Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

Cerita 64 - Yang Tak Kusangka

Ci Ana

Aku punya seorang tetangga yang tinggal di seberang rumah.
Namanya Ana, dan kupanggil Ci Ana, karena ia seorang wanita keturunan Chinese.

Sebenarnya aku tidak suka pada gaya dan cara hidupnya yang menurutku ‘ngegampangin’ apa-apa.
Ia suka memandang ringan pada semua hal. Termasuk hubungan dengan tetangga sekitarnya.

Ci Ana ini sudah menikah dan punya anak satu, Rachel namanya.
Wanita tetanggaku ini memang orang yang bertipe mudah bergaul dan ia gampang akrab dengan siapa saja, termasuk dengan isteriku, Rini.

Kadang aku muak bila Ci Ana ini sering memanggil orang dari kejauhan seperti memanggil seekor anjing.
Tapi tidak apalah, pikirku, mungkin udah jadi kebiasaannya. Kalo denganku, aku sengaja tidak mau akrab. Entah kenapa.

Mungkin karena aku tidak mau bergaul dengan sembarang orang atau karena memang aku tidak suka dengan tetanggaku yang tergolong baru pindah sekitar dua bulan yang lalu itu.

Sekitar seminggu yang lalu, saat hendak berangkat ke kantor aku tanpa sengaja menengadah
dan memperhatikan seseorang berjalan mendekati isteriku yang akan naik mobil kami.

Kebetulan saat itu aku sudah ada dalam mobil dan hendak menginjak pedal gas.
Ternyata si Ci Ana. Kebetulan ia hendak pergi ke arah yang berlawanan.

Waktu lewat, kulihat ia mengenakan kaos hadiah dari produk cat ‘CATYLAC’ dengan tulisan merah..
Wuihh.. kaosnya itu amat tipis dengan warna dasar putih.
Buah dadanya itu lho. Tidak kusangka ia punya payudara yang besar. Kayaknya lebih besar dari punya isteriku.

Sepanjang perjalanan ke kantor, badanku terasa panas dingin memikirkan payudaranya itu.
Oh.. andaikata aku punya kesempatan.. aku ingin tidur dengannya.. atau paling tidak kalo dia tidak mau, aku akan memaksanya.
Aku ingin menikmati payudaranya..!

Orangnya memang cantik, tinggi dan putih. Walau berkacamata, dapat kulihat wanita itu kelihatannya memiliki gairah seks yang tinggi.
Entah hanya khayalanku saja atau memang demikian adanya. Rupanya kesempatan itu akhirnya datang juga.

Dua hari yang lalu, saat lingkungan tempat tinggal kami sedang sepi, terjadilah hal yang tidak kusangka-sangka.
Saat aku pulang beristirahat pada sekitar pukul dua belas, seseorang wanita memanggilku.

Waktu itu aku hendak menutup dan mengunci pintu pagar. “Win..! Sini bentar, Win..!” Serunya memanggilku.

Ternyata Ci Ana. Kudekati dia di pintu pagar rumahnya lalu aku bertanya padanya dengan hati dag-dig-dug tak karuan.
“Ada apa Ci..?” Tanyaku.

Sambil membuka pintu pagar ia menjawab.. “Masuklah dulu.. ada sesuatu yang hendak aku bicarakan..”
Tanpa bertanya lebih lanjut, aku mengikutinya masuk ke dalam rumah –tentunya setelah pagar itu aku tutup dan kunci..–

Di ruang tamu, aku kemudian duduk dengan perasaan deg-degan. Sementara ia berjalan masuk ke kamarnya.
Beberapa menit kemudian ia muncul dengan membawa sebuah kotak berukuran sedang.

“Aku mau tanya ini, Win.. kamu ‘kan pintar bahasa Inggris. Terjemahin ya, untuk aku.
Kotak ini isinya kamu lihat sendiri aja deh..” ujarnya dengan wajah bersemu merah. Entah kenapa.

Kuraih kotak dan kertas yang berisi petunjuk tentang cara pemakaian benda di dalamnya.
Kotaknya memang masih terbungkus rapi. Saat kubuka bungkusnya, aku kaget bukan kepalang.

Tidak pikir benda apa, eh tidak tahunya itu alat kelamin pria.. alias penis palsu..
terbuat dari semacam plastik atau karet tepatnya.. yang dapat digerakkan sesuai dengan kemauan pemakainya.
Alat itu harus menggunakan arus listrik. Setelah kubaca petunjuknya, lalu kujelaskan pada Ci Ana.

“Ci.. daripada Cici pakai alat ini, mendingan pake yang aslinya aja gimana..
Maaf, Ko Teddy –nama suaminya..– ‘kan pasti mau tiap malam..” jawabku sambil memandangnya.

“Wah, Win.. dia jangan diharapin deh.. pulang malam terus.. Datang-datang pengennya tidur aja.. jadi gimana mau melakukan hubungan intim, Win.. sementara wanita kayak aku ‘kan butuh dicukupin juga dong kebutuhan biologisnya..” jawabnya enteng..
namun wajahnya masih terlihat bersemu merah. Ia pun tertunduk setelah itu.

“Gimana kalo .. aku aja yang mencoba memuaskan Ci Ana..?” Tanyaku dengan nekat.

Jdugg..! Aku tidak percaya dengan suaraku sendiri. Beraninya aku berkata begitu pada wanita tetangga yang sudah bersuami.
Bisa repot nih jadinya.. batinku.

“Apa kamu bilang..!? Enak aja kamu ngomong. Emang kamu mau dilemparin tetangga lain..!? Berselingkuh seperti itu nggak boleh, tau..!”
Jawab Ci Ana dengan nada tinggi.

Waduhh.. baru sekarang aku melihatnya benar-benar marah. Menyesal juga jadinya.
Beberapa lama kami pun berdiam diri. Lalu Ci Ana bangkit dari duduknya dan sepertinya ia hendak mengambilkan minum untukku.

“Nggak usah repot-repot, Ci.. Sebentar lagi juga aku pulang..” ujarku mencoba merebut kembali hatinya.

Tidak kusangka ia malah membalas.. “Ngaco.. siapa yang mau ngambilin minum buat kamu.. aku mau minum sendiri kok..
Udah sana, pulang aja. Dan terimakasih udah terjemahin petunjuk alat itu..!” Jawabnya masih dengan nada ketus.

Aku pun bangkit dari dudukku. Namun saat aku hendak berjalan keluar, tiba-tiba muncul ide jahatku.
Dengan berjalan berjingkat-jingkat, kuikuti ke arah mana si Ci Ana berjalan.
Rupanya ia menuju kamar tidurnya. Kebetulan jalan menuju pintu kamar, dibatasi oleh korden.

Sesaat aku bersembunyi di balik korden itu. Untunglah ia tidak menutup pintu kamar itu sama sekali.
Kulihat ia membelakangiku.. lalu pelan-pelan menarik kaos ketatnya ke atas dan menurunkan celana panjangnya. Rupanya ia mau mandi.

Lalu perlahan-lahan kudekati pintu kamar itu. Ci Ana mulai membuka BH dan celana dalamnya yang berwarna krem.
Kemudian ia meraih jubah mandinya yang tergeletak di tempat tidur.

Kesempatan ini tidak kusia-siakan. Dengan cepat pakaian yang kukenakan kulepas..
kemudian aku mengendap-ngendap masuk ke dalam kamarnya tanpa menimbulkan bunyi.
Ci Ana masih tidak menyadari kehadiranku di sana.

Woww.. dari jarak sedekat itu tubuh indah Ci Ana semakin jelas terlihat. Hmm.. Ko Teddy memang beruntung memiliki istri seperti Ci Ana.
Melihat pantat putih bulat nan menggoda di depanku.. penis di balik celana dalamku pun semakin mengeras.. memintaku untuk segera bertindak.

Pelan-pelan kuletakkan pakaianku di atas ranjang yang berada di sebelahku.. kemudian langsung kuhampiri Ci Ana dari belakang.
Akhirnya aku sampai beberapa langkah di belakang Ci Ana yang agak membungkuk membelakangiku.

Dari posisi membungkuk lalu tegak.. sebelum ia sempat menutupi tubuhnya yang telanjang, aku segera berlari dan menerkamnya.
Sepertinya Ci Ana sadar akan keberadaanku sesaat sebelum aku merengkuh tubuhnya dari belakang.
Namun terlambat.. tubuhnya yang bugil sudah berada di dalam dekapanku.

Sontak Ci Ana pun kaget dan panik.. dirinya berteriak sambil terus bergerak meronta berusaha melepaskan diri dari dekapanku.
Tapi semua itu percuma saja.. ukuran tubuh dan tenagaku jelas lebih besar darinya.
Sekuat apapun dirinya meronta.. ia tidak bisa melepaskan diri dari dekapanku.

Meski tinggi badannya lumayan untuk ukuran perempuan asia.. jika berdiri setinggi daguku.. mungkin sekitar 168 cm.
Namun keadaan tubuh telanjangnya membuatnya 'kebingungan' menutupi hingga aku dapat dengan mudah mengunci semua gerakannya.

Entah kata-kata apa saja yang keluar dari mulutnya.. semua ucapannya dan ucapanku saling bersahut-sahutan.
Makian.. sumpah serapah.. sampai ke permintaan untuk melepaskan dirinya keluar dari bibirnya.
Sedangkan ucapan yang keluar dari mulutku hanyalah ucapan-ucapan untuk berusaha membuatnya diam dan tidak melawan.

"Lepasin Wiinn..! Lepasin nggak..!?" Serunya kaget setengah mati.

Tentu saja aku tidak sebodoh itu untuk melepaskan dirinya. Sudah terlanjur basah.. dilepaskan atau tidak.. konsekuensinya akan sama saja.
Lebih baik sekalian kutuntaskan saja hasrat yang selama ini sudah menyiksaku.

Sambil terus menggerayangi tubuhnya.. aku terus berusaha menenangkan Ci Ana.
"Sshh.. udah tenang aja Ci. Enjoy aja..” bisikku di telinganya tanpa menghentikan kenakalan tanganku.

Dari belakang.. payudaranya yang indah menggantung kuremas-remas dengan lembut..
sambil sesekali kumainkan putingnya dengan jari tanganku.

Sebelah tanganku menelusuri bagian bawah tubuhnya.. mulai dari pahanya yang halus..
perlahan naik menelurusi paha bagian dalam hingga ke vaginanya.

Apa yang dilakukan kedua tanganku membuat Ci Ana semakin berontak.. berusaha melepaskan diri dariku.
“Aduh..! Lepaskan..! Win.., kok kamu belum pulang, hah..!? Mau apa kamu..!?” Teriaknya galak sambil berusaha melepaskan diri.

“Aku mau buktikan bahwa alat punyaku lebih hebat dari penis buatan itu, Ci..!” Jawabku dengan tegas.
“Nggak.. nggak mau.. nanti kalo suamiku pulang gimana..!?” Tanyanya lagi dengan nada ketus.

“Sebentar aja ci.. aku cuma mau membuktikan..” kataku lagi dengan nada merayu.
"Jangan Win.. Stop..! Adduhh Lepasin dong..!" Teriaknya masih meronta.

Teriakan Ci Ana tidak menyurutkan niatku.. malah membuatku semakin bergairah.
Kata-kata kotor yang keluar dari mulutnya semakin menyulut birahiku.

Dengan lembut kuraba dan kuusap kemaluannya.. sambil sesekali memainkan bibir vaginanya dengan jari.
Hmmm.. Dapat kurasakan rambut-rambut halus di vaginanya bergesekan dengan jari-jari tanganku.

"Mmphh.. Jangan Win.. stop..! Nanti gua laporin polisi..! Stop..!" Teriak Ci Ana setengah putus asa.
Ia semakin keras berusaha melepaskan diri dariku.. berontak ke sana-kemari.

Polisi..? So what..? Toh kalo ngga dilanjutin juga bakalan panjang urusannya.. pikirku. Aku tidak melepaskan dekapanku.
Aroma wangi bercampur keringat dari tubuh dan rambutnya membuat kedua tanganku semakin aktif menjelajahi tubuhnya.

Payudaranya terus kuremas-remas dengan sebelah tanganku.. sementara tangan lainnya terus memainkan bibir vaginanya.

Penisku yang semakin keras di balik celana dalamku sudah menempel ke pantatnya yang bulat montok.
Kuciumi lehernya sambil sesekali kujilat.. membuat Ci Ana berontak menaikkan bahunya karena kegelian.

Tapi Ci Ana tidak berhenti berusaha.. ia terus berontak berusaha melepaskan diri sambil terus berteriak..
suatu usaha sia-sia yang hanya menghabiskan tenaganya saja.

Benar saja.. semakin lama tenaganya untuk meronta semakin melemah.
Teriakan-teriakan yang keluar dari mulutnya pun semakin jarang dan lemah.

"Win.. please jangan dong.. stop Win.. stop..!” Serunya namun tidak segalak tadi.
Kulihat air matanya mulai mengalir dari sudut matanya,dan sesekali suaranya terisak ketika memohon untuk dilepaskan.

Melihat perlawanannya melemah.. aku semakin bersemangat. Namun demikian.. aku tidak mau lengah melepaskannya begitu saja.
Mungkin saja dia hanya berpura-pura untuk menungguku lengah.. kemudian berusaha melarikan diri.
Tidak..! Kelinci yang sudah ada di dalam genggaman tangan tidak boleh kabur.. pikirku.

Sambil tetap kudekap dari belakang.. terus kumainkan puting payudaranya dengan lembut.
Tanganku yang memainkan bibir vaginanya pun lebih aktif lagi menjalankan aksinya.
Dengan perlahan bibir vaginanya kutekan dan kugesek lembut dengan ketiga jariku.. berusaha membangkitkan nafsu birahi Ci Ana.

“Nggak mauu..! Jangan Winn.. udah dong..!” Kali ini nada suaranya lebih keras..
namun terlihat jelas ia berusaha tegar dan tidak mau memperlihatkan bahwa dirinya sudah tidak berdaya.

Matanya tampak memerah.. dan airmata sudah mengalir di pipinya.. namun pandangan matanya masih menyala-nyala.. sedikitpun tidak mau menunjukkan rasa takut atau pasrah.
Sepertinya ia bertekad memberikan perlawanan hingga akhir.. suatu hal yang justru kutunggu-tunggu.

Apa gunanya menyetubuhinya jika ia memberikannya dengan sukarela.
Justru semakin dia melawan mempertahankan kehormatannya.. aku semakin mendapatkan kepuasan ketika berhasil menyetubuhinya.

"Sshh.. udah Ci.. nikmatin aja. Percuma ngelawan. Nikmatin aja biar sama-sama enak..” ujarku santai sambil tersenyum.

Ketiga jariku di bibir vaginanya pun tidak berhenti bermain di sana.. berusaha terus memancing birahi Ci Ana.

Namun ternyata tidak mudah memancing birahi Ci Ana. Mungkin karena ini adalah suatu pemaksaan..
tidak mungkin sama keadaannya dengan situasi di mana kedua belah pihak sama-sama mau berhubungan intim.

Akan tetapi aku tidak menyerah.. ketiga jariku terus memainkan bibir vaginanya.
Sesekali jari tengahku masuk agak ke dalam.. membuat Ci Ana menjerit dan memberontak lebih kuat.

Rangsangan itu terus kulakukan berulang-ulang.. aku tidak percaya pertahanan Ci Ana sama sekali tidak bisa kutembus.
Dan akhirnya kerja keras tanganku itu membuahkan hasil.

Jari tanganku mulai sedikit basah dan berlendir.. sepertinya vagina Ci Ana sudah mulai basah akibat rangsanganku pada vaginanya.
Hehe.. aku tertawa dalam hati.. aku selangkah lebih dekat menuju terpenuhinya hasratku.

Mungkin secara emosional memang dirinya tidak menghendaki hal ini.. tapi kondisi biologis tubuh tentunya tidak sama seperti kondisi emosional.
Sekuat apapun dirinya melawan secara emosional.. tetap saja tubuh tidak memiliki pikiran.
Jika diserang terus menerus.. pasti suatu saat akan jatuh juga.

Walaupun demikian.. Ci Ana ternyata memang wanita yang tangguh.
Dirinya masih terus berusaha melakukan perlawanan.. meski hanya lewat kata-kata.
Tubuhnya sudah mulai tidak bertenaga.. tenaganya untuk meronta dan melepaskan diri tidak sekuat sebelumnya.

Melihat tenaganya sudah jauh terkuras.. secara tiba-tiba aku memutar tubuhnya dan langsung mendekapnya dari depan.
Kini tubuh kami saling berhadap-hadapan..

Tentu saja Ci Ana berusaha melawan.. kembali menyia-nyiakan tenaganya.
Kurasakan payudaranya menempel di sebelah bawah dadaku.. sungguh nikmat dan nyaman.

Kucoba untuk mencium bibirnya.. namun Ci Ana terus berontak dan berusaha memalingkan wajahnya..
menghindari ciumanku sambil berteriak meminta diriku untuk berhenti.

Aku tidak menyerah.. terus kuarahkan bibirku ke bibirnya yang dikatupkan rapat-rapat.
Aku tidak peduli.. dengan paksa kulumat bibir itu meski dirinya terus berontak.
Sesekali kuarahkan mulutku ke bagian samping lehernya.. kucium dengan penuh nafsu.

Tangan kiriku terus mendekapnya supaya ia tidak bisa melepaskan diri..
sedangkan tangan kananku terus bergerilya meremas-remas payudaranya yang besar atau sesekali berganti mengusap vaginanya dari depan.

Merasa kerepotan dengan posisi seperti itu.. sambil terus memegangi tubuhnya kudorong dia ke belakang..
berusaha kurebahkan di ranjang yang ada di belakangnya.

Sepertinya Ci Ana menyadari apabila sampai dirinya terbaring di ranjang.. akan semakin sulit dirinya untuk melepaskan diri.
Maka dengan sisa-sisa tenaganya ia terus memberontak.
Tangan dan kakinya bergerak liar.. berusaha melawan supaya posisinya tidak semakin terpojok.

Tapi tidak sulit bagiku untuk merebahkan dirinya.. mengingat tubuhnya yang terlihat mulai kehabisan tenaga.
Brukk..! Dengan mudah dirinya berhasil kurebahkan di atas ranjang..
meski kaki tangannya terus berontak dengan liar memberikan perlawanan sengit.

Segera kupegangi kedua tangannya.. kemudian kuarahkan mulutku payudaranya.
"Win.. Stop..! Jangan. Udahhh aahh.. Stop..!" Teriaknya memohon dengan lemas.
Aku tidak mempedulikan seruannya.. dengan mantap kujulurkan lidahku dan kumainkan puting payudaranya.

Kuawali memanjakan puting itu dengan jilatan-jilatan kecil dengan ujung lidahku..
diikuti sesekali dengan gerakan memutar di sekitar areolanya.. membuat Ci Ana semakin panik.

Melihat dirinya kembali melawan.. diriku semakin bersemangat.
Aku mulai memainkan putingnya naik-turun.. tentu saja dengan menggunakan ujung lidah.
Erangan Ci Ana yang memintaku untuk berhenti justru semakin membuatku gencar memainkan putingnya.

Tidak puas hanya dengan menggunakan ujung lidah.. akhirnya kutempelkan seluruh bagian mulutku pada payudaranya.
Dengan mantap.. aku mulai mengisap payudaranya.
Kulakukan gerakan mengisap itu berulang-ulang.. sambil sesekali kumainkan lagi ujung lidahku untuk merangsang putingnya.

"Win.. Ohhh.. Stophhh.. Please stop..! Udah.. jangan lagi.. hhhh.." serunya memelas dengan suara bergetar seperti menahan tangis.

Sambil terus mengisap payudaranya.. kulirik wajahnya dari ujung mataku.
Wajahnya tampak merah padam karena marah dan menahan malu.. matanya pun merah dan berkaca-kaca karena menahan tangis.
Nafasnya terengah-engah.. entah karena lelah berontak atau karena bercampur birahi yang mulai bangkit.

Kulanjutkan kembali permainan lidahku pada putingnya.. kembali membuat dirinya menggeliat memberontak.
Aku tidak peduli.. terus kumainkan lidahku di putingnya hingga perlawanannya kembali melemah.

Puas bermain dengan payudara Ci Ana.. aku mulai bergerak ke bagian bawah tubuhnya.
Melihat aku mulai berusaha mengeksplorasi kemaluannya.. Ci Ana kembali meronta.

"Win.. jangan Win.. Stop..! Please stop.. Udah Win.. aku nggak bakal bilang siapa-siapa. Stop Win..!" Teriaknya letih setengah putus asa.

Tidak mudah untuk memposisikan kepalaku di depan kemaluannya.
Ci Ana yang panik dan terus meronta membuatku agak kesulitan untuk melaksanakan aksiku.

Dengan susah payah.. akhirnya aku bisa meletakkan kepalaku di antara kedua belah kakinya.. tepat di hadapan vaginanya.
Sambil tetap memegangi kedua tangannya.. aku mulai mencium dan menjilat bibir vagina yang sangat menggairahkan itu.

Ci Ana semakin panik.. meronta-ronta berusaha melepaskan diri. Kedua kakinya bergerak liar.. berusaha merapatkan kedua belah pahanya.
Namun percuma saja.. kepalaku sudah berada tepat di depan vaginanya.
Sekeras apapun dia berusaha merapatkan kedua kakinya.. tetap saja mulutku dapat menikmati vaginanya.

"Hmmphhh.. Jangan Win.. Please! Stooopp..!" Teriaknya dengan suara parau dan bergetar.

Tanpa mempedulikan teriakannya.. aku terus menjilati vagina milik wanita tetanggaku yang menjadi fantasi seksualku belakangan hari ini.
Hmm.. aroma wangi yang tercium dari vaginanya pun membuatku semakin terangsang.

Kumainkan lidahku naik-turun di bibir vaginanya.. sambil sesekali menusukkan ujung lidahku ke dalam lubang senggamanya
Kemudian memutarkan lidahku dengan perlahan.. mengaduk-aduk isi vaginanya dengan lembut.

Ternyata apa yang kulakukan itu membuat Ci Ana semakin meronta dengan putus asa.
"Mmpphh.. Udah stop.. Please.. Sshh.. Jangan..!” Kembali Ci Ana memohon untuk berhenti.

Suaranya terdengar semakin putus asa.. namun aku sama sekali tidak peduli.
Kupuaskan hasratku selama ini untuk menikmati vaginanya dengan mulut dan lidahku.

Sesekali juga kuarahkan lidahku ke klitorisnya.. memainkannya dengan lembut.. membuat Ci Ana terpekik-pekik lemah.
Serangan lidahku yang begitu gencar pada bagian intimnya itu membuat vagina Ci Ana menjadi basah.

Dapat kurasakan air liurku yang membasahi bagian intimnya bercampur dengan cairan kewanitaan yang keluar dari vaginanya.
Mungkin hanya sedikit.. namun cairan kewanitaan itu jelas keluar.. karena tercium aroma yang sangat khas dari sana.

Meskipun secara emosional Ci Ana memang tidak berhenti memberikan perlawanan..
tapi memang tubuhnya tidak bisa melawan rangsangan yang terus menerus kuberikan.

Kulanjutkan permainan lidahku mengaduk-aduk vaginanya.. sedikit demi sedikit terus menghancurkan pertahanannya tanpa ampun.
Entah berapa lama waktu yang kuhabiskan untuk memainkan vagina Ci Ana. Semakin lama vagina itu semakin basah karena terus kuoral.

Aku sendiri sudah tidak sabar untuk mendapatkan kepuasan yang lebih.
Kuputuskan untuk menghentikan semua ini dan mulai menyetubuhi tetanggaku ini.

Aku mulai beranjak dari posisiku.. mengambil posisi duduk di atas ranjang dan berusaha untuk membuka kedua kaki Ci Ana lebar-lebar.

Ketika sudah berada di atas tubuhnya yang telanjang tanpa buang waktu lagi aku segera mengangkangkan kakinya..
Plass..! Dan kini terlihatlah lubang vaginanya yang berwarna merah muda.

Clopp..! Dengan cepat kumasukkan jari tengahku ke dalamnya.. lantas mengocoknya beberapakali..
Berusaha memancing keluarnya cairan nikmat dari liang vagina.

"Waktunya main course Ci..” ujarku dengan napas menderu.

Melihat apa yang hendak kulakukan.. kembali Ci Ana meronta sekuat tenaga.
Tangannya yang sudah kulepaskan berusaha mendorong tubuhku menjauh.
Kedua kakinya berusaha melepaskan diri dari genggaman tanganku.. menendang-nendang tanpa arah.

Kulepaskan sejenak kedua genggamanku pada kedua kakinya..
kemudian kurebahkan tubuhku di atas tubuhnya.. menguncinya agar tidak banyak bergerak.

"Win.. Jangan.. Jangan..! Lepasin..!" Teriaknya terdengar panik. Tak kuhiraukan semua semua teriakannya.

Sambil menindih tubuhnya.. kedua tanganku bergerak cepat melepaskan celana dalam yang kukenakan.

"Jangan bangsat..! Lepasin..! Lepasiinnn..!" Teriaknya lagi tetapi dengan suara semakin lemas.

"Udah Ci.. tenang aja. Nikmatin ajalah.. nanti Cici juga enak kok..” balasku sambil tertawa kecil.

Begitu aku berhasil melepas celana dalamku.. maka kami berdua benar-benar dalam keadaan telanjang bulat di atas ranjang.
Aku kembali mengambil posisi duduk.. sambil berusaha memegang erat kedua kaki Ci Ana.

"Udah Win..! Please.. Jangan..! Jangaannn..!" Teriaknya setengah memohon.
Kakinya terus berontak melepaskan diri.. kedua tangannya bergerak liar.. berusaha mendorong tubuhku jauh-jauh.

Perlawanan Ci Ana tidak ada artinya bagiku. Gerakan perlawanannya terasa makin melemah.
Tenaganya sudah jauh terkuras.. sehingga tidak sulit bagiku untuk melumpuhkan perlawanannya.

Kurenggangkan kedua kakinya.. membuat vaginanya terbuka lebar tanpa pertahanan.
Wajah Ci Ana tampak semakin merah padam.. ia tak mampu lagi menyembunyikan ketakutannya.

Kulihat matanya memandang ke arah penisku yang sudah mengeras dengan tatapan takut.
"Jangan. Ampun Win.. Jangaaannnn..!" Teriaknya terdengar panik.

"Ssshhh.. Udah Ci.. relaks aja. Sekali-sekali cobain yang bukan Cina. Rasanya enak juga kok..” ujarku sambil tertawa sinis.

Pelan-pelan kuarahkan penisku ke arah vagina Ci Ana. Kepanikan Ci Ana pun semakin menjadi.
Dirinya berusaha melawan dengan sisa-sisa tenaganya.. sampai akhir tidak mau menyerah begitu saja memberikan kehormatannya.

Ya.. terus begitu. Makin lu ngelawan.. gua makin puas nikmatin badan lu.. ucapku dalam hati.

Semakin penisku mendekati vaginanya.. perlawanan Ci Ana menjadi semakin sengit.
Tangannya terus berusaha menggapai tubuhku.. berusaha mendorongku jauh-jauh.

Sesekali tangannya bergerak liar berusaha menggapai wajahku.. hendak mencakar.. mendorong..
atau apapun yang bisa ia lakukan untuk memberikan kesempatan baginya melepaskan diri.

Plepp..! Akhirnya kepala penisku menyentuh bibir vaginanya. Slepp.. slepp.. clebb.. crebb..
Dengan perlahan kugesek-gesekkan kepala penisku di sana.. sambil sesekali kudorong sedikit ke arah dalam.

Lama kelamaan terasa Ci Ana mulai perlahan-lahan mengendurkan perlawanannya. Tangannya melemas.
Apalagi daritadi ia terus mendorongku supaya aku segera terjatuh dari tempat tidurnya.
Malah kini terlihat kepalanya mulai bergerak ke sana kemari.

Aku kembali mengincar buah dadanya yang besar dan padat. Putingnya kuisap dan kujilat. Kanan dan kiri.. kanan dan kiri.

Akhirnya terdengar suara mendesah dan mengerang tanda ia mulai terangsang.. menyerah pada gairahnya.
Mulai terdengar. “Ah.. ahh.. ahh..” erangnya nikmat namun masih lirih.

Beberapa menit kemudian kusibak rambut kemaluannya yang tebal serta hitam.
Dengan kedua jari telunjuk dan ibu jariku.. bibir kemaluannya kusingkap dengan perlahan.

Setelah mengetahui persis letak lubang senggamanya, kuarahkan penisku ke sana..
Blesepp..! Dengan sekali hujaman.. amblaslah penisku ke lubang surga dunia itu.

Aku terus menghujamkan senjataku di liang vaginanya. Maju-mundur-maju-mundur..
Bless.. clepak.. clepuk.. clpakk.. clpokk.. bebunyian unik beradunya pangkal paha kami mulai ramai terdengar..
mengiringi keluar-masuknya batang kemaluanku di liang vaginanya.

Erghhh.. memang lain rasanya bila bersetubuh dengan wanita yang sudah pernah melahirkan.
Sepertinya penisku tidak menghadapi halangan berarti.. namun tetap saja dinding-dinding vagina itu terasa memijat
dan meremas batang penisku yang menjejalinya.

Sementara di lain pihak Ci Ana mulai bereaksi dengan menggerakkan pantatnya secara memutar.
Senjataku seperti dikocok-kocoknya dalam vaginanya.

Setelah hampir limabelas menit, namun pertarungan birahi kami belum juga usai.
Kami pun kemudian berganti posisi. Meski terlihat ada sedikit perlawanan.. Ci Ana sekarang kuatur dengan posisi menungging.

Aku bersiap menusuknya dari belakang. Kuarahkan senjataku ke mulut kemaluannya sekali lagi.
Sementara tangan kanannya membuka mulut vaginanya dengan lebar. Blessep.. jlebb.. bles.. penisku masuk dengan lancar dan pasti.

Tangan kananku meraih pinggangnya, sementara tangan kiriku memain-mainkan payudara kirinya.
Tampak kepalanya menengadah setiapkali tusukanku kuulangi.

Tiba-tiba ia menjerit sambil kedua tangannya memegang kepala ranjang dengan kuat.
“Aughhh..! Ahh.. ahh.. ahh.. hhhh..!” Rupanya ia orgasme.. namun aku belum juga mencapai puncak.
Memang aku lumayan perkasa kali ini.. hahaha..

Beberapa menit berlalu. Ci Ana akhirnya bilang.. “Win, kamu tiduran sok.. aku yang aktif sekarang.. biar sama-sama dong orgasmenya..”
Hehe.. hilang sudah wajah galak dan perlawanan sengitnya tadi. Entah buyar ke mana.. haha..
Kini berganti dengan wajah memerah tomat dan pandangan sayu.. seolah meminta dipuaskan.. hehe..

Setelah aku berbaring.. ia meraih penisku yang amat keras dan tegak dan diisapnya sambil jongkok di sebelah kananku.
Dan.. Ia juga menjilat dan mengulum batanganku..! Duh.. duh.. duh.. seperti melayang di awan-awan aku dibuatnya.
Wah, sebentar lagi kalau kuteruskan bisa-bisa aku nyemprotin mani di mulutnya nih.. pikirku.

“Masukin lagi Win.. aku sudah nggak tahan nih..” ujarnya dengan wajah memerah malu-malu. Anjritt..!

Tapi saat itu kurasa kontolku belum kembali ngaceng betul..
Lagian aku belum puas ngentotin dan menyumpal mulutnya yang rada ‘pedas’ kalo ngomong itu.

“Ci.. diisap lagi biar makin tegang ya..” ujarku sambil kembali menyodorkan senjataku ke mulutnya.
Kebetulan mulutnya sedang terbuka. Haha.. Kaget juga jadinya dia.

Langsung aku memaju-mundurkan batang kemaluanku di dalam mulutnya.
Luar biasa isapan mulutnya. Walaupun punyaku jadi basah, namun senjata andalanku itu langsung kembali mengeras.

Segera kutarik dari mulutnya. Hehe.. sepertinya Ci Ana tidak rela melepaskan senjataku dari isapan mulutnya.
Ia mungkin ingin terus mengulumnya sampai air maniku muncrat ke dalam mulut dan kerongkongannya.

Lalu buru-buru aku menyuruhnya duduk di atas penisku yang masih gagah gahar menjulang tegang.
Ia lantas memegang penisku dan dengan pelan-pelan duduk di atasnya sambil mengarahkan ke bibir vaginanya.

Dan.. blesepp.. jleb.. bless.. jleb..! Kulihat penisku seperti tenggelam dalam vaginanya.

“Nghhhh.. ahhh..” Desah Ci Ana ketika liang vaginanya mekar dibelah batang penisku.
Erghhhh.. sementara aku hanya dapat merem melek jadinya.. meresapi nikmat di batang penisku.

Ci Ana terus saja bergerak ke sana kemari. Naik-turun.. kanan-kiri.. lonjak sana lonjak sini.. uleg kanan-kiri.. geal-geol berganti-ganti.
Dan setelah beberapa saat ia melakukannya aku merasakan ada sesuatu yang akan meledak dalam tubuhku.

Segera saja aku bangkit sambil memeluk tubuhnya yang masih ada di atas selangkanganku.
Jleb-clebb-jlebb-clebb-crepp-crepp-clobb-crobb-clobb-jleb-jleb.. dengan kecepatan penuh kuhajar liang vaginanya..

Hingga akhirnya.. “Ahh.. ahh.. ahh.. ahh..!” Crott.. Crott.. Crott.. Crott.. Crott..!
Entah berapakali semprotan maniku menyembur masuk ke dalam liang vaginanya.

Sesudah itu kami tiduran karena kelelahan. Ci Ana masih memeluk tubuhku.
“Win, aku sebenarnya sudah lama ingin berhubungan intim denganmu.. aku tau kau punya senjata yang hebat.
Jauh lebih hebat dari suamiku yang loyo. Cuma aku belum mendapatkan kesempatan untuk itu.
Makanya aku pancing kamu dengan alat penis buatan itu..” papar Ci Ana tiba-tiba dengan pelan.

“Loh.. tapi kenapa tadi teriak-teriak mau panggil polisi segala..?” Tanyaku agak heran.

“Ngg.. itu.. jangan marah ya. Tadi aku bersuara ketus seolah-olah menolak kamu.. sebenernya hanya permainan saja.
Aku mau tau seberapa tahan kamu melihat tubuh wanita sepertiku. Makanya aku tadi tidak menutup pintu kamar.
Karena aku tau pasti kamu belum pulang dan kamu tidak akan pulang sebelum kamu bisa menaklukkanku..”
ujarnya lagi sambil tangannya membelai pelan penis kebanggaanku yang sudah mulai mengecil.

Tidak kusangka ia mengatakan itu. Memang benar dugaanku. Ternyata Ci Ana memang hiperseks.
Ia mau dengan siapa saja dan kapan saja memuaskan hasrat seksnya yang menggebu-gebu.

Alamak jangg..! Padahal tadi aku sempat ‘mati akal’ dan pasrah seandainya Ci Ana marah dan melaporkan ‘perkosaan’ yang kulakukan padanya.
Aahh.. Uenaknya punya tetangga seperti dia. Hehehe.. (. ) ( .)
------------------------------------------------------------------

Pagi2 masa mandi lagi sih, ampun dah pecah utak. Ceritanya bikin ngatjeng
 
Wah ane udah terpengaruh ini,otak ane level mesumnya sedikit meningkat wkwkwke

Untung rumput ane sendiri lebih hijau jadi sedikit aman :ngakak
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd