Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kisah Hidup Dokter Anak dan Sopir Ojol (True Story)

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
detik2 gilang terjun bebas dari kejayaan telah dimulai

lancrotkan hu...
 
12

Membaca pesan dari Bu Wita yang seperti itu membuat Gilang sakit kepala. Sepulang dari hotel Hinako, dia tidak masuk kerja tiga hari karena meriang. Dia dirawat sama Regina di apartemen sampai dia ditelepon Bang Bob di hari keempat. Bang Bob menyuruhnya masuk karena proyek Gilang harus segera diurus. Gilang, yang masih tidak enak badan, mau tidak mau berangkat ke kantor.

Langkahnya berat sekali buat masuk gedung kantor. Jantungnya koprol bolak balik dan pandangan rasanya berputar. Waktu dia masuk, orang kantor bersikap seperti biasa. Mungkin berita soal Bu Wita belum tersebar ke karyawan. Tapi Bu Wita masih belum masuk kerja. Waktu ditanya ke HRD, Bu Wita tidak mengajukan cuti dan hanya menghilang setelah mengabari kalau dia tidak akan masuk sementara waktu.

Gilang menjadi lumayan tenang ketika kondisi kantornya tidak ada perubahan. Dia bekerja seperti biasa mengurusi proyek sampai hari selesai. Pulang ke apartemen, dia dan Regina berniat ML lagi. Gilang menggenjot Regina tiga ronde untuk melupakan kasus Bu Wita. Selesai ML si Gilang mual-mual dan demam lagi. Dia bed rest semalaman. Paginya Gilang ijin datang ke kantor agak siang. Waktu mandi dan kencing, Gilang merasa si jenderal perih dan panas. Terus ada cairan lengket yang keluar dari lubang jenderal. Buset. Apa lagi ini?

Gilang bekerja seperti biasa dan Bu Wita belum ada. Seharian Gilang harus bertahan dengan gatal di penis yang berkepanjangan. Tidak nyaman dengan itu, Gilang cus ke dokter kelamin. Setelah diperiksa, kata dokter rasa sakit dan cairan itu berasal dari infeksi yang disebabkan perilaku seks yang tidak sehat. Bisa menular kalau Gilang nyelup jenderal ke pasangan. Berarti Gilang mesti puasa seks. Dia pulang berbekal obat antibiotik yang harus habis dalam lima hari.

Malamnya Gilang bilang soal kondisinya ke Regina dan Regina merasa bersalah. Setahu Regina, cuma dia pasangan ML Gilang jadi dia pikir penyebab sakitnya adalah dia. Regina meminta maaf berkali-kali dan menjadwalkan periksa dokter besok harinya.

Pagi hari, Gilang kembali kerja. Dia kaget waktu datang ke kantor dan melihat ada Bu Wita di dalam ruangannya. Gilang terlalu takut untuk mengajaknya bicara. Sampai selesai kerja, Gilang menghindari Bu Wita.

Malamnya Gilang dapat kabar dari Regina kalau tidak ada bakteri di vaginanya. Jadi kemungkinan dia kena infeksi dari si Hinako. Cantik-cantik tapi badannya kotor, pikir Gilang.

Di hari Senin yang sibuk, ada rapat besar di kantor Gilang yang dipimpin Bu Wita. Selesai rapat, Bu Wita memberitahukan pengumuman mendadak. Bu Wita akan resign dari kantor dua hari lagi. Semua syok dan kaget. Orang HRD marah-marah karena Bu Wita menyalahi SOP. Tapi Bu Wita keukeuh. Agak sore menjelang, Gilang memberanikan diri masuk ke ruangan Bu Wita dan menanyakan apa yang terjadi.

Bu Wita cerita kalau waktu itu anaknya main-main HP Bu Wita dan membuka galeri foto. Lalu dia melihat gambar payudara Bu Wita yang memar dan menanyakannya ke suaminya. Suaminya melihat kalau gambar itu ada di folder WA dan mengecek kepada siapa Bu Wita mengirimkannya. Muncullah nama Gilang.

“Suami ancam kalau Ibu enggak keluar dia mau gugat cerai.”

Gilang terdiam. Dia minta maaf tapi Bu Wita bilang itu bukan salahnya. Memang benar bukan salah dia. Tapi bagaimanapun Gilang menjadi faktor keretakan rumah tangga Bu Wita.

Dua hari kemudian Bu Wita resign mendadak dan Bang Bob diserahkan tugas untuk menjalankan kantor. Di kepemimpinan Bang Bob, kantor berjalan terombang-ambing. Bang Bob ARO yang super, tapi dia bukan orang yang bisa mengatur administrasi dan jalan berbisnis. Banyak sekali masalah yang menggunung dan membuat repot semua divisi. Dari mulai proyek yang mundur, invoice yang salah alamat dan terlambat dikirim, penagihan yang lambat, dan banyak lagi masalah lainnya.

Gilang yang dekat sekali dengan Bang Bob ikut mengurusi kantor yang kacau balau. Akibatnya ada dua proyek Gilang yang mandek. Dia dimaki-maki klien dan salah satunya hengkang. Bang Bob tidak marah karena dia sendiri sedang kewalahan. Tapi Gilang berhasil membereskan satu per satu masalah kantor dan membuat semuanya berjalan lumayan lancar lagi. Sampai suatu hari kantor mereka kena tuntut klien karena menyalahi klausa kontrak. Salah satu ARO junior salah menjelaskan suatu proyek dan ketika proyeknya jalan, isi proyek tidak sesuai dengan yang dimau klien. Isi proyek jauh berbeda dengan isi kontrak. Bang Bob memecat si ARO tanpa investigasi karena pusing dan sibuk membereskan kasus itu.

Gilang jadi super sibuk sampai-sampai dia jarang pulang di bawah jam dua belas malam. Di tengah kesibukannya, suatu hari dia berjalan melewati musala dan melihat ada Sandra yang sedang salat. Gilang membatin. Sudah lama sekali dia tidak salat. Apa mungkin ini adalah hukuman bagi dia karena meninggalkan ibadah?

Tapi tetap Gilang tidak jadi rajin salat. Dia pikir, waktu enggak salat dia sempat berjaya dan hidup enak, kalau sekarang ketika dia terpuruk dia salat, apa enggak dibilang munafik sama Allah. Jadi tidak salat saja sekalian.

Selama sekitar empat bulan membenahi kantor, Bang Bob diserang di kantor oleh orang tua ARO yang marah karena anaknya dipecat tanpa alasan. Bang Bob dan paman si ARO junior itu berkelahi di ruangan sampai dipolisikan. Bang Bob kena pasal kekerasan dan dibui selama seminggu. Gilang makin stres.

Di bulan kelima, Presiden Direktur yang tidak pernah pulang ke Indonesia akhirnya datang ke kantor dan mengambil alih komando. Gilang yang tahu semua masalah menjadi tangan kanannya. Dalam waktu sebulan, semua masalah terselesaikan dan kantor berjalan normal kembali. Presdir berangkat lagi ke Vietnam dan meninggalkan kantor di tangan Bang Bob yang sudah dibebaskan. Kerjaan Gilang jauh berkurang menjadi tinggal dua: mengurusi satu proyek yang sudah hampir selesai, dan mewawancarai beberapa kandidat ARO. Setelah kedua proyek itu beres, Gilang ambruk diserang tifus.

Gilang dirawat di rumah sakit berinisial S dan mengambil kamar VIP yang paling tinggi. Persetan duit, pikirnya, dia pengin istirahat total. Selama kurang lebih sepuluh hari Gilang dirawat, dia ditunggui Regina. Di hari kedua, Sandra menjenguk Gilang waktu Regina sedang kerja.

“Gimana, Mas, badannya?” tanya Sandra. Gilang ingat sekali waktu itu Sandra mengenakan hijab panjang berwarna hitam dengan gaun panjang ungu. Sandra cantik sekali. Cuma sayang saya enggak punya fotonya. Mungkin nanti kalau Gilang kasih saya bagikan di sini.

“Ya, gitu, Mbak. Masih suka demam.”

“Ada yang nungguin di sini?”

“Ada teman yang nunggu.”

“Ini. Aku kayaknya enggak usah kasih uang buat sumbangan kali, ya, soalnya gaji Mas lebih gede dari aku. Tapi ini aja buat isi waktu,” Sandra meletakkan dua buku di meja samping ranjang Gilang. Yang satu tentang doa-doa waktu musibah, satu lagi soal bisnis dan cara menyeimbangkannya dengan kehidupan pribadi.

Gilang pulang di hari kesebelas dan istirahat dua hari. Baru dia kerja lagi. Waktu kerja, dia berniat pulang ke Kampung Halaman untuk melepas penat. Seperti biasa, dia hubungi Tante Yuli. Tebak siapa yang angkat teleponnya? Linda. Linda langsung maki-maki Gilang.

“Bejat kamu. Sumpah. Anjing tahi babi. Papah stroke gara-gara dia baca chat kamu sama Mamah. Anjing. Enggak usah telepon Mamah lagi. Atau nanti aku sebar kamu ngentot sama ibu-ibu di Facebook. Ngerti kamu, Setan?”

Gilang membeku di telepon. Bu Wita ketahuan selingkuh sama Gilang, sekarang Tante Yuli juga. Dan suami Tante Yuli, papanya Linda, stroke karena tahu mereka selingkuh. Di sana Gilang berpikir bahwa suami Tante Yuli, kan, selingkuh juga? Tapi dia diam saja.

Gilang pulang ke rumah dan bertemu keluarganya. Waktu itu adiknya sedang mengandung delapan bulan. Gilang dapat kabar kalau adik dan suaminya akan pergi ke Kalimantan karena suaminya ada kerjaan di sana. Mereka akan berangkat Senin siang.

Senin siang, Gilang pakai kereta api menuju Ibukota. Di tengah perjalanan, Gilang dapat telepon kalau adiknya kecelakaan di jalan tol. Gilang panik. Dia menelepon kantor ijin tidak masuk dan membeli tiket pulang hari itu juga.

Gilang menuju ke rumah sakit dan bertemu ibunya. Ibunya yang sudah pensiun menangis sesenggukkan karena suami adiknya meninggal dalam tabrakan. Adiknya sendiri sekarang sedang dioperasi. Kabar terbarunya, si anak harus diangkat prematur dari rahim dan dalam penanganan intensif. Adiknya sendiri masih dalam penanganan operasi.

Gilang dan ibunya serta keluarga suami adiknya menginap di RS sampai subuh. Sambil menunggu, Gilang menemukan buku pemberian Sandra. Dia pun membaca salah satunya.

Ada satu kutipan di buku doa-doa waktu musibah yang dia ingat sekali.

“Seorang manusia sesungguhnya penuh dengan ketidaksempurnaan. Bukan hanya ia selalu lupa pada Rabbnya ketika sehat, ia pun lupa pada-Nya ketika sakit.”

Gilang menyadari kalau dulu dia berpikir ngapain salat karena waktu tidak salat saja dia sukses. Orang-orang banyak yang tidak salat bahkan tidak Islam saja sukses. Ngapain salat? Ditambah, kalau Gilang hanya salat waktu susah, memang Allah akan mengampuninya?

Di buku itu dibilang, kalau tidak salah, Allah adalah satu-satunya zat yang boleh kita minta pamrih. Jadi kita boleh ibadah segetol mungkin ketika ada maunya saja. Enggak masalah. Karena kasih sayang Allah itu luas. Tapi tetap ibadah yang wajib jangan ditinggal.

Membaca itu, Gilang langsung mengambil air wudhu dan salat malam. Dia berdoa sampai menangis meminta keselamatan adiknya. Selesai salat, dia kembali ke ruang tunggu dan dapat kabar kalau adiknya meninggal di ruang operasi.
pelajaran buat manusia, sehebat2nya berbuat sesuuatu, tapi inget juga ada hadiah yg mengganjarnya juga, bagus kalo ganjarannya di dunia. Di foruum kayak gini, ada yg ngajarin karma juga.....
Thanks atas sharing kisah2nya om...
 
Update dikit...

13

Kita sebut adiknya Gilang sebagai Anita dan suaminya anggap saja bernama Mas Dedi. Kematian keduanya berimbas besar bagi banyak orang. Setelah menikah dengan Mas Dedi, Anita tinggal di rumah orangtua Mas Dedi karena ibunya sudah lama meninggal dan ayahnya yang sudah pensiun punya penyakit gula yang cukup parah jadi harus diurus. Di rumah itu juga tinggal dua adik Mas Dedi. Satu sudah kuliah, satu lagi baru masuk SMA. Mas Dedi, selain membiayai Anita sebagai istrinya, juga membiayai ayah dan kedua adiknya. Mas Dedi punya bisnis IT yang lumayan maju dan menjadi tulang punggung keluarga.

Ayahnya butuh biaya obat setiap minggunya sekitar dua juta, belum biaya rumah dan biaya sekolah dan juga biaya jajan adik-adiknya. Belum lagi biaya bulanan buat Anita yang juga sedang hamil. Pengeluaran keluarga Mas Dedi ketika hidup sekitar 16 juta per bulan. Ketika meninggal, keluarga Mas Dedi selain ditimpa kesedihan juga kelimpungan bagaimana mereka bisa membayar biaya sehari-hari.

Gilang merasa iba pada keluarga Mas Dedi ketika diberi kabar kalau dia meninggal. Semuanya menangis tidak berhenti di rumah sakit. Waktu dokter yang operasi Anita keluar dari kamar operasi dan mengatakan kalau Anita tidak selamat, Ibu Gilang juga menangis parah. Gilang, sebagai satu-satunya laki-laki yang sudah mapan tidak sempat menangis dan mengurus semua administrasi rumah sakit. Dari mulai pembayaran pengurusan jenazah Mas Dedi, biaya ambulans, biaya operasi Mas Dedi dan Anita, biaya pengangkatan bayi Anita, biaya perawatan bayi prematur Anita, pemulangan jenazah, dan pokoknya lebih banyak lagi urusan-urusan lainnya.

Salah satu takdir yang membawa saya bertemu Gilang melalui tim saya V itu adalah ketika Gilang ditanya oleh staf administrasi rumah sakit apa Anita dan Mas Dedi punya asuransi atau tidak. Ketika Gilang bilang tidak, staf administrasi itu iba karena total biaya yang harus dikeluarkan dalam satu malam itu saja mencapai 30 jutaan rupiah.

Besoknya, Mas Dedi dan Anita dibawa dengan ambulans ke rumah orang tua Mas Dedi. Mereka akan dimakamkan bersamaan di pemakaman keluarga Mas Dedi. Gilang sibuk lagi mengurusi pemandian jenazah, disalatkan, urus surat-surat meninggal ke RT dan RW, ke kantor Mas Dedi, dan segala tetek bengeknya. Gilang keluar uang lagi sekitar 2 juta untuk menyewa tenda, membeli minuman dan makanan untuk pelayat dan membayar beberapa petugas yang membantu administrasi pemakaman.

Setelah selesai dimakamkan, datang orang kantor Mas Dedi yang kebingungan karena kehilangan atasan yang memegang semua urusan kantor. Mereka sempat diskusi dengan Gilang soal pergantian kepemimpinan di kantor Mas Dedi tapi Gilang tidak banyak membantu karena tidak tahu menahu soal bisnis itu.

Sore harinya, Gilang dan ibunya kembali ke rumah sakit untuk memeriksa bayi Anita yang langsung terlahir yatim piatu. Bayi Anita harus diinkubator selama dua puluh hari. Kata dokter, bayi Anita baru bisa dibawa pulang kalau berat badannya sudah bertambah sampai lupa berapa kilo. Gilang pusing lagi memikirkan biaya perawatan si bayi, plus popok, plus susu, dan lain sebagainya.

Gilang mengambil cuti panjang dari kantor. Bang Bob pusing lagi mendengar Gilang yang harus cuti tapi dia tidak bisa melarang karena memang keadaannya cukup genting dan gawat. Bang Bob meminta maaf tidak bisa datang melayat karena sibuk. Dia juga meminta maaf karena kantor tidak bisa memberikan bantuan finansial apa pun. Gilang mengerti dan tidak meminta apa-apa.

Bayi Anita diberi nama Kayla dan akhirnya boleh pulang setelah empat belas hari. Sebelum pulang, dokter yang menangani Kayla bilang kalau ada dokter anak yang jago menangani bayi prematur. Gilang menurut dan akan membawa Kayla ke doktor itu. Ketika dibawa pulang, Gilang pikir dia bisa kembali bekerja, tapi ternyata tidak. Bayi prematur butuh perawatan intensif. Kayla tidak boleh tidak digendong, harus disusui paling tidak dua jam sekali, dan tidak boleh kedinginan atau kepanasan. Gilang dan ibunya kewalahan. Apalagi ibu Gilang yang sudah tua. Ibu Gilang tidak bisa menangani Kayla sendirian jadi setelah diskusi yang sangat sangat panjang, Gilang memutuskan untuk berhenti bekerja.

Untuk berhenti bekerja, Gilang pergi ke Ibukota dan datang ke kantor. Dia minta ijin ke ibunya untuk pamit selama dua hari supaya bisa membereskan segala tetek bengek kerjaan. Di kantor, Bang Bob langsung pening mendengar keputusan Gilang. Bang Bob lumayan marah tapi tetap dia tidak bisa mencegah Gilang untuk resign. Gilang sempat khawatir soal keputusannya ketika ditanya oleh Bang Bob dia bakal kerja apa setelah resign. Gilang tidak bisa jawab. Gilang hanya bisa bilang ada bayi yang harus dia urus.

Bang Bob menyetujui dan meminta Gilang untuk mengoper segala pekerjaan yang tersisa pada ARO junior terhandal di kantor. Gilang rapat dengan ARO didikannya dan memastikan dia siap meneruskan pekerjaan Gilang. Tentu saja Gilang menyiapkan semua keperluan seperti SOP, rundown acara proyek terbaru, dan semua-semuanya sebelum dioper ke ARO junior.

Hari itu, Gilang lembur sampai jam setengah sembilan malam di kantor menyiapkan pemindahan pekerjaannya ke ARO junior. Di sela dia bekerja, Gilang mengintip HP-nya. Sudah hampir setengah bulan dia tidak mengecek HP kecuali untuk menghubungi Bang Bob atau mengurusi urusan rumah. Ada banyak pesan yang masuk dan telepon tidak terjawab. Ada yang dari Regina, beberapa dari klien, dan ada satu pesan dari JE.

Isi pesan JE:
Lang, mau ketemu, dong. Mau curhat.

Gilang terdiam membaca pesan itu. Dulu, sebelum Anita meninggal, Gilang pasti bakal langsung terbirit-birit mengejar JE. Itu kesempatan emas untuk bisa mendapatkan artis. Tapi malam itu Gilang tidak ada niatan untuk bahkan membalas pesannya. Lalu, tanpa sadar si Gilang jadi sedih luar biasa dan menangis. Capek banget.

Gilang dikejutkan oleh bunyi printer di tengah ruangan yang biasa dipakai oleh karyawan. Waktu Gilang menoleh, ada Sandra yang sedang menggunakannya. Gilang lupa kalau di awal bulan seperti ini, Sandra suka lembur untuk cetak ribuan lembar invoice.

“Sori, ganggu,” kata Sandra.

Gilang menggelengkan kepalanya lalu bekerja lagi. Tidak lama, Sandra menghampiri meja Gilang membawa segelas teh manis. “Turut berduka, ya, Mas.”

Gilang tersenyum. Lalu melihat wajah Sandra, Gilang jadi ingin menangis lagi. “Saya kalau lihat Mbak Sandra bawaannya malu.”

“Kenapa?”

“Saya banyak dosa, Mbak. Banget. Mungkin ini lagi dihukum sama Tuhan. Kemarin yang membuka mata saya soal dosa itu buku yang Mbak kasih waktu saya diopname. Gara-gara saya selalu bikin dosa setiap hari tanpa absen, kantor dan keluarga saya kena musibah yang enggak main-main besarnya.”

Sandra tersenyum kecil. Dia diam sebentar menunggu apa Gilang akan bicara lagi atau tidak. Ketika Gilang diam, Sandra berkata, “Dosa itu tanggungan masing-masing orang, Mas. Setahu saya, dosa kita enggak memengaruhi orang lain. Allah, kan, maha adil. Masa orang yang bikin dosa, kita yang kena batunya?”

Gilang tersenyum mendengarnya. Mengobrol dengan Sandra selalu membuat tentram dan adem.

Sandra kembali bekerja dan meninggalkan Gilang. Selesai kerja, Gilang pulang ke apartemen dan ada Regina yang sudah menunggu di sana. Regina menangis karena kesal Gilang tidak bisa dihubungi. Gilang meminta Regina tenang dan dengan berat hati, Gilang menceritakan semuanya. Mulai dari Bu Wita, Linda, Tante Yuli, Hinako, sampai JE. Mendengarnya, Regina menangis sejadi-jadinya. Dia mengamuk sampai lempar-lempar gelas. Dengan frustrasi, Regina membanting pintu dan pergi sambil bilang, “Semua laki-laki itu babi.”

Gilang tidak melawan. Setelah Regina pergi, dia mandi dan berwudhu. Lalu salat jam dua belas malam sebanyak dua rakaat. Entah salat apa. Saking lamanya dia tidak salat, dia sudah lupa salat apa saja yang ada dalam Islam. Setelah salat dia tertidur di sejadah.

Besoknya Gilang ke kantor untuk berpamitan sama Bang Bob dan semua karyawan. Ketika dia pamitan dengan Sandra, Gilang jadi mau menangis lagi dan memeluk Sandra, tapi dia tahan-tahan. Selesai berpamitan, dia naik kereta pulang ke Kampung Halaman.

Dua hari pertama di rumah, Gilang sibuk mengurusi ibu dan Kayla. Dia juga sibuk mencairkan uang deposito dan menarik sahamnya. Setelah enam tahun bekerja keras bagai kuda, dia punya uang hampir setengah miliar di rekeningnya. Yang pertama dia lakukan adalah menyumbang uang seratus juta ke keluarga Mas Dedi. Lalu menyetorkan dua ratus juta ke rekening ibunya untuk operasional rumah, dan mendepositokan kembali seratus jutanya. Sisa seratus juta dia akan pakai sebagai uang sementara sebelum dia dapat kerja.

Gilang mulai mencari kerja di Kampung Halaman. Tapi dengan pengalaman dan gaji terdahulunya yang fantastis, tidak ada satu pun kantor yang mau mempekerjakannya. Kecuali satu, sebagai sales dealer mobil. Gilang sempat mau mengambil tawaran itu tapi dia harus bekerja dari jam delapan sampai jam lima. Dia keberatan karena Kayla butuh penangan khusus yang membuat Gilang mesti ada di rumah setiap jam delapan, dua belas, empat sore, dan tujuh malam. Akhirnya Gilang menganggur lagi.

Sekitar sebulan dia cari kerja tanpa hasil, ada seorang temannya yang menawarkan pekerjaan menjadi sopir ojol. Gilang tertarik karena waktunya yang fleksibel. Untuk urusan duit, dia bisa pakai dulu uang yang ada sementara mencari pekerjaan lain yang lebih menguntungkan. Sebelum melamar sebagai ojol, Gilang meminta restu ibunya. Setelah dapat restu, Gilang tiba-tiba ingin meminta pendapat Sandra.

“Kerja, mah, apa saja oke, Mas. Uang, kan, mengikuti kalau kita rajin,” kata Sandra.

“Enggak malu kalau saya jadi sopir ojol, Mbak?”

“Kenapa harus malu? Bangga malah. Mas Gilang enggak jaim.”

Gilang tersenyum dan akhirnya melamar jadi sopir ojol. Mulailah dia narik ojol dari selepas subuh. Lalu kembali ke rumah setiap dua atau tiga jam sekali untuk mengurus Kayla dan ibunya.

Bulan depannya datang waktu Kayla kontrol. Sesuai arahan dokter, Gilang membawa Kayla ke rumah sakit ibu anak dan mendaftar ke dokter spesialis anak yang katanya jago. Nama dokter anak itu adalah Cecil.
 
okeee akhirnya nongol juga bagian si dokter anak haha..
lanjutkan suhuuu
 
:mantap: :mantap: :beer::ampun:Muantafffff..om..n lanjut?
 
Terakhir diubah:
TOP bener ente om ......wajib lanjut nih
Ampe finis.....ok? Tengkyu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd