Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY - TAMAT Nyi Kinarah

Bimabet
Agak janggal waktu baca renggani mandi pake shower.. Hehe
Belum diceritakan asal muasal kekuatan renggani, Suhu?
Mohon pencerahan


Lanjuuut
 
Dimana ada renggani disana ada birahi ... Mana tahaan
 
Agak janggal waktu baca renggani mandi pake shower.. Hehe
Belum diceritakan asal muasal kekuatan renggani, Suhu?
Mohon pencerahan


Lanjuuut

Hehehe.... kebayangnya itu rumah gedung, dengan tembok bata, lantai keramik, ada sofa di ruang tamu, kamar mandi pakai shower, kayak rumah peristirahatan di pinggir hutan yang rindang.... tempat yg cukup baik untuk hamil selama 9 bulan....
 
Wow :mantap: udah update , makasih hu.
Waduh Darto ngentot depan renggani. Bakalan sange nih renggani. Tapi serem juga euy liat kesaktian renggani alias Nyi Kinarah:ngacir:
:sembah:
 
Updatenya cepat karena 'mengejar' pembaca yg sudah lama... haha... tapi nanti nggak secepat ini lah, plot nya jadi rada membingungkan. Haha...

Lari

"Ouch!" Renggani mengiris jari tangannya. Darah keluar membasahi segaris luka sayatan itu. Sejenak kemudian, darah itu seperti terhisap balik masuk ke dalam rekahan merah. Sekejap kemudian, luka itupun menutup kembali, seperti kain yang terjahit rapi. Renggani tidak lagi merasakan perih, semuanya kembali seperti sediakala. Menyadari hal ini ia hanya menggelengkan kepala karena heran, lalu terus melangkah untuk membereskan meja makan.

Ketika ia kembali ke ruang tamu, kedua anak muda itu sudah berpakaian lengkap kembali. Isma sedang menangis sesenggukan dalam pelukan Darto. Keduanya nampak bingung, panik, tidak tahu harus berbuat apa selain berpelukan. Di tangan Isma ada celana dalam yang merah, dinodai darah dan lendir. Renggani mendekat. Mengelus kepala Isma. Gadis, eh bukan, wanita -- itu terus memeluk Renggani. Menangisi keperawanannya yang hilang.

"Sshh…. Gak apa, Is…" Isma mengangkat wajahnya memandang wajah Renggani. Menyadari bahwa wanita di hadapannya telah kehilangan keperawanan dengan cara yang lebih mengerikan. Setidaknya, Isma menyerahkannya kepada pemuda yang ia cintai. Satu orang. Bukan satu kampung. Malam itu, Isma menyadari betapa malangnya Renggani.

Isma tidak terlalu sedih lagi. Menjadi wanita, sesuai keinginan sendiri, bukan hal yang terlalu buruk.

Makan malam yang disediakan Renggani terasa nikmat setelah bercinta. Ketiga anak muda itu sedang asyik bercakap-cakap, ketika pintu depan digedor orang. Renggani terus melangkah keluar. Pak Sekretaris Desa berdiri di depan pintu rumahnya.

"Dik Renggani, maaf ini malam-malam…. Eh, Darto? Isma? Kalian di sini juga?"

"Ya, kami baru makan Pak. Tadi hujan lebat, mereka berteduh di sini."

"Tadi Pak Jumadi kemari?"



Renggani mengerutkan keningnya.

"Enggak, Pak. Kenapa?"



"Oh, tidak lihat Pak Jumadi?"

"Tadi siang lihat…. Di pemakaman. Kenapa, Pak?"

"Pak Jumadi ditemukan sudah mati."

"Oh? Kapan? Di mana?"

"Tadi habis hujan, ada yang melihat Pak Jumadi mati tergantung… eh… di pohon. Di hutan sebelah Timur desa."

"Astaga…."

"Dik Renggani tidak melihatnya bersama siapa, begitu?"

"Tidak Pak…."

"Oh ya…. Kalau begitu, Bapak permisi dulu… Mari, dik Renggani, Isma, Darto…."

Darto bergegas keluar. "Iya Pak, ini saya juga mau pulang. Yuk, Isma. Kak Renggani, makasih yaaa….. Makannya enak!"

"Sama-sama To, nanti main lagi ke sini ya, ajak lagi Isma."

"Iya Kak…."

"Mari…"


Hujan sudah berhenti sama sekali. Mereka berjalan dalam kegelapan malam, ditemani lampu senter yang dibawa Pak Sekretaris Desa, melangkah kembali ke tengah desa. Renggani menutup pintunya. Menghela nafas. Pak Sekretaris Desa itu sampai mencarinya malam-malam begini. Ia mau beristirahat. Tubuhnya tidak lelah sih, sebetulnya malah terasa segar. Tapi hatinya merasa lelah, melalui ketegangan dan tekanan, dari para lelaki yang menggila di atas tubuh telanjangnya.

Lewat tengah malam, tidak lama setelah Renggani berhasil menutup matanya dan agak terlelap, ia terperanjat bangun ketika pintu depan rumahnya digedor orang. Semenit kemudian, pintu itu tidak tahan diterjang beberapa lelaki besar kekar, hansip desa bersama banyak orang lainnya. Renggani terus terduduk di ranjangnya, kebingungan.

"Perempuan jalang itu, bawa perempuan jalang itu!" seru beberapa orang. Pintu kamarnya yang tidak terkunci segera dibuka terpentang. Para lelaki itu masuk, beringas. Renggani mengeluh. Mimpi buruk apalagi ini? Orang-orang itu meringkus Renggani, menariknya di pangkal lengan, sebelah kiri dan kanan. Nyeri. Tapi mereka tidak peduli, orang-orang itu menarik gadis muda yang masih berpakaian seadanya, acak-acakan.

Rombongan orang-orang di tengah malam buta itu menyeret Renggani yang kakinya berulang kali terantuk batu sehingga berdarah. Sakit. Tapi mereka terus menariknya, membawanya masuk ke tengah balai desa. Lampu temaram tidak cukup untuk menerangi seluruh ruangan. Renggani dilemparkan, sampai terduduk di lantai, di tengah ruang yang berubin hitam dingin berdebu. Pintu-pintu ditutup. Dikunci.

"Ki Gondolangit bilang, perempuan ini menjadi bala bagi kita. Dia harus mati!"

"Tapi harusnya ditanyai dulu."

"Mana bisa! Sudahi saja sekarang juga!"



Renggani gemetar. Ia tidak memahami seruan makian dari begitu banyak suara yang bersahut-sahutan. Entah apa yang mereka katakan, suara-suara itu hanya menjadi gemuruh bising di telinganya. Sementara itu, hidungnya mencium aroma laki-laki dari sekelilingnya. Para lelaki jantan, yang kasar dan beringas, yang dikuasai rasa takut dan marah dan birahi. Renggani mencium aroma kemaluan lelaki yang mengeras di hadapan perawan yang tergeletak di lantai. Ia membalas aroma itu dengan birahinya sendiri, memusatkan pikiran pada batang-batang lelaki yang keras menegang. Berdenyut-denyut. Berlendir, meleleh-leleh.

Aroma Renggani segera memenuhi seluruh ruangan itu, bercampur baur dengan aroma kelaki-lakian yang dikuasai birahi hingga membuat orang lupa diri. Keributan dan maki-maki itu terus berhenti. Sebagai gantinya, terdengar suara celana yang dipelorotkan dengan tergesa-gesa, suara ikat pinggang yang jatuh berdentingan ke lantai. Seluruh ruangan itu dipenuhi oleh laki-laki yang batang kemaluannya telah sangat keras mengacung. Siap menusuk masuk.

Lelaki pertama dengan tergesa-gesa melucuti seluruh celana Renggani. Ia merenggangkan paha mulus halus perempuan yang wangi ini, menaruh ujung kemaluannya di liang Renggani yang telah rapat kembali. Seperti menggila, lelaki itu terus menerobos masuk. Renggani merintih. Sakit, sakit seperti waktu pertama diperawani. Ia kini sudah punya anak, tetapi kini pengalaman malam pertama itu terulang lagi.

Bedanya, segera setelah kemaluan keras itu masuk, Renggani merasakan jiwa lelaki ini dalam genggamannya. Ia tidak melepaskan batang kontol keras itu yang dijepit kuat-kuat, diperas, dan dalam hitungan detik dihisap seluruhnya. Seluruh cairannya. Seluruh sukma jiwanya. Seluruh kehendak dan keberadaannya, diserap masuk dalam jeritan Renggani.

Lelaki lain menggantikan lelaki pertama yang menggelosor lemas di lantai dengan tatapan kosong. Ia hanya menatap pada orang yang dengan kalap menusukkan kontolnya kuat-kuat ke antara selangkangan Renggani yang mengangkat kedua kakinya merenggang lebar-lebar. Satu, dua kali genjotan. Ketiga kali kemaluan itu terhujam dalam, lelaki itu menggelepar ketika kembali seluruh jiwanya diserap Renggani.

Renggani makin kesetanan. Ia ingin dientoti oleh semua lelaki di dalam ruangan itu. Ingin menghisap semua peju dengan memeknya. Ingin mengambil semua kelelakian dan jiwanya dan kekuatannya. Satu kontol hanya bertahan tiga atau empat kali genjotan, masuk keluar masuk keluar masuk keluar masuk…. dan dihisap. Ganti kontol lain. Lelaki lain yang menanti giliran duduk di kiri kanan dan merobek baju perempuan itu, menghisap kedua teteknya. Renggani semakin mendekat pada orgasmenya sendiri. Ia makin kuat menarik kontol masuk dan menghisap semuanya.

Panjang. Pendek. Gemuk. Kurus. Lurus. Melengkung. Bergantian menerobos liang yang semakin licin karena banyaknya lendir peju tertumpah, meleleh hingga membasahi lantai. Setiap desahan setiap erangan, dan para lelaki desa itu, tidak peduli sebesar apa atau sekekar apa pun dia, semuanya lenyap dalam Renggani. Dada membusung, kedua putting merah indah itu keras mengacung di jilati dan dihisap bergantian, sementara batang tertanam dalam dan segera menyembur di sana. Memuncratkan peju untuk terakhir kalinya di liang kemaluan Nyi Kinarah.

Beberapa jam kemudian, tidak ada lagi suara di tengah ruangan besar itu, walau ada lebih dari limapuluh tubuh-tubuh kekar telanjang bergelimpangan di sana sini. Hanya suara Renggani yang terengah-engah. Ketika tidak ada lagi penis yang masih keras mengacung, Renggani menyentuh memeknya yang penuh berlendir. Menggosok cepat. Ia melepaskan semua yang tertahan, dilontarkan dalam jeritan panjang. Orgasme yang panjang dan hebat, yang melepaskan seluruh energi yang dihisap dari begitu banyak lelaki.

Seluruh tubuh Renggani yang telanjang bersinar, bercahaya kuning oranye kemerahan, lebih terang dari lampu temaram. Seluruh kulitnya yang telanjang itu menjadi lebih halus dan mulus, juga kakinya yang tadi berdarah terantuk batu menjadi licin kenyal bercahaya. Rambutnya yang terurai terangkat naik ke udara, seperti mengembang membentuk mahkota. Sinar dari tubuhnya semakin terang, sementara Renggani memejamkan matanya dan merasakan kenikmatan luar biasa di sekujur tubuhnya.

Tanpa ia sadari, Renggani melayang di udara, sambil tubuhnya berkedut-kedut meneruskan orgasme yang panjang dan nikmat tiada dua. Bibir liang perempuannya kembali menutup rapat dan berwarna merah muda, dengan cepat perempuan ini kembali memperoleh keperawanannya. Seluruh peju yang tadi tersiram dalam, mengalir keluar dan menggenangi lantai.

Hingga, semuanya selesai. Renggani berdiri di tengah ruangan itu dan memandang para lelaki yang lemas, semuanya menatap penuh harap, ingin segera bisa memuaskan apapun kehendak Renggani. Apapun. Renggani tahu, ia kini telah menguasai setiap lelaki di ruangan ini, di pagi subuh buta gila.

"Semuanya, pakai celana kalian!" perintah Renggani dingin. Orang-orang itu bergegas bangkit dan mengambil celana masing-masing. Memakainya. Kini hanya Renggani yang bertelanjang bulat, tapi ia merasa nyaman, sejuk. Tidak ada hasratnya untuk berpakaian saat itu -- sama seperti orang yang baru saja bercinta dan ingin tetap telanjang hingga mentari tiba.

"Bawakan saya uang," kata Renggani lagi. Semua orang segera merogoh saku masing-masing dan mengeluarkan semua uang, menaruhnya di hadapan Renggani. Ada seseorang yang terus membuka pintu, lantas berlari keluar, pulang ke rumahnya untuk mengambil uang. Melihat itu, para lelaki yang lain juga berebutan keluar ruangan, bergegas pulang untuk mengambil uang yang ada di rumah mereka.

Saat itu Renggani tahu ia melakukan kesalahan. Para istri mereka pasti kebingungan. Ia tidak lagi bisa berada di desa ini.

Para lelaki itu hanya sebentar saja pergi, mereka kembali dan membawa gepokan uang, ada yang dua puluh ribuan, ada yang seratus ribuan. "Stop! Bagi dua uang kalian! Berikan padaku setengahnya saja! Setengahnya lagi, berikan kepada istri kalian di rumah. Kalau ingin menyenangkan saya, sekarang pulang ke rumah dan layani istri kalian dengan baik, tidak boleh menyakiti mereka. Penuhi semua keinginan istri kalian. Kalau tidak bisa, lebih baik kalian mati saja."

Orang-orang itu terus mengambil separuh uang yang mereka bawa, lantas bergegas pulang ke rumah mereka masing-masing. Renggani memungut uang yang ditinggalkan, memandang uang yang banyak itu dengan tatapan sedih. Para istri, mereka masih mempunyai suami mereka pulang -- tapi tidak ada lagi suami mereka yang dahulu. Kini para lelaki itu tidak jauh berbeda dari mahluk tak berakal yang hanya menuruti perintah.

Tapi, siapa tahu, mungkin para istri juga ada yang senang.

Bertelanjang bulat, Renggani berlari menuju rumahnya. Ia merasa ringan, kakinya seperti kebal saat menginjak batu-batu tajam yang tadi melukainya. Kini rasanya seperti berjalan di atas ranjang yang empuk. Malam yang gelap tidak menghalangi, karena tubuhnya masih tetap bercahaya, cukup terang untuk melihat jalan di depannya. Sesampainya di rumah, Renggani terus mengemasi barang-barangnya. Memasukkan uang beberapa gepok itu ke kantong tasnya, juga ke dalam dompetnya. Ia mengenakan pakaian dalam, celana jeans, dan baju putih feminin kesukaannya, pemberian mendiang Ridwan, kekasihnya.

Pagi subuh itu, ketika langit mulai nampak berwarna biru tua, Renggani berjalan cepat ke pinggir jalan raya. Sebuah bis antar kota melaju perlahan melihat perempuan cantik mengacungkan jari ke depan. Bis itu berhenti, dan Renggani masuk. Membiarkan diri dibawa kendaraan umum itu, sejauh-jauhnya, ke kota yang jauh di mana tidak ada orang yang mengenalnya. Mungkin, di sana ia akan mendapatkan kehidupannya lagi. Renggani tahu, ia tidak akan kembali ke desa itu lagi. Juga tidak pernah tahu apa yang terjadi selanjutnya dengan para lelaki di sana.

..ooOoo..

Ki Gondolangit merapatkan kedua tangannya di depan dada, lalu menyembah dalam-dalam. Di hadapannya ukupan mengeluarkan asap putih halus, di mana petuah diterimanya. Mata tuanya menghafalkan penuturan wangsit para dewa tentang Nyi Kinarah.

Sesungguhnya, Nyi Kinarah adalah titisan kuasa dari Batari Dresanala. Ia adalah putri dari Batari Brama, penguasa api yang menikah dengan Arjuna. Dari pernikahan itu Dresanala mengandung Wisanggeni, yang diambil oleh kakeknya dengan paksa, lalu dilemparkan ke kawah Candradimuka -- tapi janin itu dengan ajaib selamat dan tumbuh menjadi pemuda. Sementara, Dresanala dibawa oleh Dewasrani, putra dari Batari Durga. Di tangan Dewasrani, Batari Dresanala mengalami penderitaan yang hebat. Dewasrani mempunyai nafsu yang tidak terpuaskan, kontolnya keras menghujam selama berhari-hari. Dresanala menjadi bahan permainan yang tidak terperi, sampai akhirnya Arjuna datang menyelamatkannya, dan Dewasrani pun terbunuh kalah dalam pertempuran melawan Arjuna.

Nyi Kinarah adalah kekuatan sakti yang timbul dari penderitaan perempuan yang dientoti laki-laki. Penderitaan karena disetubuhi putra Batara, itu sepadan dengan disetubuhi lelaki sekampung. Kekuatan itu telah lepas dan hanya bisa dihentikan oleh lelaki yang menerima titisan lingga Arjuna. Sebelum Nyi Kinarah berkembang kekuatan sepenuhnya, lebih baik ia dibunuh secepatnya, karena akan menjadi bencana bagi para laki-laki, mereka yang mempunyai nafsu pada perempuan seperti Dewasrani.

Tapi, apa daya -- kini Nyi Kinarah justru telah menghisap seluruh lelaki dewasa pemimpin desa. Mereka telah menjadi mayat hidup, yang kini hanya bekerja persis menuruti kata-kata istrinya -- para istri yang tidak tahu apa-apa tentang mengurus dan menjalankan desa.

Masalahnya lagi, Ki Gondolangit tidak tahu di mana adanya lingga Arjuna. Seperti dahulu Arjuna bisa dengan cepat pergi meninggalkan istrinya, kini ia pun tidak ketahuan di mana rimbanya. Bahkan di Kahyangan pun tidak ada.
 
Ngga apa update cepet .. biar .. pun cepet hahaha
 
semangat update suhu
 
Mantap hu, pandawa lima bisa turun tangan ke zaman modern..
Lanjut hu sampe ketemu lingga Arjuna..
 
Makasih updatenya Suhu

Kekuatan nyi kinarah hanya bisa dihentikan oleh lingga arjuna, itu dikendalikan atau dihilangkan?
Titisan sang istri dihentikan titisan sang suami, kan?
Mungkin di update berikutnya yaa
:ampun:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd