Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

kyokob10.jpg

OKASAN NO HATSU KOI – PART 59
(my mom's first love)

------------------------------

latte_10.jpg

“Jadi begitu ternyata” Kana tersenyum kecil sambil menyesap teh hangat sore itu, di sebuah café, di bilangan Omotesando, dekat dengan tempat kuliah mereka.

“Iya. Aku dan Yusuke-Kun sudah official sekarang” senyum Marie.

“Setelah sekian lama...” tawa Kyoko, menatap kedua temannya di suasana yang hangat itu. Sehabis ini, dia akan pergi ke apartemennya Hiroshi, menghabiskan malam. Katanya, ada kiriman bahan-bahan masakan yang enak dari ayahnya Hiroshi, jadi dia akan menikmati makanan Hiroshi malam itu.

“Ada berita baru dari Abe-Sensei?” tanya Marie ke Kana.
“Ya.. Sebentar lagi proses cerainya akan selesai…”
“Sudah tidak ada kata rujuk lagi ya?” tanya Kyoko.

“Tidak ada… Sudah sepakat berpisah akhirnya…”
“Aoi-Chan bagaimana?”

“Ikut ibunya, karena masih di bawah umur” Kana menjawab pertanyaan Kyoko dengan senyum kecut. Karena dalam hati, dia ingin agar Aoi ikut dengan ayahnya. Tapi apa boleh buat. Pengadilan berkata lain.

“Abe-Sensei pasti sedih ya?”
“Tapi pengadilan mewajibkan mantan istrinya memberikan waktu beberapa kali dalam sebulan untuk Abe-Sensei bertemu dengan Aoi”

“Oh begitu?”
“Iya, jadi mungkin… Walaupun jarang bertemu, dia pasti bisa melepas rindu dengan anak itu” Kana menatap ke arah jendela, melihat jalanan, dimana mobil dan orang lalu lalang dengan ramainya.

“Itu dia datang” Kyoko menunjuk ke arah jalan, dan melihat seorang pria tampan yang tubuhnya semampai, bergerak dengan indahnya menuju café itu.

“Hehehe” Marie tersipu, sambil menunggu kekasihnya datang.

“Halo semuanya” sapa Yusuke kepada tiga perempuan itu. Dia mendekat ke arah Marie, lalu dia menyentuh bahu Marie. “Mau jalan kapan?”
“Sekarang” senyum Marie ke arah Yusuke.

Kana dan Kyoko menatap ke pasangan itu dengan penuh senyum. Marie lantas memasukkan handphonenya ke dalam tas dan dia berdiri.

“Sampai besok ya, aku kencan dulu” Marie menjulurkan lidahnya kepada Kyoko dan Kana.

“Jya… Mata Ashita Ne…” Kyoko tersenyum, melambaikan tangannya ke arah Marie dan Yusuke yang mengangguk tanda pamit ke mereka berdua. Kana hanya tersenyum, tak menjawab tapi dia lantas bersuara.

“Kalau begitu aku juga pergi sebentar lagi” dia kemudian menghabiskan tehnya.
“Ke Meiji Jingu lagi?” tanya Kyoko.
“Iya, di jam-jam seperti ini biasanya Abe-Sensei akan merenung disana, dan setelah itu dia akan kembali ke gedung kampus”

Kana akan ke Kuil Meiji Jingu, untuk menemui Abe-Sensei. Dia tidak janjian dengan sang dosen, tapi Abe-Sensei selalu ada disana setiap sore, di waktu-waktu luang di sela-sela dia mengajar dan mengerjakan tugas lainnya. Sejak isu perceraian itu muncul, hutan kota Meiji Jingu menjadi tempat pelarian bagi Abe-Sensei. Dan di tempat itu, Kana bisa mendengarkan keluhan sang dosen tanpa harus merasa canggung, seperti di lingkungan perkuliahan.

“Kalau begitu, aku akan mengabari Hiroshi. Aku akan ke apartemennya sebentar lagi”
“Hehe” Kana tertawa kecil, sambil menatap ke jam tangannya. Sebentar lagi, dia akan bertemu dengan dosen pujaannya, dan mendengarkan segala keluh kesahnya.

------------------------------

b6c7e410.jpg

“O-Jama Shimasu….” Yusuke masuk ke dalam apartemen Marie, dan dia menggelengkan kepalanya, melihat apartemen pacarnya. “Kenapa sih kotor sekali” kesalnya.

“Aku tidak ada waktu untuk membereskannya”
“Tidak harus setiap hari, tapi masa begini sih” Yusuke menunjuk ke arah meja kecil yang diatasnya ada bekas cup ramen yang belum dibuang.

“Ah, itu sarapanku tadi pagi, maaf… Buru-buru tadi berangkat kuliah, takut telat” senyum Marie, sambil melepas sweaternya dan melemparnya entah kemana.

“Sweater mu itu, aduh….” Yusuke menggerutu sambil mengambil bekas cup ramen itu, dan membuangnya di tempat sampah, tempat dimana seharusnya benda itu berada.

Setelah itu, sang lelaki duduk di depan televisi, dan membakar rokoknya perlahan. Dia menarik nafas panjang dan dia tersenyum ke arah Marie.

“Kenapa senyum begitu?” tawa Marie, dan dia duduk dekat-dekat situ.
“Aku ada kejutan untukmu”

“Apa?”
“Apa coba?”

“Mmm……”
“Tidak sulit kok”

“Kamu beli wig atau make up baru untuk manggung?” tanya Marie. “Atau kamu sudah memutuskan untuk berdandan seperti perempuan sehari hari?”

“Haha… Kamu tahu kan, aku tidak mungkin melakukan itu….”
“Kenapa? Kamu kan sebenarnya….”

“Entah mengapa…. Memang ada dorongan untuk melakukannya. Tapi mungkin tidak akan pernah… Entahlah, mungkin hanya di panggung saja” Yusuke menerawang, mengingat-ngingat waktu dimana ayahnya berteriak-teriak kepadanya, mengusirnya dari rumah. Sejak saat itu dia harus hidup mandiri, dan satu-satunya anggota keluarganya yang masih menganggap dirinya ada adalah adik perempuannya.

“Lantas apa?”
“Aku dapat pekerjaan. Jadi aku akan berhenti part time dalam waktu dekat”
“Eh?”
“Akhirnya lamaranku sebagai asisten mangaka diterima” senyum Yusuke dengan sangat bahagianya.

“Waaa…. Selamat!!” Marie mendadak bangkit dan beralih ke arah lemari es. Dia mengambil dua buah kaleng bir untuk dia dan pacarnya. “Ini untuk merayakannya!”

“Terimakasih” Yusuke menerima kaleng itu dengan bahagia. Marie tak lupa mencium bibir pacarnya dengan lembut sebelum dia kembali duduk lagi.

“Selamat ya, kanpai!”
“Kanpai”

Mereka berdua langsung menenggak bir dengan sangat cepat, menghabiskan isi kaleng itu seakan-akan tidak akan pernah bertemu lagi dengan bir.

“Bir di sore hari”
“Menyenangkan ya, Yusuke…”
“Menyenangkan sekali…..”

“Ngomong-ngomong, siapa mangakanya?”
“Ogawa Maiko-Sensei”
“Eh, siapa itu?”

“Tidak tahu ya… Hahaha… Dia banyak membuat manga untuk perempuan dewasa…..”
“Oh…” Marie melongo saja, sambil memperhatikan pacarnya merokok di dalam apartemennya. Dia tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Yusuke.

“Setidaknya ini permulaan yang bagus… Minggu ini adalah minggu terakhirku kerja part time, nanti kalau aku sudah bekerja sebagai asisten dan sudah menerima gaji, kamu tentu akan kutraktir” lanjut Yusuke.

“Wah, hehe…. Akan kutunggu… Dan aku bangga sekali padamu” Marie bergeser ke arah Yusuke dan dia memeluk lengan pacarnya dengan hangat. Mereka berdua tersenyum, karena ini awal baru yang baik untuk sang lelaki.

Akhirnya, dia bisa menjalani lini pekerjaan yang ia idam-idamkan.

“Matikan rokokmu, Yusuke” bisik Marie sambil tetap memeluk tangan lelaki itu.
“Kenapa?” Yusuke Kamiya tersenyum, sambil menghisap rokoknya dengan tarikan nafas yang ringan.
“Aku ingin memberi hadiah untukmu, karena sudah mendapatkan pekerjaan yang kau inginkan”
“Eh?"

“O.. Mi… Ya.. Ge” bisik Marie dengan bermain-main di telinga Yusuke.
“Ahahaha… Maksudmu…”
“Shhh…”

Marie mencium bagian belakang telinga Yusuke dan dia mencengkram tangan lelaki itu dengan badannya. Secara otomatis, Yusuke terpaksa mematikan rokoknya dan dia lantas mencium rambut Marie. Wangi rambutnya memenuhi hidungnya. Dia lantas berbisik pada Marie Taniguchi.

“Ini semua karenamu, kamu selalu mendukungku dan menjadi teman terbaikku….”
“Hehe”
“Semua rahasiaku kamu tahu, rasanya bebas bisa sejujur ini pada orang lain”

“Tentu saja… Aku selalu suka setiap kamu cerita apapun, rahasiamu yang paling dalam, yang kamu anggap sebagai aib itu, itu adalah dirimu sendiri… Dan aku menyukai apapun yang ada di dirimu, Yusuke-Kun”

“Terimakasih atas semuanya”
“Dou ita shimashite” balas Marie, dan mereka berciuman dengan hangat.

Suasana mendadak berubah. Bibir mereka bertaut, dengan perlahan, dimana Marie yang mengambil inisiatif untuk memulai duluan. Tangannya bergerak pelan ke arah badan Yusuke, mencoba untuk menggenggam pakaian pria itu.

“Bagaimana kalau di dalam saja” bisik Yusuke ke telinga pacarnya, meminta untuk pindah ke area kamar tidur.
“Disini saja” balas Marie, dan dia kembali melanjutkan proses berciuman.

Dengan gerakan yang lembut, Marie naik ke atas pangkuan Yusuke, dan sang lelaki tampak berusaha memperbaiki posisi badannya agar Marie nyaman. Yusuke lantas melingkarkan lengannya di pinggang Marie. Mereka tetap bertaut, tetap saling mencium dengan lembut, dan Tangan Marie bergelantung di leher Yusuke.

“Yusuke…”
“Ya?”

“Ano… Kalau… Kamu tidak membukanya, aku buka sendiri….” bisik Marie dengan nafas berat. Yusuke hanya tersenyum, dan dia menarik ujung pakaian Marie, menariknya ke atas. Marie mengikuti gerakan lelaki itu dan akhirnya tasan yang dipakai oleh Marie lepas. Badannya terlihat menarik di atas pangkuan Yusuke. Pakaian dalam berwarna cerah dan bermotif lucu menutupi buah dadanya yang terlihat menggemaskan.

Marie tersenyum, tersipu. Dia memeluk kepala Yusuke dan membenamkan kepala lelaki itu ke arah badannya. Untuk sekian lama, mereka terdiam dalam posisi itu.

“Aku senang… Akhirnya aku punya kamu” bisik Marie.
“Aku lebih senang lagi”

“Karena kita berdua sama-sama senang, mari kita sekarang bersenang-senang” tawa Marie kecil, sambil mulai menggerakkan bagian bawah tubuhnya, menggesek-gesekkan badannya ke area vital milik pacarnya. Yusuke balas tertawa. Dan dia membiarkan Marie Taniguchi membuka kancing kemejanya satu per satu. Dengan pelan, sang perempuan membuka kemeja sang lelaki, menelanjangi bagian tubuh atas lelaki itu, sambil berusaha menggodanya dengan gerakan-gerakan suggestive yang tidak dibuat-buat.

Dalam diam, mereka saling melucuti pakaian mereka. Yusuke berusaha menurunkan rok yang dipakai Marie, tapi begitu dia ingin melucuti stocking pacarnya, sang perempuan melarang dengan senyum yang menggoda. Yusuke tersenyum, dia berusaha meladeni permainan Marie.

Marie mendorong tubuh Yusuke agar lelaki itu tertidur di lantai tatami. Sang lelaki menurut, dan Marie kemudian melanjutkan aksinya. Dia membuka celana jeans Yusuke, menariknya dengan agak buru-buru, lalu tanpa menunggu lebih lama lagi, dia melucuti semua pakaian Yusuke, sampai lelaki itu telanjang bulan.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, sang perempuan mencium alat kelamin Yusuke perlahan, dengan menatap ke arah mata lelaki itu. Dia menciumi permukaan kulitnya dengan lembut, berusaha memberi kenyamanan pada Yusuke.

“Hnn!” Yusuke kaget karena Marie langsung memasukkan batang kemaluan lelaki itu ke dalam mulutnya secara penuh. Tanpa mengocoknya dengan tangan, Marie mengulum kelamin Yusuke dengan lembut. Dengan telaten Marie menggerakkan kepalanya, membiarkan bagian dalam mulutnya memberikan kenikmatan pada lelakinya. Marie menutup matanya, berusaha merasakan badan Yusuke sepenuhnya.

Cukup lama dia melakukannya, sampai-sampai Yusuke terpaku dibuatnya. Marie Taniguchi melakukannya dengan telaten, tanpa suara, dalam diam, dan dia terlihat begitu menghayatinya. Batang kemaluan Yusuke begitu penuh ada di dalam mulut Marie. Kepala perempuan itu bergerak naik turun, sementara kedua tangannya menggenggam pergelan tangan Yusuke dengan erat, berusaha untuk menghentikan gerakan apapun yang bisa lelaki itu lakukan dengan tangannya.

“Marie…”
“Hmm….” Marie tidak memperhatikan bisikan pacarnya. Dia hanya fokus untuk mengulum benda tegak itu, melumatnya dengan nyaman, tak mempedulikan sekitarnya.

“Sudah… Ah… Kalau begini terus, aku bisa…”
“Hnn….”

“Marie…”
“Mmm……..”
“Marie…”

“Ahh…” Marie mengeluarkan kelamin Yusuke dari mulutnya. Dia lantas tersenyum geli ke arah lelaki itu. “Hehehe… Maaf, aku terlalu bersemangat sepertinya”

“Haha” Yusuke tertawa kecil, dengan nada yang canggung, karena dari tadi nafasnya terasa begitu berat, dan atmosfer di dalam kamar itu menghangat. Tidak, bukan menghangat, tapi memanas. “Marie… Sebentar… Aku belum memakai pengaman… Lagipula….” Yusuke kaget saat Marie merayap ke arah badannya dan dia menyingkap celana dalamnya, sambil menggenggam kelamin lelaki itu, bersiap ke langkah selanjutnya.

“Sshh… Sudahlah, terlalu lama bisa mengambil pengaman dulu…. Lagipula, hari ini aku mau memberi hadiah kepadamu kan?” Yusuke menelan ludahnya saat dia mendengar jawaban Marie. Dia belum pernah melakukannya tanpa pengaman dengan perempuan ini. “Hari ini jangan khawatir denganku, kamu diam dan nikmati saja…. Aku yang akan melakukan semuanya, hadiah dariku… Hehehe” tawa Marie dengan ceria. Yusuke mengangguk.

Dia mengingat semua adegan bercintanya dengan Marie. Semuanya mengenakan pengaman dan mereka selalu berbagi peran sama rata. Tapi hari ini, sepertinya Marie yang bekerja sepenuhnya dan dia hanya ingin Yusuke menikmatinya saja.

“Nnn…” Marie meringis keenakan saat benda itu masuk ke dalam dirinya. Yusuke merasakan kelembutan Marie didalam sana. Marie tersenyum kecil, dan dia melepas bra-nya, menunjukkan buah dadanya yang menggemaskan ke Yusuke. Dia lantas bergerak perlahan, dan dia menahan dada Yusuke, agar lelaki itu tidak bangkit dan mengambil alih kendali.

“Aah… Ah..” Marie mengerang pelan, sambil menaik turunkan pantatnya dengan gerakan pelan yang menggoda. Yusuke terpaksa menuruti semua yang dikatakan Marie hari ini. Dia dengan seksama memperhatikan ekspresi kenikmatan yang muncul di muka Marie. Perempuan manis itu bergerak dengan frekuensi yang konstan, dan gerak tubuhnya tidak memberikan ruang bagi Yusuke untuk melakukan apapun.

Sang lelaki hanya bisa pasrah. Dia menikmati hadiah dari pacarnya, sambil berbaring tanpa daya. Marie mengendalikan semuanya, tempo, stimulasi, dan semuanya dia lakukan dengan seksama di gerakan-gerakan sederhananya. Kulit paha dan pantatnya yang lembut terasa begitu speasial ketika bersentuhan dengan badan Yusuke. Kedua tangan Marie bertumpu pada dada Yusuke, membiarkan tangan lelaki itu mengenggam pahanya.

Desahan tanpa suara, reaksi-reaksi keenakan, dan nafas berat yang intim memenuhi ruangan itu. Semuanya terasa begitu tenang, seakan-akan waktu berhenti. Sang perempuan masih bergerak dengan penuh semangat. Gerakannya makin lama makin luwes. Otot-otot tubuhnya mulai terasa rileks, karena semakin lama dia semakin terbiasa bergerak konstan seperti itu.

Di dalam sana, semuanya terasa begitu hangat. Marie juga sangat terangsang, oleh karenanya dia bergerak dengan begitu rajinnya. Dan dia sama sekali tidak memberikan waktu untuk Yusuke. Waktu untuk sekedar bernafas.

“Marie…”
“Nnn….”
“Ini…”
“Sshh…. Kalau mau selesai bilang ya” senyum Marie dengan nada menggoda.

“Kamu.. Ah.. Bagaimana?”
“Jangan dipikirkan, hari ini khusus untuk Yusuke-Kun saja” balas sang perempuan, sambil menggerakkan pantatnya naik turun di atas pangkuan lelaki itu.

“Nnn…” Yusuke meringis. Sementara itu Marie bergerak semakin liar, dengan irama yang sudah mulai tak teratur. Yang konstan hanyalah nafasnya yang makin lama terdengar makin berat.

“Marie.. A.. Aku.. Ah!” Yusuke berteriak tertahan, Marie pun langsung menarik tubuhnya dari tubuh pacarnya, dan dia bergulir dengan lembut ke samping. Mereka terdiam sejenak.

“Kok tidak keluar?” Bisik Marie dengan lucunya.
“Ah.. Ahaha… Aha.. Sepertinya salah aku tadi, tapi tadi rasanya hampir…”
“Oke kalau begitu….”

Marie lantas mencium bibir Yusuke dengan lembut. Dia melumat bibir pacarnya erat-erat.

“Nn!”

Tangan Marie menggenggam batang kemaluan Yusuke, dan dia mengocoknya dengan gerakan statis yang benar-benar terasa nikmat.

“Hnn… Hnn… Nnnn!” Yusuke mendadak mengejang, dan tangan Marie pun basah, dilumuri oleh cairan hangat yang baru saja keluar dari alat vital pacarnya itu. Marie menarik bibirnya dari bibir Yusuke, dan dia pun langsung mencium pipi pacarnya.

“Nah itu… Selamat atas pekerjaan barunya, sayang” bisik Marie.
“Hhhh………” Yusuke menarik nafas panjang, melepaskan ketegangan yang baru saja lewat tadi. Dia menatap ke arah mata Marie, dan dia merasa beruntung, karena dia bisa menceritakan dan melepaskan semuanya di depan Marie Taniguchi, si periang yang manis ini.

Yusuke lantas bangkit sedikit, dan dengan gerakan yang lembut, dia mencium kening Marie.

“Aku sayang kamu” bisiknya.
“Onaji… Tapi… Ah tidak, aku yang lebih sayang kamu” tawa Marie, sambil berdiri, tersenyum, dan berlalu, sepertinya untuk bersih-bersih.

Di detik itu, Yusuke merasa penuh, karena sepertinya, semuanya terasa tepat dan membahagiakan. Apalagi dengan nasibnya yang akan segera berubah. Dan dia merasakan, kehidupan orang-orang di sekitarnya akan membaik.

------------------------------
------------------------------


haruko10.jpg

This is it.

Malam yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Meriah banget acaranya, dan ini adalah pensi pertamaku sebagai anak SMA. Dengan kaos panitia, skinny jeans, sneakers, dan tote bag warna-warni hasil lungsuran dari Okasan, aku sedang berada di tengah keramaian yang isinya penuh anak-anak seumuran aku ini.

pensi-10.jpg

Di panggung, ada band yang lagi main, tapi aku tahu itu bukan Papa dan temen-temennya. Aku masih keliling sana sini sama Tania, menikmati kebebasan kami sebagai anak dekor. Anak dekor selalu ribet disaat sebelom pensi dimulai, dan paling santai saat pensi sedang berjalan.

“Band bokap lo kapan maen?”
“Kalo liat jadwal sih kira-kira sejam lagi ya?” jawabku dengan sumringah. Haha, walau gak suka musik dan lala-lalanya, seenggaknya sebuah privilege tersendiri bisa liat Papa main di acara sekolahku. Dan kemaren, aku udah wanti-wanti supaya Om Stefan gak bikin acara jadi amburadul dengan tingkah laku aneh bin ajaibnya. Harusnya udah bukan umurnya lagi dia ngerusuh di acara anak SMA. Aku pernah denger dulu, waktu belasan tahun lalu mereka manggung disini, mereka pernah berantem sama band lain gara-gara ulah Om Stefan.

“Eh itu!” Tania narik kaosku kenceng-kenceng sambil nunjuk ke arah seorang lelaki remaja yang tinggi dan good looking.

Siapa lagi kalo bukan Jonathan.

“Hei!” Aku melambai ke arah Jonathan yang dateng, sama adiknya tentunya, Shirley yang ternyata selama ini ada di belakang Jonathan, gak keliatan karena tinggi mereka berdua jomplang banget. Jonathan tinggi dan Shirley kecil imut.

“Halo Haruko dan Temannya” sapa Jonathan dengan muka coolnya. Atau sok cool. Paling dia mau kenalan sama cewek disini dan dapet pacar baru.

“Ha.. Halo” Tania mesem-mesem sendiri. Iya, dia emang ngefans sama Jonathan semenjak ada gosip aku pacaran sama cowok itu pertama-tama.

“Hei… Belom kenalan, Shirley!” Shirley dengan dandanannya yang asik ala ABG masa kini ngejulurin tangannya dan dia salaman sama Tania.

“Tania…” Tania keliatan speechless ada di depan kakak beradik hits ini. Iya, hits banget. Karena kakaknya agak-agak jadi terkenal di sekolahku gara-gara dua gosip belakangan. Gosip yang bermula dari dia nolongin aku digangguin anak STM dan pas dia nraktir aku di Red Comet gara-gara nolongin dia mabok.

“Gue pengen liat om-om itu” bisik Jonathan, langsung di telingaku, karena suasana crowded.
“Sama” tawaku.
“Cari spot yang asik dong!” Seru Shirley sambil lirik sana-sini. Dan dia sendiri dilirik sama cowok-cowok yang kesengsem sama tampang imutnya yang emang lucu. Tapi anaknya asal. Tapi lucu. Ah, sudahlah.

“Emm… Kayaknya gue tau spot yang oke….” Tania memberanikan diri untuk ngomong, di depan dua orang ini.
“Boleh, tapi kalo gak asik awas ya” Shirley ngejulurin lidahnya sambil natap Tania dalem-dalem.

Ketauan banget Tania grogi sama mereka berdua. Aku sih senyum-senyum aja, sambil ngikutin langkah Tania yang canggung, karena mau nunjukin tempat yang oke buat nonton Hantaman ke Jonathan dan Shirley.

------------------------------

fortal10.jpg

Panggung gelap, tapi suasana rame banget. Musik elektronik yang berdentum-dentum ngisi kekosongan di panggung, sambil ada beberapa orang lalu lalang, masang peralatan-peralatan yang di mataku, itu semua familiar. Beberapa gitarnya Papa udah nangkring di panggung, begitu juga dengan bassnya Om Anin, dan microphone kojo-nya Om Stefan. Kalau Om Bagas… Gak tau, kata Papa dia gak pernah bawa alat sendiri.

“Cocok banget tempat ini buat gue yang pendek ya Kak” tawa Shirley, yang duduk nangkring di tiang basket, agak gelantungan. Dia duduk disana, tanpa malu-malu. Aku berdiri di sebelah Jonathan, dan Tania yang lagi terkesima sama anak sulungnya Tante Anggia ini.

Di layar yang ada di pinggir panggung, ada font merah gede-gede, yang tulisannya nama band Papa.

HANTAMAN.

“Haruko” aku mendadak nengok ke samping dan, deg! Kak Rendra nongol, dengan pake kaos panitna yang sama denganku dan Tania.

“Eh, Hai” senyumku sambil mulai deg-degan lagi.
“Band nya Bokap ya?” tunjuk Kak Rendra ke panggung.

“Iya hehe”
“Eh anu, kenalin ini….” Aku nunjuk ke Jonathan sambil narik-narik bajunya anak itu.

“Nn?”
“Halo, Rendra…”
“Hei.. Jonathan… dan monyet yang diatas ini namanya Shirley”

“Hahahaha… Gak bahaya tuh manjat gitu?” Kak Rendra kayaknya khawatir sama Shirley yang keliatan gelantungan gak puguh di sana.

“Gapapa, kalo gue pegel pegangan kesini, bisa naek ke bahunya Kak Jon… Kuat kan?” tanya Shirley, dengan senyum lucunya. Dan mata cowok-cowok pada ngeliat ke dia. Pasti lah.

“Hahaha” tawa Kak Rendra, ngeliat dua orang kakak beradik itu.

Dan mendadak, semuanya jadi gelap.

“Eh? Mulai ya?” Jonathan ngeliat ke arah panggung, yang mendadak ada seseorang pria gondrong, keturunan tionghoa, berumur 40an hampir 50an, berdiri sendiri di tengah panggung, diiringi dengan sorak-sorai penonton yang semangat.

“Kalian semua kemudaan buat gue” tawa Om Stefan di panggung. Suara tawa mengiringi omongan dia. Dia pake T-Shirt berwarna hitam, dengan tulisan “KUDA” besar-besar di tengahnya. Iya, itu nama albumnya Frank’s chamber yang aneh itu. Aku liat ada siluet tiga orang lainnya naik ke panggung, dan salah satunya itu papaku.

“WAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!” penonton teriak makin histeris dan mendadak, Om Stefan teriak dengan kerasnya di panggung.

“MULAI!!!!” dan musik rock dengan hingar bingarnya meledak di panggung, dan seisi sekolah mendadak terang.

Dan Hantaman, mulai bikin sekolahku jadi berisik.

------------------------------

26583f10.jpg

“Selesai juga” Kak Rendra ngeliat rombongan orang-orang mulai bubar dari area pensi. Mereka dengan tidak rapihnya berbondong-bondong keluar, pulang ke tempat tinggal masing-masing. Aku dan dia duduk di taman yang sepi, berdua. Tania mungkin lagi ngelaksanain tugasnya, yaitu ngontak tukang-tukang buat mretelin propoerti dekor yang tersebar luas dimana-mana itu. Jonathan dan Shirley udah ngilang. Habis acara beres mereka lenyap begitu aja.

Aku diem aja, gak ngomong apa-apa. Aku lagi nungguin aba-aba dari Papa di medsos, yang ntar nandain kalo aku harus nyamperin dia ke backstage, buat pulang bareng.

“Maaf ya kak gak bisa sampe beres” aku minta izin ke ketua seksi dekorasi ini, karena gak bisa sampe subuh.
“Gakpapa kok, santai aja, kan biar praktis juga ya, pulang sama bokap?”
“Iya sih” aku senyum dan kita berdua diem lagi.

Aku ngeliat ke arah dia, yang sedang menikmati hasil kerjanya. Hasil kerjanya yang bentar lagi dirontokin ini. Tapi udah diabadiin kok dalam bentuk foto dan video. Dan memang, pekerjaan bareng dia di kepanitiaan ini menyenangkan banget. Walau masih deg-degan kalau bareng sama dia, aku udah mulai nemuin perasaan nyaman yang aneh, karena bisa liat sisi lain Kak Rendra yang lebih menyenangkan.

Kayak misal liat dia mimpin anak-anak di seksi dekor, terus aspirasinya yang ternyata pengen masuk kuliah arsitektur, dan lain sebagainya.

Eh? Mendadak dia nengok ke aku dan kita jadi pandang-pandangan mata. Secara otomatis aku buang muka dan berusaha untuk berekspresi biasa-biasa aja. Pipiku terasa panas. Sial, untung rada gelap disini.

Untuk beberapa saat, suasana emang jadi hening, walaupun orang-orang pada lalu lalang kesana kemari. Anak-anak panitia dari seksi lain lagi pada sibuk ini itu. Anak dekor sibuknya baru ntar kalo udah sepi banget. Sayang aku gak bisa ikut. Padahal masih pengen disini. Masih pengen bareng sama Kak Rendra. Masih pengen ngobrol, kerja bareng, dan ketawa bareng.

Iya aku tau masih ada besok-besok lagi buat ketemu sama dia. Tapi momen ini menyenangkan banget. Gak Cuma sekedar ketemu ngobrol ngalor ngidul. Tapi ada tujuannya. Ada goal yang dicapai bareng. Gitu kali ya kalo orang bareng, terus ada chemistry yang ngerekatin gitu, kayak orang pacaran misal.

What? Mikir apa sih aku. Kok pipiku makin panas gini terus gak bisa fokus. Sial hahahehaheuaheu.

Mendadak, handphoneku bunyi.

“Ya Pa?”
“Udah mau pulang ini, kamu mau nyamperin ke backstage apa ke parkiran aja?”
“Emmm….”
“Hayo mau kemana hahaha”

“Parkiran pasti rame sih Pa… Aku samperin ke backstage sekarang aja ya?” jawabku.
“Oke, ditunggu”

Aku tutup telpon, dan berdiri, minta izin buat pulang ke Kak Rendra.

“Kak… Duluan ya?”
“Udah dipanggil ya?”
“Iya”

“Aku anterin?”
“Eh?”

“Aku anterin ke backstage…..” dia ikut berdiri juga dan siap untuk jalan di sampingku.
“Gak usah kan…”
“Aku gak ada kerjaan, mendingan jalan-jalan ke backstage sama kamu” dia senyum malam itu, dan rasanya jantungku kayak ditusuk sesuatu. Rasanya kayak kesetrum.

“Em… boleh deh…” aku senyum sebisanya. Di tengah kecanggungan kayak gini dan suasana hati yang deg-degan luar biasa ini, pasti senyumku keliatan aneh dan tolol banget banget.

“Yuk”

Kita berdua jalan bareng, di tengah keramaian. Ke arah panggung, buat kemudian masuk ke arah backstage. Kita ngelawan arus manusia yang pada ngejauh dari backstage. Di speaker, suara peringatan buat pengunjung untuk segera pulang membahana. Iya sih, mereka semua yang nonton harus pada cepet pulang, karena kita mau beberes.

“Awas” bisik kak Rendra, di saat ada cowok yang gak jelas mukanya jalan lurus gitu aja, tanpa ngeliatin sekitarnya. Dengan otomatis aku ngehindar dari cowok itu biar gak ketabrak.

Eh?

Aku langsung narik tanganku. Kak Rendra juga dengan otomatis narik tangannya. Dia senyum ke arahku. “Sorry” bisiknya. Tangan kita berdua bersentuhan. Aku makin deg-degan. Entah kenapa, tadi pas sentuhan, rasanya kayak pengen dipegang terus gitu aja. Pasti nyaman kalau digandeng dan dilindungin di tengah lautan manusia yang jalannya beda arah sama kita berdua ini.

Duh, mikir apa sih aku? Aku geleng-geleng sendiri, sambil terus jalan berdua, masuk ke sebuah pintu akses di samping panggung, menuju ke arah backstage.

Ah, itu dia. Papa lagi duduk di sebelah Om Anin yang main-mainin rokok di tangannya, kayaknya dia gak tahan pengen ngerokok, soalnya di sekolah ini, emang siapapun gak boleh ngerokok, peraturannya begitu.

“Papa” aku ngelambai ke arah Papa. Kak Rendra ada di belakangku, diem merhatiin aku yang nyamperin Papa.

“Pulang? Masih rame tapi ya di luar?” tanya Papa retoris, karena suara keramaian masih terdengar dimana-mana.
“Masih” aku meringis dengan agak awkward, karena ini baru pertama kalinya Kak Rendra ada di satu ruangan yang sama bareng dengan Papa.

“Temennya gak dikenalin?” Papa nunjuk ke arah Kak Rendra dengan senyum.
“Oh iya” duh, tolol banget kan aku? Pikiranku lagi kemana-mana gak jelas gini gara-gara tadi tanganku bersentuhan sama tangannya Kak Rendra.

“Rendra Om, salam kenal” Kak Rendra maju duluan dengan sopannya, salaman sama Papa dan Om Anin.

“Sekelas?” tanya Papa.
“Bukan Om, saya kakak kelasnya, kebetulan bareng jadi panitia”
“Hehe” aku Cuma bisa nyengir aja, dan Om Anin senyum-senyum sendiri ngeliat tingkah lakuku yang keliatan aneh ini.

“Stefan lama amat ya?” tanya Om Anin sambil celingukan. Oh iya, aku gak liat Om Stefan di sini. Beberapa wajah yang agak familiar ada sih, kayak Om Sena yang lagi ngelist inventaris Hantaman, dan juga beberapa musisi lainnya yang tadi manggung di atas.

“Ya! Balik ya!” Seseorang yang keliatannya terkenal melambai ke papaku dan Papa ngelambai balik sambil senyum. Terus semuanya hening mendadak.

“Eh, tunggu…. Kok nama kamu agak familiar” Papa nutup matanya sambil nunjuk-nunjuk ke arah Kak Rendra.
“Mungkin Haruko pernah cerita soal kegiatan panitia kali Om?” Kak Rendra ngejawab dengan super sopan dan super manner banget.

Sementara aku nelen ludah. Aku gak pernah cerita sedikitpun soal manusia yang namanya Rendra ke Papa.

“Ah iya… Mamanya Haruko pernah cerita!”

Dan aku melotot. Aku inget pas aku curhat soal kejadian dulu ke Okasan, yang ada pesan di medsos yang gak sopan banget sama aku itu. Yang suruh aku jauh-jauh dari Kak Rendra dan lain sebagainya. Sial sial sial sial sial sial sial sial ternyata Okasan cerita lagi soal itu ke Papa. Duh, rasanya pengen lenyap gini, mana Kak Rendra cuman senyum biasa aja.

“Woi! Sama cowok?”

Ah sial. Aku makin pengen lenyap gini. Suara itu. Om Stefan. Dia dateng dari arah belakangku, dengan tampang lelah, dan bau rokok. Kayaknya dia habis dari luar, bela-belain keluar area sekolah supaya bisa ngerokok. Dasar emang orang ini.

“Engg… Ama temen ini kenalin….”
“Stefan, cocok juga kalian” tawanya menyeringai, dia ngejabat tangan Kak Rendra asal-asalan, sambil ngelirik-lirik aku dengan tatapan jahil.

“Apaan sih!” aku kesel sambil ngerasain kalo pipiku masih panas. Pasti mukaku merah banget ini.
“Gak usah merah gitu kali mukanya, biasa aja” Om Stefan ketawa kecil, sambil naro kotak rokok dan koreknya di tas dia.

Sial. Disini terang benderang, jadi mukaku yang merah keliatan. Dan Kak Rendra? Dia Cuma senyum aja, kalem, sambil ngelirik pelan ke arah aku, terus pas kita saling bertatapan, dia ketawa kecil tanpa suara.

Mati gue.

“Jadi ya? Diijinin pacaran?”
“Mereka temenan kali…. Tapi ini cowok yang dulu disebut-sebut di mesej gak jelas itu inget gak?” sambung Papa.

Gila. Papaaaaaaaaaaaaaa!! Iya, aku Cuma bisa teriak di dalam hati.

“Ahahaha…. Iya jahat ya Om orang yang ngirim” balas Kak Rendra dengan suara yang teratur dan santai. Gila. Kok dia bisa cool banget gini?

“Jahat abis, tau orangnya?” Om Stefan nanya dengan nada menyelidik.
“Enggak Om”
“Kalo tau kasih tau ya, ntar kita gorok bareng di depan sekolah” tawa Om Stefan dengan nada meledek.

“Hehehehe”

“Jadi gimana, mau langsung pulang?” tanya Papa sambil senyum, ngeliat aku dan Kak Rendra.
“Ntar aja kali ya, kasih waktu buat mereka berduaan lagi” sambung Om Stefan.
“Boleh juga sih”

“Hahaha… Saya gak ada kerjaan tapi Om, nungguin orang bubar aja, buat beres-beres dekor”
“Santai… Sana, mojok duaan, mumpung suasananya bagus” ledek Om Stefan.

Aku cuman bisa narik kursi, dan duduk di sebelah Om Anin dengan perasaan gak jelas. Di satu sisi sebel digangguin, tapi kok seneng juga. Aku natap ke arah Kak Rendra lagi. Dia ngeliat aku dengan senyum yang aku tau artinya itu apa. Dia juga tahu kalo Papa dan Om Stefan ngegangguin kita berdua, iseng. Tapi di senyum dia, aku bisa liat kalo dia entah kenapa nyaman dengan narasi-narasi kayak tadi.

Dia nyaman bareng sama aku, di kondisi apapun.

Dan mau gak mau, aku senyum balik, berusaha gak denger ledekan-ledekan jahil dari Om Stefan yang didukung sama Papa.

Kayaknya, sekarang aku sadar, perasaan apa ini yang dari dulu ada di dalem hatiku, setiap bareng sama Kak Rendra.

Suka.

------------------------------

BERSAMBUNG
 
CAST PART 59

- Haruko Aya Rahmania (16) anak semata wayang Arya dan Kyoko, tokoh utama MDT
- Arya / Achmad Ariadi Gunawan (48) Sang Ayah, Suami dari Kyoko

- Tania (16) teman dekat Haruko di sekolah
- Rendra (17) kakak kelas Haruko di sekolah

- Anin / Anindito Widyatmo (49) Bassist Hantaman
- Stefan / Stefanus Giri Darmawan (48), Vokalis Hantaman

- Shirley Yuliana Akbar (15) anak bungsu Rendy dan Anggia
- Jonathan Andika Akbar (16) anak sulung Rendy dan Anggia

Kyoko's Timeline:

438be411.jpg


- Kyoko Kaede (19)
- Marie Taniguchi (19) Teman akrab Kyoko di Senmon Gakkou
- Kana Mitsugi (19) Teman akrab Kyoko di Senmon Gakkou

- Yusuke Kamiya / Maria (21) Vokalis band Rock, Maria's Mantra

Glossary :

Jya, Mata Ashita Ne : Sampai Besok
Omiyage : Hadiah
O-Jama Shimasu : Salam yang diucapkan kalau bertamu
Dou ita Shimashite : Kembali kasih / Sama-sama
Okasan : Ibu
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
 
Thx updatenya om

Akhirnya Haruko bisa mendefinisikan perasaannya ke Rendra... :pandaketawa:
Next Rendra nembak Haruko, om?
 
eeeaaaaa, Haruko malu tapi mau. hehehe

btw salut ma stefan yg mau taat peraturan no smoking, tp rada aneh jg sih, hehehe, oh iya, ada 1 yg ngerasa kurang, master. anin koq ga ada dialognya, maksudnya koq cuma 1 kalimat doank, padahal seru tuh liat kekompakan Hantaman kalo soal ceng-cengan. piss master
have a good time
 
Terakhir diubah:
Om epan suka godain haruko.....
Padahal udah 4k masih berasa pendek aja ya bacanya

Thanks update nya om
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd