Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

kyokob10.jpg


OKASAN NO HATSU KOI – PART 5
(my mom's first love)

------------------------------

ph_0510.jpg

“Hebat banget ya Kyoko-Chan bisa bikin latte art” puji Marie sehabis kelas mereka beres hari itu.
“Ah, biasa saja Marie….”

“Wajar bukan? Kaede-san kan dari kecil sudah ada di dalam dunia kopi dan semacamnya” potong Kana yang entah kenapa ada di sekitar mereka. Sebenarnya Marie dan Kyoko hanya melihat-lihat bulletin board kampus sebelum mereka pulang. Tapi mereka belum akan pulang ke rumah, mereka berdua ingin jalan-jalan ke toko fashion second hand, karena musim akan segera berganti dan mereka berdua merasa butuh sedikit fashion update.

“Ahaha” Kyoko hanya tersenyum mendengar perkataan Kana. Dan tak lama kemudian, Kana lalu berlalu setelah selesai melihat bulletin board.

Mendadak, ada keheningan antara Kyoko dan Marie.

“Orang itu terlalu serius” mendadak Marie memecah keheningan tersebut. Muka Marie tampak bersungut-sungut.

“Kan ada memang orang yang seperti itu, tapi aku tidak masalah dengan sikapnya kok” balas Kyoko.
“Tapi jadi tidak menyenangkan berada di dekat-dekat dia….. Cuma enak kalau untuk belajar saja” dengusnya.

“Hehe, aku yakin Mitsugi-san itu orang yang baik kok, cuma mungkin dia terlalu kaku dan terlalu bersemangat belajar….”
“Eh, ngomong-ngomong belajar, bagaimana progress belajar memasakmu dengan Hiro-Tan?” tanya Marie mendadak.

“Ah soal itu…. Ano…….” Kyoko tampak tak nyaman membahasnya.
“Kenapa?”
“Tidak, tidak apa-apa” senyum Kyoko tipis.

“Senyum yang aneh” mata Marie menyipit dan menatap Kyoko dengan tajam. “Hmm…. Sepertinya ada yang salah…. Yasudah lah, mari kita belanja dulu”

------------------------------

mode-o10.jpg

“Apa? Kamu gak jadi belajar dengan Hiro-Tan??” bingung Marie yang sedang berkaca. Dia sedang mencoba sebuah sweater yang tampak lucu di toko itu. Tapi dia tentu saja tidak akan membelinya. Musim panas tidak cocok dengan sweater.

“Ano… Aku takut” Kyoko menelan ludahnya, sambil menatap Marie dengan wajah tolol, sambil menggenggam tas belanjaan di tangannya.

“Takut? Tapi ngomong-ngomong, aku suka atasan cerah yang kamu beli tadi…. Lehernya tapi terlalu sempit untukmu. Bagian atas tubuhmu kan lebar, kamu jadi terlihat agak kaku dengan baju seperti itu” lanjut Marie.
“Ah, iya… Tidak apa-apa tapi”

“Ah, memang belanja fashion secondhand selalu asyik…. Murah dan masih trendy”
“Betul sekali…. Jadi uang yang di tabung mungkin bisa untuk liburan musim panas” senyum Kyoko, menimpali Marie. Dia bersyukur topik pembicaraan sudah bergeser dari belajar masak dengan Hiroshi.

“Eh, tapi tadi takut kenapa?”
“Ah? Ano……” Kyoko menringis, sambil membuang muka.
“Takut apaan sih?”

“Tidak… Tidak apa-apa”
“Eh, kita kan teman, tidak apa-apa sedikit bebas bicara….” senyum Marie dengan manisnya.

“Ah, tampaknya aku masih memikirkan soal mixer party itu….” Kyoko menghela napas panjang, sambil melihat ke jam tangannya. Bukan apa-apa, bukan karena dia ingin pergi, tapi dia hanya ingin mengalihkan perhatiannya.

“Takut diapa-apain sama Hiro-Tan?”
“Ano….”
“Kenapa sih?

“Aku takut…. Dia mengajak belajar di apartemennya dia, aku langsung teringat soal mixer party itu… Takut terulang” Kyoko akhirnya mengatakannya dengan gamblang.

“Ah, Hiro-Tan bukan lelaki seperti itu tampaknya…”
“Tapi kan kita tidak begitu tahu soal bagaimana dia dengan perempuan………”
“Cari tahu dong”

“Marie….”

“Lagipula, kamu kan bisa ajak dia ke rumah kamu, belajar di sana…. Pasti jauh lebih aman, kan ada ibu serta kakak kamu?” sambung Marie.
“Ngajak cowok, ke rumah?!”

“Loh… Memangnya kenapa?”
“Tapi ano…”

Kyoko memang belum pernah membawa teman lelakinya ke rumah. Dulu, pacar-pacar nya sewaktu SMA pun tidak pernah ada yang dibawa ke rumah. Mendadak dia membayangkan bagaimana jadinya jika dia membawa Hiroshi pulang ke rumah. Kakak dan ibunya pasti akan banyak bertanya, lalu mulai terlalu akrab. Kalau sudah begitu, antara dia dan Hiroshi pasti jadi aneh, padahal judulnya hanya membawa teman yang kebetulan jago masak dan anak chef ke rumah untuk mengajari masak.

Dan itu karena Kyoko takut berdua saja di apartemen dengan Hiroshi.

“Tidak ada apa-apa kan harusnya? Lagipula kalian kan cuma teman….. Atau…. Kyoko-chan berharap lebih dari teman?” senyum Marie. Senyumnya terlalu lebar. Lebar sekali.
“Tidak! Aku bahkan belum terlalu mengenal dia kan? Cuma karena waktu itu makan siang dan karaoke saja di hari pertama jadi lumayan kenal… Sisanya kelasnya banyak yang beda…” jawab Kyoko terlalu detail.
“Ah, Kyoko pasti malu membawa ke rumah karena ada ketertarikan kepadanya bukan?”

“Marie…..”
“Kenapa? Ada yang salah…”
“Bukan begitu, aku…”
“Dia kan lumayan ganteng juga, dan orangnya sopan sekali kok…. Hahaha…” tawa Marie. “Walau gayanya terlalu plain, gak up to date…”

“Aku cuma belum terlalu mengenal dia, akan aneh kalau kubawa ke rumah, nanti kakak dan ibuku menyangka ada apa-apa antara aku dan dia, lalu malah nantinya jadi aneh hubungan pertemanannya….” kesal Kyoko.

“Kamu mikir terlalu banyak…” tawa Marie. “Kamu harus lebih terbiasa dengan laki-laki…. Supaya gak mikir kepanjangan dan gak terjebak lagi seperti kemarin… Eh chotto… Yang kemarin itu salahku sih seharusnya”

“Ah” Kyoko menarik napasnya. Dia melihat ke sekeliling, tumpukan baju, dan semuanya. Lelaki. Cowok. Jujur dia sedang tidak memikirkan itu sekarang. Dia sekarang hanya ingin fokus ke mata kuliah praktek memasaknya yang amburadul.

Memasak adalah dasar dari Food & Beverage industry. Dan kalau tidak bisa memasak, tentu saja Kyoko akan lulus dengan predikat yang tidak memuaskan. Dengan naif, sebelum masuk Senmon Gakkou, Kyoko berpikir kalau dia bisa dengan mudah belajar di sekolah. Tapi kenyataan berkata lain. Kelas berlangsung dengan intens, dan dia lupa sudah berapa kali ditegur oleh dosen atau instrukturnya.

Entah ada yang kematangan, telur rebusnya hancur, sayurnya gosong, keasinan, kemanisan. Dan ini baru dasar. Entah bagaimana kalau sudah belajar per menu seperti di semester depan. Dan dia baru bisa bebas dari pelajaran praktik memasak di tahun kedua. Tahun pertama ini wajib. Ini dasar.

“Ayolah….. Hiro-Tan itu orang baik kok, kelihatan… Lagipula, bicara dulu sama orang tua kamu, kalau dia bukan pacar kamu dan dia bukan siapa-siapa kamu, cuma teman.
“Baiklah”

Dan tampaknya Kyoko harus menyerah dengan keadaan. Tidak bisa seperti ini terus kalau dia ingin lulus dengan nilai yang memuaskan.

------------------------------
------------------------------
------------------------------

ad10.jpg

“Mengundang teman ke rumah untuk mengajarkan kamu masak?” tanya ibunya di sesi sarapan pagi itu. Sarapan hari itu diisi dengan nasi putih hangat, telur gulung, ikan panggang dan sup miso. Sarapan khas orang Jepang pada umumnya.

“Sampai se-desperate itu ya… Taihen…” tawa kakaknya.
“Hmph” kesal Kyoko.

“Silahkan saja, justru bagus kalau begitu, kalau aku yang mengajarkan sepertinya akan sulit karena aku tak mengerti apa yang diajarkan di sekolah kamu” sambung sang ibu.

“Baiklah”

“Tapi kok aneh, kamu sampai minta izin sebegininya segala”
“Tidak apa-apa Okasan….”

Miyoshi Kaede dan Kyoushiro Kaede mendadak saling lihat-lihatan, setelah memperhatikan muka Kyoko.

“Okasan…” lanjut Kyou-Kun.
“Ya?”
“Ini…. Sepertinya temannya ada hubungan khusus dengan Kyoko deh” sang kakak menyeringai.

“EE!!” Kyoko memotong kakaknya.
“Lho, kok panik?”
“Tidak…. Dia teman biasa saja”

“Hahahaha, lucu sekali… Bahkan kita belum tahu temannya laki-laki atau perempuan, dan dibegitukan sedikit saja kamu sudah panik… Pasti ini laki-laki yang kamu suka” tawa kakaknya.
“Memang sudah waktunya sih, asal jaga diri saja, tidak seperti sewaktu kemarin…..” sambung sang ibu.

“Tidak, ini hanya teman saja!”
“Baiklah kalau begitu , teman saja….. “ goda Kyou-Kun.
“Cuma teman!”

“Ya… Teman…”
“Nii-San!!”

------------------------------

img_0010.jpg

Sore hari, di kampus, di tempat yang sama juga. Kyoko melihat Hiroshi dari jauh. Hiroshi sedang memperhatikan restoran dan café tempat praktik para siswa tahun kedua. Entah apa yang ada di pikirannya, mungkin dia terlalu bersemangat untuk segera praktik kerja.

Dengan menarik napas panjang, Kyoko lantas berjalan dengan pelan ke arah Hiroshi.

“Tanabe”
“Eh… Kaede” Hiroshi mendadak sadar dari lamunannya.

“Maaf waktu itu ngomong-ngomong”
“Eh, yang mana?” senyum Hiroshi.

“Sewaktu aku minta diajari memasak….. Terus lantas tidak jadi, gomen ne…”
“Oh, tidak apa-apa, setelah aku pikir-pikir lagi, tampaknya memang nanti akan risih kalau hanya berdua saja di apartemenku, aku juga belum minta maaf karena lancang…” Hiroshi lalu membungkukkan kepalanya dengan muka menyesal.

“Tidak, aku yang tidak bilang kenapa aku waktu itu mendadak tidak jadi…”
“Harusnya aku yang tidak langsung mengajak ke apartemen…”

“Hehe”
“Hehe”

“Ano… Ngomong-ngomong….. Soal praktik memasak….”
“Ya?”
“Sepertinya, aku memang masih butuh bantuan kamu…”
“Oh… Baik, tidak apa-apa, akan aku ajarkan, tenang saja…. Tapi di mana?”
“Ano… Itu…. Di rumahku bagaimana?”

“Oh, tidak apa-apa, malah bagus… Haha lucu juga, aku belum pernah main ke rumah teman sejak pindah ke Tokyo…..”

“Tapi bukan main kan, malah mengajari memasak….”
“Itu main untukku”
“Iri…” senyum Kyoko kecil.

“Nanti juga Kaede bisa memasak…”
“Kan sekarang belum….”

“Makanya belajar kan? Kapan kira-kira Kaede butuhnya?”
“Mungkin akhir minggu ini…. Nanti aku kabari lagi, lewat mail ya….”
“Baiklah….”
“Baiklah…”

------------------------------
------------------------------
------------------------------

ad10.jpg

“Ah, sumimasen… Maaf mengganggu…. Saya Tanabe Hiroshi” Hiroshi menunduk memperkenalkan diri di depan Miyoshi Kaede dan Kyoushiro Kaede.

“Ah, maaf, anak saya merepotkan…”
“Tidak apa-apa, kebetulan saya suka memasak, jadi saya senang kalau ada teman yang minta tolong ajari…”

“Harusnya saya yang mengajari sih”
“Ah, tidak, nanti merepotkan pekerjaan Obasan di café bukan….” Hiroshi berbasa-basi.

“Nah, silakan, ini dapur kami…. Dipakai dengan baik ya…. Dan Kyoko jangan sia-siakan waktu Tanabe, dia sudah rela datang ke sini….”

“Kalau kamu mau merokok silakan saja” sambung sang kakak, yang mukanya sungguh-sungguh jahil dari tadi. Tapi sang kakak sepertinya akan keluar rumah. Dia sudah mempersiapkan alat musiknya untuk dibawa. Entah dia ada gig, atau dia mau latihan, pokoknya di antara keduanya. Dan dari tadi, Kyoko Kaede dengan curiga memperhatikan kakak dan ibunya yang tampaknya terlalu ramah dan selalu senyum-senyum lucu sejak Hiroshi datang ke rumah.

Dengan mengenakan rok panjang dan atasan yang dibalut oleh cardigan, Kyoko mempersilakan Hiroshi masuk ke dapur.

“Baiklah… Silakan berlatih, saya kembali ke café…”
“Dan saya pergi dulu…” Kyou-Kun menyambung kalimat ibunya.

“Baik bibi, maaf mengganggu sekali lagi…”
“Ah tidak, Kyoko yang mengganggu” dan sang ibu tersenyum jahil ke arah Kyoko yang merespons dengan memutarkan matanya ke atas.

Setelah dua manusia itu berlalu, Hiroshi mulai membuka tasnya dan mengeluarkan berbagai macam jenis pisau. Kyoko memperhatikan di sampingnya, sembari penasaran kenapa Hiroshi mengeluarkan pisau sebanyak itu.

“Itu semua untuk apa?
“Kan ada berbagai jenis pisau, untuk sayur, buah, daging… lalu..”

“Ooo…”
“Eh, kamu tidak tahu?” tanya Hiroshi dengan kaget.

“Ano….” Kyoko merengut dan menggaruk-garuk kepalanya.
“Ahaha, tidak apa-apa…. Ayo, kita belajar dari yang dasar dulu….”

“Yaitu…."
“Belajar pakai pisau, lalu bikin telur gulung…. Intinya semua yang berbau telur… Sekalian aku masakkan untuk makan malam kalian semua bagaimana?” tanya Hiroshi.
“Eh, apa tidak apa-apa?”
“Tenang saja…. Eh ada sake kan di rumah?”

“Untuk?”
“Untuk resep makan malamnya….. Nanti aku buat setengah porsi, dan kamu buat setengah porsi, kamu tiru caraku memotong daging dan sebagainya….”

“Duh, aku belum apa-apa sudah takut…..”
“Tenang…. Dagingnya di mana? Kamu tadi bilang katanya sudah sengaja beli daging untuk hari ini kan?”
“Oh iya, aku beli tadi pagi, sebentar….”

Kyoko lalu berjalan ke arah lemari es, dan mengeluarkan daging sapi yang ia beli tadi pagi. Dia menuruti saja sesuai yang Hiroshi informasikan soal berapa beratnya dan tipe dagingnya.

“Ini”
“Nah, kamu tahu ini tipe dagingnya apa?”
“Sapi kan?”
“Itu binatangnya… Tipe dagingnya?” tanya Hiroshi dengan nada yang sangat-sangat sabar dan ramah.

“Ano… Di mail, Tanabe bilangnya Strip Steak kan?”
“Ya, betul… Strip Steak itu diambil dari bagian short loin-nya sapi…” Hiroshi menepuk bagian bawah punggungnya sendiri, di bawah tulang iga nya. “Di situ bagian yang empuk, katanya dari seekor sapi… Karena otot itu jarang dipakai oleh sapi bergerak…. Ya tentunya sapi yang diternak ya…”

“Oo….”
“Tapi tak seempuk tenderloin yang dekat dengan pantatnya….”
“Tampaknya aku harus menghafal daerah-daerah di badan sapi…..”
“Tentunya, tapi kamu akan lebih mudah menghafalnya kalau kamu tahu masakan apa yang cocok dengan bagian-bagian tersebut…. Kalau cuma menghafal tempatnya saja, seperti iga, lidah, perut…. Akan bingung….”

“Oh… Baiklah..” Kyoko sambil mencatat di kepalanya.
“Eh ano… Sebaiknya kamu ambil kertas dan mencatat, karena pasti banyak lupa….. Kita belajar pelan-pelan saja, tak seperti di Senmon Gakkou ya?”
“Ah iya! Chotto matte….”

Kyoko lalu berjalan dengan cepat dan tiba-tiba, menuju entah ke mana untuk mencari bolpoin dan kertas. Dan setelah menemukannya, dia segera kembali ke dapur.

“Maaf menunggu”
“Tidak apa-apa… Nah, sekarang kita potong dulu dagingnya…..”
“Butuh apa saja?”
“Yang pasti pisau dan talenan…. Dan kamu jangan pakai pisau itu….” Hiroshi menunjuk pisau yang terlihat di dapur rumah Kyoko.

“Kenapa?”
“Mulai belajar pakai pisau daging yang sebenarnya…”
“Eh, tapi aku tidak punya….”
“Tapi di senmon gakkou kan disediakan…”
“Benar juga ya?” Kyoko lalu mengangguk, dan menyadari, selama ini ternyata dia begitu tertinggal di kelas praktik memasak.

Hiroshi lalu mencuci tangannya dan tampaknya sudah bersiap untuk bertarung di medan tempur ini.

“Bisa minta alas untuk memotong?” Kyoko dengan sigap mencari talenan, dan dia memberikannya ke Hiroshi. Hiroshi lalu membuka bungkus daging. Di dalamnya terdapat beberapa potongan besar. Hiroshi mengambil salah satunya dan menaruhnya di atas talenan.

Dan dengan gerakan yang lembut, perlahan, dia memotong daging sapi tersebut dengan indahnya. Mukanya terlihat begitu serius, dan Kyoko memperhatikan gerakan tangannya.

“Nah… Kalau memotong daging sapi seperti itu, harus melawan arah seratnya…. Nanti kamu raba dagingnya, misalkan seratnya ke sini, kamu memotongnya ke sini…. Itu supaya dagingnya tidak jadi keras…”

“Oh…”

“Ayo Kaede, coba tiru” senyum Hiroshi.
“Ah baik”
“Ini pisaunya” Hiroshi menyerahkan pisau daging miliknya ke Kyoko. Kyoko menerimanya dan dia mulai menghadapi sebongkah daging sapi di depan mukanya.

“Ano….”
“Ditiru saja yang tadi aku lakukan”
“Begini ya?”

“Eh… kamu memegang gagang pisaunya kurang nyaman sepertinya”
“Bagaimana yang benar?”
“Begini”

Hiroshi menyontohkan dengan memegang pisau yang lain. Dia perlihatkan posisi tangannya kepada Kyoko. Dan Kyoko mencoba untuk mengikutinya.

“Seperti ini?”
“Chigaimasu….”
“E?”
“Coba begini” Hiroshi memperlihatkan tangannya kembali.

“Begini?”
“Bukan…”

“Eh?”
“Begini nih”
“Begini?” tanya Kyoko lagi sambil memperlihatkan tangannya ke Hiroshi.

“Eh.. Hati-hati jangan diarahkan ke aku pisaunya…. Aku tidak ingin ada pembunuhan” canda Hiroshi.
“Ah maaf, tapi begini bukan?”

“Ano…. Bukan…” jawab Hiroshi sambil menarik napas panjang.
“Lalu bagaimanaaaaaaaaa”

“Coba, pisaunya pegang sebisa kamu, arahkan seolah-olah kamu mau memotong sesuatu”
“Begini?”
“Nah, maaf ya…”

Hiroshi mendekat, dan tangannya memegang tangan Kyoko. Kyoko pasrah saat Hiroshi membetulkan posisi tangannya. Tapi, rasanya seperti tercekat dan gugup, terutama setelah kulit mereka berdua bersentuhan. Dan dengan posisi berdiri sedekat itu, napas Hiroshi terasa oleh Kyoko. Apalagi Hiroshi berdiri di belakang Kyoko dan dia bisa merasakan napasnya di punggungnya.

“Begini tangannya”
“Ah, iya” Kyoko diam-diam tersipu-sipu.
“Coba dipotong dagingnya”

“Hai”

Sial. masih susah. Kyoko masih kesulitan memotong dagingnya.

“Aku minta maaf sekali lagi…” Hiroshi mundur sedikit dan kedua tangannya dengan lembut memegang tangan Kyoko. Tangan kanan untuk tangan kanan, dan tangan kiri untuk tangan kiri. Hiroshi berdiri di samping Kyoko. Dia berjaga-jaga agar dia tidak harus berdiri di belakang Kyoko saat menggerakkan tangan Kyoko. Jika begitu, tentunya terlihat seperti orang berpelukan.

Dengan perlahan, tangan Hiroshi menuntun tangan Kyoko untuk memotong daging dengan seksama. Kyoko bingung. Dia bingung membagi konsentrasi, antara belajar memasak dan berusaha menahan perasaan gugupnya karena seorang pria memegang tangannya. Dan pria ini, adalah pria yang mengatakan bahwa mimpi untuk melanjutkan usaha orang tua adalah sebuah mimpi yang besar.

Pria ini juga yang meminjamkan seragam kokinya saat Kyoko sedang kesulitan. Sudah ketiga kalinya Hiroshi Tanabe membantunya.

Tapi, Kyoko lebih berkonsentrasi untuk memotong daging, bagaimanapun Hiroshi sudah meluangkan waktunya untuk mengajari Kyoko.

“Jangan kaku begitu, Kaede”
“Sulit”
“Coba ikuti tanganku saja, pelan-pelan….. Perhatikan urat dagingnya….”

Kyoko menarik napas panjang dan mencoba merasakan gerakan tangan Hiroshi yang menuntunnya. Dan dia merasakan tangannya bergerak dengan sendirinya, menembus daging, membelahnya dengan tepat.

------------------------------

“Luar biasa!” puji Miyoshi Kaede, saat makan malam.
“Ini Kaede san lho yang membuat…”

“Hehe”
“Sayang kakak kamu sedang keluar rumah…. Dia pasti kaget kalau tahu adiknya bisa membuat makanan yang bisa dimakan…. Tapi memang, agak kebanyakan sih bawang putihnya dan masih sedikit asin… Tapi tak apa lah… Untuk seorang Kyoko membuat masakan seperti ini sih, prestasi” puji sang ibu lagi.

“Tapi kebanyakan aku hanya melakukan apa yang disuruh oleh Tanabe….” Kyoko merendah, tapi kepercayaan dirinya mulai kembali dan dia tampaknya semangat untuk belajar masak lagi.
“Namanya belajar masak itu dimulai dari meniru” sambung ibunya. “Aku jadi menyesal kenapa terlalu sibuk di café jadi tidak bisa mengajarkan masak ke anak perempuanku….”

“Itu kan pekerjaan Obasan, lagipula, saya bisa membantu” jawab Hiroshi.
“Itulah…. Tapi terima kasih ya, dan tampaknya kamu harus sering-sering ke rumah supaya dia benar-benar bisa masak….”

“Hehe” tawa Kyoko sambil menggigit daging yang dia masak tadi. Ya, memang benar, bawang putihnya kebanyakan dan rasanya masih keasinan. Tapi sudah bisa dimakan oleh manusia. Di kepalanya sekarang dia bermain-main, besok Minggu, dia mau eksperimen apa di dapur?

“Ngomong-ngomong, Tanabe dari luar kota ya?” tanya sang ibu.
“Iya, saya dari Ibaraki…”
“Ah, Ibaraki, dekat laut?”
“Betul, di sana setiap hari lihat laut”

“Asyik sekali..”
“Di Mitaka juga asyik, pohon-pohonnya membuat suasana menjadi tentram, di musim panas pasti tidak terlalu menyengat ya?”

“Betul, sayangnya di sini tidak terlalu banyak anak mudanya” sambung Miyoshi Kaede. Kyoko tampaknya tidak terlalu mendengarkan percakapan ini. Dia terlalu fokus kepada hasil masakannya yang akhirnya bisa dikonsumsi.

“Kan ada Kaede-san dan kakaknya”
“Mereka kadang-kadang tingkah lakunya juga seperti bapak-bapak dan ibu-ibu” tawa ibunya Kyoko.

“Hahaha… Tapi tidak ah, kalau di kampus, Kaede-san tetap terlihat muda seperti yang lain”
“Jadi, Tanabe memperhatikan Kyoko ya?” goda sang ibu.
“Ah? Tidak.. Ano…… Maksudnya….”

“Okasan…” Kyoko menyipitkan matanya dan menatap dengan tajam ke arah ibunya. Sang Okasan cuma tertawa sambil makan.

“Ah, dasar anak muda”
“Okasan!”

------------------------------

dscf3310.jpg

Malam itu, Kyoko mengantarkan Hiroshi ke halte bus dekat rumahnya. Hari itu, Hiroshi sudah mengajari Kyoko banyak hal. Dan tadi akhirnya, walaupun dengan supervisi ketat, Kyoko bisa menghasilkan sebuah masakan yang bisa dimakan.

“Terima kasih ya Tanabe…” bisik Kyoko saat mereka berdua berjalan di jalanan yang sepi. Mitaka di malam minggu, memang tidak hingar bingar seperti di pusat kota Tokyo.
“Ah, sama-sama, aku justru senang dengan ibu dan kakakmu yang ramah”

“Mereka terlalu ramah, entah kenapa hari ini rasanya begitu” senyum Kyoko dengan kecutnya.
“Mungkin mereka mengharapkan kamu membawa laki-laki yang kamu pacari, bukannya aku” tawa Hiroshi.

“Kamu sudah mulai bicaranya seperti mereka…. Bagaimana kalau nanti jadi sering mengajari aku?”

“Sayang tidak sempat merasakan kopinya ya, harusnya tadi aku mencobanya dulu sebelum mulai mengajari Kaede”
“Baik, minggu depan kamu harus ngopi dulu…” senyum Kyoko.

Mereka sudah sampai di halte bus. Sebentar lagi bus akan datang.

“Sebentar lagi musim panas ya?”
“Iya”
“Aku jadi ingat lagunya Toshiki Kadomatsu” sambung Hiroshi.

“Yang mana? Lagunya banyak” ya, Kyoko baru ingat kalau dia dan Hiroshi tampaknya sama-sama menyenangi musik tahun 80-an.

“Summer Emotions”

“Ah, lagunya bagus, cocok untuk didengar di pantai”
“Iya, dulu aku pernah malam-malam musim panas jalan sendiri di pantai, di Ibaraki, dengarkan walkman, lihat orang pacaran dan semacamnya…. Semuanya menyenangkan” sambung Hiroshi.

“Ah, itu busnya, Tanabe”

Bus yang akan membawa Hiroshi ke stasiun itu kemudian berhenti di halte. Tak berapa lama kemudian Hiroshi segera menaikinya dan dia melambaikan tangannya ke Kyoko. Kyoko melambaikan tangannya balik dan menunggu sampai bus itu berlalu. Setelah itu dia kembali berjalan ke arah rumahnya.

Kyoko tersenyum dengan puas sekali. Hari ini membahagiakan. Mungkin musim panas akan datang lebih cepat untuk Kyoko.

------------------------------

BERSAMBUNG
 
CAST PART 5

Kyoko's Timeline:

- Kyoko Kaede (18)
- Marie Taniguchi (18)
- Kana Mitsugi (18)
- Hiroshi Tanabe (18)
- Kyou-Kun / Kyoshiro Kaede (22)
- Miyoshi Kaede (48)

Glossary :

Chotto - Chotto Mate : Tunggu / Sebentar
Taihen : Gawat
Chigaimasu : Salah / Keliru
Onisan / Nii-San : Kakak laki-laki
Okasan : Ibu
Obasan : Bibi / Tante
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)


Summer Emotions - Toshiki Kadomatsu

 
yes fnally update
btw ane lupa ini yg jd chara nya kyoko siapa y namanya suhu?
 
Terakhir diubah:
Njir berasa kayak lagi ikut seminar masak cheff juna wkwk

Thanks update nya om
 
yes fnally update
btw ane lupa ini yg jd chara nya kyoko siapa y namanya suhu?

Yoko Maki

Ga ada adegan present nih. Padet juga yg past nya.

Hehe iya, porsi present dan past nya bakal tergantung arah cerita sih. Kadang malah ada yang present semua atau lebih dominan presentnya hehehehehe.
 
Bimabet
Thx updatenya hu
Wkwkwk parah Kyoko gak tahu macem-macem pisau di dapur
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd