------------------------------------------------------------------------------------------
Cerita 69 – A Long Day At The Office
Widya
Bip.. Bip.. Bip.. Bip.. Terdengar derik mirip alarm berbunyi berulang-ulang..
saat aku masih meringkuk di balik selimut hangat dan nyaman yang menemani tidurku sepanjang malam.
Bip.. Bip.. Bip.. Bip.. Menyebalkan sekali bunyi itu. Kuletakkan kedua tanganku di kepala dan mulai memijit-mijit halus kepalaku..
agar rasa pening ini segera berlalu dan aku dapat meneruskan percumbuanku dengan ranjang ini.
Bip.. Bip.. Bip.. Bip.. Ah..! sebegini parahkah hangover yang aku alami..?
Aku memang semalam minum agak banyak dalam pesta ulang tahun rekan kantorku Diana.. yang diadakan di News Cafe Kemang.
Aku ngerasa betul-betul ‘having a good time’ sampai lepas kontrol menghabiskan 2 gelas contreau’ ditambah segelas ‘Long Island.
Aku memang bukan tipe wanita peminum –Thank God..!– namun dalam saat-saat tertentu aku bisa minum di luar kemampuanku..
apalagi ketika aku sedang benar-benar in the good mood.
.. Bip.. Bip.. Bip..!! Bunyi itu rasanya familiar buat pendengaranku. Sepertinya bunyi yang rutin kudengar tiap hari.
Mana mungkin pikirku.. Aku khan nggak tiap hari minum sampai ‘hangover begini.
Tunggu sebentar.. Wait a second..
Aku mengumpulkan kesadaranku yang masih melayang kira-kira setengah meter di atas tubuhku.
“Ya ampun suara itu..!”
Tersentak aku sambil bangun dari ranjangku setengah melompat. Itu bunyi alarm jam-ku..!
Oh Widya kenapa jadi begini..!?
Kukenali suara itu.. Itu suara si peri baik yang biasanya berbisik di telinga kananku.
Jangan sampai telat lho.. katanya lagi menasihatiku.
Aku menjawab nasehatnya dengan segera masuk ke shower dengan langkah yang masih setengah diseret.
Ah Widya.. Udahlah.. ngapain susah-susah..?
Khan kamu bisa telpon kantor.. terus bilang nggak enak badan..
Nah yang ini pasti suara si peri nakal yang selalu berbisik di kuping kiriku.
Just one phone call aja dan kamu bisa kembali merasakan kenyamanan ranjangmu. Ucapannya kian menggoda.
Nggak mungkinlah..!! Kataku dalam hati. Soalnya hari ini aku harus ketemu supplier-ku dan nggak mungkin dicancel begitu aja.
Segera aku membuka kran shower dan si peri pun lenyap tersapu air deras yang menerpa kulitku.
Sejenak aku melirik ke kanan dan kulihat si peri baik tersenyum kepadaku.
Seperti biasa aku tidak pernah memakai water heater/pemanas untuk mandi pagi..
karena aku lebih suka membiarkan dinginnya air shower ini memberikan ’shock terapi buat mengusir rasa malas dan kantukku.
Betapa segarnya merasakan siraman shower di atas kepalaku bagaikan rintik hujan yang terus-menerus menerpa..
membuatku sejenak memejamkan mataku dan membiarkan air dari shower itu terus turun menjelajahi lekuk-lekuk tubuhku.
Kurasakan sejuknya air membelai tubuhku dari atas sampai ke bawah menggelitik tubuhku dengan rasa dinginnya.
Rasa dinginnya menimbulkan rasa merinding terutama di wilayah dadaku.
Terasa payudaraku agak mengeras dan kedua puting susuku yang berwarna merah muda agak kecoklatan menjadi lancip meregang..
Uhh.. suatu sensasi yang sulit diungkapkan.
Kuteruskan mandi pagiku dengan bersenandung dan kadang menyanyikan potongan bait lagu Mariah Carey kesukaanku..
And the hero comes along.. With the strength to carry on..
20 menit kemudian aku sudah berada di meja makan, menghabiskan sarapan pagiku sambil terburu-buru.
Oh ya.. aku sangat mengutamakan sarapan karena aku tipe pekerja yang aktif bahkan cenderung workaholic.
Berbeda dengan teman-teman wanitaku yang lain, aku tidak terikat untuk melakukan diet.
Pertama adalah karena aku tipe sibuk dan banyak kegiatan sehingga selalu butuh tambahan energi..
kedua.. adalah karena aku tipe cewek yang susah gemuk.
Bukan karena cacingan tapi karena kegiatanku yang padat membuat bentuk tubuhku senantiasa terjaga.
Pukul delapan tepat saat aku melirik jam tanganku ketika memasuki pintu kantor.
Segaris senyuman ramah dari Nina resepsionis kantor menyambutku hangat.
Ucapan selamat pagi kuterima dari Bramanto, Satpam kantor yang bertubuh tinggi besar namun memiliki suara seperti tikus kejepit.
Kontras sama bodinya. Aku balas menyapanya sambil berlalu menuju ruangan kerjaku.
Perusahan tempat aku bekerja ini adalah perusahaan percetakan dan penerbitan terbesar di indonesia..
dan aku adalah salahsatu manager di situ.
Usiaku 28 tahun dan ini adalah tahun keempat aku bekerja di sini.
Gelar S1 UI dan S2 di sebuah perguruan tinggi di Australia sepertinya sangat menolongku mencapai posisi ini dalam waktu relatif cepat.
Cukup cepat.. sehingga menimbulkan kecemburuan di antara rekan-rekan senior di sini.
Well, bagiku itu problem mereka yang penting aku tidak menginjak kepala mereka untuk menduduki jabatan ini.
Ruang kerjaku terletak di lantai 4 di gedung milik perusahaanku.
Gedung yang cukup besar karena sekaligus menjadi satu dengan tempat percetakan dan penerbitan.
Ruang kerjaku tidak terlalu besar tapi juga tidak kecil.
Cukuplah bagiku untuk bisa melakukan senam-senam kecil di siang hari.
Oh iya.. itu merupakan salahsatu kebiasaanku untuk menghilangkan penat dan merenggangkan otot.
Kebiasaan itu terbukti cukup sukses mengurangi stress dalam bekerja.
Tok.. Tok.. Tok..!! Terdengar ketukan.. dan sesaat kemudian seraut wajah muncul dari balik daun pintu itu.
“Hai.. Good morning Wid..!” Ucapan itu muncul dari wajah ganteng milik Hendra asistenku.
“Eh.. Pagi Hen..” jawabku.
“Wah gimana Wid.. Masih hangover..?” Hendra bertanya sambil melangkah duduk di depan mejaku.
“Thank God nggak tuh.. Tadi waktu bangun tidur sih sempet agak pusing tapi sekarang sudah enggak lagi tuh..”
Hendra semalam yang terpaksa mengantarku pulang karena aku sudah terlalu ‘hi’ buat mengemudi.
“Sungguh.. Aku baru kali itu liat kamu mabuk Wid..” ujarnya sambil sebuah map berisi berisi beberapa berkas yang harus kuperiksa.
“Oh ya.. Aku juga enggak tahu tuh bisa kebablasan minum gitu..”
ku menjawab dengan enteng sambil membaca berkas-berkas yang disodorkannya.
Hubunganku dengan Hendra memang lebih mirip hubungan antar teman biasa.
Aku sendiri yang meminta dia agar bersikap informal dalam hubungan kita.
Dia baru mulai bersikap formal dengan memanggilku ‘bu’ apabila dalam situasi-situasi tertentu saperti dalam rapat atau di depan atasanku.
Umur kita berdua hampir sama. Aku cuma lebih tua setahun darinya.
Hendra sudah berkeluarga dengan satu orang putra balita.
Kami biasa bercerita apa saja mulai dari masalah keluarganya atau kantor..
Bahkan sampai masalah sex kami bicarakan dengan gamblang.
Tidak jarang kita suka bertukar joke-joke ringan mengenai sex.
Hendra memang ganteng.. tapi cara bicara dia yang halus bahkan cenderung kemayu.. makin membuatku tidak risih dengannya.
Kalau bisa dibandingkan.. gaya bicara dan tindak tanduknya mirip Syahrul Gunawan.. bintang sinetron yang kemayu itu.
Malahan dalam urusan gosip dia menjadi trend setter di kantorku.
Apabila terlihat kerumunan ibu-ibu saat jam makan siang dan suasananya riuh..
dapat dipastikan kalau Hendra berada ditengah-tengahnya sedang memeberikan laporan up to date-nya tentang gosip hari itu.
“Hen, bagaimana tentang nanti siang..? Jam berapa Pak Faisal datang..?” Tanyaku.
Pak Faisal itu adalah suplier yang akan kutemui siang ini.
“Oh iya.. Dia datang setelah jam makan siang..”
“Tadi sekretarisnya sudah confirm ke sini..” ujarnya lagi menambahkan.
“Eh tau nggak Wid tentang desas-desus Mbak Diana dengan si Nina resepsionis itu..?”
Kata Hendra mulai dengan nada ‘rumpi-nya’.
Memang akhir-akhir ini di kalangan keryawan di sini tersebar isu yang mengatakan kalau Diana teman kantorku dari bagian finance..
yang semalam berulang tahun itu seorang ‘lines’ –lesbian..– dan memiliki ‘affair’ dengan Nina.. resepsionis baru kantorku.
“Ah masa' sih.. Diana khan sudah punya suami..” aku menimpali sambil membereskan beberapa pekerjaanku.
Sebetulnya aku nggak suka ngomongin sesama teman. Apalagi gosipnya termasuk dalam kategori ‘berat’ seperti itu.
“Tapi kayaknya benar tuh.. Akhir-akhir ini mereka suka keluar makan siang berdua dan selalu nggak mau gabung..
kalau diajak makan bareng sama yang lain..” Hendra makin seru dengan gosipnya.
Kemudian dengan menurunkan nada suaranya ia berkata.. ”Ada lagi yang lebih parah Wid..”
Melihat ekspresi Hendra yang serius aku jadi mulai penasaran akan ceritanya.
“Parah gimana..?” Tanyaku sambil ikut-ikutan merendahkan nada suaraku.
“Si tikus kejepit Bramanto.. Pernah liat mereka berdua kiss-kissan sambil pegang-pegangan di toilet..”
Wah..!!? Seruku dalam hati. Gosip sih gosip, tapi kalau ternyata memang betul..?
“Pervert banget dong.. Si bramanto ngomong benar tuh..?” Kini aku benar-benar tertarik.
Tak dapat terbayangkan olehku kalau di kantor ini telah terjadi hal-hal yang betul-betul ‘kinky’ itu.
“Aku sih percaya omongan dia.. Lagipula kamu nggak tau yah kalau semalam Mbak Diana tuh pulangnya bareng Nina.
Lagian baru kali ini khan anak resepsionis yang masih baru sudah diundang acara luaran kita..” katanya lagi.
Wah.. aku tidak sanggup meneruskan bayanganku tentang hubungan mereka itu.
“Ah thats enough Hen.. Aku sih mending diam ajalah.. Kecuali benar-benar ngeliat di depan mata kepala sendiri..”
Kataku, ingin segera menyudahi pembicaraan ini..
karena aku merasa bersalah sudah membayangkan Diana melakukan perbuatan itu.
“Oke oke.. terserah kamu deh Wid, moga-moga juga gosip itu nggak benar semua..
Aku cerita ke kamu aja sih soalnya khan kamu termasuk dekat sama Mbak Diana..”
Kalimat Hendra seakan mencari pembenaran bagi ke’ember’annya itu.
"Knock it off.. Will U..!!" Kataku sambil bercanda dan mengibaskan tanganku.. seakan aku tidak begitu tertarik dengan gosip itu.
”I think we better back to work..
Ndra tolong kamu siapkan berkas penawaran dari suplier sebelumnya and i want it on my desk before lunch time..”
Sudah cukup ‘chit-chat-nya’ dan aku kembali ke gaya kantoran lagi.
“Oke deh mam’.. Eh kamu mau lunch bareng enggak nanti..?” Hendra bertanya sambil melangkah menuju pintu.
“Mmm.. Aku mau makan siang di sini aja.. Thx buat ajakannya..” jawabku.
Snip..! Hendra membalas dengan menjentikkan jarinya.. lalu jari telunjuknya mengarah padaku..
kemudian dengan gaya kartun-nya yang agak ngeselin.. dia mengedipkan matanya sambil berucap.. ”See U then..”
Grown up man..! Itu yang terucap dalam hatiku.. melihat tingkah Hendra yang kadang masih kekanakan.
Anyway.. kalau nggak ada dia aku kesepian juga sih. Soalnya dia orangnya easy going dan asyik aja..
– kecuali kalau kita lagi serius kerja..–
Geli juga sih ngebayangin gimana kelakuan dia di rumah. Khan dia sudah berkeluarga.
Gimana cara istrinya menghadapi sifat ‘rumpi’ dan childish suaminya itu..?
Widya.. Go back to work..!!
Ah si peri manis kembali berbisik di telinga kananku mengingatkanku agar kembali ke pekerjaanku.
Belum sejam aku tenggelam dalam kesibukanku.. aku mendadak dikejutkan dengan suara berisik dari jendelaku.
Begitu aku palingkan wajahku ke arah jendela.. tampak sesosok tubuh pria berdiri di luar.
Oh.. rupanya itu maintenance kantor yang sedang membersihkan jendela..
dengan menggunakan lift khusus untuk membersihkan jendela gedung tinggi.
Kulihat petugas pembersih itu mengenakan safety helm dan kemeja seragam maintenance kantorku.
Di pinggangnya dia memakai ikat pinggang pengaman dan berbagai alat pembersih tergantung di pinggangnya.
Terlihat wajahnya yang keras dan kulitnya terbakar ditimpa matahari.
Gerakan tangannya yang berotot itu terlihat luwes menggerakan pembersih kacanya..
sementara tangan yang satu lagi sesekali menyemprotkan cairan pembersih.
Jdug..! Mataku tertuju pada bagian celananya yang terlihat menyembul..
Tanpa kusadari aku menelan ludah menatap daerah kejantanan pria itu yang terlihat seperti polisi tidur menggunduk..
di daerah ritsleting celananya.
‘Mmm pasti kokoh dan besar..’ Ups.. o’o.. itu pasti suara peri nakal di telinga kiriku..!
Segera aku meninggalkan pandanganku dari petugas pembersih itu.
Ada perasaan malu timbul dalam hatiku. Perasaan gengsi karena petugas maintenance itu telah ‘membius’ pandanganku.
Untung jendela kantorku terbuat dari kaca gelap yang memantulkan cahaya dari luar.
Pasti orang itu tidak tahu kalau aku tadi memandangnya seakan ingin ‘menelan’ –atau lebih tepat mungkin mengulum..– bagian ‘itu’.
Aku kembali ke pekerjaanku sambil sesekali menengok ke jendela. Aku merasa seperti rugi melewatkan ‘pertunjukan’ yang jarang ini..
–jendela kantorku dibersihkan 2 minggu sekali itu pun belum tentu dengan orang yang sama..–
Limabelas menit kemudian dia menghilang dari jendelaku.. pindah ke tingkat lain.
Saat itu Hendra kembali datang dan menyerahkan berkas yang aku minta padanya.
Hendra masih sempat mengajaku lunch bersamanya di luar.. tapi kutolak.. karena aku memang sedang tidak ingin keluar kantor.
Mungkin karena tadi pagi sarapanku cukup banyak sehingga aku memutuskan hanya menyantap apel yang kubawa dari rumah.
Biasanya segera setelah memasuki jam istirahat kantor aku melakukan senam-senam ringan di ruanganku.
Hal itu kulakukan rutin hingga menjadi semacam ritual harian bagiku.
Lebih baik aku makan siang dengan porsi kecil plus senam ringan daripada aku pergi makan hingga kenyang..
tapi mengakibatkan rasa kantuk dan penat sepanjang sisa waktu kerja.
Kunyalakan stereo set di ruanganku dengan remote.. kemudian aku melepas sepatu dan duduk agak selonjoran dengan santai di kursi. Kuangkat kedua tungkai kakiku dan kuletakan di atas meja dengan posisi kaki saling menyilang.
Kuhabiskan apel yang kubawa dari rumah.. lalu kemudian meminum sebotol air mineral.
‘How refreshing! aku tetap duduk santai sambil menggerakan ujung jari kakiku unutuk meregangkan otot.
Suasana kantor yang begitu tenang karena para karyawan sedang istirahat makan siang..
membuatku merasakan suasana privacy yang tentram.
Bayangan petugas pembersih jendela itu kembali memenuhi fantasi-ku.
Sebenarnya aku adalah tipe wanita yang sangat pemilih dalam menentukan pria yang akan kujadikan pertner dalam masalah sex.
Biasanya aku memiliki standar yang tinggi akan hal itu.
Salahsatu yang penting adalah pria itu haruslah memiliki tingkat intelektual minimal sama denganku.
Aku suka tipe pria yang tenang, dewasa dan gentle.
Seorang pria yang mampu memberikan kepuasan psikologis daripada sekedar kenikmatan fisik yang hambar.
Selama ini rekan kencanku adalah pria berlatar belakang pendidikan tinggi.. dan mampu melakukan ‘clever conversation’.
Akan tetapi entah mengapa dalam berfantasi.. aku lebih suka membayangkan pria-pria kasar dengan fisik yang kekar dan kuat.
Tipe-tipe pekerja low class yang mengandalkan otot daripada otak.
Lebih nikmat rasanya membayangkan mereka merengkuh tubuhku dengan kasar dan meniduriku dengan senggama yang liar.
Bayangan pria pembersih jendela tadi diam-diam membangkitkan libidoku.
Terasa jelas tubuhku mulai dialiri gairah hangat yang berwujud suatu perasaan sensasi seperti aliran listrik halus..
menggelitik naik mulai dari ujung kaki.. lalu perlahan lahan naik ke atas menjalari segenap bagian tubuhku.
Tanganku secara otomatis bereaksi dengan mulai menyentuh dan mengusap-usap kedua pahaku yang dibalut stocking yang halus.
Tangan kiriku mulai meremas payudaraku.. dan tangan kanan membelai paha bagian dalam..
hingga menyentuh tepat di antara kedua kakiku.
Tanpa sadar aku merentangkan kedua kakiku selebar mungkin di atas meja hingga rok kerjaku kusut terangkat hingga pinggang.
Kubayangkan tangan-tangan kasar pria itu meremas dan mempermainkan buah dadaku.
Kubayangkan tangannya menyusup ke balik baju dan BH-ku.. dan mulai mempermainkan puting susuku.
Gerakan jari-jarinya begitu kasar hingga mulai memelintir dan ‘menjewer’ kedua puting-ku.
Ahh.. Terasa bagian tengah celana dalamku yang masih terlapis pantyhose mulai basah.
Kuteruskan gerakan tanganku dengan menekan kuat daerah klitoris dan melakukan gerakan ‘tekan dan putar’..
mirip gerakan mengulek. Ahh.. Nafasku mulai berat memburu.
Kuatur dengan menarik nafas panjang. Lalu kubayangkan pria tadi melepaskan celana kerjanya..
Kubayangkan kejantanannya yang besar dan kokoh itu berdiri bebas tanpa ditutupi celananya.
Lalu perlahan diletakkan di bibir kewanitaanku.
Kini kedua belah tanganku membelai daerah pangkal paha sambil kubayangkan kenikmatan yang diberikan olehnya apabila ‘kejantanannya’ itu menusuk menghujam kewanitaanku.
"Ssshh.." Aku mendesis dengan penuh perasaan merinding yang nikmat membayangkan hal itu.
Terlebih lagi nikmatnya gerakan kasar pria itu apabila ‘memompa’ kewanitaannku dalam senggama yang liar dan kasar.
Kian keras aku menekan areal klitoris-ku.. makin cepat seiring kenikmatan dan cairan kemaluanku yang mengalir keluar..
seiring kedutan-kedutan di dalam liang kenikmatanku.
Makin kuat.. makin kuat hingga kesadaranku menjadi gelap diselubungi kabut kenikmatan yang memabukkan.
Mulutku beberapakali terbuka lebar.. megap-megap menahan nafas yang memburu..
serta berusaha mencegah suara rintihan itu keluar dari mulutku.
Akhirnya saat kubayangkan pria itu menusuk berulang dan makin keras.. maka terlepaslah samuanya..
Ibarat listrik mengaliri seluruh persendianku.. aku tenggelam dan tersapu gelombang orgasme yang hebat..!
Kedua kakiku mengejang di atas meja.. sampai pantatku agak terangkat.. hingga posisi duduk-ku makin melorot..!
Hmm..! Tak dapat kulihat apa-apa lagi selain ribuan kunang-kunang menari menyilaukan mataku!
Ahh..! Kulepaskan nafasku yang berisi gelombang kenikmatan terakhir lalu aku kembali lunglai di atas kursi.
Terdengar suara tawa si peri nakal cekikikan di telinga kiriku.
Begitu mulai kesadaranku kembali aku dapati kalau posisi dudukku merosot hingga punggungku tinggal bersandar di dudukan kursi..
dan bagian pinggang sampai pahaku menggantung diantara kursi dan meja.
Tinggal sebatas lutut hingga ujung kakiku saja yang masih berada di atas meja mencegahku jatuh ke lantai.
Ingin kutetap dalam posisi itu hingga desah nafasku kembali normal..
tapi bunyi telpon membuatku segera bangkit untuk menjawabnya.
“Halo..” desah nafasku masih setengah memburu.
“Halo.. Mbak ini aku..” terdengar suara dari ujung sana.
Suara itu sangat kukenal karena itu suara adikku Sonny –Sonny Amulet..–
“Lho Mbak kenapa koq nafasnya gitu abis senam apa abis lari..?” Ujarnya yang cukup membuat wajahku merah padam.
“Eh aku abis senam.. Ada apa..?” Aku balik bertanya sambil mengalihkan perhatiannya dari deru nafasku.
“Lho besok jadi nggak ke nyari PC-nya ke ITC..?” Jawabnya.
Oh iya aku hampir lupa kalau besok aku janji mau menemaninya mengganti komputer.
“Iya.. Iya gimana dong bukannya kamu kerja sama kuliah..?”
“Besok aku kuliah pagi sampai siang.. Soal kerja sih besok nggak ke kantor lagian Erika keluar kota..” jawabnya lagi.
“Oke deh kalau begitu.. Mbak jemput kamu jam 11 di kampus yah..
Tapi kalau bisa sebelum jam tiga sudah kelar soalnya Mbak harus ke tempat suplier jam tiga..”
“Oke deh bisa.. Sebentar koq paling 2 jam-an..” katanya memastikan.
“Oke deh.. Ampe besok Mbak daah..” tanpa menanti jawabanku dia menutup telponnya.
Dasar tuh anak kalau ada maunya bisa aja.
Aku segera merapikan bajuku mengenakan sepatu lalu ke toilet untuk segera membersihkan bagian kewanitaanku yang ‘kegerahan’.
Siang itu pertemuan dengan Suplier berjalan dengan baik dan segalanya sesuai dengan rencana.
-------oOo-------
Sore itu selepas jam kantor aku masih saja berada di ruang kerjaku.
Seperti biasa aku membereskan semua sisa pekerjaanku.. sekaligus semacam evaluasi pribadi akan kinerjaku hari itu.
Itu merupakan salahsatu kebiasaanku karena aku tidak mau ada sesuatu yang tercecer atau tertinggal..
hingga membuatku repot di hari berikutnya.
Dan seperti biasanya suasana lalulintas di depan kantorku sangat padat –nggak cuma di depan kantorku sih..
Di jakarta memang di mana-mana padat kalau jam pulang kantor..–
Biasanya aku suka mampir di Playan yang kebetulan dekat dengan kantorku..
dan bersama beberapa rekan kantor ‘hangout’di kafe wien sampai keadaan jalan mulai lenggang baru pulang.
Tapi saat itu aku malas beranjak keluar kantor dan iseng browsing di internet sambil minum capucino.
20 menit kemudian aku merasa harus segera ke toilet dan seperti biasa aku suka menggunakan toilet yang terletak di bagian direksi. Alasanku adalah karena toilet wanita di sana lebih jarang digunakan.. karena biasa hanya digunakan oleh tamu direksi yang wanita..
dan para sekretaris direksi saja.. –lagipula para direksinya adalah pria semuanya..– jadi lebih memenuhi rasa higienis-ku.
Aku melintasi ruang kantor utama yang sudah kosong menuju ke bagian selatan lantai 4 ini.
Di bagian direksi sebagian besar lampu sudah dipadamkan.. sehingga hanya lampu-lampu pada koridor saja yang masih tetap menyala.
Sebenarnya suasana temaram dan sepi ini agak menyeramkan..
tapi karena sudah empat tahun bekerja di sini aku sudah familiar dengan suasana gedung ini.
Lagipula di lantai satu dan dua di bagian produksi kegiatan tetap berlangsung dan masih ramai dengan pekerja.
Aku memasuki toilet wanita yang terletak di tempat paling ujung bagian direksi.
Lampunya masih menyala dan tanpa ragu aku melangkah masuk ke dalamnya.
Begitu memasuki toilet.. aku langsung melewati jajaran wastafel di kedua sisi dengan cermin sepanjang dinding kedua sisinya.
Ada empat bilik toilet di dalamnya.
Di pintu masuk dua bilik pertama tergantung sign ‘RUSAK/DALAM PERBAIKAN’.. sehingga aku memasuki pintu ketiga.
Ketika aku sedang duduk di toilet itu ada perasaan aneh yang muncul.
Perasaan yang mengatakan kalau aku tidak sendiri di ruangan ini. Insting-ku seperti merasakan kehadiran orang lain di ruangan ini.
Aku segera mengusir perasaan itu jauh-jauh.. dan segera setelah selesai buang air kecil aku segera membersihkan diri..
–tentunya flushing the toilet juga..– lalu ingin segera meninggalkan ruangan yang mulai ’spooky’ itu.
Belum sempat aku keluar tiba-tiba pintu masuk toilet terbuka dan terdengar langkah kaki yang tergesa-gesa.
Ada sedikit suara bisik-bisik singkat yang membuatku mengenali suara itu.
Itu suara Diana..! Rasa ingin tauku keluar.. hingga aku perlahan membuka pintu bilik-ku mengintip.
Rupanya mereka berada di sisi yang sama dengan jajaran bilik toilet.. sehingga aku tidak dapat melihat langsung ke arah mereka.
Akan tetapi cermin besar sepanjang sisi seberangnya membuatku bisa melihat mereka melalui cermin itu.
Dan apa yang kulihat benar-benar membuat kedua lututku gemetar.
Diana dan Nina si resepsionis sedang bergelut penuh nafsu birahi..!
Kulihat bibir keduanya saling menempel erat dan desah nafas mereka berdua terdengar keras memenuhi ruangan itu.
Perasaan antara jijik dan syok aku rasakan..
menyaksikan dua orang wanita yang kukenal melakukan hubungan sejenis di depan mataku.
Ingin aku memalingkan muka karena muak melihat perbuatan mereka..
namun rasa ingin tau-ku terlalu kuat.. hingga aku menyaksikan ‘permainan’ mereka dari balik pintu toilet ini.
Diana terlihat lebih mendominasi ‘pergumulan’ itu sedangkan Nina lebih tampak sebagai objek pemuas.
Tangan Diana tampak begitu rakus dan liar menjelajahi setiap lekuk tubuh Nina.
Dua pasang tangan yang halus dan lentik terlihat tergesa-gesa saling mencopot pakaian bagian atas pasangan masing-masing.
Sepasang bibir yang sama-sama mengenakan lipstik tampak sangat tidak wajar saling menempel lekat seperti itu.
Bahkan bayanganku tentang hubungan lesbian selama ini tidak se’seram’ kenyataan yang terlihat gamblang di depan mataku.
Aku menarik nafas panjang dan sejenak berusaha menerima fakta di depanku..
bahwa gosip si Hendra benar dan cerita Bramanto si Satpam juga benar adanya.
Tapi mengapa harus Diana..?
Mengapa harus teman yang telah kukenal sejak pertama kali aku kerja di sini dan mulai cukup dekat dua tahun terakhir ini.
Aku tidak menyebut akrab karena hubunganku dengannya memang hanya sebatas hubungan kantor dan di acara-acara luar kantor..
yang melibatkan orang-orang dari kantor.. –such as ultah-nya semalam..–
Tapi kuakui selama dua tahun terakhir ini kita berdua cukup intens dalam berhubungan.
Diana cukup sering menelpon dan bercerita banyak hal denganku.
Memang belum sampai dalam taraf curhat sih..
soalnya kami berdua seperti-nya tipe wanita yang lebih suka menyimpan hal-hal pribadi..
dan hanya menikmati percakapan yang bersifat umum dan populer saja.
Oh iya.. Diana adalah wanita yang telah berumah tangga.. usianya 30 tahun.
Wajahnya menarik dan memiliki pesona kematangan seorang wanita yang pastinya sangat sexy..
khususnya di mata pria berpendidikan yang suka dengan wanita yang memiliki intelektualitas dan mandiri.
Nina sendiri masih terlihat sangat muda.. mungkin sekitar 22-23 tahun umurnya.
Kulitnya kuning langsat dan wajahnya khas mojang Priangan dengan kecantikan yang lumayan.
Kulitnya tampak kencang dengan payudara dan bagian pantat yang cukup montok.
Tubuhnya lumayan jangkung dan jujur saja membuatku iri..
–Padahal tinggi badanku yang 162 cm ini menurut teman-teman sudah cukup tinggi..–
Tapi tetap saja aku iri dengan tinggi badannya, titik.
Saling bergantian kedua wanita itu melepaskan nafsu mereka meremas.. dan kemudian mengisap.. menjilat..
–etc.. Etc segala jenisnya..– payudara pasangannya.
Kemudian tubuh Nina yang langsing itu tampak beranjak duduk di atas wastafel.
Diana dengan sigap menarik celana dalam pasangannya sampai lepas hingga tersangkut di sebelah kakinya lalu melakukan oral.
YUKS..!! Agak mual aku membayangkan bila aku yang harus melakukan itu.
Adakah kenikmatan yang didapatkan dengan mencumbui kemaluan dari sesama wanita..!?
Setidaknya itu yang ada di pikiranku pada awalnya.
Tubuh Diana dalam posisi berlutut.
Kepalanya tepat berada diantara paha milik Nina yang kadang-kadang menutup mengejang menahan geli.
Kuperhatikan wajah Nina yang sangat ‘ekspresif’ menerjemahkan tiap kenikmatan yang dirasakannya.
Matanya yang sayu terbius kenikmatan kadang agak mendelik dan kadang terpejam dalam waktu lama..
seiring gelombang kenikmatan yang datang menerpanya bagaikan ombak memecah pantai silih berganti.
Kedua telapak tangannya yang halus itu pun seperti mengikuti irama yang sama dengan ekspresi wajahnya..
menjelajahi tiap bagian dadanya sendiri.
Terkadang tangannya membelai, kadang seperti menggaruk dan memelintir kedua ujung payudaranya sendiri.
Dia menikmati itu semua serasa dia hanya sendiri di ruangan ini.
Kedua pasangan itu tampak seperti menikmati permainan mereka dengan cara sendiri-sendiri.
Kurasakan detak jantungku kian berdentang kencang dan nefasku kian berat. Lambat tapi pasti fantasi memenuhi kepalaku.
Aku membayangkan kenikmatan saat aku melakukan masturbasi tadi siang.
Posisiku yang sedang mengintip menimbulkan semacam sense of privacy..
yang membuatku makin tenggelam dalam permainan panas yang disuguhkan dua insan sejenis di depan mataku.
Seumur hidupku belum pernah aku melihat langsung wanita yang sedang berhubungan sex..
–jelas karena selain bukan lesbi.. aku juga belum pernah melakukan orgy or threesom..–
Ketika masih kuliah beberapakali aku pernah berkencan di motel kelas ‘mahasiswa’ yang full cermin sampai ke plafon..
hingga aku bisa melihat diriku bagai dalam aquarium.
Tapi berbeda menyaksikan diriku sendiri bercinta dengan menyaksikan wanita lain yang memiliki tubuh yang lekuknya tidak kukenal.
Aku merasakan ada suatu pesona unik dalam tiap geliat tubuhnya itu.
Pesona yang kuyakin diliat juga oleh partner sex-ku dalam diriku.
Setidaknya ini akan menambah percaya diriku apabila ber-intercourse kelak. CONTIECROTT..!!
----------------------------------------------------oOo-----------------------------------------------