Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

------------------------------------------------------

Cerita 101 – BinOr Tetangga Kamar Kosk
u

Ini pengalaman ketika aku masih bujang.. saat itu umurku mungkin sekitar 23 tahun.
Aku kost di sebuah tempat yang memang diperuntukkan hanya untuk anak kost.

Ada sekitar 20 an kamar berjejer terdiri atas dua bangunan bertingkat 2.
Penghuninya campur antara yang bujangan dan yang berkeluarga.

Kebetulan kamarku ada di lantai bawah yang menurutku punya fasilitas paling komplet..
– maksudnya bisa jemur pakaian di belakang kamar..– karena ada lorong terbuka yang tersisa di belakang bangunan yang aku tempati itu.

Dari lorong ini pulalah kisah ini berawal.
Tetangga sebelah kiri dan kanan kamarku adalah pasangan yang berkeluarga.
Ada bapak dan bu Evi –karena anaknya namanya Evi..– keluarga dengan satu anak perempuan di sebelah kiri kamarku.

Dan keluarga mas Anto dan Mbak Diah –begitu aku memanggil mereka..–
di sebelah kanan kamarku. keluarga muda dengan satu anak perempuan juga yang berumur sekitar 2 tahunan.

Aku tidak begitu kenal dengan tetangga lainnya karena memang sangat jarang bertemu.
Umumnya mereka mengurung diri di kamar.. entah apa kegiatan mereka.

Aku sendiri bujangan yang baru mulai bekerja pada sebuah perusahan yang cukup bonafid.
Hari hariku biasanya aku habiskan pergi sama teman teman, itu sebabnya aku jarang berinteraksi dengan tetangga kostku.

Bu Evi orangnya kecil mungil.. kulit hitam manis tapi punya toked yang agak berlebihan..
sehingga kalo lama diperhatikan seperti menantang –dasar mupeng..–

Sedangkan Mbak Diah.. punya perawakan sintal.. kulitnya putih bersih..
wajahnya juga sangat mempesona.. –masuk kategori cantik..– ramah dan banyak senyum.

Aku sendiri sering dapat senyumannya.
Nggak tahu kenapa aku sering cari kesempatan untuk bertemu muka biar kecipratan senyum manisnya.

Aku sendiri cukup akrab dengan mas Anto karena kantor kami bersebelahan. Mas Anto bekerja sebagai Sekuriti.
Seringkali aku diminta bantuan sama Mbak Diah untuk jagain si kecil Endah kalo dia lagi sibuk dengan pekerjaan rumahnya..
dan aku dengan senang hati melakukannya.

Sebagai imbalan biasanya aku nitip cucian barang sepotong dua potong.
Merekalah dua wanita yang menjadi topik ceritaku nanti.
----------------

Episode Mbak Diah


Pada suatu hari aku pulang malam sekitar jam 2-an.. aku ingat sekali itu malam Minggu sehabis jalan sama teman-temanku..
aku bermaksud mengambil jemuran di belakang kamar yang sore tadi dicuciin sama Mbak Diah.. takut kena hujan nanti bau.

Aku merasa ada yang tidak biasa.
Di depan pintu kamar belakang Mbak Diah aku melihat sepasang sandal yang aku yakin bukan punya mas Anto.

Penasaran.. aku balik ke depan mencari motor mas Anto..
hanya ingin memastikan kalo mas Anto benar tidak di rumah karena setahuku hari itu mas Anto tugas malam.

Dan benar dugaanku.. motor mas Anto tidak ada di tempatnya.
Segera aku berbalik lorong belakang. Aku mencoba mencari celah untuk mengintip ke dalam kamar Mbak Diah.

Tapi usahaku sia-sia karena terhalang dinding dapur.
Hanya saja aku sempat mendengar lapat-lapat desahan nafas dan sayup-sayup suara erangan..
sehingga aku yakini sedang terjadi sesuatu di dalam sana.

Aku kembali ke kamarku menunggu. Dengan suasana hati yang tak menentu..
aku hanya berharap tahu siapa gerangan pemilik sandal yang telah mengisi malam sepinya Mbak Diah.

Aku tak beranjak jauh dari pintu belakang kamarku dan sengaja kubuka sedikit..
sehingga masih bisa mengintip ke arah pintu belakang Mbak Diah.

15 menit berlalu.. aku mendengar bunyi daun pintu berderit..
meskipun sangat pelan tapi cukup membuatku segera mengambil posisi yang telah kupersiapkan.

Aku melihat sosok Mbak Diah keluar.. kemudian melihat kiri kanan.. mungkin memastikan keadaan aman.
Setelah itu kulihat dia memberi kode ke dalam.. maka keluarlah sesosok lelaki yang sangat aku kenal..

Pak Evi.. tetangga sebelahku..! Haodohhh..!!
Aku tersurut kaget benar-benar tidak menyangka dan setengah tidak percaya dengan apa yang kusaksikan.
Setelah keadaan tenang aku kembali ke tempat tidurku. Ada skenario dalam kepalaku. Dan aku pun tersenyum sendiri.

Keesokan harinya seperti biasa aku telat bangun.. maklum hari Minggu.
Masih terbayang peristiwa semalam dan rencana yang telah kususun.

Aku bersemangat bangun dan langsung menuju lorong belakang..
aku berharap ketemu Mbak Diah di belakang.. tapi aku harus kecewa. Mbak Diah nggak kelihatan bayangannya.

Hmm.. Tapi tak apalah.. masih banyak waktu. Pikirku.

Dan aku segera menyambar handukku masuk kamar mandi sambil bernyanyi kecil.
Habis mandi aku bermaksud membuang waktu dengan duduk di beranda kamarku..
ngopi dan sekalian melihat keadaan tetangga-tetanggaku.

Heran aku juga tidak melihat bu Evi hari itu.
Selang beberapa saat kulihat Mbak Diah datang.. rupanya dia baru habis belanja di warung.

“Eh dik Hadi .. udah bangun ya..?” Sapa Mbak Diah ramah seperti biasanya.
“Iya mbak, mas Anto masih tidur..?” Tanyaku balik.
“Iya dik, mas Anto baru pulang pagi, kan tugas malam..” katanya menerangkan

“Oh iya.. mbak gak ada acara nyuci hari ini..? Nitip doong..“
“Boleh.. tapi ntar ya abis masak.. tapi jagain Endah ya..”
“Siip..!” Kataku.

Aku pun mengambil alih Endah dari Mbak Diah.
Aku setelkan dia lagu anak-anak dari DVD portableku.. maka Endah pun bernyanyi-nyanyi sendiri di kamarku.

Selang beberapa lama kudengar Mbak Diah memanggil lewat pintu belakangku.
“Dik Hadi.. mana cuciannya..!?”
“Itu mbak yang di belakang.. udah tak rendem dari semalem..!” Sahutku menimpali.

Aku segera beranjak ke belakang.. saatnya memulai rencana.
Perlahan kudekati Mbak Diah. Memberi kode agar dia mendekat. Mbak Diah menghampiriku.

“Semalam aku melihat sesuatu di sini..” bisikku. Sengaja membuatnya terkejut.
Dan reaksinya memang seperti yang kuharapkan.

Diapun lebih mendekat. “Lihat apa..?” Mbak Diah ikutan berbisik.
“Ada deh..” godaku.

Terlihat langsung merah padam mukanya Mbak Diah. Tapi dia segera menguasai diri.
Dia taruh telunjuknya di atas bibir. “Nanti aja diomongin..” bisiknya lagi. “Siip..!” Kataku sambil mengangkat jempol.

Aku memulai khayalanku di tempat tidur dengan perasaan menang.. yakin akan mendapat sesuatu.
Pikiranku sedemikian jauhnya.. sampai tak sadar aku tertidur dan lupa makan.

Tok.. tok.. tok..! Setengah sadar aku mendengar pintu kamarku diketok.
Aku bangkit dari tempat tidur.. dan yang pertama kurasakan adalah perutku yang minta diisi.
Kulirik jam bekerku.. Aah.. rupanya sudah jam setengah tiga.. pantesan.

Tok.. tok..! Kembali kudengar pintuku diketok.
Aku bergegas membuka pintu.. kiranya Mbak Diah yang sedaritadi mengetok pintu.

“Ya mbak.. ada apa..?” Tanyaku.. setelah kubukakan pintu kamarku.
“Ini mau nganterin makanan.. tadi mbak masak lebih.. mbak liat daritadi kamu gak keluar rumah.. pasti belum makan..”
katanya sambil mengulurkan sepiring nasi.. komplet dengan lauknya.

“Iya juga mbak.. aku ketiduran. Mas Anto udah bangun..?” Tanyaku lagi.
“Udah tuh .. lagi pergi sama Endah ke rumah temennya..”

“Ooh.. berarti udah aman ya..” kataku sambil mengedipkan mata.
“Kamu itu bikin mbak penasaran.. memang liat apa semalem..?” Katanya masih berpura-pura.

“Ntar.. aku cuci tangan dulu. Tak ceritain sambil makan ya..?”
Aku bergegas menaruh makanan di meja kecil di beranda dan masuk untuk cuci tangan.. kubiarkan Mbak Diah penasaran menungguku.

“Ayo ngomong.. liat apa semalem..!?” Mbak Diah langsung menyerangku begitu aku muali menyantap makanan.
Aku hanya senyum senyum sambil ayik menghabiskan makananku.

“Cepetan dong.. ntar mas Anto keburu pulang..” pintanya memelas.
Akhirnya aku pun menceritakan apa yang kulihat.. termasuk mengetahui siapa adanya lelaki pemilik sandal.

Lama Mbak Diah terdiam sampai akhirnya..
“Di, kamu bisa pegang rahasia ini kan..? Mbak gak mau mas Anto sampai tahu. Kamu pasti tahu akibatnya buat mbak..”
lagi-lagi dia meminta dengan memelas.

“Tenang aja mbak.. aku bisa jaga rahasia kok. Tapi aku juga bakal minta sesiuatu dari mbak..” jawabku tenang.
“Kamu jangan memeras mbak ya.. kamu kan tahu mbak nggak punya uang ..”

“Aku nggak minta uang kok..” selaku.
“Terus kamu minta apa..?” Mbak Diah makin penasaran.

“Aku minta sesuatu yang mbak punya dan bisa kasih..” kataku sambil memberi kode ke arah dadanya.
“Hah..!? Kamu mau sama mbak..?” Serunya terkaget.

“Kenapa..? Mbak nggak mau ngasih..?”
“Bukan gitu.. mbak kan udah punya anak.. emang kamu mau..?”

“Ah.. aku kan pingin yang berpengalaman..” kataku cekikikan.
“Hmm.. iya deh.. kalo itu mbak bisa kasih. Tapi jangan dipaksain ya. Liat keadaan.. jangan sampai mbak celaka..”

“Oke.. aku juga pasti menjaga mbak kok.. Tenang aja..” ujarku menenangkannya.
“Eh, omong-omong bu Evi ke mana..? Koq pak Evi-nya bisa lepas..?” Tanyaku pingin tau.

“Ooh biasa.. tiap Sabtu mbak Evi nginap di rumah orangtuanya..
karena harus gantian ama saudaranya jagain orangtuanya yang udah tua..” jelas mbak Diah.

“Ouw.. itu sebabnya ya.. he.. he..“ aku mulai ngeh.
“Iya.. biasanya Sabtu dianterin sama pak Evi.. Minggu dijemput lagi..” imbuh mbak Diah lagi.
“Ngerti deh..” kataku sambil mengejapkan mata.. dan Mbak Diah pun tersenyum malu.

“Ntar malam mas Anto shift malam lagi gak..?” Tanyaku to the point.
“Iya.. kenapa..? Kamu mau ntar malem..?”
“Kalo boleh sih..”

“Liat keadaan ya..”
“Oke mbak..” balasku singkat.

Begitulah akhir dari transaksiku.. aku tinggal menunggu hadiah yang dijanjikan tiba.

Waktu yang kutunggu pun tiba.. dari balik pintu kamarku aku mendengar deru motor mas Anto menjauh..
dan Mbak Diah berdiri di beranda.. melepas suaminya berangkat kerja.

Setelah motor gak terlihat aku keluar kamar. Mbak Diah menoleh ke arahku sambil berbisik..
“Endah belum tidur.. ntar mbak kasih kode..” sambil menganggukkan kepala.. aku pun mengerti.

Menunggu sekitar 30 menit kudengar tembok diketok.. Inilah kodenya.. pikirku..

Aku lantas bergegas ke arah belakang. Aku tidak mau kecolongan seperti pak Evi..
jadi kudekati pintu belakangnya mbak Diah tanpa sandal.. he..he.. langsung kubuka pintu perlahan.. yang ternyata tidak terkunci.

Jglerr..! Pemandangan yang disuguhkan di dalam kamar sungguh membuatku terpana..
Mbak Diah tiduran di tempat tidur dengan mengenakan baju tidur yang amat tipis..

Ikatan tali di pinggangnya tak cukup menutupi dadanya yang terbuka tanpa mengenakn BH..
Sehingga terpampanglah belahan bukitnya yang indah.

Aku sudah sering melihat belahan dadanya ketika sedang menjemur pakaian ataupun menyapu di halaman..
tapi malam ini sungguh sangat menggairahkan.

Mbak Diah hanya tersenyum. “Sudah puas melihat ini..?” Katanya sambil menunjuk ke arah dadanya
“Mungkin aku harus memegangnya..” gurauku sambil mendekat.

Langsung saja kubuka bagian atas bajunya dan langsung kunikmati dada montok yang telah menantiku itu.
Pelan kuremas bungkahan montok di dadanya.. sementara bibirku mencari cari putingnya yang lain.
Aku puaskan diriku menciumi buah dada Mbak Diah.. sementara diapun mulai merintih pelan.

“Di.. aku pingin liat barangmu..” bisiknya di sela-sela pergumulan kami.
“Penasaran ya..?” Kataku bercanda.

“Mmmh..” tangan Mbak Diah langsung meluncur ke arah selangkanganku..
dia berhenti ketika menggenggam penisku dari balik celana yang masih kupakai.

Ctap.. ctap..! Digenggamnya beberapakali.. mungkin membanding-bandingkan milikku dengan suaminya atau pak Evi.

“Hmm.. Kayaknya gede juga ya..” katanya
“Kalo mau liat aslinya buka aja mbak, aku gak keberatan kok..” kataku mengimbau.

Mbak Diah langsung membalik posisi.. dia di atas menindihku.. kemudian sedikit demi sedikit menurunkan wajahnya ke arah perutku.

Akhirnya mencapai tonjolan selangkanganku.. dia meraba dengan halus..
membuatku jadi merinding dan tentu saja adek kecilku langsung melonjak.

Dia mulai menggenggam perlahan dan seperti sangat menikmati..
Perlahan disingkapnya celanaku.. tanpa basa-basi penisku melonjak keluar.

Mbak Diah tersenyum ke arahku.. mulai diciumnya penisku.. Pertama dengan ujung hidung.. kemudian berlanjut dengan bibirnya.
Aku serasa meledak mendapat perlakuan sopan seperti itu.

Perlahan bibir Mbak Diah terbuka.. diarahkannya kepala penisku ke mulutnya.. pintar sekali dia mebuatku melayang.
Sekarang penisku sudah sepenuhnya dalam kulumannya..

Erghhh.. Terasa jilatan lidah Mbak Diah sesekali menyentuh ujung penisku.. aku sudah lupa diri.
Tiba-tiba dikeluarkannya penisku dari dalam mulutnya. Ahh.. aku langsung sadar kembali.
“Besar juga..” bisiknya melaporkan hasil ‘survei’ kulumannya. Hehe.. Aku hanya tersenyum puas dengan ucapannya.

“Mbak.. buka dong..“ aku mengajuk.
“Sabar sayang.. kita banyak waktu koq..”

“Iya mbak.. tapi aku dah mau meledak nih..” balasku. Mbak Diah tertawa kecil mendengar kataku.
“Kamu yang buka ya..” ujar mbak Diah dengan nada manja.

Huftt.. Sekali lagi aku membalik posisi.. kali ini mbak Diah tiduran dengan pemandangan indahnya.
Aku mulai membuka baju tidurnya perlahan.. sambil sesekali mengecup puting mbak indah yang sudah sedemikian menantangnya.

Aku hanya mendengar desahan desahan yang semakin membangkitkan nafsuku dari bibir Mbak Diah.
Sekarang yang tampak adalah tubuh tanpa sehelai benang yang siap menantiku.

Aku terus melanjutkan gerilya mulutku di sekujur tubuh Mbak Diah,.
Tanganku mulai melepas celanaku dan langsung kulemparkan tanpa peduli jatuh di mana.

Slepp.. slepp.. Kugesekkan penisku di selangkangan Mbak Diah.
Kali ini aku sengaja mengulur waktu.. bermaksud membuat Mbak Diah penasaran.

Pinggul Mbak Diah mulai bergerak liar. Tampak dia berusaha mencarikan lubang untuk penisku yang kini sangat tegang.
“Ayo Diii.. Masukin sayang.. mbak udah nggak tahan..”

“Bantuin dong mbak..” kataku pula.
Maka.. tanpa disuruh duakali.. mbak Diah mulai mencari penisku lagi, setelah dalam genggamannya,.
dia mulai mengarahkannya ke liang kenikmatannnya.

Aku mengimbangi dengan melakukan sedikit penekanan. Plestt.. splett.. Erghhh.. Agak susah masuknya.

“Kok susah masuknya mbak..?” Tanyaku penasaran.
“Punyamu kegedean.. mmmh .. Pasti nikmat nih..” dia mendesis penuh nikmat.

Akhirnya dengan bantuan tangan Mbak Diah.. blessepp.. penisku mulai memasuki liang vaginanya Mbak Diah yang hangat dan basah.

Aku tidak mau terburu-buru.. jadi kugerakkan perlahan penisku dalam vaginanya Mbak Diah sambil menikmati setiap gesekannya.
Desahan Mbak Diah juga memberi sensasi tersendiri.

Mbak Diah pun selalu memberi gerakan pinggul yang menambah kenikmatan yang kurasakan malam itu.
Aku bertahan dengan gaya itu beberapa saat sampai akhirnya…

“Aduh Diii.. mbak mau keluar.. kasih mbak keluar dulu ya..” katanya tanpa memberi kesempatan aku untuk menjawab..
tangan Mbak Diah menekan pinggangku sampai seluruh penisku terisap ke dalam vaginanya..
dia terus meracau tak jelas.. tapi aku tahu dia sedang dalam puncak puncaknya.

Aku merasakan dinding vagina Mbak Diah berdenyut-denyut seperti mencengkram penisku kuat-kuat dan erat.
Aku biarkan dia menikmati sesaat sampai pegangan di pinggangku agak kendor.

“Maaf ya Di.. mbak gak tahan. Habis penismu enak banget.. vagina mbak rasanya penuh loh..” ungkap mbak Diah.
“Gak apa mbak.. kan bisa diulang..” uajrku membesarkan hatinya.
“Pasti mbak layani.. Mbak bikin kamu puas Di. Lagian penismu enak..” balasnya lagi.

Begitulah.. malam itu kami melanjutkan petualangan.. ternyata Mbak Diah tipe wanita yang agak hyper.
Malam itu dia keluar sampai 7 kali.. sementara aku dapat 2 kali.

Dari dia pula aku tahu kalo mas Anto tidak begitu kuat di ranjang..
paling hanya bisa memberinya sekali sementara Mbak Diah punya keinginan lebih dari itu.

Sedangkan dari pak Evi katanya dia bisa dapat 2 sampai 3 kali meskipun penisnya tidak sebesar punyaku.
Aku puas malam itu dan kembali ke kamar dan tertidur pulas sampai pagi.
--------------------------------------

Episode bu Evi

Mungkin
karena kelelahan atau terlalu puas.. akibat ‘olahsetubuh’ dengan mbak Diah.. pagi itu aku bangun agak terlambat.
Aku mandi dengan terburu buru. Dengan hanya handuk melilit tubuh aku ke belakang kamar mencari pengganti CD..
tak peduli keadaan sekeliling aku ganti CD di belakang kamar.

Tiba tiba.. aku mendengar suara seorang perempuan menjerit.
Rupanya bu Evi baru keluar dari kamarnya dan hendak menjemur pakaian kaget melihatku telanjang.

Aku juga kaget, handukku jatuh dan CD yang mau kupakai baru sebatas lutut.
Lama tertegun.. aku lupa kalau penisku masih bergelantungan.

“Maaf bu, kirain gak ada orang..” kataku nyari alasan.
“Iya.. iya.. tapi kok gak buru-buru ditutupin..? Mau pamer ya..?” Ledeknya.

Wah.. aku tersentak dan langsung merapikan celana dalamku. Untung bu Evi gak marah.. dan malah menggodaku.

“Anu bu.. aku kesiangan.. jadi gak konsen, maaf ya bu..” kataku lagi
“Gak apa-apa.. mbak juga gak nyangka dapat pemandangan gituan pagi-pagi..” katanya tersenyum sambil menatap ke arah penisku.

Aku jadi kepingin iseng menggoda.. maklum aku juga suka dengan body bu Evi yang selalu mengundang.. terutama toketnya.
“Kalo mau.. bukan cuma pemandangan yang bisa dinikmati.. barangnya juga bisa kok..” kataku mulai speak spek iblis.

“Yee.. Udah sana ntar telat kerjanya..” Katanya mengingatkan.
Ternyata dia gak marah. Dan menurut feelingku kayaknya dia ada minat dengan penisku setelah apa yang disaksikannya.

Aku bergegas masuk kamar dan cepat cepat berpakaian sekenanya, sebelum berangkat aku mencoba mengisengi bu Evi sekali lagi.
“Ntar dilanjutkan ya mbak..?” –Aku mulai memanggil mbak..– kataku sambil melongokkan kepala dari pintu kamarku.
“Hus.. cepat kerja sana..!” bu Evi memonyongkan bibirnya sambil tersenyum manis.. dan menurutku itu sangat menggoda.

Aku gak konsentrasi di tempat kerja, bayangan godaan bu Evi gak bisa lepas dari otakku.
Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan, aku minta ijin bosku untuk pulang dengan alasan nggak enak badan.
Aku hanya ingin segera menyelesaikan urusanku dengan bu Evi.

Memasuki rumah kost, yang pertama kucari adalah motor pak Evi.. meskipun aku tahu dia biasa kerja pagi tapi aku harus memastikan.
Yakin aman, aku masuk kamar dan langsung membuka pintu belakangku.

Sepi.. Jam jam segini orang sedang kerja, kalaupun di rumah paling mengurung diri di kamar..
Mbak Diah pasti masih ngurus suaminya yang baru bangun habis kerja malam.

Aku melangkah ke pintu belakang bu Evi.. perlahan kuketuk pintunya.
Dan aku juga sudah menyiapkan alasan jika hal yang tidak diinginkan terjadi.

Pada ketukan kedua aku mendengar langkah kaki mendekati pintu.
“Ada apa dik Hadi..?” Tanya bu Evi dengan tersenyum.
“Itu.. mau melanjutkan yang tadi..” kataku melanjutkan niatku.

“Kamu nekat ya..!? Pasti bolos ya..?” Cecarnya tapi dengan suara berbisik.
“Kan udah janji..” aku menyahut bodoh-bodohan.. hehe..

“Kamu serius..?” Tanyanya seperti tidak percaya.
“Ya iyalah. Masa’ nggak..?” Aku sudah kepalang menjawab.

Bu Evi memperhatikan sekeliling. “Masuk sini.. nanti diliat orang..” katanya setengah berbisik.

Aku berjingkrak gembira. Ternyata apa yang aku pikirkan tidak meleset.
Bu Evi memberi jalan kepadaku. “Sssst.. jangan keras-keras. Evi lagi tidur..!” Bisiknya khawatir ada yang mendengar.

“Kamu mau apa..?” Tanyanya retoris.
“Kan mbak udah ngerti.. masa’ dijelasin lagi..?” Kataku nyengir.

Lama bu Evi terdiam. Tapi akhirnya dia tersenyum lagi.
“Rahasia kita berdua ya.. jangan sampai orang lain tau..” katanya.
“Iyalah mbak .. masa’ aku mau bikin perkara..!?” Ujarku menegaskan.

“Sama. Ingat.. ini cuman buat senang-senang saja.. tidak ada perasaan. Aku nggak mau dipaksa paksa ya..” ujarnya menyatakan syarat.
“Ya mbak.. saya setuju..” balasku senang.

Dengan demikian mulailah petualangan baru dengan bu Evi hari itu.
Sejak lama aku mengagumi toket bu Evi ini.. maka tak kusia-siakan hari itu untuk menikmati sepuasnya.

Aku menyusu seperti anak kecil.. hanya bedanya diiringi dengan desahan-desahan kecil penuh nikmat bu Evi.
Oughh.. Tubuh hitam manis itu sudah kumiliki sekarang.
Aku membenamkan wajah ku di belahan toket bu Evi. Kunikmati aromanya.. Ahh.. aku sangat bergairah. Begitupula bu Evi.

Kami telah telanjang bulat dan aku bersiap mencari akhir dari permainan ini. Dan genjotanku selalu mendapat perlawanan dahsyat.
Bu Evi ternyata bertahan cukup lama.. beda dengan Mbak Diah. Lubang memeknya terasa lebih lengket.. tidak terlalu banyak cairan.

Yang lebih dari memek bu Evi ini.. adalah aku merasa penisku susah dicabut..
Seperti ada yang menyedot serta mengenyot-kenyot dari dalam liang memeknya.. Ahhh..
Ditambah lagi senyum bu Evi pun tak henti-hentinya terpampang.

“Aku di atas ya..” tiba-tiba dia menghentikan gerakanku.
“Kamu diam saja.. nikmati saja ya..” katanya memberi arahan.. kubalas hanya mengangguk.

Sekarang dia yang di atas. Diarahkannya memeknya ke kontolku yang tegak menantang.

Bu Evi mulai dengan gayanya sendiri.. kakiku diluruskannya dan meninggalkan penisku tegak terpancang.
Selanjutnya.. dengan perlahan dia mengangkangi penisku.

Dengan bantuan tangannya dimasukkannya kembali batang penisku ke dalam vaginanya..
Slebbb.. blessepp..! Pelan sekali penisku menggelusur memasuki lorong memeknya habis sampai ke pangkal.

“Nghhhhh..” Dia mendesah. Aku merasa ujung penisku ada yang mengganjal. Mungkin mentok. Pikirku.
Kembali bu Evi tersenyum. Perlahan dia mulai bergerak naik-turun.. memompakan selangkangannya menumbuki tiang pancang penisku.

Aku meremas toketnya dan mengisap pentilnya dengan rakus.
“Dikkhh.. kontolmu besar.. keras banget..!” Dia terus menggelinjang di atas tubuhku.

“Enak mbak..?” Tanyaku iseng.
“Enak Mas.. entotin aku terus Mas..”

Kini kupegang pinggangnya yang ramping dan menyodokkan kontolku dari bawah dengan cepat.
Dia mengerang saking nikmatnya. Keringatnya menetes membasahi tubuhku.

Dengan liar dia kemudian mengenjot tubuhnya naik-turun. Terlihat toketnya yang montok bergoyang mengikuti enjotan badannya.
Dalam posisi begini aku dapat memandangi seluruh tubuhnya sekarang.

Toket besarnya ikut naik-turun mengikuti irama gerakan pantatnya. Hanya beberapa menit aku bertahan seperti itu.
Aku merasa penisku panas dan terasa laharku sebentar lagi akan menyembur.

“Mbakhh.. ehh.. ehh.. aku udah mau keluar..” aku memperingatkan di sela dengusanku.
“Ahh.. ahh.. iyah sayanghh.. ohh.. aku juga mau.. K-kitahh sama sama yahh..” balasnya.. di antara nafas bu Evi yang mulai memburu.

Dia makin mempercepat gerakannya.. dan aku berusaha menahan sekuat tenaga agar tidak muncrat duluan.
Aku ingin memberi kesan bahwa aku tidak kalah dari dia.

Aku kaget ketika bu Evi menghempaskan tubuhnya ke atas dadaku sambil berkata.. ”Akkhhu kelluarrhh.. aku keluarhh.. hhhh..”
diiringi dengan dekapan ke tubuhku yang sangat erat dia mengejang dan berkelejat beberapakali melepas nikmat orgasmenya.

Dan aku berniat segera menyusulnya.
“Mbakhh .. akkhhu mau kellluar..hhh..” aku bermaksud mencabut penisku tapi dia menahanku.

“Nghh.. leppashh di-ddalam saja sayanghh .. aku mau merasakan kehangatan sperma kamu..hhh..”
katanya sembari mendesah nikmat mengatur napas.

Langsung kutarik wajah bu Evi.. kulumat bibirnya..
sementara di bawah sana penisku mulai memuntahkan isinya dalam memek bu Evi. Crott.. crott.. crott.. crott..

Dia benar-benar tahu apa yang harus dilakukan. Dia memutar pantatnya seperti hendak menguras habis isi penisku.
Aku tersenyum puas dalam lemas.. usai menguras isi penisku. “Makasih mbak.. mbak hebat sekali..” bisikku memujinya.

“Kamu juga hebat sayang.. kamu memberiku kepuasan yang berbeda hari ini. lain kali mbak boleh minta kan..?”
Balasnya sembari membelai penisku.
“Dengan senang hati mbak..” jawabku sambil memberi kecupan di bibirnya.

Aku mengakhiri hari itu dengan senyuman dan beristirahat dengan lelap.
Bahkan aku bermimpi membawa kedua wanita tetanggaku ke dalam kamarku.. lalu kami main bertiga.

Aku jalani kehidupan seks dengan dua wanita tetangga sekitar satu tahunan lebih.
Dalam seminggu aku bisa bermain 3 sampai empatkali.
Jadwal yang baik mebuat mereka tidak tahu satu sama lain kalau aku mengencani dan ngentotin mereka berdua.

Mbak Diah yang putih.. cantik dan hyper.. memberiku kebanggaan sebagai lelaki.. karena dia sering memberiku pujian atas permainanku.
Sedangkan bu Evi selalu memberiku kenikmatan lebih saat kami bercinta..
memeknya yang hangat dan kering serta sedotannya tidak kudapat dari wanita manapun.

Satu per satu mereka pindah dari tempat kost yang banyak memberi kenangan.
Keluarga bu Evi pindah terlebih dahulu karena membeli rumah saudaranya dengan harga murah..
dan sekarang tinggal lebih dekat dengan keluarganya.

Sedangkan keluarga Mbak Diah menyusul dua bulan berikutnya karena mas Anto membeli rumah di sebuah kompleks perumahan.
Namun demikian kami masih tetap berkomunikasi.. bahkan sesekali melakukan pertemuan diam diam..
dan melanjutkan petualangan kami. Hanya saja tidak bisa sesering ketika masih bertetangga.

Sekian dulu ya kawan ceritaku.. lain kali aku juga pingin cerita tentang petualangan lanjutan..
Baik dengan bu Evi ataupun Mbak Diah.. yang kayaknya seru untuk diceritakan.

Aku tutup cerita ini yaa.. karena tanganku sudah pegal ... Hehe.. C U.. (. ) ( .)
-----------------------------------------------------------
 
Boleh dong ceritain mimpinya... Biar lebih hot lagi bisa threesome sama tetangga.
 
Teruskan hu. Emang rumout tetangga selalu lebih hijau dan menantang untuk di garap
 
Bakal lebih keren nih klo dibuat indeks di pejwan. thanks gan, mantul ceritanya
 
Bimabet
Ibarat makan, membaca cerita kompilasi ini sampai kenyang sekali.
Lanjutkan hu....dinanti cerita cerita yg unik.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd