Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Jalan nan terjal

Status
Please reply by conversation.
JNT







Part 24







sDgtOWO.jpg




5NGtZ5w.jpg









Di dalam kamar yang terang benderang Ian tak ragu lagi mencumbu kekasih barunya, sebenarnya sedari dulu pertama datang Ian sudah menaruh simpati kepada wanita yang saat ini ia cumbu, namun hanya sebatas itu saja, wajar karna lingkup kehidupan Ian berada di tengah hutan, walau pun di sana ada dua hati yang ia bawa, namun naluri lelakinya tak bisa di bohongi.

Melihat cara berpakaiannya saja sudah berbeda, di tambah lagi body mulus dan wajah yang ayu, tak mungkin bagi seorang lelaki kalau tidak mengaguminya.
Begitu juga Ian ia mengagumi istri bosnya sendiri dan Ian tak menyangka kalau saat ini wanita itu berada dalam dekapannya.

Saat ini Dara menyandarkan kepalanya di dada Ian, jari lentiknya iseng memainkan anggota tubuh Ian, entah telinga entah hidung ada saja yang ia pegang. Memang tak ada kata terucap tentang hubungannya, mereka sadar dengan apa yang mereka perbuat.

Pikiran Ian melayang jauh, tentang hatinya yang kalut, tentang cintanya yang bisa di bilang kandas, tentang kekasihnya yang selalu ikhlas menerima tingkah laku Ian yang sedikit banyak menyakiti hatinya, tentang Herni yang juga mengisi hari-hari Ian selama berada di kota, dan tentang wanita bersuami yang saat ini bergelayut manja dengannya, Ian menghela nafas memikirkan semua itu.


“Mas Kenapa? “


Ucap Dara membuyarkan pikiran Ian yang sedang kalut, Ian tersenyum, kedua tangan yang tadinya ia silangkan di bawah kepalanya kini mengusap lembut kening Dara.


“Ngga apa-apa ay? “


“Kok kayak lagi cemas gitu? Mikirin apa siih? “


“Em... Ada sih? Tapi... “


“Tapi apa yang? “


“ Kamu jangan marah ya? “



Ucap Ian kemudian.



Cup!


“Iya? Apa sih... “

“Menurut kamu aku terlalu berlebihan ngga kalau.... “



Ian sengaja menggantung ucapannya.


“ Kalau apa yang? “



“ Jangan marah tapi ya? “



Dara pun menganggukkan kepala menanggapi ucapan Ian.


“ Ada benih yang baru saja tumbuh ay, aku merasa yang aku lalukan sekarang ini bukan sekedar sex semata, aku menghormatimu sebelum ini tapi sekarang berbeda, rasa itu berubah ay? "


Cup!


Dara mengecup bibir Ian.



“Kita jalani saja yang ada sayangku? Aku akan selalu ada untukmu mulai saat ini, jangan risau. Aku juga mencintai suamiku dan aku juga ngga mau ada perpisahan kok, tapi jika seandainya perbuatan kita terbongkar aku yang akan ada di depanmu mas? Dan kalau memang suamiku tak Terima dan mengusirmu aku juga akan keluar dari rumah ini. “


“Bukankah itu juga sama saja menghancurkan dirimu ay”


“ Ngga mas? Percayalah aku tau apa yang harus aku lakukan kok, “


“ Sejak kapan kamu seperti ini ay? “



“Sejak aku memberi perhatian lebih ke mas, masnya saja ngga pernah peka he he, “



“Maaf, karna aku tak akan berani melakukan hal itu, aku sadar siapa aku dan siapa kamu ay, terutama... “


“Aku istri bosmu? Iya? Cinta tak bisa di salahkan mas? “


“ Iya sih? Tapi....”


“Tapi opo neh? “



Ian pun mendekat, lalu ia berbisik di telinga Dara, seketika Dara tersenyum dan menoleh ke arah yang Ian maksud, Dara kembali menoleh dan menatap kekasihnya, lalu Dara merubah posisinya, ia beringsut dari dada Ian dan mengendurkan celana yang Ian kenakan, tangan halusnya menyelusup ke dalam, menggenggam batang penis yang sudah menegang, tak sabar Dara pun berdiri dan melepaskan celana yang Ian pakai, berikut baju dan celana tidurnya sendiri.



“Sini ay”



Ucap Ian meraih pergelangan tangan Dara, mereka rebahan sejajar, perlahan Dara menindih tubuh Ian dan bibirnya dengar sigap mengulum bibir Ian, tapi hal itu tak berlangsung lama, Ian melepas pagutannya dan membisikkan sesuatu, Dara mencubit gemas hidung kekasihnya.


“Tetap di atas ya ay? “


Ucap Ian kemudian, tak lama setelah itu Dara merangkak dan memutar balik tubuh polosnya, batang penis Ian langsung ia lahap, sudah tak ada keraguan lagi di antara mereka berdua dalam urusan sex, saling merangsang alat vital menjadi sajian yang sangat menggairahkan sebelum penetrasi terjadi.


Uuugh...


Lenguh Ian saat Dara menyedot ujung penisnya, tak mau kalah, bibir Ian mencucup bagian dalam vagina kekasihnya, bahkan sampai Ian kesusahan bernafas, lidahnya menggelitik sisa ruang yang ada, tentu Ian menyukainya aroma vagina yang menggugah birahi dan hangatnya lubang surgawi Dara tak mengeluarkan banyak cairan.

Dara sendiri mulai tidak fokus dengan aktivitasnya, ia lebih sering melepas penis Ian dan menikmati jilatan di liang senggama nya, Ian sendiri sama sekali tak mau meninggalkan liang milik kekasihnya lidahnya menelusuri setiap jengkal rongga vagina Dara, hingga akhirnya lidah Ian menemukan sesuatu yang lembut bergerinjal di dalam sana, bibirnya menekan lebih dalam.


Slup

Slup


Slup


Susah payah Ian mengulumnya.

“Aaah.... Mash... Iiiih.. Iiih, aaaugh... Nikmat mash... Aaah.. Sudah... Sudah.... Aaah.... “



Racau dan rintihan Dara saat Ian menyedot vaginanya, Dara menggelinjang hebat, vaginanya kembang-kempis alias ngempot, Ian merasakannya tapi ia tak berhenti, apalagi racauan Dara tak sesuai dengan kenyataan, kenyataannya Dara menekan selangkangannya lebih kuat, setelah itu Dara tak bersuara hanya nafasnya saja yang memburu dan tersenggal.



Tubuh polosnya lunglai di atas Ian dengan tangan yang menggenggam batang penis Ian yang tegak menjulang.


“Eeegh..... Iiiih... Iiih.... Sudah Sayangh.... Sudah..... Aaagh... “



Racau Dara saat Ian kembali merojok vaginanya dengan lidah, rasa geli bercampur nikmat menjadi satu, membuat Dara benar-benar tak bisa mengontrol diri, pinggulnya meliuk-liuk tepat di muka Ian disertai dengan rintihan kenikmatan yang tak kunjung usai, Dara benar-benar tak kuat menahan birahinya, ia membetot paksa selangkangannya dari muka Ian, sudah cukup baginya merasakan dua kali orgasme berturut-turut karna ulah Ian barusan, ia beringsut langsung membenamkan penis Ian ke dalam liang senggama nya.

“Aaach... “


Ia mendiamkannya sesaat, kepalanya menengadah merasakan batang pejal Ian menusuk dalam ke liang miliknya.

“Uuuuugh..... Panas ay ...“
Racau Ian merasakan lubang kenikmatan kekasihnya.



Seketika Dara menoleh ke arah Ian, ia tersenyum lalu berucap.



“Apa mas? “


“ Panas sayang? “


“ Apanya”



Ucap Dara dengan tatapan yang menggugah gairah pasangannya, melihat hal itu Ian tak menjawab, malah ia menghentakkan pinggulnya ke atas.


“Aaaugh..... Nakal iiih... Mentok sayangku? “



Lagi-lagi Dara mendongakkan kepala dan mengaduh nikmat, di perlakukan Ian seperti itu, lalu ia menghentakkan pinggulnya sambil mengulum bibir bawahnya, ia tak memperdulikan Ian lagi.


“Eeegh... Egh.... Egh... “



Dara terus menyentak pinggulnya tanpa henti, lenguhnya tertahan karna bibir bawahnya ia kulum sendiri, hingga akhirnya sentakannya terhenti, ia menekan kuat pinggulnya.



“ Egh.... Aaaaaach...... “



Bokongnya mengkerut dan bibir vaginanya mencengkeram batang kejantanan Ian.


“Sudah? “


Ucap Ian meledek Dara yang tertunduk lemas di atas selangkangannya.



“Eengh... Nakal ih, aku dapet lagi tau... “


Ucap Dara sembari membalikkan tubuhnya menghadap Ian, penis Ian pun masih menancap gagah di dalam liang vaginanya, Dara menunduk dan mengecup bibir kekasihnya.


“Diem dulu ya sayang? “



Ucap Dara setelah melepas pagutannya, lalu ia merebahkan diri di dada Ian, sedangkan Ian membelai rambut Dara yang acak-acakan.



Cup


Mendapat kecupan di keningnya Dara langsung membenamkan wajahnya di leher Ian.


“ mas kok lama sih? “



“ Lama apanya ay?”


“Itunya mas? Tuh masih tegang aja di dalam”


“ he he biarin lama, biar kamu senang “



“Banget...., tapi aku lemes ah, keluar terus, masnya nakal si “


“ Ooo mau tak nakalin lagi... iya? “


“ Ampun ah mas... Nanti dulu ya? “


“Hu um “


Jawab Ian singkat dan tangannya terus menerus membelai rambut Dara. Lambat laun kepala Dara bergerak, ia menjilati leher Ian yang basah oleh keringat, hal itu membuat Ian kegelian luar biasa, akibatnya tanpa sengaja pinggulnya bergerak.


“Eeemh... “


Lenguh Dara, ia melepaskan jilatannya dan mulai menggoyang pinggulnya, merasa kurang bebas kedua tangannya ia luruskan untuk menopang tubuh, matanya menatap Ian dengan nanar, seolah menantang seberapa jantan pasangannya. Dan itu cukup membuat Ian gemas, ia raih tubuh Dara dan dengan beringas mengulum bibirnya, lalu dengan sekali gerakan ia membalikkan posisi.


“ Kamu siap sayang? “


Ucap Ian dan di balas anggukan kepala oleh Dara, Ian mulai menggenjot dengan tempo cepat, lima menit Ian merojok kemaluan Dara dengan tempo genjotan yang berubah-ubah menggunakan posisi misionaris, jelas membuat Dara kelabakan, ia meracau tak karuan.

Kakinya menggapit pinggang Ian tangannya meraih tubuh Ian agar dapat memeluk kekasihnya dengan erat dan dengan buasnya ia melumat bibir Ian, sesekali ia melepaskan lumatannya karna tak tahan menerima sodokan penis Ian yang begitu kuat.

lagi-lagi Dara mengejat berbarengan dengan berhentinya sodokan Ian, kakinya makin kuat menggapit saat vaginanya menerima semburan sperma Ian, nafas keduanya terengah-engah, dan lumayan bibir mengakhiri pergumulan birahinya, saking lelahnya Dara tertidur di atas tubuh Ian dengan penis yang masih menancap si vaginanya.













Pagi hari saat suara ayam jantan berkokok Dara memicingkan mata, ia baru saja terbangun dari tidurnya, penis gagah yang semalam masih menancap di vaginanya kini sudah tak lagi ia rasakan.




Ian terlelap disampingnya, ia tersenyum geli melihat keadaan kamar, melihat Ian terlelap tanpa busana begitu juga dirinya. Ia miringkan tubuhnya menatap pemuda yang berhasil menaklukkan pertahanan kesetiaannya kepada sang suami, Dara memeluk Ian, ia merasakan gejolak muda saat pertama menikah sampai saat ini baru dapat ia rasakan sekarang.

Tanpa sadar matanya mengembang, Salah satu kebutuhan dan sangat berpengaruh dengan keharmonisan rumah tangga yang tertunda dan itu ia dapat bukan dari suaminya sendiri.

Hingga menjelang pagi saat sinar mentari sebentar lagi akan menampakkan diri, Dara masih enggan meninggalkan tempat tidur, ia menyandarkan kepalanya di atas perut Ian dan matanya mengamati penis yang semalam mengobrak-abrik liang vaginanya, sedikit demi sedikit hasratnya kembali terusik manakala jari lentiknya memainkan penis yang sedang tertidur seperti si empunya, namun berkat sentuhan jarinya secara perlahan penis pun mengembang setengah tegang, lambat laun penis Ian pun menegang maksimal, uratnya terlihat menonjol dan bentuk penis Ian pun terlihat melengkung ke samping, tak ayal membuat vagina Dara terasa gatal seketika, perlahan jari lentiknya mengusap vaginanya sendiri dan kelentitnya pun ia jamah.


“ zzzzh “

Desisnya, lalu Dara pun beranjak dari malasnya, ia menaiki tubuh Ian dan memasukkan batang yang berdiri menjulang ke liang vaginanya.


Blees....


“Aagh.... “


Desah Dara saat penis Ian berhasil masuk, pelan-pelan Dara menggoyang pinggul, ia meresapi setiap gesekan yang di timbulkan oleh goyangannya, gayung pun bersambut, Ian terbangun dari tidurnya, ia langsung merengkuh tubuh sintal Dara hingga ambruk memeluknya.


“ Kamu ndak capek ay? Nanti kerja lo ya? “


“ capek yang? Tapi.... “


Muaach...


Ucapan Dara terputus karena Ian langsung menyerbu bibirnya, pergumulan pun berlanjut hingga jam setengah enam pagi.














Di gudang pemotongan ayam.

Waktu istirahat telah tiba, sebagian karyawan sudah mulai meninggalkan pekerjaannya, termasuk Herni, ia bersiap membeli makan siang, namun langkahnya terhenti.



“ Dek? “



Herni menoleh, senyumnya mengembang seketika.


“Hu um mas? Piye? “


“Kamu jadi pulang ndak? terus ibu gimana keadaannya, udah sehat to dek? “



“ yo jadi to mas? Besok rencananya aku mau pulang sih? Katanya mau ikut, ayo lah, ibu sih udah mendingan mas? “


“ syukur kalau udah mendingan, pengennya ikut sih, tapi aku harus nemenin ibu bos, piye ya dek “



“ Yo ndak apa-apa kalau ndak jadi mas? “



“ Oya aku lupa, itu mantan ade siapa to namanya,”


“Danu mas? Mas ngapain sih? Ndak usah kesana lah mas, “



“ Ndak apa-apa tenang aja he he, eh iya nanti sekalian tak mintain gajinya yo? Kan besok pulang kan? Tak mintain ijin sekalian, “



Herni pun tersenyum, dan mengangguk setuju.



“ makan bareng yuk mas, adek lapar he he, “


Belum sempat Ian mengiyakan, Dara sudah berdiri tepat di belakangnya.



“hey... Mau makan siang ya? “



Sapa Dara kepada Ian dan Herni.


“I iya bu? “



Jawab Herni gugup, berbeda dengan Ian, ia malah mengajak Dara untuk pergi bersama.




“ mbak mau di bungkus in sekalian? Apa mau makan siang bareng aja mbak, “


“ Ndak ah mas, ngantuk aku, titip aja, tapi jangan lama-lama yo mas? “



“ Siap mbak, begadang yo mbak, he he, Adaw.... “



Tiba-tiba Dara mencubit pinggang Ian dan matanya sedikit melotot ke arahnya, Herni yang tau itu mengernyitkan dahinya, Dara tersenyum melihat tingkah Herni.


Ia segera pergi meninggalkan lokasi, sementara Ian tidak jadi makan di tempat, ia beralasan takut kalau Dara marah. Sesampainya di ruangan Dara, Ian tampak geleng kepala, istri bosnya yang juga kekasih gelapnya sedang duduk menyilangkan kedua tangannya di meja, wajahnya pun ia tenggelamkan di atas lengannya.


“hem... Ay?... “



Panggil Ian sambil menggoyangkan lengan Dara.


“ay? Kamu tidur? “


“eeehm..... Ngantuk yang... Kamu sih... “


Jawab Dara.


“bangun ah makan dulu yuk, “



“Eh? Mas ndak makan di sana to? “



“yo ndak masa kamu makan sendirian disini he he “



“Heem ada yang perhatian nih, jadi enak kan akunya Hi hi hi suapi sekalian ya mas? “



“iya? Makanya bangun ay, nanti keburu ada yang datang kamu ndak jadi tak suapi lo ya? “



Dara pun cepat membuka mata, namun ia enggan untuk duduk tegap, badannya ia sendirian di kursi, menunggu Ian menyiapkan makanan untuknya.


Selesai acara siap menyuap Ian langsung mengutarakan apa yang ia katakan kepada Herni.



“Kok ndak minggu ae to yang pulangnya, kan tanggung to? “

“ibunya lagi sakit ay? Udah seminggu ini sih kalau ngga salah, “



“ Oya wis kasih sekarang aja kali ya? “



“ Boleh? Tak panggil ya? “



“Iya sayangku? “


“Ish... Ada yang dengar repot lo ay? “



“ Itu manggilnya ay ay terus wek... “



“Ish, awas ntar yo? “


“hi..... Mau..... “


“ dah tidur lagi aja he he”



Ian pun keluar dari ruangan untuk memanggil Herni, kebetulan ia sudah ada di dalam.


“ dek? Di panggil mbak Dara tuh, ayuk. “


“ eh kenapa toh mas? Ada apa yo, “


“ yang tadi itu lo? “


“ Oalah... Ayok “


Herni mengikuti langkah Ian berjalan memasuki ruangan Dara.



“ Duduk mbak, “


Ucap Dara setelah Herni mengucap salam.

“ kata mas Ian ibu'e Njenengan sakit, sakit nopo? “


“Pengapuran bu? Tapi sekarang sudah mendingan kok bu? “


“ O ya wis, besok jadi pulang? “



“ njih bu? “


Lalu Dara mengambil dua amplop yang baru saja ia siapkan.


“ ini yang minggu ini ya? Yang ini buat ibu ya? Semoga ibu’e Njenengan cepat pulih njih mbak? “



Ucap Dara sambil menyodorkan dua buah amplop untuk Herni. Herni tampak tertunduk, jelas ia merasa bersalah dengan apa yang sudah ia perbuat dengan suami Dara.


“Makasih njih bu? “


“iyo mbak, Sama-sama, Hati-hati yo pulangnya? “


“Njih bu, assalamualaikum”
Setelah itu Herni melangkah keluar dari ruangan Dara.



“ em.... Bos ku baik hati ternyata he he”



Ucap Ian senang.





Hari berlalu begitu cepat, Sabtu sore tiba, seperti biasa Ian dan Dara datang ke rumah sakit, kali ini Ian ikut masuk ke dalam bersama dengan Dara, kondisi pak Yanto sudah terlihat fit, namun ia baru di izinkan pulang esok hari menunggu cek terakhirnya.


Sekitar jam setengah delapan malam mereka meninggalkan rumah sakit, itu pun karna permintaan pak Yanto sendiri, ia merasa kasihan melihat istrinya pulang kerja langsung pergi menemaninya di rumah sakit, memang dua hari ini ia melihat Dara tampak lelah.



Ian dan Dara memanfaatkan waktunya, malam ini terakhir mereka bebas berasyik masyuk, mengingat besok libur mereka menghabiskan malam dengan bersenggama, entah berapa kali Ian menumpahkan spermanya di dalam rahim Dara, yang jelas menjelang jam dua pagi mereka masih asik dengan aktivitasnya, wajar jika mereka bangun kesiangan.


Jam tujuh pagi mereka baru saja membuka mata, itu pun mereka mandi bersama yang ujung-ujungnya melakukan persenggamaan lagi.




Minggu pagi Bambang sudah berada di rumah sakit bersama istrinya, sedangkan Ian dan Dara baru datang jam sembilan, setelah melakukan cek segala macam pak Yanto pun pulang bersama Ian dan istrinya, sedangkan Bambang mengendarai motor bersama istrinya.

Sampai di rumah Ian di cecar pertanyaan oleh pakliknya, pasalnya sebelum pak Yanto pingsan ia sempat mendengar kedatangan Ian di lokasi kejadian, dan hal itu di ceritakan kepada sahabatnya.


Siang setelah mendapat izin Ian pergi ke alamat yang ia dapat dari Herni, lokasi pinggiran kota dan lumayan ramai, Ian menunggu seseorang yang rumahnya berada di sebrang jalan tempat ia duduk.


Ian menepi di sebuah warung rokok yang menyediakan kopi seduh, posisi yang sangat tepat untuk mengintai targetnya, setengah jam lebih Ian menunggu tapi tak juga ia dapatkan buruannya, Ian gelisah pasalnya ia tak boleh Lama-lama.
Sementara itu di rumah pak Yanto, Dara tampak bercakap dengan istri Bambang di ruang dapur, sedangkan pak Yanto dan Bambang mengobrol serius di ruang tamu.


“Mas iku si Ian yakin di biarkan kesana sendiri? “



Ucap pak Yanto kepada Bambang sahabatnya.



“ yo ndak lah mas, tadi aku sudah lihat alamatnya kok, tenang aja nanti tak susul ke sana”



“ iyo takutnya dia di keroyok malah repot nanti urusannya “



“ Aku juga mikir ke situ mas, tapi ndak apa lah, kalau dua tiga orang Ian ngga bakalan mundur mas, he he”



“hah! Jian, paklik sama ponakan kok podo ae to... to”



Ucap pak Yanto.




Sekitar setengah jam Bambang pamit mau menyusul Ian, sudah pasti ia juga khawatir keponakannya pergi sendiri ke kandang macan, segala kemungkinan bisa saja terjadi di sana.




Sementara itu di tempat Ian berada


“ Mas... Sampean kok kayak ndak tenang toh? “



Sapa ibu pemilik warung.



“ Njih bu? Saya lagi nyari alamat rumah bu? Daerah sini tapi nomor rumahnya saya cari dari tadi ndak ketemu bu? “



Kilah Ian kepada ibu pemilik warung.


“ Ooo nomor berapa mase? “



Ian pun menunjukkan secarik kertas berisikan alamat yang ia tuju, sejenak si ibu tampak berpikir.

“ Lah iki jenenge sopo mas? “


“Danu buk? “


“Oalah... Danu toh... Itu mas pas sebrang jalan yang pagar hitam yo mas? Orangnya ada kok, kebetulan tadi ibu lihat mas, biasanya juga kesini kalau siang begini, “



Ucap si ibu.


“ Ooo njih bu matur suwun, kulo tenggo teng mriki mawon(saya tunggu di sini saja)


“Njih mas “


Ian berada di tempat yang tepat sekaligus informasi yang membuat dirinya tenang, ia tak perlu gelisah menunggu buruannya.



“ Berapa semuanya bu? “



Ian menyebutkan apa yang ia ambil, setelah di hitung Ian pun membayar sesuai dengan yang ibu warung sebutkan, tak lama setelah itu orang yang Ian tunggu pun keluar dari dalam rumah, tepat seperti yang ibu warung sampaikan, Danu menyeberang jalan menuju ke arahnya.


“Dhe..... “


Danu pun memanggil pemilik warung, dia tak sadar Ian memperhatikan dirinya.
Pemilik warung pun keluar, ia sudah paham kebiasaan Danu, sebungkus rokok pun ia berikan.

“ Nu tadi ada yang cari kamu, sudah ketemu belum? “



Ucap Ibu pemilik warung dari dalam, ia tak tau kalau Ian masih ada di pojokkan warungnya.

“Siapa bu? “


“ Ndak tau, seumur kamu kayaknya Nu”



Ucap si ibu, Danu penasaran ia pun menengok ke sekeliling, ia terkejut melihat Ian duduk santai dengan sebatang rokok yang terselip di bibirnya, tatapan Danu berubah sinis, ia mendekati Ian yang masih belum beranjak dari duduknya.

“ Besar nyali rupanya, mau apa hah! “


Bentak Danu, namun lagi-lagi Ian tak bergeming, tangannya memberi isyarat ke Danu agar duduk di kursi sebelahnya.

Ian seolah enggan melepas rokok di bibirnya, dan hal itu benar-benar memancing emosi Danu.

“Bajingan! Mau sok jago kamu hah! “

Brak!!!

Tinju Danu menggebrak meja di depan Ian, sontak Ian mundur dengan menjejakkan kakinya, dan ia masih tetap berada di kursinya, hanya posisinya saja yang bergeser ke belakang, masih dengan santainya Ian menghisap rokok di bibirnya, setelah mengepulkan asap dari Bibir barulah Ian bersuara.



“ Santai bos... Duduk dulu lah... Ngga baik main gebrak meja orang, aku kesini untuk misi damai, jadi jangan jual kekerasan lah ya? “



Ucap Ian, namun Danu tetap berdiri, ia mendekat ke arah Ian, jari telunjuknya menunjuk ke arah Ian.
Ibu pemilik warung pun keluar dari dalam warung tapi ia hanya melihat saja.



“Ngga usah banyak cingcong! Maumu apa hah!! “


“Santai.... Ngga usah kasar. “



Ucap Ian.



Wuuus...


Danu hendak memukul Ian, namun Ian sudah sangat siap, tapi bukan kekerasan yang Ian mau saat ini, pukulan Danu pun sia-sia. Ian pun berdiri dan menghampiri Danu.



“ Mau ribut di depan rumahmu sendiri? “



Ucap Ian, lalu Danu berjalan menjauh dari area warung dan di ikuti oleh Ian.

Kesalahan Ian ia memancing amarah Danu. Wajar Danu emosi, apalagi ia dua kali berhasil Ian jatuhkan.
Sampai di lokasi yang di rasa pas, Danu menghentikan langkahnya.

“Sudah? Ngga kurang jauh? “



Ucap Ian meledek.



Wuuus....


Bugh!!


Ian terpental beberapa langkah, perutnya telak terkena tendangan Danu yang tiba-tiba, namun Ian langsung bisa mengendalikan diri, ia tersenyum tapi tatapannya tak kalah garang.

“ Hem.... Sudah ku bilang jangan jual kekerasan masih saja menyerang kamu cuk! “



Ucap Ian, lalu Ian memasang kuda-kuda Ian menyiapkan diri, dan benar saja Ian belum sepenuhnya siap, tapi keburu mendapat serangan dari Danu, tendangannya begitu cepat merangsek ke tubuh Ian, tak ayal Ian pun terjengkang di dekat pagar sebuah tanah kosong.

Dengan cepat Ian bangun dan lari ke dalam area kosong itu.


“ Hop! Stop!! Mandek cuk!! “



Teriak Ian saat Danu merangsek masuk dan langsung melancarkan tendangannya.


Plak!


Kaki beradu kaki, Ian merasa harus serius menghadapi lawannya yang tak mau di ajak bicara itu, Danu maupun Ian sama-sama mundur, keduanya bersiap diri.


Danu menyerang terlebih dahulu, hampir saja muka Ian terkena pukulan cepat dari Danu, untung saja tangan Ian sudah siap menangkis serangannya, Lagi-lagi Danu menyerang, kali ini ia melayang dengan tinju yang siap menghantam musuhnya, namun Ian mengelak dengan cepat, tubuhnya beringsut ke samping, Danu yang tau Ian mengelak langsung menghajar dari belakang, tendangannya sukses mengenai tubuh Ian.



Bugh!!


Hampir saja Ian tersungkur, ia siap di serang dari depan tapi tidak siap dari belakang, untung saja tendangannya tak terlalu keras, sehingga tak berakibat fatal buatnya.
Namun tetap saja Ian terhuyung, Kesempatan itu di gunakan Danu untuk kembali menyerang Ian, dengan cepat tinjunya menyambar wajah Ian.


Dugh!!


Ian harus rela merasakan nyeri di gusinya,
Namun ia masih tetap tak mau membalas serangan Danu, karna memang bukan itu tujuannya, tapi Ian menggunakan cara yang salah, gayanya terlalu tengil dan tak mau bicara langsung ke inti dari masalah.



“ Masih mau menyerang cuk! “


Tantang Ian, dan balasan dari Danu bukanlah ucapan melainkan serangan yang mematikan, kali ini Ian melawan.


Plak!


Kaki beradu kaki, postur tubuh yang seimbang membuat keduanya mampu bertahan imbang. Namun Danu kembali menjejakkan kaki setinggi setengah badan, maka dengan mudah Ian menangkis menggunakan tangannya.
Serangan yang sama, bedanya kali ini Danu menggunakan kaki kiri, lagi-lagi Ian dapat membaca pergerakan Danu.

Wuuus.. .



Bugh!


Kali ini tinju Danu luput dari pantauan Ian, akibatnya Ian terpelanting sambil memegangi dadanya,
Danu kembali menyerang tapi sayang, Ian sudah lebih waspada, ia fokus atas bawah.



Sehingga segala serangan ia halau dan sesekali ia menyerang, walaupun sesekali, serangan Ian sangatlah tajam, akibatnya pun lumayan fatal untuk Danu.

Dua kali pukulan Ian bersarang, tapi cukup membuat Danu limbung, tangannya terasa kebas karena ketiaknya terkena sodokan keras jari Ian yang ditekuk. Telinganya pun berdengung terkena papasan keras tangan Ian, saat Danu mengibaskan tangannya yang terkena serangan balik Ian.


Tapi Ian tak mau menyerang lebih frontal lagi, ia menunggu serangan berikutnya, dan Ian masih sempat berkelakar.


“Masih mau kena pukul lagi cuk! Tak kasih saran, lebih baik kita duduk sambil ngudut cuk, dari pada babak belur kayak gini mue he he”


Ucap Ian disela waktu yang ada, namun lagi-lagi Danu menyerangnya, dengan sigap pula Ian menangkis, sedikit celah sangat berarti dalam sebuah pertarungan, maka Ian mencari celah itu.

Dengan insting yang ia miliki, Ian pun mengincar titik terkuat dari Danu, Ian mengingat setiap duel yang terjadi, dan memang sedari awal Danu lebih aktif menyerang Ian dengan kakinya, artinya Ian harus melemahkan bagian itu.


Pada saat Danu menyerang dan serangannya mengenai udara posisi pun berubah, Ian yang tadinya berada di depan Danu kini berada di belakangnya, kesempatan yang sama persis Danu gunakan untuk menyerang Ian tadi, maka dengan cepat Ian menghujamkan kakinya di pergelangan antara paha dengan betis bagian belakang Danu.



Bruuugh!


Danu terjatuh dengan satu jejakkan Ian, dan pada saat Danu hendak bangun lagi-lagi Ian menghujamkan kakinya di bagian paha Danu, Danu pun meringis kesakitan.

Namun Danu memiliki gengsi yang cukup kuat, apalagi ini wilayahnya, ia bangun walau tertatih, ia kembali menyerang Ian dengan sedikit tenaga yang tersisa karna separuh anggota tubuhnya sudah terasa lunglai akibat pukulan keras Ian.


Ian sendiri bukannya tak merasakan sakit, dada Ian lumayan sesak dan gusi Ian juga terasa perih, tapi Ian tak mau menunjukkan rasa sakitnya karna hal itu akan membuat lawannya berada di atas angin.

Walau tertatih serangan Danu tak bisa Ian remehkan, terbukti ia masih bisa membuat Ian terpelanting dengan tendangannya, dengan kaki yang baru saja di hajar oleh Ian, kali ini perut Ian terasa mual, karna tendangan itu telak mengenai ulu hatinya. Mata Ian terpejam menikmati nyerinya ulu hati akibat serangan Danu.

Plak!

Plak!

Bugh!


Bruuugh!!


Nafas Ian memburu, kali ini ia kembali menerima dua kali tamparan dan satu kali jejakkan di perutnya, akibatnya ia terpental beberapa langkah dari tempatnya, Ian menunduk, ia tak bisa setengah hati melawan Danu, hilang sudah niat baiknya, sorot matanya tajam menatap Danu yang juga terengah, Ian tersenyum sinis dan pinggir bibirnya dihiasi dengan lelehan darah segar.
Ia berdiri tegap, sakitnya tak lagi dirasakan, langkahnya semakin maju dan terus maju, tak ayal Danu pun melangkah mundur, dua kali ia melawan Ian dan dua kali ia melihat seringai itu, seringai nekat dan siap memangsa lawannya.



Danu bergidik, nyalinya tiba-tiba menciut, matanya melirik ke samping mencari sesuatu dan hal itu Ian gunakan untuk melumpuhkan Danu, secepat kilat Ian merangsek maju, Ian melayang dan dengkulnya mendarat telak di dada Danu.


Bugh!

Blaam!!

Danu jatuh telentang Ian pun sama, bedanya Ian jatuh tepat berada diatas Danu, dan dengkul yang baru saja bersarang di dada Danu tanpa sengaja terpeleset menekan leher Danu yang terkapar, sontak mata Danu mendelik karna tekanan di lehernya.


Plak!


Plak!


Ian tak segan menghajar kedua telinga Danu.


“Apa maksudmu dahulu menyerangku hah! “


Danu jelas terdiam, ia tak menjawab pertanyaan Ian karna lehernya terkunci oleh dengkul Ian.

Dugh!...


Satu pukulan keras tanpa perlawanan Ian berikan.


“jawab!!! “

Ucapnya lagi.

“Jelaskan kenapa kau serang bosku, cepat!! “


Danu hanya bisa menggeleng pelan, nafasnya benar-benar tersenggal dan tangannya menggebrak tanah, melihat itu Ian malah menghantam muka Danu dengan satu pukulan. Setelah itu barulah ia melepaskan kuncian di leher Danu, setelah lepas Danu pun terbatuk-batuk.


“Jelaskan atau pikiranku berubah, cepat!! “



Ucap Ian dengan tatapan tajamnya, ia jongkok persis di sebelah Danu, dengan terbata-bata akhirnya Danu menjelaskan semuanya, bahkan ia menguntit pak Yanto dari sore menjelang ba’da magrib hingga tengah malam, dan malam itu Danu menginap di rumah temannya.


Satu urusan selesai dan membuat dada Ian terasa sesak, tapi Ian belum selesai berurusan dengan Danu,


“ Baiklah cuk! Satu lagi yang harus kamu jawab dengan jujur, aku harap tak ada satu pun yang kamu tutupi dariku”



Ucap Ian tegas, Danu sendiri mau ngga mau harus menuruti ucapan Ian.



“Apa kamu masih mencintai mantan istrimu, kalau iya iya, kalau tidak ya tidak, aku tak ingin kejadian seperti ini terus terulang cuk! “


“Iya”

Jawabnya lemah.

“Bangun”


Ian menyuruh Danu bangun, susah payah Danu berusaha bangun dan Ian meraih lengan Danu agar bisa duduk tegap.


“ Aku akan membantumu untuk kembali bersama Herni, dengan satu sarat, buang sikap kasar kamu pada pasanganmu, Herni sudah cerita semua kelakuan kasarmu. “
Danu mengangguk lemah.
“ Satu lagi, aku siap melepaskan Herni, asal kamu benar-benar berubah, ingat Herni berada dalam pantauanku walau pun kelak sudah bersamamu, ingat itu. “


Danu hanya mengangguk tanpa menjawab omongan Ian.



“Oya namaku Iantono, datanglah ke rumahnya atau temui dia baik-baik, bilang aku yang nyuruh, dan aku harap setelah ini tak ada dendam di antara kita Dan. Maaf aku menggunakan cara seperti ini”


Ian menepuk pundak Danu lalu berdiri meninggalkan Danu yang terduduk lesu, tanpa di sadari seseorang telah menunggu Ian di balik pagar seng.


“Naik, masih ada yang perlu paklik sampaikan ke kamu”


Ucap orang yang sangat Ian kenal itu. Ian pun pulang membonceng kendaraan roda dua bersama pakliknya.











Bersambung
 
Terakhir diubah:
JNT




Part25








CcrSNYZ.jpg



Secarik kertas Ian Terima dari pakliknya, sebuah alamat di wilayah Ibukota, Ian tak banyak bertanya karna Feeling Ian itu alamat ibu kandung yang meninggalkannya sejak bayi, pakliknya pun hanya bilang kalau ia mendapatkan alamatnya belum lama ini.
Semangatkah Ian? Tidak! Karna ia mendapat sosok seorang ibu hanya dari sang nenek, bahkan Ian belum sekali pun melihat sosok ibunya.

Tapi Ian selalu di ingatkan agar tak pernah membenci ibunya, baik kakek nenek ataupun pakliknya mereka selalu memperingatkan Ian.


Dua minggu setelah pak Yanto kembali aktif di kerjaan Ian mengutarakan niatnya.

“ Pak, boleh ndak saya ijin libur, “


“Lho? Mau pulang? “



“ Ndak pak, mau cari alamat yang paklik kasih tempo hari pak, “


“Aduh.... Jauh itu An? Kalau bapak ndak sibuk bapak anterin deh, tapi ya itu mbakmu gimana nanti, kan kamu tau sendiri An”


“ He he iya Pak, kesasar ndak ya nanti, kok saya ragu to he he”


“Sik piye ya? Nanti saja lah di rumah kita omongin “


“Siap pak, “


Lalu Ian pun pamit dan kembali beraktivitas.
Sore hari setelah pulang Ian menjalani rutinitasnya, duduk di teras sambil menikmati secangkir kopi buatan Dara, yah istri bosnya yang juga kekasihnya, kali ini pak Yanto ikut duduk di teras rumahnya, ia duduk di kursi sedang Ian duduk di bawah. Pak Yanto menyinggung perihal niat Ian yang ingin pergi ke Ibukota, Dara yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya menyusul ke depan, ia mengenakan rok tipis bermotif bunga dengan atasan kaos ketat, ia terlihat lebih ayu mengenakan itu. Ian tertegun terpesona melihat Dara berpakaian seperti itu, namun ia tak berani memandang terlalu lama.

Ia takut pak Yanto mengamati tingkahnya yang tidak sopan kepada istrinya, berbeda dengan Dara, ia seolah mencari perhatian dari Ian.

“ Ehem... Boleh ikutan ngerumpi ngga nih? “



Ucap Dara sambil bolak-balik mencari tempat duduk.


“Njih, silahkan mbak, “


“ Aku bingung iki mau duduk di mana, satu di atas satunya lagi di bawah je? “


“Halah mama ini, bebas aja bawah boleh atas yo boleh, kok pake nanya segala to? “


Pak Yanto menimpali tingkah istrinya.


“ Ih ayah nih. Ya udah atas aja deh, mas Ian ndak ikut duduk atas? “


“Ndak mbak, enakkan di bawah kok he he”


“ Ini tadi mbahas opo to? “


“ Itu ma? Si Ian besok mau ke Ibukota... Tapi dianya takut ilang, rak gitu to An? “


“ Njih sih pak, tapi ndak apa-apa lah pak, nanti tanya orang aja he he “


“ Lho kok mendadak sih? “



Ucap Dara dengan tatapan yang aneh ke arah Ian, Ian hanya tersenyum menanggapinya.



“ Iyo mbak, o iya Pak, kemarin itu saya lewat jembatan dekat gudang baunya kok anyir banget yo pak, “



Ucap Ian.


“ Ooo kan limbah kita itu langsung di buang ke anak sungai itu to An? “


“ Eem... Maaf njih pak, apa warga ndak protes? “


“Selama ini sih setau bapak ndak ada, lha piye tho? “


“ Sekali lagi maaf njih pak, apa ndak ada niat buat buang limbahnya agak jauh pak, “


“Belum sih An, piye kamu ada solusi? Dulu bapaknya mbakmu bikin gudang itu rumah penduduk ndak rapat seperti sekarang. Kalau ada solusi ndak apa-apa ngomong ae “


“ Kalau dari gudang sampai sungai pinggir jalan raya itu kejauhan ndak yo pak, “



Sejenak pak Yanto berpikir, ia tau arah pembicaraan Ian.



“ Sekitar dua atau tiga ratus meter lah, piye? “



“Jauh njih pak “



“ Lama ih, bilang ae, mas Ian mau air limbahnya di buang kesana to? “



Dara menimpali obrolan suaminya dan Ian,


“ He he iyo ma, tapi ndak apa-apa, wajar kalau Ian ndak enak ngomongnya, iya to An? “


“ He he njih pak, pasti makan biaya gede itu pak, “


“ Ntar tak pikir yo, tapi kalau bisa kamu aja yang urus, bapak sibuk soalnya An”



“Waduh... Saya ndak tau mau ngapain pak kalau ngurusin begituan he he”





“Wes gampang ntar tak arah in, piye besok jadi? “


“ Jadi aja lah pak, dari pada nanti-nanti biasanya lupa pak, he he”


“ Iish... Jangan kelamaan disana yo mas? “



Ucap Dara menimpali.


“ Njih mbak, “


Menjelang magrib mereka bertiga pun masuk ke rumah.





Pagi setelah subuh, Ian yang masih terlelap di kagetkan oleh sebuah kecupan.


“Bangun yang? Aku kangen ih, “


Ucap manja Dara Sambil membelai wajah Ian, Ian yang langsung terbangun pun meraih leher Dara, tak di pungkiri Ian juga merasakan hal yang sama, ia membalas kecupan wanita yang sudah ikut merebahkan diri di samping Ian.


“ Kamu nekat ay? “


Cup.


Ian mengecup kening Dara.


“ Dua minggu lo yang? Kamunya jahat ih, cuek banget, “


“ Iya maaf... Kondisinya ndak memungkinkan kan? “


“ Iya sih? Tapi aku kangen yang? “


“ Ini Kamu udah di sini kan? Lalu? “


Dara tersenyum manja, ia hendak menaiki tubuh Ian, tapi sebelum itu ia turunkan dahulu celana kolor yang Ian pakai.



“ Tu kan? Udah siap itunya? Hi hi “


Ucap Dara sambil menggenggam penis Ian.


“ Kamu mau ay?”


Cup.

Dara mengecup bibir Ian, lalu ia berbicara sambil melepaskan gaun tidurnya.



“ Ish... Masih nanya kamu tuh, “


Tak ada jawaban, yang ada Ian menarik tubuh polos Dara agar ikut rebah di sampingnya. Tak di pungkiri Ian merasakan hal yang sama, gayung bersambut bibir saling memagut dan lidah saling membelit, sadar waktu akan waktu yang sangat kritis, Ian maupun Dara tak melakukan Foreplay terlalu lama, namun tak mengurangi gairah yang ada, Dara memasrahkan diri, kakinya menegangkan lebar memberi celah untuk Ian agar leluasa melakukan penetrasi, sedangkan Ian bergantian mencucup buah dada Dara yang membusung indah.


“zzzzh..... Basahin dulu yang, sini. “


Ucap Dara mengangkat kepala Ian agar Ian melepaskan puting susunya yang Ian kulum, tangannya meraih penis Ian dan segera mengulum kepala penisnya,



“ Uuuuugh.... Udah ay “



Dara melepaskan kulumannya dan membimbing penis Ian memasuki liang vagina miliknya.


Blees...


“Aaaach... “



Desah Dara saat penis Ian masuk ke liang nikmatnya, penis belum seluruhnya masuk namun sempitnya lubang vagina dengan cairan pelumas yang tak terlalu banyak membuat setiap gesekan kulit kelamin menjadi sangat terasa, Ian mendiamkan penisnya sesaat ia masih gemas dengan kedua buah dada Dara, jari jemarinya aktif meremas, sedangkan bibirnya sudah sejak tadi saling lumat dengan Dara, pelan-pelan Ian memasukkan sisa batang penis yang belum menancap seluruhnya.



Slek


Suara beradunya kulit selangkangan menandakan penis Ian masuk seluruhnya di dalam liang vagina Dara,



Eeemh...


Lenguh Dara merasakan kepala penis Ian mentok di dalam sana, ia tak ingin merintih atau pun mengerang, yang bisa jadi membangunkan suaminya, maka bibir bawahnya ia kulum sendiri.

Setelah itu ia mengikuti irama genjotan pasangannya, nafsunya yang mudah terpancing saat senggama memudahkan Dara mencapai orgasmenya, lima menit dalam posisi misionaris menghantarkan Dara ke titik ternikmat persenggamaan.


Eeemh...


Eeemh...



Lenguhnya yang tertahan dan otot vagina yang mengencang seolah ingin menyedot batang penis yang menjejalinya menjadi tanda bahwa ia telah mendapatkannya, wajahnya terbenam di samping leher Ian dan gerakannya berhenti total saat pinggulnya terangkat menjemput rojokan penis kekasihnya, setelah pinggulnya turun dan mengendur Ian mengeluarkan penisnya, ia meraih pinggul Dara agar ganti posisi, kaki Dara turun ke lantai, tangannya berpegangan pinggiran tempat tidur, lalu Ian pun beringsut turun, ia mengambil posisi di belakang Dara.



Slep


"Uuuuugh.... Enak mash.... "


Lenguh Dara, pelan ia mendongak menatap Ian lalu menganggukkan kepala, Ian tau maksudnya, mengingat kebebasan yang kurang, Ian pun langsung tancap gas, sodokan penisnya ia percepat, posisinya yang berdiri membuat sodokan Ian begitu kuat, Lagi-lagi Dara harus di dera kenikmatan, kakinya gemetaran karna orgasmenya, namun Ian tak menghentikan sodokannya, walau satu tangan Dara mencengkeram pinggang Ian agar memberinya jeda.


“ hoos hooosh.. aku bentar lagi ay?... “



Dengus Ian.


“iih... Lemes mash... Iiih... Geli aaach... “



“ Uuuuugh... “



Bruuugh!



Dengus Ian berbarengan dengan rintihan Dara yang sama-sama mencapai orgasmenya
Dara ambruk di ranjang karna sentakan terakhir Ian saat melepaskan benih cintanya terlalu kuat, keduanya pun terkulai saling tindih.


Setelah beberapa menit dan nafas sudah kembali normal Dara pun bergegas ke kamar mandi, sedangkan Ian masih terkulai di ranjangnya.



Dari pagi sampai siang Ian berada di rumah, begitu juga pak Yanto dan Dara, mereka asik bercengkerama sekedar berbincang ringan, sambil menunggu jam berangkatnya bus yang akan membawa Ian ke Ibukota, tepat jam empat Ian pun berangkat.


Rasa dag dig dug masih sangat terasa di dada Ian, pasalnya ia mencumbu Dara di saat suaminya sedang tertidur pulas di kamarnya.



Bagaimana jadinya kalau pak Yanto memergoki kelakuannya?


Ian geleng kepala memikirkan itu, tapi disisi lain Ian merasakan sensasi yang berbeda, ada tantangan tersendiri di sana.


Argh...

Ian merenggangkan tangan mencoba menyingkirkan kemelut di otaknya, tentang selingkuh dengan Dara yang sedikit banyak mempengaruhi rasanya, tentang sikapnya kepada Herni nanti, dan akhirnya Ian pun tertidur di kursi jok bus yang ia tumpangi.





Suara kondektur membangunkan tidur lelap Ian, karna Bus yang ia tumpangi sudah sampai ke tujuannya, sebuah terminal besar menjadi tujuan akhir perjalanan ratusan bus dari daerah, dan pagi ini Ian menghirup udara pagi di tengah hiruk pikuknya Ibukota, banyak orang berlalu lalang dengan masing-masing keperluan, berbeda dengan Ian, ia turun dari bus tak langsung mencari angkutan umum, ia diam karna bingung mau memulai pencarian, akhirnya ia memutuskan untuk duduk di warung kopi di sekitar terminal.


“Bu? Minta kopi satu ya bu? “

Ucap Ian kepada ibu pemilik warung, Ian teringat sangat nenek, perkiraan Ian si ibu kurang lebih seumuran neneknya.



Tak lama segelas kopi tersaji di meja, Ian segera mengambilnya, ia tiup agar tak terlalu panas.



Si ibu yang melihat tingkah Ian pun menggelengkan kepalanya.


“ Masih panas to nang? “




“He he njih bu? “


“ Ini dari mana mau kemana to? “


“ Saya dari kota S bu? “


“ Oalah.... Jam piro kesini? “


“ Jam tiga bu? Ibu dari kota S juga? “


“Iyo? Mau kemana nang? “


Lalu Ian merogoh tasnya dan mengeluarkan secarik kertas pemberian pakliknya, lalu ia memberikan kertas tersebut ke ibu warung.


“Mau ke alamat ini bu? Tapi yo itu, saya ndak tau tempatnya he he, “


Si ibu tak menerima kertas yang Ian berikan, ia meminta Ian membacakan alamatnya saja.


“Ooo kamu naik angkutan merah itu nang, bilang wae turun di tanggul yo? Nanti sampai sana tanya lagi aja, koyone ndak jauh dari Komplek itu nang, “


“ Ooo njih bu, matursuwun njih? “


Ian tersenyum lega, setelah menghabiskan kopi dan beberapa gorengan Ian pun melanjutkan perjalanannya, satu jam perjalanan ia tempuh, karna kemacetan yang luar biasa di sepanjang jalan, akhirnya Ian turun dari angkutan sesuai dengan yang si ibu warung katakan.


Lagi-lagi Ian bingung, tak ada tanggul di sekitar ia turun dari angkutan.
Ian pun berjalan ke arah pangkalan tukang ojek dan tak segan Ian bertanya.



“Permisi pak, maaf saya mau tanya pak, bapak tau alamat ini
ndak pak, “


Ucap Ian sambil menyodorkan kertas ke tukang ojek yang sedang duduk santai di atas motornya.


Si bapak pun mengamati tulisan itu.


“ O ini mah yang di pinggir kali sono, lu mau ke rumah siapa tong. “


Kata bapak tukang ojek itu,


“ Ke rumah ibu Padmi pak,”


Sejenak tukang ojek mengernyitkan dahi, tampak ia sedang mengingat sesuatu.


“O iya iya gue tau dah”


“Gimana pak? Bapak tau tempatnya? “


“ Iye, ngojek aja yak”


“Siap pak”


Ian pun tersenyum lega, pencariannya tak menemui kendala sedikit pun.


“ Ceban yak, “


Ucap tukang ojek itu.



“ Berapa itu pak ceban, “


“ Sepuluh rebu tong... Ya elah dah... “


“ Ooo, maaf ndak tau e pak he he “


Lalu Ian pun menyanggupi permintaan tukang ojek itu.



“ Ayok”


Ajak tukang ojek dan Ian pun segera membonceng kendaraan roda dua tersebut, tak sampai lima menit Ian sudah sampai di lokasi, setelah membayar jasa ojek Ian pun melangkah menuju rumah petak yang di tunjuk oleh tukang ojek yang mengantarkan dirinya.


Tampak seorang gadis sedang duduk termenung menunggui warung rokok miliknya yang tepat berada di pojokkan depan rumah petak yang Ian tuju.

Gadis itu tersenyum melihat Ian berjalan menuju ke arahnya.


“Permisi”


Sapa Ian kepada gadis yang Ian perkirakan sekitar lima belas tahunan itu.

“Iya? Beli apa bang? “


Jawab si gadis sambil tersenyum kepada Ian.

Gadis yang cantik dan murah senyum menurut Ian.


“ Eh iya, maaf saya mau tanya, benar ini rumah bu Padmi? “


“Em, benar bang, sebentar yak, saya panggil dulu”


Gadis itu pun berjalan memasuki rumah dan tak lama seorang wanita 40 tahunan keluar dari dalam rumah, sedang si gadis masih berada di dalam, si ibu melihat Ian dan menyapanya.


“ Ya? Siapa ya? “


Ian yang memang tak pernah melihat wajah sang ibu pun memandang lekat wajah ibu itu, mencoba menyamakan raut muka si ibu dengan pakliknya dengan neneknya dan kakeknya.


“ Hem... Mirip kakek, “


Batin Ian, lalu Ian pun mendekat.


“ Maaf, benar dengan ibu Padmi anaknya bapak Prawiro, “


Ucap Ian, si ibu tampak terkejut mendengar nama itu, dengan agak gagap ia berbicara.


“ K kamu s siapa? “


“Saya Ian, Iantono bu? “


Bu Padmi mundur selangkah, matanya nanar menatap Ian, bibirnya bergetar lalu ia berbicara agak keras.


“Pergi! Saya bukan Padmi yang kamu maksud! Pergi!.. “

Ian kaget mendengar ucapan wanita itu, kalau memang ia bukan ibunya kenapa alamat yang ia bawa sama dengan alamat yang tertera di pintu rumah itu? Ian tau karena sempat membacanya sebelum ibu itu keluar rumah.

Ian diam tak menanggapi ucapan bu Padmi, ia mencoba mengunakan alibinya, dari raut muka dan gerak-geriknya serta ucapan bu Padmi yang agak aneh, Ian yakin itu ibunya. Jelas Ian bingung, apalagi setelah bu Padmi masuk rumah langsung menutup pintu dengan kencang. Ian mendengar isak tangisnya, Ian yakin itu orang yang ia cari.


Ian masih saja diam di depan pintu rumah, terdengar sang gadis berbicara dengan ibunya tapi suara itu tak terlalu jelas di telinga Ian, Ian memberanikan diri maju dan mengetuk pintu.


Dok!


Dok!


“Bu? “


“Pergi! Jangan pernah kesini lagi, pergi cepat! “


Teriak bu Padmi dari dalam rumah.


Harapan Ian datang ke kota menemui sang ibu pun kandas, hatinya meremang, walau bagaimana pun Ian juga ingin melihat sosok ibu kandungnya, walaupun kasih sayang sang nenek sudah mewakilinya, namun tetap saja ia lahir dari rahim ibu kandungnya.
Sekali lagi Ian memanggil.


“Bu? “


“ Pergi!! “


Ian terpukul benar-benar terpukul, ia pergi melangkah gontai menyusuri jalanan yang sama sekali belum pernah ia lewati, ia tak peduli seberapa jauh ia melangkah, karna yang ia pikirkan hanya satu, salah apa ia di dunia ini sehingga ibu kandungnya saja tak mau menerima keberadaannya.




Terik mentari menyengat, dahaga pun mulai mendera, langkah Ian terhenti di sebuah warung makan Tegal, ia memesan es teh manis bungkus, setelah mendapatkan pesanannya dan membayar Ian kembali melanjutkan langkahnya, di tengah hiruk pikuknya kota di tengah panasnya terik mentari Ian terus melangkah sesekali Ian melihat papan petunjuk arah yang ada di jalan raya.


Terminal lah tujuannya, ia ingin segera pulang ke kota S, biarkan nasib yang membawa kemana arah hidupnya nanti, luka yang menancap dalam saat ini tak mungkin Ian melupakannya sampai akhir hayatnya nanti.


Tepat jam setengah dua Ian sampai di terminal yang ia tuju, entahlah Ian tak sadar dengan langkahnya sendiri, tau-tau sudah sampai terminal, ia menoleh ke belakang.

Senyumnya getir, namun Ian bersyukur masih mendapatkan satu kesempatan melihat wajah ibunya, dan Ian yakin gadis itu adalah adik kandungnya.


“Selamat tinggal ibu, semoga engkau bahagia dengan keluarga barumu dengan hidupmu dan selalu di beri kesehatan, Terima kasih telah melahirkanku di dunia ini”


Ucap Ian dalam hati.


Jam dua tepat Ian meninggalkan Ibukota, seharian ini ia hanya memakan beberapa gorengan tadi pagi, Ian tersenyum sendiri.


“ Bodoh”

Umpatnya dalam hati, sebelum berangkat Dara memberi uang lebih untuk bekalnya di kota, namun tak sepeser pun ia gunakan, bahkan uang yang Ian bawa sendiri pun lebih dari cukup untuk hidup beberapa hari di Kota.








Hari masih terlalu gelap, Ian sudah sampai di kota S bahkan ia sudah menyusuri jalan menuju rumah pak Yanto.


“Heeuh.... “

Dengus Ian setelah sampai di depan rumah, ia harus menunggu pemilik rumah bangun, harapannya hanya Dara karna ia yang selalu bangun lebih awal, namun Ian memiliki keberuntungannya kali ini, belum ada setengah jam ia melihat lampu di ruang Tengah baru saja menyala.


Tek

Tek

Tek

Ian menggoyang gagang slot pintu pagar, agar pemilik rumah tau kalau ada dirinya di luar.
Tampak kain gorden sedikit terbuka, dan seseorang mengintip dari dalam.
Ian segera melambaikan tangan, tak lama setelah itu sosok Ayu berjalan dan tengak tengok Lalu menghampiri Ian, ia tampak kaget melihat wajah Ian tepat berada di celah lubang pagar, ia pun segera membuka kunci gembok pagar.



“Iiih... Kok? “


Ucap Dara

“ Boleh masuk? “

Balas Ian singkat.


“ Kok lesu yang? “


Ucap Dara pelan sambil meraih pergelangan tangan Ian.

“ Hu um, kamu ngga tidur ay? “

Ucap Ian yang juga pelan.

“ Ngga bisa bobok yang? Mikirin kamu ih, takut kamu ilang aku tuh, ayo ah masuk ”

Ian pun mengangguk, setelah mengunci pagar Ian mengikuti langkah Dara, mereka bicara dengan suara pelan agar sang suami tak terbangun karna terganggu suaranya.



Di ruang tamu Ian dan Dara duduk bersebelahan, tepatnya Dara menyandarkan kepalanya di pundak Ian.


“ mau minum apa yang? “


Ucap Dara yang masih menyandarkan kepalanya.


“ ngga usah ay, di sini aja temani aku”


Ucap Ian menolak tawaran Dara.

“ kamu lesu banget yang, capek ya? Ketemu kan? “

“ Hu um”

“ Kok pulangnya cepat banget, kenapa mas? ”

Ucap Dara yang merasa curiga.

“ Ay? “

“Hu um, kenapa yang? “

“ nanti kamu kalau punya anak jangan di sia-siain ya? “


Ucap Ian dengan suara yang sedikit bergetar, Dara yang mengetahui hal itu langsung menatap wajah Ian.


“ kamu kenapa? Ada apa di sana yang? Ibumu baik-baikkan? “


“Iya baik,”


“ lalu? “


“nanti kalau punya anak jangan pernah sia-siain anakmu ya ay? Sakit tau ay di sia-siain ibu kandungnya sendiri”


Mata Ian mengembang ada bulir air mata disana.


“Yang? Ada apa sih? “


“ibu mengusir aku ay, entahlah aku punya salah apa sama ibuku”


“ ya Allah yang... “


Dara memeluk Ian dengan erat, beberapa kali ia mencium kening kekasih gelapnya itu, Tangannya membelai lembut rambut Ian.



Dara membayangkan betapa pilunya jika ia berada di posisi Ian, tak terasa air matanya pun menetes.


“tega banget”



Ucap Dara singkat.

“ mungkin beliau sudah cukup bahagia dengan keluarga yang sekarang ay”


“ ngga bisa begitu juga ah yang. “


Ian tersenyum, ia jembel pipi Dara yang basah karna air matanya.


“ Kok kamu yang nangis? “


“ sedih aku ngebayanginnya yang, “


“ ngga papa? Yang penting aku sudah lihat ibu sama adikku yang cantik, “


“ eh? Punya adik cewek? “


“ Hu um, tapi sayang mungkin aku Cuma di kasih kesempatan sekali aja ketemu sama dia ay”


“Sabar yang, semoga ada hikmahnya di balik semua itu, yang sabar ya? “



Cup


Dara mengecup kening Ian lalu kembali memeluk kekasihnya, mereka larut dalam diam sesekali mereka berpagut mesra dan sekedar saling lumat bibir, menghabiskan sisa waktu hingga pagi.







Cklek

Suara daun pintu kamar tidur yang di buka membuyarkan semuanya, Dara melepas gelayut manjanya dan beringsut menjauh dari rengkuhan Ian, ia tersenyum penuh arti.




Bersambung
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd