Kebetulan jalan disekitar simpang ini agak ramai karena malam sabtu, pada sata menyebrang, reflek tanganku menggandeng tangan mbak vina, dan merasakan halus tangannya yang tiba tiba kurasakan dingin dan berkeringat. Saat aku menoleh aku melihat mukanya agak kaget dan memerah, namun dengan cepat menjadi biasa dan berjalan disamping mengikuti irama langkahku menyebrangi jalan.
BAB III - Universal Language
Tak lama kami pun sampai di halaman parkir yang berada tepat disisi gerbang dalam uniberaitas. Berseberangan dengan lapangan basket Universitas tempatku biasa sparing basket dengan anak-anak kampus bawah apabila kebetulan ada pertandingan basket, baik resmi antar fakultas maupun pertandingan tidak resmi atas nama persahabatan, yang ujung ujungnya biasanya mrngakibatkan bentrokan antar fakultas.
Setelah memarkirkan kendaraanku tepat disamping bus rongsok berwarna biru milik Koperasi Mahasiswa Universitasku yang entah sejak kapan terparkir terbengkalai tepat dibawah pohon beringin sebelah kolam itu, kamipun segera melangkah menyebrangi taman kolam menuju Auditorium utama universitas tempat acara Inaugurasi diadakan.
Dari jauh sudah terdengar dentuman musik menggema bersahutan, riuh tenggelam dalam sorak sorai suara penonton. Disekitar halaman auditorium tampak beberapa pengunjung duduk di tangga. Ada yang tampak berkeringat sambil mengibaskan leher bajunya, ada beberapa pasang muda mudi yang bercengkrama, ada pula gerombolan beberapa mahasiswa yang duduk duduk merokok sambil melihat jam tangan nya, menunggu waktu pintu dibuka bebas tanpa tiket, yang biasanya dibuka beberapa jam sebelum acara berakhir.
Dari kejauhan, aku melihat sosok yang kukenal sedang berdiri di depan booth tiket. Dilehernya ada name tag tergantung. Akupun segera melangkah mendekatinya, sambil meneriakkan namanya.
"MAS ENGGAR" teriakku memanggil dia agak keras. Namin dia tidak menoleh, karena sepertinya suaraku kalah dengan keriuhan suara dari dalam auditorium.
"MAS ENGGAR, OEEEE" setelah agak mendekat aku kembali berteriak memanggil namanya.
Lelaki yang kupanggil itu tampak memicingkan matanya, berusaha mengenaliku ditengah temaram lampu depan auditorium
"Lho, Tama, ngapain lu? Jauh amat ampe sini? Nyasar? Atau berburu? Sama siapa itu" Balasnya dengan girang setelah mengenaliku, sambil melirik sosok mbak vina disebelahku yang entah kenapa, dibawah pancaran sinar lampu seadanya, justru menambah ke ayuan dan keanggunan wajahnya. Enggar ini adalah mahasiswa semester 6 kampus sastra yang aku kenal pada saat sparing basket fakultasku melawan fakultasnya.
"Iya mas, iseng aja. Suntuk diatas mulu, timpalku.
"Ini kenalin, temenku anak FISIP, Vina, mbak Vina, ini mas Enggar." Lanjutku sambil saling mengenalkan.
Kemudian mereka bersalaman, saling memperkenalkan diri. Tampak sudut mata enggar melirik ke arah tubuh mbak vina yang memang sangat menggairahkan.
"Woy.. biasa aja kali ngliatinnya" ujarku bercanda sambil menepuk ringan pundak mas enggar.
"Haha, bisa aja lu dapet bidadari kaya gini tam" balas mas enggar sambil tertawa terbahak bahak.
"Eh, btw lu ngapain disini? Mau masuk?" Tanya mas enggar kemudian
"Iya mas, mau nonton castle nih, udah lama ga liat mereka. Jam berapa mereka main?" Jawabku ke mas enggar
"Bentar lagi maen, setelah band anak tingkat 4, palingan sejam lagi men" sahutnya
"Lu masuk aja lewat pintu samping sono, bilang ama yang jaga pintu suruh enggar, ga usah beli tiket" lanjutnya lagi sambil menunjuk ke arah pintu depan sebelah kanan yang terletak agak tersembunyi, dengan tulisan diatas "Khusus Panitia"
"Suwun berat mas, yowes aku tak masuk sik yo" ucapku berterimakasih kepadanya yang dibalasnya dengan anggukan kepala sebelum kemudian dia berjalan menjauh menghampiri panitia lainnya.
Sesuai petunjuk mas enggar, kamipun segera masuk melalui pintu samping. Setelah aku mengatakan bahwa mas enggar yang menyuruh, tanpa banyak tanya, mereka membiarkan kami masuk kedalam gedung auditorium.
Didalam auditorium kami pun segera mencari spot kosong untuk menikmati pertunjukan inaugurasi. Diatas panggung, nampak sekelompok pemain band sedang menyanyikan lagu crawling milik linkin park. Hentakan drum yang enerjic diiringi lengkingan gitar yang terdengar harmonis dengan betotan bas yang dimainkan para personel band membuatku bergoyang pelan mengikuti ritme musik yang dimainkan.
++++++++++
++++++++++
Disampingku tampak mbak vina pun menghoyangkan badannya sama sepertiku. Wajah ayunya, lesung pipitnya, tubuh rampingnya semua bersinergi mengikuti irama lagu yang dimainkan.
++++++++++
Discomfort, endlessly has pulled itself upon me
Distracting, reacting
Against my will I stand beside my own reflection
It's haunting how I can't seem
To find myself again
My walls are closing in
(Without a sense of confidence I'm convinced
That there's just too much pressure to take)
I've felt this way before
So insecure
Crawling in my skin
These wounds, they will not heal
Fear is how I fall
Confusing what is real
++++++++++
Tak lama setelah itu beberapa lagu dan band lain silih berganti naik keatas panggung menampilkan performa terbaik mereka, dan kami berdua semakin asik menggoyangkan badan mengikuti alunan lagu yang dimainkan. Hingga tak terasa band yang diatas panggung sudah turun dan digantikan oleh sepasang MC yang menginformasikan bahwa sesaat lagi bintang tamu acara ini akan tampil diatas panggung.
Beberapa saat kemudian, irama RnB dengan beat khasnya membahana di ruangan auditorium ini, mengiringi penamlilan dari bintang tamu. Beberapa lagu mereka tampilkan. Berbagai macam aliran musik pun mereka bawakan. Aku san mbak vina semakin menggila bergoyang dan berdendang mengikuti irama musik yang dibawakan.
"Untik selanjutnya, biar agak slowdown, kami akan membawakan sebuah re-arransement lagu lawas. Yang bawa pasangan silahkan peluk pasangannya, yang ga bawa pasangan silahkan peluk temen disampingnya, yang datang sendirian, pindah ke pinggir biar bisa peluk tembok" dari atas panggung, vokalis wanita castle berkata.
Tak lama setelahnya, alunan beat lagu yang romantis mulai terdengar, disekelilingku para pasangan sudah mulai menggoyangkan tubuhnya seirama dengan musik. Banyak yang mulai bergandengan, ber rangkulan, berpelukan, bahkan ada sepasang cowok yang berkelahi, gara gara salah satu dari mereka tiba tiba merangkul temannya. Yang dibalas dengan dorongan jijik.
Akupun memandang perempuan disebelahku yang masih fokus menikmati lagu yang dibawakan sambil matanya terlihat menerawang.
Sadar diperhatikan, diapun menoleh kearahku, dengan tatapan mata yang aku tidak mengerti, lalu kemudian tersenyum sangat manis, sebelum akhirnya kembali melihat kearah panggung.
Aku serba salah menghadapi kondisi itu. Tapi entah mendapat keberanian dari mana, tiba tiba reflek tanganku menggenggam tangan mbak vina yang ada disebelahku.
Untuk kedua kalinya dia menoleh kearahku, dan kembali memberikan senyum dalam tatapan mata yang entah aku masih tak tahu artinya.
Tanganku masih menggenggam tangannya, dan tak lama kemudian, aku dikagetkan dengan mbak vina yang balas menggenggam erat tanganku, sambil perlahan matanya kembali melihat kearah panggung.
Tak lama kemudian, aku semakin terhipnotis oleh perwmpuan ini, ketika tiba tiba dia menyenderkan kepalanya kepundakku sambil tetap menggerakkan tubuhnya seirama dengan permainan lagu yang dibawakan oleh band diatas panggung
++++++++++
++++++++++
Menyadari hal tersebut, aku lun semakin nekat, aku melepas genggaman tangannya dan memindahkan tanganku ke pundaknya. Untuk merangkulnya. Aku sudah nekat dengan resiko yang akan aku hadapi. Entah ditepis, atau bahkan mungkin ditampar. Tapi ternyata mbak vina hanya diam, justru malah memindahkan posisinya agak bergeser kedepanku dan menarik tanganku yang satu untuk memeluk perutnya.
Aku sangat kaget, konsentrasiku terhadap lagu buyar sudah. Aku merasakan kelembutan perut mbak vina walaupun masih terhalang sweater setinghi leher miliknya. Sementara tanganku yang satu melingkari lehernya dan memegang pundaknya dari arah depan. Tapi bukan itu yang membuatku kehilangan konsentrasiku. Bukan itu.
Dari posisi kami sekarang, dengan posisi mbak vina didepanku sambil kupeluk, otomatis badan kami merapat, dan terasa sekali pinggul mbak vina menempel di permukaan celana jeansku bagian depan. Tempat adik kecilku masih terlelap dengan pulas.
Namun seiring dengan gerakan tubuh kami, mengikuti irama lagu, menimbulkan gesekan gesekan yang tak disengaja, menyebabkan si junior lambat laun bangun dan membesar.
"Sial, pake acara bangun segala si dedek" umpatku dalah hati merasa cemas kalau mbak vina menyadari bahwa juniorlu bangun.
Namun kulihat mbak vina masih tidak bereaksi dan tetap bergerak seirama dengan lagu.
Tak lama kemudian, secara tiba tiba mbak vina menoleh kebelakang kearahku, menatap tajam, dalam tatapan yang masih tak dapat kuartikan. Sambil tersenyum memamerkan lesung pipitnya. Kemusian segera kembali melihat ke depan panggung.
Sialan, kenapa nih" pikirku bingung sambil mencoba menahan kebangkitan dari sijunior.
Namun tiba tiba, mbak vina mencondongkan kepalanya kebelakang, menyender padaku, dan semakin merapatkan badannya ke arahku.
Pertahananku pun buyar, secara refleks aku memindahkan tanganku yang tadinya di lehernya geser keatas. Kearah rambit tebal panjang hitammya. Ku belai perlahan rambut itu, sambil hidungku kudekatkan ke puncak rambutnya. Meresapi harum shampoo bercampur bau matahari yang tersisa dirambutnya.
Tanganku satunya masih melingkar diperutnya. Namun seiring dengan gerakan tubuhnya. Lambat laun tangan itu semakin keatas dan menyentuh bagian bawah gundukan indah diatas perutnya.
Sementara didepan lagu yang dibawakan sudah hampir mencapai klimaksnya.
Mbak vina tiba tiba kembali menolehkan kepalanya keaarahku, dengan tatapan sayu.
Dan secara refleks aku mendekatkan mukaku kearah wajahnya. Dan entah siapa yang memulai tiba tiba kami sudah berciuman.
Bibirnya yang dilapisi lipstik naked melumat bibirku yang penuh racun akibat nikotin. Matanya terpejam meresapi lumatan demi lumatan yang kami lakukan.
Kami sudah tidak peduli ada yang melihat atau tidak perbuatan kami, yang ada dipikiran ku hanyalah bibir merah merakah yang kini sedang kunikmati.
Semakin lama ciuman kami semakin ganas. Lidahku kukeluarkan untuk kemudian dilumat dan dijilat olah lidah mbak vina. Tanganku yang tadinya hanya menyentuh perut secara perlahan naik merambat menuju gundukan didadanya.
Kuelus dengan pelan, sambil kuremas agak perlahan. Terasa, lumatan mbak vina semakin kencang, Seiring dengan remasan tanganku di luar payudaranya.
Tiba tiba, tanpa peringatan, lampu auditorium menyala terang, menandakan usainya acara. Kamipun dengan kaget segera melepaskan ciuman kami, dan berpura pura menatap ke arah panggung, dan berdiri dalam posisi canggung.
Tanganku pasih melingkar diperut mbak vina, sementara tanganku satunya kini berada dibibirnya. Berusaha membersihkan sisa liurku yang menmpel di bibirnya. Sementara lidahku menjilati binirku sendiri. Merasakan sisa lipstik mbak vina yang masih menempel.
Satu persatu pengunjung mulai meninggalkan auditorium. Sementara kami masih berdiri diposisi semula. Untung kami mengambil posisi agak kebelakang, sehingga tidak menghalangi lalu lalang penonton. Aku masih terdiam, bertanya tanya apa yang dipikirkan mbak vina saat ini. Sampai tiba tiba dia menoleh kearahku dan berkata.
"Pulang yuk, udah agak sepi"
"Aaaayo mbak," balasku terbata bata.
Akupun melepaskan pelukan ditubuhnya, dan berjalan kearah pintunkeluar sambil menggandeng tangan mbak vina, dengan pikiran kacau masih belum percaya akan kejadian yang barusan terjadi.
++++++++++
"Mbak vina pulang kemana?" Tanyaku setelah kami keluar dari auditorium dan melangkah menuju parkiran.
"Aku nginep tempat temenku, di perumahan sebrang kehutanan situ" jawab mbak vina sambil menunjuk kearah temlat yang dimaksud.
"Yaudah aku antar ya mbak" kataku sambil memundurkan motor keluar parkiran.
"Iyalah, tanggung jawab anterin aku" balasnya gemas sambil tersenyum
Kemudian mbak vina membonceng dibelakangku, dan aku melangkahkan kendaraanku pelan menuju kosan yang dimaksut mbak vina.
Tak sampai 5 menit kami sampai di tujuan. Aku pun mematikan mesin kendaraanku, dan berkata.
"Sudah sampai mbak"
Mbak vina tidak menjawab, lalu turun dari kendaraanku, lalu mengambil Hapenya dan mulai menelefon.
"Ta, aku diluar nih.
.....
Oh ya udah..
....
Iya aku tunggu.. jangan lama lama
...
Kemudian setelah mbak vina mematikan teleponnya dia berkata
"Temenku masih diparkiran. Baru mau balik. Tunggu bentar ya"
"Oke. Lama juga gapapa mbak" sahutku sambil tersenyum"
"Gombal" ledeknya
"Kamu ada hape tam?" Tanya nya kemudian.
"Ada, jawabku. Berapa nomer mbak vina" tukasku cepat sambil mengambil hape dari dalam tasku. Hape warisan dari ayahku. Nokia 3310. Saat itu belum ada yang namanya smartphone. Jangankan Android, iphone, atau BB. symbian pun belum lahir.
"0812xxxxxxx. Coba miscall" jawabnya
Akupun mensave nomer mbak vina dihapeku, kemudian memencet tombol panggil. Tak lama kemudian, hape mbak vina berbunyi dengan nada khas Handphone sejuta umat.
"Aku save ya nomer kamu" kata mbak vina sambil mengutak atik handphone kecil bermodel kupu kupu miliknya.
Tak lama setelahnya, terlihat cahata lampu sepeda motor datang dari arah belakang. Ternyata itu teman mbak vina dan cowoknya.
Setelah berbasa basi saling berkenalan, kami pun berpamitan. mbak ita, nama teman mbak vina berjalan kearah gerbang dan membuka pintu gerbang. Sementara itu mbak vina berjalan pelan kearahku, dan mendekat kewajahku, kemudian cepat mencium pipiku sambil berbisik
"Mesum... "
Kemudian berlari kecil mengikuti mbak ita masuk ke dalam kosan, meninggalkan aku yang masih terpana sambil mengelus pipi yang barusan dicium.
"Tiiiiitttt...... duluan mas......" cowok mbak ita berpamitan menyadarkanku dari kekagetan, dan segera menstater kendaraanku meninggalkan kosan mereka.
Bersambung
Bab IV - Let it Flow