------------------------------------------------------------
Cerita 176 – Istri yang Sendirian
------------------------------------------------------------
Perkenalkan, namaku Vera.. Sudah hampir satu tahun aku menemani suamiku pindah ke tugas ke Marseille.
Sebuah kota lumayan besar di Perancis.. sekitar beberapa jam perjalanan menggunakan kereta dari ibukota Paris.
Suamiku adalah seorang konsulat bagi kedubes Indonesia di Prancis.
Setahun yang lalu.. sebelum ia resmi ditugaskan di sini.. ia melamarku.. dan kuterima pinangannya tanpa ragu.
Meski pekerjaannya terdengar bergengsi.. ia bertugas sebagai sekretaris bagi wakil duta besar Indonesia.
Pekerjaannya itu membuat ia teramat sangat sibuk.. terkadang ia pulang sangat larut malam.
Bahkan ketika pulang pun tak jarang ia membawa tugas ke rumah. Namun aku sangat bangga bisa mendampinginya.
Meski bekerja di kedutaan.. kami tak diberi rumah dinas layaknya duta besar dan wakilnya.
Maklum.. jabatan suamiku tergolong belum terlalu tinggi.
Namun kami diberi tempat tinggal di sebuah apartemen tak jauh dari kedutaan.
Meski disebut apartemen.. gedung berlantai enam tersebut lebih layak disebut rumah susun.
Namun kondisinya lebih baik dari rumah susun di Jakarta. Rata-rata penghuninya adalah orang-orang multi etnis.
Seperti dari Maroko.. Aljazair.. dan Turki yang mencoba mengadu nasib di Perancis.
Hanya beberapa Lansia orang Perancis asli yang tinggal di sana.
Persis seperti layaknya rumah susun.. keadaan apartemen selalu ramai dengan teriakan-teriakan bahasa asing yang tak kukenal dari ibu-ibu rumah tangga.
Tangisan atau tawa anak-anak kecil yang berlari-larian di sepanjang koridor..
Bau harum masakan rempah-rempah masakan timur tengah.. bunyi televisi yang gaduh.. dll.
Namun semua penghuni di lantaiku sangat ramah. Baik Madame Alfarouq..–penghuni di sebelah kamarku yang berasal dari Aljazair..–
maupun Madamme Emolet.. –penghuni kamar sebelah kananku..– yang seorang Lansia.. dan memiliki gangguan pendengaran..
karena umurnya yang sudah sangat tua.
Keadaan apartemen yang selalu ramai mampu mengusir kesepianku yang kerap ditinggal suami bekerja hingga larut malam.
Hari ini kuputuskan untuk berbelanja. Kurapikan rambutku yang pendek sebahu sambil bercermin di depan kaca.
Kukenakan cardigan untuk melapisi babydoll-ku yang berwarna hitam dan bermotif polkadot putih pendek selutut.
Setelah lengkap memakai stocking hitam tipis dan sepatu boot rendah.. aku pun berjalan santai keluar menuju pasar terdekat.
“Selamat pagi, nyonya..!” Terdengar sapaan ramah yang sangat kukenal.
“Selamat pagi, Damian..” balasku dengan tak kalah ramah.
Damian adalah seorang pria berkebangsaan Maroko.. berkulit hitam yang bermigrasi ke Paris sekitar 5 tahun yang lalu.
Kamarnya berada di lantai dasar gedung. Ia bertugas membantu induk semangku yang sudah tua sebagai asistennya.
Damien sangat cakap dalam membantu para penghuni apartemen.. mulai dari membetulkan keran bocor, jendela yang rusak.. dan pekerjaan lainnya.
Meskipun berbadan tinggi dan besar.. ia sangat ramah kepada para penghuni apartemen.
Pada mulanya aku sedikit segan kepadanya.. dibandingkan dengannya mungkin aku hanya setinggi dadanya.
Namun ia rajin menegurku bahkan membantu membawakan belanjaan ketika aku pulang dari pasar.
Sore itu selepas aku pulang dari pasar.. kuputuskan untuk mencuci piring.
Namun ternyata lampu dapur tidak berfungsi, sepertinya bohlamnya putus.
Aku hanya bisa menghela napas, akan susah bagiku untuk menggantinya sendiri.
Langit-langit dapur lumayan tinggi, dan aku tidak memiliki tangga untuk menggantinya.
Setelah lama memutar otak akhirnya aku menemukan ide. Kukenakan lagi cardigan dan aku pun berjalan turun ke lobby.
“Selamat sore.. Damian..” tegurku ramah dari balik pintu.
Terlihat Damian tengah sibuk membetulkan sebuah radio yang tampaknya milik salahsatu penghuni apartemen ini.
“Oh, selamat sore, nyonya Vera. Ada apakah gerangan..?” Tanyanya dengan bahasa Inggris namun masih tetap kental dengan aksen Maroko.
“Apakah kamu bisa membantuku..? Lampu di dapurku putus.. dan aku kesulitan menggantinya. Apa kamu ada waktu..?” Tanyaku lagi.
“Tentu..! Tentu saja, nyonya. Mari sekarang saya bantu..”
Ujar Damian dengan senyum ramah seraya menggotong tangga dan mengikutiku dari belakang.
Sesampainya di kamar.. kupersilakan Damian menuju dapur. “Maaf kalau agak berantakan..” ujarku berbasa-basi sambil tersenyum.
“Tidak sama sekali, nyonya..! Rumah anda sangat indah..” jawabnya sambil tersenyum.
Sembari ia mengganti Bohlam, kami mengobrol ringan di dapur.
Kuputuskan untuk membuatkannya kopi.. sekedar sebagai tanda terimakasih untuknya.
“Sudah, nyonya.. lampu anda kini sudah bekerja lagi..” ujarnya sambil merapikan tangga.
“Terimakasih, Damian. Eh.. ini silakan diminum dulu..” Kubawa nampan berisi kopi dan teh ke ruang depan.
Damian nampak ragu.. namun akhirnya ia seperti tak enak juga menolak tawaranku.. apalagi setelah kopinya telah tersaji.
Ia pun lalu duduk santai di sofa sambil menyeruput kopi bersama denganku.
Kami mengobrol lumayan banyak.. ia tampak terbuka menceritakan tentang kehidupannya.
Ia bercerita tentang keluarganya di Maroko.. dan pekerjaannya yang dahulu sebelum akhirnya memutuskan mengadu nasib di Perancis.
Ternyata dulu ia sempat belajar untuk menjadi Professional Masseus.. –tukang pijat di spa..–
Dan berharap bisa mendapat pekerjaan di spa-spa ternama diPerancis.
Namun setelah bermigrasi.. ia menemui banyak kesulitan dan akhirnya bekerja sebagai penjaga bangunan apartemen ini.
Aku pun jadi tergerak mendengar kisah hidupnya.. dan terbesit ide untuk memberinya sedikit uang sekedar untuk membantu.
Namun ia pasti menolak apabila tiba-tiba kuberi uang dengan cuma-cuma..
dan aku juga takut menyinggung perasaannya apabila kuberi uang begitu saja seperti itu.
Akhirnya aku iseng memintanya untuk mendemonstrasikan keahilannya sebagai pemijat profesional.
Bukankah nantinya setelah selesai.. aku dapat memberikannya uang sebagai balas jasa.
Dengan begitu Damian mudah-mudahan tidak tersinggung.. pikirku.
“Benarkah, nyonya..? Wah.. saya tidak tau harus menjawab apa..” ujar Damian girang setelah kuutarakan pikiranku.
“Tidak apa-apa. Aku jadi penasaran setelah mendengar ceritamu tadi. Kebetulan aku pegal-pegal beberapa hari ini..” kilahku.
“Kalau begitu, baiklah. Semoga nyonya menyukai pijatan saya..” ujarnya berbinar-binar.
Aku pun merasa bangga mampu membantu Damian seperti ini.
Berikutnya Damian memintaku dengan sopan untuk berbaring telungkup di atas sofa. Setelah aku berbaring.. Dia mulai memijiti kakiku.
Dengan pelan Damian mulai menekan kakiku yang berlapis stocking hitam tipis.. mulai dari pergelangan hingga ke betis.
Aku memejamkan mata menikmati pijatannya.
Tangannya yang besar membuat rasa pijatannya semakin mantap meski tak menggunakan lotion.
Damian kemudian mulai memijati punggungku. Aku pun mulai agak mengantuk menikmati pijatannya yang kuakui memang enak.
Lama memijat.. Damian menjadi lebih banyak diam dan berkonsentrasi.
Hanya terdengar suara napasku yang pelan dan suara napas Damian yang entah kenapa terdengar semakin berat.
Aku nyaris saja terlelap ketika tiba-tiba kurasakan tangan besar Damian meremas gemas bongkahan pantatku.
Aku segera tersadar dan membalik badan. Perasaanku tak karuan, antara marah dan tak percaya.
Kupandangi Damian dengan tatapan bingung dan marah.
Damian terlihat kaget juga.. mungkin ia tak menyangka aku bakal menyadari kekurang-ajarannya itu.
“D-Damian.. aku harap hal barusan itu tidak disengaja..” ujarku dengan nada serius.
Damian terdiam agak lama. “Maaf, nyonya.. sejujurnya saya tidak bisa menahan diri.
Hal tadi memang saya sengaja..” jawabnya dengan nada menyesal.
Aku tak lagi mampu berkata-kata.. rasanya aku ingin marah besar.
Hampir saja aku berteriak dan mengeluarkan sumpah serapah.. namun aku masih bisa menahan diri.
“Silakan keluar..!” Ujarku tegas dengan nada datar. Damian masih terdiam.. dan akhirnya berkata pelan.. “Maaf, nyonya.”
Namun yang tak kupercaya adalah apa yang Damian lakukan berikutnya.
Sejenak kukira ia akan bergegas keluar.. namun ternyata ia malah bergerak maju dan menerkamku.
Direngkuhnya tubuhku kuat-kuat hingga aku merasa agak sesak napas.
“D-Damian..?!” Aku begitu terkejut hingga tak bisa berkata-kata.
Badan Damian yang jauh lebih besar dan lebih kuat dariku membuatku tak mampu melepaskan diri dari rengkuhannya.
“Damian.. lepaskan aku..!” Perintahku dengan nada suara bergetar. Rasa takut mulai timbul di dalam diriku.
Namun Damian tidak mendengarkan.. malahan ia merangsekkan wajahnya di leherku.
“Oh, nyonya.. anda begitu cantik..” ujarnya di sela-sela berusaha mendaratkan ciuman di leherku.
“Da-Damian.. hentikan..! Tolong hentikan..!” Ujarku makin ketakutan.
Tenaga Damian yang begitu besar tak mampu kubendung. Rontaanku hanyalah sekedargeliatan sia-sia belaka.
Kini hidung Damian terus mengendusi leherku tanpa henti. Aku merinding antara jijik dan ketakutan.
Aku tak menyangka Damian yang begitu ramah dan baik kepadaku tega berbuat seperti ini.
Tak terasa setitik airmata mulai mengalir di pipiku. Kedua tangannya tak henti-henti merabai sisi badanku.
Semakin lama badannya semakin rapat dan menindih badanku.
“Nyonya, jangan menangis. Anda terlalu cantik untuk mengeluarkan airmata.
Mohon mengertilah nyonya.. saya tidak ada niatan untuk menyakiti anda..” rayunya berusaha menenangkan diriku.
Aku begitu ketakutan hingga menangis tanpa suara. Tenggorokanku seakan tak mampu mengeluarkan kata-kata.
Sedaritadi aku berusaha berteriak minta tolong.. namun tak ada satu pun suara yang keluar dari mulutku kecuali isakan pelan.
Damian terus mengendusi leherku tanpa henti. Kini diangkatnya babydoll-ku sedikit ke atas hingga sebatas perut..
lalu dengan cepat ia masukkan kedua tangannya ke dalam dan mulai mengelusi kedua sisi tubuhku perlahan-lahan.
Tangisku makin menjadi-jadi. Dalam benakku terbayang wajah kecewa suamiku apabila ia mengetahui bahwa istrinya ini tengah dinodai oleh orang lain.
Aku mengutuk Damian, dan mengutuk badanku yang tak sanggup melawan invasi Damian.
Mataku terbelalak ketika merasakan kedua tangan Damian telah menggenggam kedua payudaraku dari luar bra.
Tangannya yang tadi masuk ke dalam babydoll kini sudah naik sebegitu tinggi hingga ke daerah dada.
“Oh.. nyonya.. badanmu begitu mempesona.. dan dadamu ..”
Damian tak melanjutkan perkataannya.. melainkan ia mulai meremas payudaraku dengan pelan.
Meski payudaraku cukup besar bagi ukuran orang Asia..
namun ukuran tangan Damian yang besar mampu menampungnya dengan pas di kedua telapak tangan.
Diremasnya lembut secara berirama kedua payudaraku yang berada di telapak tangannya.
“Arghhh..!” Aku segera berontak ketika Damian mulai meremas-remas keras.
Namun tubuhnya yang begitu besar menindihku.. sehingga aku tak berdaya dan tak bisa kemana-mana.
“Sabarlah, nyonya. Saya janji tidak akan menyakiti anda..” rayunya lagi dengan suara bergetar penuh nafsu.
Aku hanya bisa kembali menitikkan airmata sembari menahan rasa jijik.
Aku memohon dalam hati agar penderitaan ini cepat usai.
Yang membuatku makin jijik adalah rasa nikmat yang ditimbulkan dari pijitan Damian.
Tangannya yang begitu terampil sebagai pemijit mampu membuat payudaraku diam-diam merasa enak dibuatnya.
Kufokuskan pikiranku dan kuenyahkan perasaan itu sejauh-jauhnya dari kepala.
Namun tubuh dan akal sehat seringkali tak sejalan, dan kali ini ia mulai mengkhianatiku.
Ughh.. Badanku menggelepar panik ketika kedua telunjuk Damian munyusup masuk ke dalam bra.
Kedua telunjuk sialan itu dengan lembut mengusap dan merangsang puting susuku sedemikian rupa..
hingga lama kelamaan putingku berdiri mengeras dan makin sensitif.
“Damian.. hentikan, Damian..! Aku mohon..” ujarku dengan suara lirih diiringi isakan pelan.
“Mengapa nyonya..? Bukankah enak, nyonya..?” Balas Damian bertanya balik kepadaku.
Perkataan tadi bagaikan tamparan kencang di pipiku. Aku merasa malu.
Bagaimana mungkin dalam keadaan paksaan seperti ini badanku malah bereaksi terhadap perbuatan Damian..?
Namun kenyataannya hal itulah yang terjadi.
Puting susuku kini mengacung keras dan makin sensitif di setiap usapan telunjuknya.
Aku tak bisa lagi memungkiri rasa geli yang kian kuat terasa di puting susuku.
Puas memainkan kedua puting itu.. kini Damian menarik babydoll-ku ke atas hingga sebatas leher.
Dengan paksa dibukanya kedua cup bra-ku ke atas.
Aku hanya bisa menutupi kedua payudaraku dengan kedua tangan.. namun sayangnya kedua tanganku kalah kuat dibanding tenaga Damian.
Ditahannya kedua tanganku di atas kepala.. hingga aku tak bisa lagi menutupi payudaraku yang kini terpampang bebas tanpa penutup.
“Hiks.. aku mohon, Damian, hentikan ini sekarang juga..!” Mohonku menghiba.
Tetapi Damian yang sudah begitu kalap tak mempedulikan permohonan itu.
Kedua matanya tak berkedip memandangi payudara indah di depannya..
lengkap dengan dua puting susu coklat kemerahan yang mengacung tegak di kedua pucuknya.
“Kyaaa..!!” Aku memekik ketika tanpa ragu Damian menerkam payudaraku.
Dijilatinya rakus hingga habis semua. Kedua puting susuku juga tak luput dari sapuan lidahnya yang hangat dan basah.
Berikutnya Damian mulai mengisapi puting susu kiriku dengan kuat.
Slrupp.. slrupp.. Diisapnya sekuat tenaga dengan gemas hingga mendecit-decit.
Aku hanya bisa merintih antara geli dan ngilu karena isapannya yang sangat bersemangat itu.
Lama Damian menetek di kedua payudaraku.
Rasa jijik dan takutku kini makin bercampur aduk dengan rasa geli yang ditimbulkan dari isapan Damian di kedua puting susuku.
Semakin lama badanku semakin lemas, dan rontaanku kian melemah.
Badanku seperti menyerah pada rangsangan lidah Damian yang tanpa henti itu.
Puas menetek, Damian mengambil napas sejenak.
Ia diam memperhatikanku yang kini hanya bernapas lemah dengan mata terpejam.
Kedua puting susuku mengkilat merah akibat isapan liarnya.
Dibelainya lembut diriku yang masih terengah-engah kehabisan napas, kegelian menetekinya.
“Awwh..!!” Aku memekik pendek ketika Damian iseng menyenggol puting susuku.
Puting itu kini menjadi sangat sensitif setelah dirangsangnya bermenit-menit. Bahkan sentuhan pelan di putting itu akan sangat terasa geli bagiku.
Keadaanku yang tak berdaya itu dimanfaatkan Damian dengan sangat baik. Tangan kanannya kini merabai paha dan selangkanganku.
Kemudian dengan beraninya ia mengusap kemaluanku dari luar celana dalam.
Aku menggelinjang menghindari usapannya.. namun tentunya Damian tak berhenti begitu saja.
Kini bahkan usapannya makin kuat dan gesit di permukaan celana dalamku.
“Ahh.. Damian, sudah..! Kumohon.. sudah..! Hentikan..!” Kembali aku memohon kepadanya.
Aku takut aku akan jatuh ke dalam perangkapnya.
Damian hanya diam tersenyum.. ia seakan tau aku tengah mengalami pergolakan batin yang amat hebat.
Akal sehatku berusaha tetap sadar.. namun tubuhku mengikuti kemauan Damian.
Terlihat celana dalamku kini telah basah akibat usapan-usapan tangan terampil Damian.
Aku memalingkan wajah berusaha agar tidak merasakan usapan Damian.. namun tetap saja aku tak sanggup.
Tangan terampil Damian terus menggoda imanku.
Jari telunjuknya kini menekan-nekan bibir vaginaku dari luar celana dalam.. Slekkcc.. berusaha menekannya lebih dalam.
Ergghh.. Kugigit bibirku sekuat tenaga menahan rangsangan itu.
Tak lama Damian menelusupkan jemarinya ke dalam celana dalamku dari sisi samping.
“Nghhh..!” Aku terhenyak dan langsung mengapitkan kedua pahaku rapat-rapat.
Kemaluan yang hanya diperuntukkan untuk suamiku ini kini tengah dirabai oleh orang yang bukan haknya.
Hatiku menangis pilu.. memohon maaf kepada suamiku karena tak becus menjadi istri yang menjaga kesuciannya.
“Aaahh..” aku mendesah pelan tak kuasa merasakan rabaan lembut jari Damian di permukaan vagina.
Wajahku memerah malu ketika Damian memergoki vaginaku yang sudah agak basah akibat rangsangannya sedari tadi.
“Sudah kubilang kan.. nyonya.. saya tidak akan menyakiti anda.. justru sebaliknya..” bisik Damian dengan nada menggoda.
Kupejamkan mata dalam-dalam berusaha tetap tenang.
Namun jemari Damian tak henti-hentinya terus meraba.. diusapnya bibir kemaluanku serta sesekali klitorisnya juga.
Darahku kian berdesir-desir ditingkahi rabaan cabul Damian di kemaluanku.
Bibir vaginaku kian merekah dan licin menyambut tarian jemari Damian.
Jari itu terus bergerak mengikuti garis vertikal di sepanjang bibir vaginaku.
Ketika sudah sangat licin.. Damian berinisiatif memasukkan jari telunjukknya lebih dalam.
“Ahhhggg..!!” Aku mendesah tertahan. Setengah jari Damian telah merangsek masuk di kemaluanku.
Jarinya yang besar itu menggocek-gocek pelan kemaluanku yang rapat.
Licinnya permukaan vaginaku memudahkan Damian menggerak-gerakkan jarinya di dalam.
Kugigit bibirku kuat-kuat. Aku tak ingin mengakui bahwa kali ini rangsangan Damian membuatku kalang kabut keenakan.
Tiap gerakan jarinya mengobok vaginaku seakan membuat badanku kian lemas.
Otakku mengirimkan sinyal-sinyal kenikmatan ke seluruh tubuhku.. membuatku menggelinjang-gelinjang mengikuti gerakan jemari Damian.
Aku makin kalap ketika Damian menekan jarinya lebih dalam lagi.. hingga seluruhnya masuk ke dalam vagina.
Tanpa sadar aku makin terpejam keenakan sambil mendesah lirih.
Damian tampak puas melihat reaksi tubuhku yang kini tenggelam dalam rangasangannya.
Mulai dikocoknya jarinya keluar masuk pelan-pelan.. sembari jarinya dilengkungkan seperti kait di dalam kemaluanku.
“Ough.. Damian, stop..!!” Ujarku yang makin mabuk kenikmatan ketika Damian melancarkan serangan jarinya secara terus menerus.
Cairan basah yang makin banyak keluar dari vaginaku kian melancarkan gerakan jari-jemarinya.
Damian terus menggoyang-goyangkan jarinya dengan tempo yang semakin cepat.
Kakiku secara otomatis mulai merenggang.. mempersilakan Damian untuk terus memainkannya.
Demi membuatku makin puas.. dicubitnya puting kananku oleh tangannya yang satu lagi.
Gelinjangan badanku kini tak mampu lagi dibendung. Aku terus bergerak-gerak liar seperti cacing kepanasan.
Jari Damian yang besar-besar adalah satu faktor utama yang dapat membuatku kelimpungan seperti ini.
Bayangkan.. duajarinya saja nyaris menyamai ukuran penis suamiku. Tak heran aku mampu dibuat keenakan seperti ini.
Beberapa menit berselang.. gerakan jari Damian makin cepat dan aku pun makin tak mampu mengontrol kenikmatan yang ada di dalam diri.
Pinggulku kini ikut bergoyang-goyang kencang akibat kocokan jarinya. Vaginaku seperti diaduk-aduk rasanya.
Dan tak heran.. dalam beberapa menit berikutnya, orgasmeku pun meledak. “Arrrghh..! Daaamiaaaannhh..”
Aku mendesah panjang memanggil namanya ketika saluran vaginaku berkedut kencang berkontraksi dan mengeluarkan cairan licin lebih banyak lagi.
Beberapa detik aku serasa di awang-awang.. melayang bebas dan kemudian terhempas lagi ke bumi.
Napasku tersengal-sengal kehabisan udara.. Damian tampak berbinar-binar melihatku yang baru saja tiba di puncak.
Slrupp.. slrupp.. slrupp.. Dijilatinya jarinya yang belepotan cairan vaginaku.
“Bagaimana, nyonya..? Saya tidak berbohong, kan..?” Tanyanya sembari tersenyum.
Aku hanya bisa terdiam.. memandang jijik ke arahnya. Ingin rasanya aku meludahi mukanya.
Aku tak mengira aku bakal orgasme dibuatnya.
Kini Damian berdiri di samping sofa.. sementara aku masih terkulai lemas.
Dengan santai Damian memulai mempreteli kancing bajunya.. dan memelorotkan celananya.
Seketika dadaku berdegup kencang lagi.
“Jangan, Damian. Hentikan.. kumohon.. jangan diteruskan lagi..” ujarku masih dengan napas agak tersengal-sengal.
Damian tak menggubris permohonanku. kini ia tinggal mengenakan celana dalamnya saja.
“Ayolah, nyonya, puaskan saya juga..” ujarnya sembari menanggalkan celana dalam.
Kedua mataku terbelalak melihat batang keras di antara kedua pahanya.
Bulu kudukku merinding seketika melihat ukuran penis Damian.
Dia yang notabene adalah orang kulit hitam tentu saja memiliki batang yang luar biasa besar.
Dan mitos itu memang benar adanya.
Widihhh..!! Batang penis Damian terlihat tegak mengacung nyaris mencapai pusar.. berwarna hitam legam.
Dan juga berurat-urat. Lebih tepat disebut terong atau mungkin ular boa ketimbang penis manusia.
Melihat diameter dan panjangnya membuatku bergidik ngeri.. bisa-bisa robek dibuatnya kemaluanku apabila ditembus penis sebesar itu.
CONTIECROTT..
----------------------------------------------------------------------------