Lanjutan
Wirdan menerimanya dengan baik, sedangkan Tamara tampak masih bingung dengan voucher pemberianku itu. Singkat cerita, hari itu pulang langsung menuju restorant yang ternyata Ninda sudah datang lebih dahulu untuk melakukan pemesanan. Kami berbicara tentang rencana kami untuk memberikan kejutan pada Wirdan dan Tamara yang akan membawa Voucher, kami langsung membayar semuannya, lalu pulang. “Mas, kalo nanti anak-anak liburan ke rumah orangtuaku. Bisa lho kita makan malam romantic bertiga, biar makin panas,” ujar Ninda sambil tersenyum kami pulang berpegangan tangan.
“Mas, Mbak. Kok pulangnya lama, dari tadi aku cemas nunggu kalian lho. Makanan udah mulai dingin juga,” kata Mia yang terlihat khawatir karena pulang terlambat. “Gak usah khawatir, Mia. Mas Iwan lagi buat kejutan sama temannya itu, jadi minta bantuan aku buat kasih saran,” jelas Ninda pada Mia. “Oh gitu ya mbak, oh iya mbak. Aku mau nanya tentang bisnis makanan siang kaya Cattering udah ada yang pesen tapi baru 20 paket. Diambil gak ya?” ujar Mia menanyakan. “Ambil aja, siapa tau rezeki bayi itu, jangan ditolak lumayan bantu buat tambahan,” ujar Ninda menganggapi pertanyaan Ninda. Aku memilih mandi dikamar Mia, karena ingin membiarkan Mia diajari Bisnis oleh Ninda.
Setelah Mandi, aku makan. Ninda sudah mandi juga namun membawa makanan diruang keluarga sekalian mengajari Mia. Mia memperhatikan penjelasan Ninda dengan penuh perhatian, lalu mulai merencanakan bisnisnya walaupun ia masih diberikan order dari pemilik Cattering yang merupakan kolega bisnis Ninda. Walaupun kehidupan diluarnegeri juga memberikan peluang keuangan keluarga mebaik, tapi juga mesti berpikir dalam memenuhi kebutuhan. Singapore memiliki biaya kebutuhan hidup sukup tinggi. Terutama kami masih pendatang mesti awas mengatur keuangan.
Aku mememang berencana mengajukan Permanent Resindent untuk mempermudah segala kebutuhan kami Wirdan juga melakukan. Ketika berkerja 6 bulan, ia mengajukan Permanent Resindent dan mengajukan pinjaman ke perusahaan. Bos Perusahaan menyetujuinya dengan syarat menjadi anak perusahaan. Aku awalnya akan mengambil itu 6 bulan, namun Wirdan menentang karena akan ada pemilu, ia menyarankan untuk mengajukan 3 bulan setelah berkerja. Maka aku menyetujuinya. Aku sudah mengambil fomulirnya dan mengajukan minggu depan setelah persyaratannya lengkap. Dua jam kemudian, waktu menujukan pukul 10 malam. Mia menarikku kekamarnya. “Kenapa kamu, bahaya lho kalau jalan cepat-cepat.” tegasku kepada Mia. “Mas, udah kangen. Masa gak kangen sama aku?” ujar Mia saat memasuki kamar. Sebetulnya aku kangen menyetubuhi Mia. Satu hari saja tidak memuaskan diriku kepada istri keduaku membuatku resah. “Okay, Mia mas juga nafsu kok liat badan kamu. Apalagi ada anak mas didalamnya,” ujarku memeluknya dari belakang sambil mengelus-eluskan perutnya yang sudah membuncit.
Mia yang memakai gaun dengan lengan pendek berwaena dominan hitam dengan bitnik-bintk putih. Dengan tambahan tali coklat, membuatnya makin serasi. Aku membelai leher belakangnya. Sebelah kiri, lalu menaruh rambut panjang disebelah kanan. “Mia sayang, oh..anak-anak udah tidur? Jangan-jangan kaya kemarin tiba-tiba Raya buka pintu” ucapku menanyakan anak-anak, sambil mencium bahu dan lehernya. “Gak papa mas, udah mbak Ninda yang dongengin. Aku udah izin mau layani mas. Jadi hari ini mbak Ninda yang jaga. Tapi katanya kalo pengen, ia ikutan kok.” ucap Ninda. Aku tersenyum tanganku membuka pakaian Mia, dengan reseleting dipunggung,setelah itu aku membukanya dengan pelan-pelan, Bra dan Celana dalam dengan selimut busa menjaga posisi perut khusus wanita hamil.
Aku membuka dengan perlahan selimut busa itu, perutnya makin terlihat membuncit dengan bulu tipis. Aku membuka celana dalamnya dengan sedikit berjongkok, Mia mengangkat kakinya satu-persatu untuk membantu. Setelah celana dalamnya ku lepaskan, aku berdiri. Aku membalikan badan kehadapanku. “Nakal kamu Mia, Suamimu kamu punggungin,” ujarku sambil menyubit hidungnya. “Ah…aduh. Mas sakit tau,” ucapnya. “Mas, aku oralin ya punyamu,” katanya. Mia menunduk dan jongkok. Kedua lututnya menjadi pijakan badannya. Kedua tangannya membuka celanaku. Penis keluar, ukuran masih belum ereksi. Mia menggegamnya dan memasukan kedalam mulut.
“Ohh..Mia…oh…nik..mat..” sensasi berbeda aku merasakan ketika Mia memasukan kemaluanku kedalam mulutku. Mia mulai rajin memakinkan mulutnya dan tangan kanannya. Sedangkan tangan kiri memegangi pantatku. “Ah…Mia..Ter..us…in..oh..oh…,” ucapku menikmati permainan Mia yang semakin lama semakin cepat. Mia memainkan mulut dan tangan semakin lihai, aku tidak dapat mengunggulkan salahsatu dari istriku lebih unggul masalah oral. Meski Mia lebih dahul, Mia lebih kaku dalam memainkan tangannya tetapi mulutnya sedikit sempit memberikan rasanya berbeda. Sedangkan Ninda perlahan namun terampil melakukan Oral, dengan dia aku merasakan kenikmatan oral meski dia mengaku sulit menikmati oralan sebelum aku mengoral Vaginannya. “oh…Mia..oh….” ucapku, permainan Mia membuat Penis mulai bereaski dan naik perlahan.””HMMmph…” suara terdengar dari mulutnya. Ia tersedak, ia membuka mulutnya dan ingin berdiri mengambil air.
“Mia, kamu gak apa-apa?”tanyaku sambil ikut berjongkok. Ia mengangguk, aku masih Khawatir, “Biar mas ambilin minum buat kamu,” ucapku sambil memakai celana keluar kamar. Aku mengambil gelas dirak, Mia memiliki kebiasaan untuk tidak membiarkan barang kotor masih terlihat sebelum tidur, sehingga aku tidak melihat gelas Mia. Aku memasukan air digelas dari teko kaca. Aku kembali, Mia masih diposisinya. Aku memberikan gelas itu, “glek..glek…” suara Mia meminum air putih. Setelah selesai meminum, aku mengambil gelas dan menaruh dimeja. “Mas..hah…” ucapnya memanggilku dan mengela nafas. “Main lagi yuk?” ajaknya. Aku mengaguk dan membuka celana dan berdiri dihadapannya.
Mia memainkan dahulu, penisku yang mulai ber-reaksi dengan tangan. Sementara kepala maju, dan mejilati buah zakar.”Ah…Mia…oh…..oh…ah…ah..ka…mu…belaj..ar..oh…dari…mana?” tanyaku sambil merancau. “Aku nonton mas, aku sama mbak. Jika libur suka nonton bokep kalau anak-anak dan mas tidur siang. Aku terkejut, Mia mengerakan tanganya keatas dan kebawah. Setelah ukuran maksimal. Ia memasukan kedalam mulut,” MMph…Jleb…jleb…jleb.” bunyi Penisku yang memasuki mulut Mia, “ah…Mia…oh…terusin…oh…” ucapku. Mia mulai memainkan penisku, dan keringat mulai datang kebadan kami. Mia makin lihat, aku memegang kepala Mia dan menarik kepala dan mendorongnya kearah penisku. aku makin kenikmatan. “ah…Mia…oh….terusin…oh…oh…” ucapku. Dua puluh menit kemudian, aku sampai pada puncaknya, aku minta mia membuka mulutnya.
“Mia…buka..mulutnya…oh…oh” ucapku, Mia membuka mulutnya. Aku menyemprotkan spremaku ketubuhnya dan mulutnya. Ia menelan spermaku dan mengosokan sperma ditubuhnya ke payudara dan perutnya. Aku beristirahat sejenak, dua menit kemudian. Aku membantu Mia berdiri dan menduduknya ke kasur. Aku membuka bra, dan menidurkannya, Mia langsung memundurkan badannya dan mengambil posisi ditengah kasur. Aku menaiki ranjang, siap meyetubuhi dirinya. Aku membuka kedua kakinya, dan menyiapkan Penisku. Secara perlahan, aku memasukan penisku kedalam mulut Vagina. “Jbles..” penisku masuk kedalam Vagina. Kini aku yang mengatur permainan. “aohh..mas..” ucapnya dengan desahan yang panjang, sambil kedua tangan mengengam sprei. “oh…Mia…enak?” tanyaku sambil mengejam mata sesaat lalu melihatnya. Ia membuka mulutnya dan mendesah sangat pelan, ia menganggukan kepalanya.
Aku kembali menekan, memastikan penisku masuk kedalam Vagina. “Ah…mas…oh…teru…sin..oh…ah..ah..”ujarnya menikmati permainanku. Aku memajukan penisku masuk dan keluar dalam penisnya. “Plok..Plok..Plok…Plok…”bunyi kulit kami bersentuhan, akibatnya kami kembali merasakan kenikmatan seks untuk kesekian kalinya.
“Mas... terusin…oh…makin..nik…ah…ahkmat..”ujarnya, kini Mia tidak bisa lepas dari aku. Aku ikut mendesah..Oh..Mia…oh….enak…oh…”ujarku menikmati persetubuhan ini. Aku merebah diriku didepan mia, kami berpelukan. Meski perutnya yang buncit itu membatasi kami. Aku memeluknya dengan erat, aku bersiap memberikan hentakan kejutan.“Jbles…Plok…plok..plok.” “Ah..mas…” ucapnya, lalu selebihnya kami kembali medesah. Namun Mia lebih pelan. 1,5 jam kemudian Mia klimaks, “Mas..aku..samm..oh…pai…”ucapnya, “Sabar, 10 menit lagi. Mas juga…” ucapku. 15 menit kemudian, “crot…crot..crot..” cairan kenikmatan kami keluar, aku melepaskan penisku dari Vagina Mia. Cairan kenikmatan kami menyatu disprei. “Mas, mau kekamar sebelah ya. hah…hah…hah.. Mas, mau nambah” ucapku ternyata Mia sudah tidur, aku selimuti dan melangkah pergi. Aku membuka pintu, Ninda sudah berdiri. “Lama banget sih, sambil merangkulku. Aku juga mau.” ujar Mia. Pelukannya, menyadari Ninda sudah melakukan masturbasi. Celana cukup basah, badan berkeringat dan nafasnya terengah-engah. Aku memeluknya dan membalikan badannya, “Sekarang kamu yang puasin, Mas.” ucapku merebahkan dikasur disebelah Mia.
Aku melepaskan bajuku, lalu membuka seluruh Pakaian Ninda, “Langsung masuk aja, mas. Gak usah macem-macem.” katanya. Aku menurutinya, Penisku masih dalam ukuran maksimal. “Jbles,” dengan melebarkan sedikit kaminya aku masuk kedalam lubang Vagina Mia. “Ah…mas…Summ..pah..enak.” ujar Ninda, aku kembali menjelajahi kemaluan istriku. “ah…nik…mat…oh…pun…ya…dua..istr.i.” kataku belum selesai,Ninda menciumi bibirku.Aku ikut menciumnya, sekaligus memompa Vaginanya, 10 menit kemudian. “Mas…ah…Ninda…sampai…ah..ah…ah..”ujar Ninda. “Cress…Cress..Cress,”cairan kewanitanya membasahi batang penisku yang masuk kedalam vaginanya.
Cairan ini membantu aku untuk mempercepat permainan. “oh…mas…cepetinya…”ujarku, Ninda berucap..”Oh…i..ya..” Aku mempercepat tempo ini, “Ah….ah…mas…terusin..oh..”ujar Ninda, aku membalikkan tubuhnya, dan penisku masih di Vaginanya. Kali ini mencoba permainan dari belakang, “ah…mas…enak…”ucapnya. “iya….oh…ben…ar…enak..:”ucapku.Meski Ninda sudah melahirkan dua anakk, tiba-tiba dengan seks posisi Doggystyle aku merasai Vagina mirip milik Mia yang baru akan melahirkan. “ah..kaya…belum….ada…oh….ray…a…enak…sempit…oh..ah….ah..” ungkapku, setengah jam kemudian aku dan Ninda klimaks bersamaan. Kami tertidur, kami bangun sperti biasa. Ninda dan Aku berangkat kerja. Ninda pergi siang hari untuk kursus dan senam hamil.
Berapa hari berlalu, Wirdan kembali dengan muka semuringah. Aku tersenyum. “Bagimana makan malamnya?” tanyaku pada Wirdan yang baru saja datang setelah rapat diluar kota. “Lancar Wan, Romantis banget. Tamara juga puas,” ujar Wirdan. “Kamu dapat darimna?” tanya Wirdan, “Itu sebenarnya aku revervasi buat kamu, tak bikin Voucher.” ucapku jujur. “Gila kamu, tapi terima kasih.” tanggap Wirdan. Tamara sudah berada dikantor, dia tersenyum dan membawa tas Wirdan, “Makasih pak, atas hadiahnya.” ucap Tamara sedikit parau, Aku bingung. Makan Siang, Tamara pamit untuk mengantar ibunya dan ayahnya pulang. Ibuny dan Ayahnya menginap dihotel, karena flat Tamara dinilai terasa sempit.
“Kok Tamara suara parau gitu, dan keliatan lemes?” tanyaku. “Sebetulnya, kami melakukanya. Tamara mabuk tapi dia minta ke aku untuk seks bareng. Ya aku cinta dia, Tamara juga. Jadi kami melakukannya.” ucap Wirdan. “Lah. Masalah Desainku hanya makan malam, malah jadi kesana. Tapi ya sudahlah. Tapi Tamara hebat?” tanyaku. “Hebat…ternyata dia perawan. Pas aku bangun, dia gak ada. Ternyata ada bekas darah dikasurku. Aku bangun dia lagi siapin makanan. Mukanya sembab, akhirnya kami bicara.” ucap Wirdan bangga. Aku terkejut, Tamara diperawani bosnya, tetapi ku pikir tidak apa-apa, kalo aku pernah melakukanya. Aku bisa menerima tindakan Wirdan terlebih yang terjadi pada dia sebelumnya.
Aku terdiam sejenak, “Lalu gimana Tamara, dia juga masih muda dan baik sama loe. Loe gak mainkan dia kan?” tanyaku. “Gaklah, satu sisi gw sayang sama dia. Gw bakal nikahi dia, lagian kita juga udah deket berapa bulan ini.” ujarnya aku lega, mendengar pernyataan dari Wirdan itu. Ia akan menikahi Tamara. Sejujurnya aku takut, Wirdan mendekati Tamara hanya karena untuk melupakan Cindy. Waktu makan siang, hampir usai. Kami sepakat untuk pergi ke kantin untuk makan.
Perlahan Tamara mengambil jarak dengan Wirdan, 3 hari kemudian dia meminta pengunduran diri, Wirdan menerimanya. Awalnya ia cukup optimis bakal menikahi Tamara, akhirnya Tamara memilih meninggalnya. Aku meminta maaf, Wirdan mengatakan ini bukan kesalahanku. “Bro, loe gak salah. Gw yang salah, harusnya gw ngerti harus jaga perasaan Tamara.”ujar Wirdan ia bertekat untuk mendapatkan Tamara bagimana pun caranya. Kami berusaha mencari Tamara,tetapi belum ada hasil. Setelah 1 bulan mencari, kami pun berhenti, karena pekerjaan kami.
Bersambung