnya menyentuh pundakku. Wangi natural aroma feminin tubuhnya tercium dengan cukup kuat. Membuat birahi kejantananku semakin meningkat...

Wow... Cie... ini jauh diatas ekspektasiku sebelumnya. Awalnya kukira kita hanya saling membantu masturbasi dengan saling menyentuh alat kelamin saja. Tak dinyana.. kini kita saling berdekatan seperti ini... dengan kita sama-sama tak mengenakan apa-apa! Kalau begini caranya, bagaimana akhir dari semua ini, batinku.

Cie Stefany melakukan ciuman di pipiku berkali-kali... membuatku juga membalasnya dengan serupa. Kini “kutidurkan” otakku dari pemikiran yang berat-berat untuk membiarkan diriku tenggelam dalam pelampiasan nafsu primer - gairah birahi - basic instinct dalam diriku....
Dalam diri kami berdua...
Karena Cie Stefany pun juga tenggelam dalam lautan birahi yang tak kalah dalamnya....
....
....
....
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd