JNT
Part 24
Di dalam kamar yang terang benderang Ian tak ragu lagi mencumbu kekasih barunya, sebenarnya sedari dulu pertama datang Ian sudah menaruh simpati kepada wanita yang saat ini ia cumbu, namun hanya sebatas itu saja, wajar karna lingkup kehidupan Ian berada di tengah hutan, walau pun di sana ada dua hati yang ia bawa, namun naluri lelakinya tak bisa di bohongi.
Melihat cara berpakaiannya saja sudah berbeda, di tambah lagi body mulus dan wajah yang ayu, tak mungkin bagi seorang lelaki kalau tidak mengaguminya.
Begitu juga Ian ia mengagumi istri bosnya sendiri dan Ian tak menyangka kalau saat ini wanita itu berada dalam dekapannya.
Saat ini Dara menyandarkan kepalanya di dada Ian, jari lentiknya iseng memainkan anggota tubuh Ian, entah telinga entah hidung ada saja yang ia pegang. Memang tak ada kata terucap tentang hubungannya, mereka sadar dengan apa yang mereka perbuat.
Pikiran Ian melayang jauh, tentang hatinya yang kalut, tentang cintanya yang bisa di bilang kandas, tentang kekasihnya yang selalu ikhlas menerima tingkah laku Ian yang sedikit banyak menyakiti hatinya, tentang Herni yang juga mengisi hari-hari Ian selama berada di kota, dan tentang wanita bersuami yang saat ini bergelayut manja dengannya, Ian menghela nafas memikirkan semua itu.
“Mas Kenapa? “
Ucap Dara membuyarkan pikiran Ian yang sedang kalut, Ian tersenyum, kedua tangan yang tadinya ia silangkan di bawah kepalanya kini mengusap lembut kening Dara.
“Ngga apa-apa ay? “
“Kok kayak lagi cemas gitu? Mikirin apa siih? “
“Em... Ada sih? Tapi... “
“Tapi apa yang? “
“ Kamu jangan marah ya? “
Ucap Ian kemudian.
Cup!
“Iya? Apa sih... “
“Menurut kamu aku terlalu berlebihan ngga kalau.... “
Ian sengaja menggantung ucapannya.
“ Kalau apa yang? “
“ Jangan marah tapi ya? “
Dara pun menganggukkan kepala menanggapi ucapan Ian.
“ Ada benih yang baru saja tumbuh ay, aku merasa yang aku lalukan sekarang ini bukan sekedar sex semata, aku menghormatimu sebelum ini tapi sekarang berbeda, rasa itu berubah ay? "
Cup!
Dara mengecup bibir Ian.
“Kita jalani saja yang ada sayangku? Aku akan selalu ada untukmu mulai saat ini, jangan risau. Aku juga mencintai suamiku dan aku juga ngga mau ada perpisahan kok, tapi jika seandainya perbuatan kita terbongkar aku yang akan ada di depanmu mas? Dan kalau memang suamiku tak Terima dan mengusirmu aku juga akan keluar dari rumah ini. “
“Bukankah itu juga sama saja menghancurkan dirimu ay”
“ Ngga mas? Percayalah aku tau apa yang harus aku lakukan kok, “
“ Sejak kapan kamu seperti ini ay? “
“Sejak aku memberi perhatian lebih ke mas, masnya saja ngga pernah peka he he, “
“Maaf, karna aku tak akan berani melakukan hal itu, aku sadar siapa aku dan siapa kamu ay, terutama... “
“Aku istri bosmu? Iya? Cinta tak bisa di salahkan mas? “
“ Iya sih? Tapi....”
“Tapi opo neh? “
Ian pun mendekat, lalu ia berbisik di telinga Dara, seketika Dara tersenyum dan menoleh ke arah yang Ian maksud, Dara kembali menoleh dan menatap kekasihnya, lalu Dara merubah posisinya, ia beringsut dari dada Ian dan mengendurkan celana yang Ian kenakan, tangan halusnya menyelusup ke dalam, menggenggam batang penis yang sudah menegang, tak sabar Dara pun berdiri dan melepaskan celana yang Ian pakai, berikut baju dan celana tidurnya sendiri.
“Sini ay”
Ucap Ian meraih pergelangan tangan Dara, mereka rebahan sejajar, perlahan Dara menindih tubuh Ian dan bibirnya dengar sigap mengulum bibir Ian, tapi hal itu tak berlangsung lama, Ian melepas pagutannya dan membisikkan sesuatu, Dara mencubit gemas hidung kekasihnya.
“Tetap di atas ya ay? “
Ucap Ian kemudian, tak lama setelah itu Dara merangkak dan memutar balik tubuh polosnya, batang penis Ian langsung ia lahap, sudah tak ada keraguan lagi di antara mereka berdua dalam urusan sex, saling merangsang alat vital menjadi sajian yang sangat menggairahkan sebelum penetrasi terjadi.
Uuugh...
Lenguh Ian saat Dara menyedot ujung penisnya, tak mau kalah, bibir Ian mencucup bagian dalam vagina kekasihnya, bahkan sampai Ian kesusahan bernafas, lidahnya menggelitik sisa ruang yang ada, tentu Ian menyukainya aroma vagina yang menggugah birahi dan hangatnya lubang surgawi Dara tak mengeluarkan banyak cairan.
Dara sendiri mulai tidak fokus dengan aktivitasnya, ia lebih sering melepas penis Ian dan menikmati jilatan di liang senggama nya, Ian sendiri sama sekali tak mau meninggalkan liang milik kekasihnya lidahnya menelusuri setiap jengkal rongga vagina Dara, hingga akhirnya lidah Ian menemukan sesuatu yang lembut bergerinjal di dalam sana, bibirnya menekan lebih dalam.
Slup
Slup
Slup
Susah payah Ian mengulumnya.
“Aaah.... Mash... Iiiih.. Iiih, aaaugh... Nikmat mash... Aaah.. Sudah... Sudah.... Aaah.... “
Racau dan rintihan Dara saat Ian menyedot vaginanya, Dara menggelinjang hebat, vaginanya kembang-kempis alias ngempot, Ian merasakannya tapi ia tak berhenti, apalagi racauan Dara tak sesuai dengan kenyataan, kenyataannya Dara menekan selangkangannya lebih kuat, setelah itu Dara tak bersuara hanya nafasnya saja yang memburu dan tersenggal.
Tubuh polosnya lunglai di atas Ian dengan tangan yang menggenggam batang penis Ian yang tegak menjulang.
“Eeegh..... Iiiih... Iiih.... Sudah Sayangh.... Sudah..... Aaagh... “
Racau Dara saat Ian kembali merojok vaginanya dengan lidah, rasa geli bercampur nikmat menjadi satu, membuat Dara benar-benar tak bisa mengontrol diri, pinggulnya meliuk-liuk tepat di muka Ian disertai dengan rintihan kenikmatan yang tak kunjung usai, Dara benar-benar tak kuat menahan birahinya, ia membetot paksa selangkangannya dari muka Ian, sudah cukup baginya merasakan dua kali orgasme berturut-turut karna ulah Ian barusan, ia beringsut langsung membenamkan penis Ian ke dalam liang senggama nya.
“Aaach... “
Ia mendiamkannya sesaat, kepalanya menengadah merasakan batang pejal Ian menusuk dalam ke liang miliknya.
“Uuuuugh..... Panas ay ...“
Racau Ian merasakan lubang kenikmatan kekasihnya.
Seketika Dara menoleh ke arah Ian, ia tersenyum lalu berucap.
“Apa mas? “
“ Panas sayang? “
“ Apanya”
Ucap Dara dengan tatapan yang menggugah gairah pasangannya, melihat hal itu Ian tak menjawab, malah ia menghentakkan pinggulnya ke atas.
“Aaaugh..... Nakal iiih... Mentok sayangku? “
Lagi-lagi Dara mendongakkan kepala dan mengaduh nikmat, di perlakukan Ian seperti itu, lalu ia menghentakkan pinggulnya sambil mengulum bibir bawahnya, ia tak memperdulikan Ian lagi.
“Eeegh... Egh.... Egh... “
Dara terus menyentak pinggulnya tanpa henti, lenguhnya tertahan karna bibir bawahnya ia kulum sendiri, hingga akhirnya sentakannya terhenti, ia menekan kuat pinggulnya.
“ Egh.... Aaaaaach...... “
Bokongnya mengkerut dan bibir vaginanya mencengkeram batang kejantanan Ian.
“Sudah? “
Ucap Ian meledek Dara yang tertunduk lemas di atas selangkangannya.
“Eengh... Nakal ih, aku dapet lagi tau... “
Ucap Dara sembari membalikkan tubuhnya menghadap Ian, penis Ian pun masih menancap gagah di dalam liang vaginanya, Dara menunduk dan mengecup bibir kekasihnya.
“Diem dulu ya sayang? “
Ucap Dara setelah melepas pagutannya, lalu ia merebahkan diri di dada Ian, sedangkan Ian membelai rambut Dara yang acak-acakan.
Cup
Mendapat kecupan di keningnya Dara langsung membenamkan wajahnya di leher Ian.
“ mas kok lama sih? “
“ Lama apanya ay?”
“Itunya mas? Tuh masih tegang aja di dalam”
“ he he biarin lama, biar kamu senang “
“Banget...., tapi aku lemes ah, keluar terus, masnya nakal si “
“ Ooo mau tak nakalin lagi... iya? “
“ Ampun ah mas... Nanti dulu ya? “
“Hu um “
Jawab Ian singkat dan tangannya terus menerus membelai rambut Dara. Lambat laun kepala Dara bergerak, ia menjilati leher Ian yang basah oleh keringat, hal itu membuat Ian kegelian luar biasa, akibatnya tanpa sengaja pinggulnya bergerak.
“Eeemh... “
Lenguh Dara, ia melepaskan jilatannya dan mulai menggoyang pinggulnya, merasa kurang bebas kedua tangannya ia luruskan untuk menopang tubuh, matanya menatap Ian dengan nanar, seolah menantang seberapa jantan pasangannya. Dan itu cukup membuat Ian gemas, ia raih tubuh Dara dan dengan beringas mengulum bibirnya, lalu dengan sekali gerakan ia membalikkan posisi.
“ Kamu siap sayang? “
Ucap Ian dan di balas anggukan kepala oleh Dara, Ian mulai menggenjot dengan tempo cepat, lima menit Ian merojok kemaluan Dara dengan tempo genjotan yang berubah-ubah menggunakan posisi misionaris, jelas membuat Dara kelabakan, ia meracau tak karuan.
Kakinya menggapit pinggang Ian tangannya meraih tubuh Ian agar dapat memeluk kekasihnya dengan erat dan dengan buasnya ia melumat bibir Ian, sesekali ia melepaskan lumatannya karna tak tahan menerima sodokan penis Ian yang begitu kuat.
lagi-lagi Dara mengejat berbarengan dengan berhentinya sodokan Ian, kakinya makin kuat menggapit saat vaginanya menerima semburan sperma Ian, nafas keduanya terengah-engah, dan lumayan bibir mengakhiri pergumulan birahinya, saking lelahnya Dara tertidur di atas tubuh Ian dengan penis yang masih menancap si vaginanya.
Pagi hari saat suara ayam jantan berkokok Dara memicingkan mata, ia baru saja terbangun dari tidurnya, penis gagah yang semalam masih menancap di vaginanya kini sudah tak lagi ia rasakan.
Ian terlelap disampingnya, ia tersenyum geli melihat keadaan kamar, melihat Ian terlelap tanpa busana begitu juga dirinya. Ia miringkan tubuhnya menatap pemuda yang berhasil menaklukkan pertahanan kesetiaannya kepada sang suami, Dara memeluk Ian, ia merasakan gejolak muda saat pertama menikah sampai saat ini baru dapat ia rasakan sekarang.
Tanpa sadar matanya mengembang, Salah satu kebutuhan dan sangat berpengaruh dengan keharmonisan rumah tangga yang tertunda dan itu ia dapat bukan dari suaminya sendiri.
Hingga menjelang pagi saat sinar mentari sebentar lagi akan menampakkan diri, Dara masih enggan meninggalkan tempat tidur, ia menyandarkan kepalanya di atas perut Ian dan matanya mengamati penis yang semalam mengobrak-abrik liang vaginanya, sedikit demi sedikit hasratnya kembali terusik manakala jari lentiknya memainkan penis yang sedang tertidur seperti si empunya, namun berkat sentuhan jarinya secara perlahan penis pun mengembang setengah tegang, lambat laun penis Ian pun menegang maksimal, uratnya terlihat menonjol dan bentuk penis Ian pun terlihat melengkung ke samping, tak ayal membuat vagina Dara terasa gatal seketika, perlahan jari lentiknya mengusap vaginanya sendiri dan kelentitnya pun ia jamah.
“ zzzzh “
Desisnya, lalu Dara pun beranjak dari malasnya, ia menaiki tubuh Ian dan memasukkan batang yang berdiri menjulang ke liang vaginanya.
Blees....
“Aagh.... “
Desah Dara saat penis Ian berhasil masuk, pelan-pelan Dara menggoyang pinggul, ia meresapi setiap gesekan yang di timbulkan oleh goyangannya, gayung pun bersambut, Ian terbangun dari tidurnya, ia langsung merengkuh tubuh sintal Dara hingga ambruk memeluknya.
“ Kamu ndak capek ay? Nanti kerja lo ya? “
“ capek yang? Tapi.... “
Muaach...
Ucapan Dara terputus karena Ian langsung menyerbu bibirnya, pergumulan pun berlanjut hingga jam setengah enam pagi.
Di gudang pemotongan ayam.
Waktu istirahat telah tiba, sebagian karyawan sudah mulai meninggalkan pekerjaannya, termasuk Herni, ia bersiap membeli makan siang, namun langkahnya terhenti.
“ Dek? “
Herni menoleh, senyumnya mengembang seketika.
“Hu um mas? Piye? “
“Kamu jadi pulang ndak? terus ibu gimana keadaannya, udah sehat to dek? “
“ yo jadi to mas? Besok rencananya aku mau pulang sih? Katanya mau ikut, ayo lah, ibu sih udah mendingan mas? “
“ syukur kalau udah mendingan, pengennya ikut sih, tapi aku harus nemenin ibu bos, piye ya dek “
“ Yo ndak apa-apa kalau ndak jadi mas? “
“ Oya aku lupa, itu mantan ade siapa to namanya,”
“Danu mas? Mas ngapain sih? Ndak usah kesana lah mas, “
“ Ndak apa-apa tenang aja he he, eh iya nanti sekalian tak mintain gajinya yo? Kan besok pulang kan? Tak mintain ijin sekalian, “
Herni pun tersenyum, dan mengangguk setuju.
“ makan bareng yuk mas, adek lapar he he, “
Belum sempat Ian mengiyakan, Dara sudah berdiri tepat di belakangnya.
“hey... Mau makan siang ya? “
Sapa Dara kepada Ian dan Herni.
“I iya bu? “
Jawab Herni gugup, berbeda dengan Ian, ia malah mengajak Dara untuk pergi bersama.
“ mbak mau di bungkus in sekalian? Apa mau makan siang bareng aja mbak, “
“ Ndak ah mas, ngantuk aku, titip aja, tapi jangan lama-lama yo mas? “
“ Siap mbak, begadang yo mbak, he he, Adaw.... “
Tiba-tiba Dara mencubit pinggang Ian dan matanya sedikit melotot ke arahnya, Herni yang tau itu mengernyitkan dahinya, Dara tersenyum melihat tingkah Herni.
Ia segera pergi meninggalkan lokasi, sementara Ian tidak jadi makan di tempat, ia beralasan takut kalau Dara marah. Sesampainya di ruangan Dara, Ian tampak geleng kepala, istri bosnya yang juga kekasih gelapnya sedang duduk menyilangkan kedua tangannya di meja, wajahnya pun ia tenggelamkan di atas lengannya.
“hem... Ay?... “
Panggil Ian sambil menggoyangkan lengan Dara.
“ay? Kamu tidur? “
“eeehm..... Ngantuk yang... Kamu sih... “
Jawab Dara.
“bangun ah makan dulu yuk, “
“Eh? Mas ndak makan di sana to? “
“yo ndak masa kamu makan sendirian disini he he “
“Heem ada yang perhatian nih, jadi enak kan akunya Hi hi hi suapi sekalian ya mas? “
“iya? Makanya bangun ay, nanti keburu ada yang datang kamu ndak jadi tak suapi lo ya? “
Dara pun cepat membuka mata, namun ia enggan untuk duduk tegap, badannya ia sendirian di kursi, menunggu Ian menyiapkan makanan untuknya.
Selesai acara siap menyuap Ian langsung mengutarakan apa yang ia katakan kepada Herni.
“Kok ndak minggu ae to yang pulangnya, kan tanggung to? “
“ibunya lagi sakit ay? Udah seminggu ini sih kalau ngga salah, “
“ Oya wis kasih sekarang aja kali ya? “
“ Boleh? Tak panggil ya? “
“Iya sayangku? “
“Ish... Ada yang dengar repot lo ay? “
“ Itu manggilnya ay ay terus wek... “
“Ish, awas ntar yo? “
“hi..... Mau..... “
“ dah tidur lagi aja he he”
Ian pun keluar dari ruangan untuk memanggil Herni, kebetulan ia sudah ada di dalam.
“ dek? Di panggil mbak Dara tuh, ayuk. “
“ eh kenapa toh mas? Ada apa yo, “
“ yang tadi itu lo? “
“ Oalah... Ayok “
Herni mengikuti langkah Ian berjalan memasuki ruangan Dara.
“ Duduk mbak, “
Ucap Dara setelah Herni mengucap salam.
“ kata mas Ian ibu'e Njenengan sakit, sakit nopo? “
“Pengapuran bu? Tapi sekarang sudah mendingan kok bu? “
“ O ya wis, besok jadi pulang? “
“ njih bu? “
Lalu Dara mengambil dua amplop yang baru saja ia siapkan.
“ ini yang minggu ini ya? Yang ini buat ibu ya? Semoga ibu’e Njenengan cepat pulih njih mbak? “
Ucap Dara sambil menyodorkan dua buah amplop untuk Herni. Herni tampak tertunduk, jelas ia merasa bersalah dengan apa yang sudah ia perbuat dengan suami Dara.
“Makasih njih bu? “
“iyo mbak, Sama-sama, Hati-hati yo pulangnya? “
“Njih bu, assalamualaikum”
Setelah itu Herni melangkah keluar dari ruangan Dara.
“ em.... Bos ku baik hati ternyata he he”
Ucap Ian senang.
Hari berlalu begitu cepat, Sabtu sore tiba, seperti biasa Ian dan Dara datang ke rumah sakit, kali ini Ian ikut masuk ke dalam bersama dengan Dara, kondisi pak Yanto sudah terlihat fit, namun ia baru di izinkan pulang esok hari menunggu cek terakhirnya.
Sekitar jam setengah delapan malam mereka meninggalkan rumah sakit, itu pun karna permintaan pak Yanto sendiri, ia merasa kasihan melihat istrinya pulang kerja langsung pergi menemaninya di rumah sakit, memang dua hari ini ia melihat Dara tampak lelah.
Ian dan Dara memanfaatkan waktunya, malam ini terakhir mereka bebas berasyik masyuk, mengingat besok libur mereka menghabiskan malam dengan bersenggama, entah berapa kali Ian menumpahkan spermanya di dalam rahim Dara, yang jelas menjelang jam dua pagi mereka masih asik dengan aktivitasnya, wajar jika mereka bangun kesiangan.
Jam tujuh pagi mereka baru saja membuka mata, itu pun mereka mandi bersama yang ujung-ujungnya melakukan persenggamaan lagi.
Minggu pagi Bambang sudah berada di rumah sakit bersama istrinya, sedangkan Ian dan Dara baru datang jam sembilan, setelah melakukan cek segala macam pak Yanto pun pulang bersama Ian dan istrinya, sedangkan Bambang mengendarai motor bersama istrinya.
Sampai di rumah Ian di cecar pertanyaan oleh pakliknya, pasalnya sebelum pak Yanto pingsan ia sempat mendengar kedatangan Ian di lokasi kejadian, dan hal itu di ceritakan kepada sahabatnya.
Siang setelah mendapat izin Ian pergi ke alamat yang ia dapat dari Herni, lokasi pinggiran kota dan lumayan ramai, Ian menunggu seseorang yang rumahnya berada di sebrang jalan tempat ia duduk.
Ian menepi di sebuah warung rokok yang menyediakan kopi seduh, posisi yang sangat tepat untuk mengintai targetnya, setengah jam lebih Ian menunggu tapi tak juga ia dapatkan buruannya, Ian gelisah pasalnya ia tak boleh Lama-lama.
Sementara itu di rumah pak Yanto, Dara tampak bercakap dengan istri Bambang di ruang dapur, sedangkan pak Yanto dan Bambang mengobrol serius di ruang tamu.
“Mas iku si Ian yakin di biarkan kesana sendiri? “
Ucap pak Yanto kepada Bambang sahabatnya.
“ yo ndak lah mas, tadi aku sudah lihat alamatnya kok, tenang aja nanti tak susul ke sana”
“ iyo takutnya dia di keroyok malah repot nanti urusannya “
“ Aku juga mikir ke situ mas, tapi ndak apa lah, kalau dua tiga orang Ian ngga bakalan mundur mas, he he”
“hah! Jian, paklik sama ponakan kok podo ae to... to”
Ucap pak Yanto.
Sekitar setengah jam Bambang pamit mau menyusul Ian, sudah pasti ia juga khawatir keponakannya pergi sendiri ke kandang macan, segala kemungkinan bisa saja terjadi di sana.
Sementara itu di tempat Ian berada
“ Mas... Sampean kok kayak ndak tenang toh? “
Sapa ibu pemilik warung.
“ Njih bu? Saya lagi nyari alamat rumah bu? Daerah sini tapi nomor rumahnya saya cari dari tadi ndak ketemu bu? “
Kilah Ian kepada ibu pemilik warung.
“ Ooo nomor berapa mase? “
Ian pun menunjukkan secarik kertas berisikan alamat yang ia tuju, sejenak si ibu tampak berpikir.
“ Lah iki jenenge sopo mas? “
“Danu buk? “
“Oalah... Danu toh... Itu mas pas sebrang jalan yang pagar hitam yo mas? Orangnya ada kok, kebetulan tadi ibu lihat mas, biasanya juga kesini kalau siang begini, “
Ucap si ibu.
“ Ooo njih bu matur suwun, kulo tenggo teng mriki mawon(saya tunggu di sini saja)
“Njih mas “
Ian berada di tempat yang tepat sekaligus informasi yang membuat dirinya tenang, ia tak perlu gelisah menunggu buruannya.
“ Berapa semuanya bu? “
Ian menyebutkan apa yang ia ambil, setelah di hitung Ian pun membayar sesuai dengan yang ibu warung sebutkan, tak lama setelah itu orang yang Ian tunggu pun keluar dari dalam rumah, tepat seperti yang ibu warung sampaikan, Danu menyeberang jalan menuju ke arahnya.
“Dhe..... “
Danu pun memanggil pemilik warung, dia tak sadar Ian memperhatikan dirinya.
Pemilik warung pun keluar, ia sudah paham kebiasaan Danu, sebungkus rokok pun ia berikan.
“ Nu tadi ada yang cari kamu, sudah ketemu belum? “
Ucap Ibu pemilik warung dari dalam, ia tak tau kalau Ian masih ada di pojokkan warungnya.
“Siapa bu? “
“ Ndak tau, seumur kamu kayaknya Nu”
Ucap si ibu, Danu penasaran ia pun menengok ke sekeliling, ia terkejut melihat Ian duduk santai dengan sebatang rokok yang terselip di bibirnya, tatapan Danu berubah sinis, ia mendekati Ian yang masih belum beranjak dari duduknya.
“ Besar nyali rupanya, mau apa hah! “
Bentak Danu, namun lagi-lagi Ian tak bergeming, tangannya memberi isyarat ke Danu agar duduk di kursi sebelahnya.
Ian seolah enggan melepas rokok di bibirnya, dan hal itu benar-benar memancing emosi Danu.
“Bajingan! Mau sok jago kamu hah! “
Brak!!!
Tinju Danu menggebrak meja di depan Ian, sontak Ian mundur dengan menjejakkan kakinya, dan ia masih tetap berada di kursinya, hanya posisinya saja yang bergeser ke belakang, masih dengan santainya Ian menghisap rokok di bibirnya, setelah mengepulkan asap dari Bibir barulah Ian bersuara.
“ Santai bos... Duduk dulu lah... Ngga baik main gebrak meja orang, aku kesini untuk misi damai, jadi jangan jual kekerasan lah ya? “
Ucap Ian, namun Danu tetap berdiri, ia mendekat ke arah Ian, jari telunjuknya menunjuk ke arah Ian.
Ibu pemilik warung pun keluar dari dalam warung tapi ia hanya melihat saja.
“Ngga usah banyak cingcong! Maumu apa hah!! “
“Santai.... Ngga usah kasar. “
Ucap Ian.
Wuuus...
Danu hendak memukul Ian, namun Ian sudah sangat siap, tapi bukan kekerasan yang Ian mau saat ini, pukulan Danu pun sia-sia. Ian pun berdiri dan menghampiri Danu.
“ Mau ribut di depan rumahmu sendiri? “
Ucap Ian, lalu Danu berjalan menjauh dari area warung dan di ikuti oleh Ian.
Kesalahan Ian ia memancing amarah Danu. Wajar Danu emosi, apalagi ia dua kali berhasil Ian jatuhkan.
Sampai di lokasi yang di rasa pas, Danu menghentikan langkahnya.
“Sudah? Ngga kurang jauh? “
Ucap Ian meledek.
Wuuus....
Bugh!!
Ian terpental beberapa langkah, perutnya telak terkena tendangan Danu yang tiba-tiba, namun Ian langsung bisa mengendalikan diri, ia tersenyum tapi tatapannya tak kalah garang.
“ Hem.... Sudah ku bilang jangan jual kekerasan masih saja menyerang kamu cuk! “
Ucap Ian, lalu Ian memasang kuda-kuda Ian menyiapkan diri, dan benar saja Ian belum sepenuhnya siap, tapi keburu mendapat serangan dari Danu, tendangannya begitu cepat merangsek ke tubuh Ian, tak ayal Ian pun terjengkang di dekat pagar sebuah tanah kosong.
Dengan cepat Ian bangun dan lari ke dalam area kosong itu.
“ Hop! Stop!! Mandek cuk!! “
Teriak Ian saat Danu merangsek masuk dan langsung melancarkan tendangannya.
Plak!
Kaki beradu kaki, Ian merasa harus serius menghadapi lawannya yang tak mau di ajak bicara itu, Danu maupun Ian sama-sama mundur, keduanya bersiap diri.
Danu menyerang terlebih dahulu, hampir saja muka Ian terkena pukulan cepat dari Danu, untung saja tangan Ian sudah siap menangkis serangannya, Lagi-lagi Danu menyerang, kali ini ia melayang dengan tinju yang siap menghantam musuhnya, namun Ian mengelak dengan cepat, tubuhnya beringsut ke samping, Danu yang tau Ian mengelak langsung menghajar dari belakang, tendangannya sukses mengenai tubuh Ian.
Bugh!!
Hampir saja Ian tersungkur, ia siap di serang dari depan tapi tidak siap dari belakang, untung saja tendangannya tak terlalu keras, sehingga tak berakibat fatal buatnya.
Namun tetap saja Ian terhuyung, Kesempatan itu di gunakan Danu untuk kembali menyerang Ian, dengan cepat tinjunya menyambar wajah Ian.
Dugh!!
Ian harus rela merasakan nyeri di gusinya,
Namun ia masih tetap tak mau membalas serangan Danu, karna memang bukan itu tujuannya, tapi Ian menggunakan cara yang salah, gayanya terlalu tengil dan tak mau bicara langsung ke inti dari masalah.
“ Masih mau menyerang cuk! “
Tantang Ian, dan balasan dari Danu bukanlah ucapan melainkan serangan yang mematikan, kali ini Ian melawan.
Plak!
Kaki beradu kaki, postur tubuh yang seimbang membuat keduanya mampu bertahan imbang. Namun Danu kembali menjejakkan kaki setinggi setengah badan, maka dengan mudah Ian menangkis menggunakan tangannya.
Serangan yang sama, bedanya kali ini Danu menggunakan kaki kiri, lagi-lagi Ian dapat membaca pergerakan Danu.
Wuuus.. .
Bugh!
Kali ini tinju Danu luput dari pantauan Ian, akibatnya Ian terpelanting sambil memegangi dadanya,
Danu kembali menyerang tapi sayang, Ian sudah lebih waspada, ia fokus atas bawah.
Sehingga segala serangan ia halau dan sesekali ia menyerang, walaupun sesekali, serangan Ian sangatlah tajam, akibatnya pun lumayan fatal untuk Danu.
Dua kali pukulan Ian bersarang, tapi cukup membuat Danu limbung, tangannya terasa kebas karena ketiaknya terkena sodokan keras jari Ian yang ditekuk. Telinganya pun berdengung terkena papasan keras tangan Ian, saat Danu mengibaskan tangannya yang terkena serangan balik Ian.
Tapi Ian tak mau menyerang lebih frontal lagi, ia menunggu serangan berikutnya, dan Ian masih sempat berkelakar.
“Masih mau kena pukul lagi cuk! Tak kasih saran, lebih baik kita duduk sambil ngudut cuk, dari pada babak belur kayak gini mue he he”
Ucap Ian disela waktu yang ada, namun lagi-lagi Danu menyerangnya, dengan sigap pula Ian menangkis, sedikit celah sangat berarti dalam sebuah pertarungan, maka Ian mencari celah itu.
Dengan insting yang ia miliki, Ian pun mengincar titik terkuat dari Danu, Ian mengingat setiap duel yang terjadi, dan memang sedari awal Danu lebih aktif menyerang Ian dengan kakinya, artinya Ian harus melemahkan bagian itu.
Pada saat Danu menyerang dan serangannya mengenai udara posisi pun berubah, Ian yang tadinya berada di depan Danu kini berada di belakangnya, kesempatan yang sama persis Danu gunakan untuk menyerang Ian tadi, maka dengan cepat Ian menghujamkan kakinya di pergelangan antara paha dengan betis bagian belakang Danu.
Bruuugh!
Danu terjatuh dengan satu jejakkan Ian, dan pada saat Danu hendak bangun lagi-lagi Ian menghujamkan kakinya di bagian paha Danu, Danu pun meringis kesakitan.
Namun Danu memiliki gengsi yang cukup kuat, apalagi ini wilayahnya, ia bangun walau tertatih, ia kembali menyerang Ian dengan sedikit tenaga yang tersisa karna separuh anggota tubuhnya sudah terasa lunglai akibat pukulan keras Ian.
Ian sendiri bukannya tak merasakan sakit, dada Ian lumayan sesak dan gusi Ian juga terasa perih, tapi Ian tak mau menunjukkan rasa sakitnya karna hal itu akan membuat lawannya berada di atas angin.
Walau tertatih serangan Danu tak bisa Ian remehkan, terbukti ia masih bisa membuat Ian terpelanting dengan tendangannya, dengan kaki yang baru saja di hajar oleh Ian, kali ini perut Ian terasa mual, karna tendangan itu telak mengenai ulu hatinya. Mata Ian terpejam menikmati nyerinya ulu hati akibat serangan Danu.
Plak!
Plak!
Bugh!
Bruuugh!!
Nafas Ian memburu, kali ini ia kembali menerima dua kali tamparan dan satu kali jejakkan di perutnya, akibatnya ia terpental beberapa langkah dari tempatnya, Ian menunduk, ia tak bisa setengah hati melawan Danu, hilang sudah niat baiknya, sorot matanya tajam menatap Danu yang juga terengah, Ian tersenyum sinis dan pinggir bibirnya dihiasi dengan lelehan darah segar.
Ia berdiri tegap, sakitnya tak lagi dirasakan, langkahnya semakin maju dan terus maju, tak ayal Danu pun melangkah mundur, dua kali ia melawan Ian dan dua kali ia melihat seringai itu, seringai nekat dan siap memangsa lawannya.
Danu bergidik, nyalinya tiba-tiba menciut, matanya melirik ke samping mencari sesuatu dan hal itu Ian gunakan untuk melumpuhkan Danu, secepat kilat Ian merangsek maju, Ian melayang dan dengkulnya mendarat telak di dada Danu.
Bugh!
Blaam!!
Danu jatuh telentang Ian pun sama, bedanya Ian jatuh tepat berada diatas Danu, dan dengkul yang baru saja bersarang di dada Danu tanpa sengaja terpeleset menekan leher Danu yang terkapar, sontak mata Danu mendelik karna tekanan di lehernya.
Plak!
Plak!
Ian tak segan menghajar kedua telinga Danu.
“Apa maksudmu dahulu menyerangku hah! “
Danu jelas terdiam, ia tak menjawab pertanyaan Ian karna lehernya terkunci oleh dengkul Ian.
Dugh!...
Satu pukulan keras tanpa perlawanan Ian berikan.
“jawab!!! “
Ucapnya lagi.
“Jelaskan kenapa kau serang bosku, cepat!! “
Danu hanya bisa menggeleng pelan, nafasnya benar-benar tersenggal dan tangannya menggebrak tanah, melihat itu Ian malah menghantam muka Danu dengan satu pukulan. Setelah itu barulah ia melepaskan kuncian di leher Danu, setelah lepas Danu pun terbatuk-batuk.
“Jelaskan atau pikiranku berubah, cepat!! “
Ucap Ian dengan tatapan tajamnya, ia jongkok persis di sebelah Danu, dengan terbata-bata akhirnya Danu menjelaskan semuanya, bahkan ia menguntit pak Yanto dari sore menjelang ba’da magrib hingga tengah malam, dan malam itu Danu menginap di rumah temannya.
Satu urusan selesai dan membuat dada Ian terasa sesak, tapi Ian belum selesai berurusan dengan Danu,
“ Baiklah cuk! Satu lagi yang harus kamu jawab dengan jujur, aku harap tak ada satu pun yang kamu tutupi dariku”
Ucap Ian tegas, Danu sendiri mau ngga mau harus menuruti ucapan Ian.
“Apa kamu masih mencintai mantan istrimu, kalau iya iya, kalau tidak ya tidak, aku tak ingin kejadian seperti ini terus terulang cuk! “
“Iya”
Jawabnya lemah.
“Bangun”
Ian menyuruh Danu bangun, susah payah Danu berusaha bangun dan Ian meraih lengan Danu agar bisa duduk tegap.
“ Aku akan membantumu untuk kembali bersama Herni, dengan satu sarat, buang sikap kasar kamu pada pasanganmu, Herni sudah cerita semua kelakuan kasarmu. “
Danu mengangguk lemah.
“ Satu lagi, aku siap melepaskan Herni, asal kamu benar-benar berubah, ingat Herni berada dalam pantauanku walau pun kelak sudah bersamamu, ingat itu. “
Danu hanya mengangguk tanpa menjawab omongan Ian.
“Oya namaku Iantono, datanglah ke rumahnya atau temui dia baik-baik, bilang aku yang nyuruh, dan aku harap setelah ini tak ada dendam di antara kita Dan. Maaf aku menggunakan cara seperti ini”
Ian menepuk pundak Danu lalu berdiri meninggalkan Danu yang terduduk lesu, tanpa di sadari seseorang telah menunggu Ian di balik pagar seng.
“Naik, masih ada yang perlu paklik sampaikan ke kamu”
Ucap orang yang sangat Ian kenal itu. Ian pun pulang membonceng kendaraan roda dua bersama pakliknya.
Bersambung