Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Jalan nan terjal

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
JNT


xB0XojA.jpg

Selamat sore selamat ngopi...

Jaga kesehatan om om semuanya...




Part 21




Panik, Pasti. Ian ngga mungkin membawa bosnya seperti membawa sekarung pakan ternak yang ia panggul. Clingak celinguk menanti seseorang yang mau membantunya membawa tubuh lunglai pak Yanto ke rumahnya.
Beruntung ada seorang pengendara motor yang menghampiri dirinya dan bersedia mengantar sampai rumah pak Yanto, yah Ian memilih membawa pak Yanto ke rumah dari pada ke rumah sakit, di samping jauh Ian belum sekali pun, menginjak lantai rumah sakit.


Biarlah nanti mbak Dara yang mengurus suaminya, lagi pula Ian juga serba salah, marah pasti, tapi di sisi lain pak Yanto lah yang selama ini menampungnya, Ian harus pintar dan berpikir jernih menghadapi hal ini, yang jelas ia tak ingin gegabah.

Sampai di rumah mbak Dara luar biasa kaget mendapatkan suaminya dalam keadaan pingsan dan mukanya penuh lebam, sudah pasti Ian di cecar begitu banyak pertanyaan oleh mbak Dara dan semua itu sudah Ian duga. Akhirnya mbak Dara dan Ian membawa pak Yanto ke rumah sakit.
Hari minggu yang sangat sibuk menurut Ian, pasalnya ia harus ikut mengurus pak Yanto di rumah sakit, untungnya pak Yanto segera siuman dan siang harinya Ian pamit pulang kepada mbak Dara.



“ Mbak saya tak pulang dulu ya? “


“Yo wes, naik apa mas? “


“Angkutan umum to mbak? “


“ Wes a naik taksi aja yo? “


Ucap mbak Dara sembari mengambil dompet yang di taruh di dalam tasnya.


“ Nih buat bayar taksinya, “


“ Ada mbak, tenang ae he he, pak saya pulang dulu ya? “


Ucap Ian tanpa mengambil uang yang mbak Dara kasih, setelah berpamitan Ian segera keluar dan menyetop taksi, sekitar lima belas menit Ian pun sampai di tujuan.


Tok!
Tok!
Tok!
Tanpa mengucap salam Ian langsung mengetok pintu rumah itu, tak lama pintu pun terbuka. Sosok ayu dengan rambut yang tergerai indah namun matanya terlihat sayu tampak grogi melihat tamunya.


“ M mas Ian? “


Ian tersenyum melihat kekasihnya, ada getir didada Ian, namun ia selalu mengingat petuah sang kakek agar tak berbuat kasar dari ucapan ataupun perbuatannya kepada wanita, walaupun sampai saat ini Ian tak pernah melihat sosok ibu kandungnya, tapi sang kakek selalu mengingatkan hal itu.


“Mas?.... “


“Eh iya, maaf “


“ Kok maaf? “


“Aku ndak lama, maaf lebaran lalu kamu ngga bisa ke rumah “


Ian mencoba mengalihkan obrolan, ya memang seharusnya Ian membicarakan hal itu, namun mengingat apa yang terjadi kemarin sore Ian sudah tak ada hasrat lagi untuk memberikan penjelasan pada Herni,


“ Iya, ada apa toh. Sampai-sampai teman mas di bawa ke dokter segala, terus teman mas bilang mas juga ada disana, mas tawuran yo? “


“ He he ndak kok, Cuma sedikit salah paham aja, em... Dek aku minta alamat mantan suamimu dong”


Herni pun mengernyitkan dahinya.


“ Kok? Emang kenapa mas? “


“ Ndak, aku ada perlu aja sama dia “


“ Lah? Jauh-jauh deh mas dari orang itu, “


“Aku akan menjauh tapi setelah urusanku selesai sama dia dek, “


“ Ndak! Ndak perlu mas kesana, mau ngapain sih? “


“ Kamu pengen aku menjauh dari dia kan? Makanya aku minta alamat rumah dia, “


“ Pasti ada apa-apa ini, mas ada apa sama dia sih? “


Ian pun mulai kesal, namun Lagi-lagi ia tak mampu meluapkan itu,


“ Baiklah, aku tanya ke adek kenapa setiap orang yang mendekati adek selalu dia serang. “


“Maksudnya? “


Lagi-lagi Herni mengernyitkan dahinya.


“ Pagi tadi pak Yanto hampir mati karena ulahnya “


Degh!!
Sesaat Herni diam, ia mencoba menerka arah pembicaraan Ian.


“Mas.... M maksudnya opo to? “


“Aku ngga tau ada apa yang jelas kemarin sore aku lihat bapak sama adek jalan ke arah sini, kebetulan juga tadi pagi pas aku keluar lihat orang di aniaya sama mantan suamimu dan itu pak Yanto, “



“Terus mas kesana mau ngapain?, nanti bareng aku aja kalau mau kesana, aku ngga mau mas Ian kenapa-napa dan kemarin sore itu aku telefon bapak mau pinjam uang mas? Nah pas aku keluar tiba-tiba bapak udah ada di dekat sini, masa iya aku mau Terima duit di jalanan sih? “



Ian terdiam, mencerna apa yang ada di pikirannya dari semalam. Ada benarnya juga yang di ucapkan Herni, tapi mengingat ucapannya pak sopir tentang pak Yanto membuat Ian ragu dengan ucapan Herni.


“Yo wes, serius dek aku minta alamat dia, biar aku urus orang itu, “


“Tapi Sama aku kesana nya ya? “


“Ndak usah, mas jamin ngga ada keributan kok. “


Herni tampak kesal, raut mukanya tampak cemberut karna Ian tak mengizinkan ia ikut.

Jelas Herni khawatir, ia tau karakter mantan suaminya, Herni pun melangkahkan kaki memasuki rumah, ia masuk pun hanya ingin menulis alamat untuk di berikan kepada Ian, ia tidak sadar sedari tadi Ian hanya berdiri di depan pintu rumahnya.
Tak lama setelah Herni masuk ia tampak berlari kecil ke arah Ian, satu tangannya menutup mulut menahan tawa, ia baru saja sadar yang di depan pintu itu pacarnya.


“ Mas? Ih.... Kamu itu kok. “


“Kenapa? “


“Masuk ih, kok bisa lupa ndak ajak mas Ian masuk sih? Masnya datang langsung serius aja si ah. “


Ian hanya terkekeh melihat tingkah Herni yang menyeretnya masuk ke rumah, seperti anak kecil Ian di paksa duduk oleh Herni.
Tak lama Herni membawa secangkir kopi untuk Ian, setelah itu ia masuk kamar dan membawa bungkusan kecil,



“Mas, ini uang yang kemarin aku pinjam ke pak Yanto, sebenarnya aku tuh nungguin kamu tapi kamunya sibuk terus, sedangkan keadaan sangat mendesak mas? “


“ Lo? Emang kenapa kok kamu pinjam segala sih? Buat apa dek? “


“Ibu lagi sakit mas, mau buat biaya itu sih, ya terpaksa lah aku pinjam, “


“ya Allah... Kok kamu ndak bilang atau titip pesan kan aku bisa kesini si dek? Terus sekarang gimana keadaannya”



“ Udah mendingan katanya sih, mau pesan sama siapa? Lagian kasihan mas pulang malam terus kok, “


“Yo wes, kapan mau pulang ke sana, aku ikut deh, “



Herni pun tersenyum dan menjembel pipi Ian, bukannya menjawab pertanyaan Ian, Herni malah menyandarkan dagunya di pundak Ian.


“ Mas ndak kangen aku? Dari tadi malah mbahas yang lain sih? “


Ucap Herni manja, Ian tak menjawab ia malah mengelus rambut Herni dan mengecup keningnya.


“Mas? “


“Hem... “


“Kangen... “


Degh!!

Ian terdiam, hatinya kembali berdebar, ia memikirkan apa yang terjadi semalam seandainya pak Yanto benar-benar berada di rumah ini.


“Mas? “


“Iya, “


“Mas kenapa toh, kok aneh, “


“Ndak, mas tadi pamit sama mbak Dara mau pulang kok malah kesini yo? “


“Eh mas emang beneran pak Yanto di keroyok? “


“Emang mas ada tampang pembohong? “


Herni terdiam, jelas ia khawatir perbuatannya terbongkar oleh kekasihnya sendiri, walaupun keadaan yang memaksanya untuk melakukan itu tapi tetap saja akan berakibat fatal untuk hubungannya dengan Ian.



“Mas jawab yang jujur ya? Kenapa mas minta alamat dia, “


“Mas mau minta pertanggungjawaban dia dek? “


Terpaksa Ian membohongi Herni, ada hal yang lebih penting dari itu, lagian pertanggungjawaban apa yang mau Ian pinta, biaya? Ian rasa ngga ada masalah soal itu.


“Ooo... Tapi janji jangan berantem ya? “


“Iya... “


“Mas? “


“Hem.... “


“Ih... Ndak peka! “


Ucap Herni kesal, lalu ia pun beranjak menuju pintu rumahnya, ia menutup rapat pintu dan menguncinya, setelah itu ia kembali menghampiri kekasihnya.
Yah, Herni tak lagi merayu kekasihnya dengan kata-kata, pergumulan semalam dengan pak Yanto menyisakan derita sex buatnya, tak sekalipun ia mendapat orgasme, yah! Walaupun awalnya terpaksa demi sejumlah uang, tapi namanya nafsu akan terpancing juga kalau sudah seperti itu.
Ian paham maksud Herni, pasti ia ingin bermesraan dengannya, Herni yang sudah memendam rindu tak mau lagi berlama-lama, ia naik ke pangkuan Ian.


Bibirnya langsung melumat bibir Ian, berbeda dengan Ian, ia hanya sekedar mengimbangi perbuatan Herni saja.
Terlalu banyak yang di pikiran olehnya, sehingga Ian tak begitu memperdulikan kehidupan sexnya, tentu Herni tak menyadari itu, toh sejak sebelum pacaran dengan Ian ia lah yang aktif mendekati Ian.


Sambil berciuman Herni terus menerus menggesek batang Ian dengan selangkangannya, walaupun keduanya masih berpakaian lengkap, tapi gesekan erotis dari Herni lama-lama membangkitkan gairah Ian, perlahan batang Ian pun menegang dan sudah pasti Herni merasakan hal itu, tatapan sayu Herni seolah meminta izin kepada pasangannya, perlahan ia turun dari pangkuan Ian, dengan cekatan jari jemarinya membuka kancing serta resleting celana kekasihnya.


Slek!

Slek!

Slek!

Jari mungilnya mengocok penis Ian yang sudah tegang maksimal, matanya menatap nanar kejantanan sang kekasih.


Slup.

Bibir mungilnya tiba-tiba mengulum penis Ian, sedangkan Ian sendiri hanya menengadahkan kepalanya, tangannya sesekali mengelus rambut Herni yang tergerai sekedar merapikan agar tak mengganggu aktivitas kekasihnya, Ian mulai menikmati perlakuan Herni, Ian pun memberi kode kepada Herni agar menghentikan aktivitasnya.


“ Mau di sini? “


“Terserah adek”


Jawab Ian, Herni pun beranjak dan kembali duduk mengangkang di pangkuan Ian, tapi sebelum itu ia melepaskan celana dalamnya terlebih dahulu, tak lupa ia turunkan celana panjang kekasihnya, pinggulnya naik turun menggesek penis Ian, menunggu nonoknya basah dengan sendirinya agar proses penetrasi menjadi lebih mudah.


“Aaach... “


Lenguh Herni saat penis kekasihnya memasuki nonoknya, ia diamkan beberapa saat sambil terus saling melumat, tangannya bergelayut di leher Ian.
Lambat laun pinggul Herni bergerak maju mundur, pelan mengikuti alur nafsu dan rasanya kepada Ian, bukan nafsu sex birahi yang liar, yang hanya butuh penuntasan semata, sesekali Ian menyentak pinggulnya membuat keasyikan Herni terganggu oleh ulahnya.



“ Iiih... Mas Ian nih... Lagi mash... “


“Apanya? “


“Iki lo... ngocok tempikku lo? “


Ucap Herni dengan jarinya yang menunjuk ke arah penis Ian, Ian pun tersenyum melihat tingkah Herni, ia mengikuti kemauan kekasihnya itu, dengan gerakan yang teratur Ian mengocok nonok Herni dari bawah, Herni tak ambil diam, gerakannya berlawanan dengan Ian, setiap Ian menghujankan tusukannya Herni pun ikut menekan pinggulnya, Herni yang sudah kadung birahi mulai tak teratur gerakannya, ia meliuk-liukkan goyangan pinggulnya membuat penis Ian terpeleset beberapa kali, tapi hal itu membuat Herni semakin gemas saja, setiap penisnya terpeleset Herni buru-buru memasukkan penis Ian, Ian pun memilih diam tak menggoyangkan pinggulnya.

Berbeda dengan Herni yang semakin mempercepat goyangan pinggulnya, tak lama kemudian bongkahan bokong Herni mengkerut matanya tajam menatap Ian.


Seer...

“Emmmh.... “

Lenguh tertahan Herni saat mendapatkan orgasmenya, dengan penis yang masih menancap di nonoknya Herni memulihkan tenaga yang hampir habis, dirasa cukup beristirahat Herni pun turun dari pangkuan Ian.

Plop.

Seketika cairan cintanya menetes ke lantai, lalu ia menuntun Ian masuk ke dalam kamar, pergumulan kedua pun terjadi, Lagi-lagi Herni mendapatkan orgasmenya, namun Ian masih belum sekali pun mendapatkannya, skor dua kosong untuk Ian.

Di sela-sela istirahat Herni berbisik kepada Ian.


“Mas kuat benar sih... Mau bikin aku pipis lagi kayak dulu ya? “


Ian tak menanggapi ucapan kekasihnya, ia lebih menikmati jari jemari yang sibuk memanjakan penisnya,
Tak lama Herni kembali siap untuk bergumul, bibir indahnya menyerbu bibir Ian, lidahnya menerobos masuk menelusuri rongga mulut Ian, akhirnya lidah keduanya saling membelit, bahkan saat penetrasi terjadi sekali pun pergumulan lidah tak berhenti, membuat erangan Herni tertahan.

Perpaduan lidah dan perpaduan kelamin terjadi begitu sengit hingga akhirnya Herni melepaskan pagutannya, ia mendongak ke atas, matanya terpejam, dan kedua kakinya membelit pinggang Ian dengan kuat disertai desahan panjangnya, orgasmenya di susul dengan semburan sperma Ian di dalam nonoknya yang mengakhiri percumbuan mereka siang ini.

Lagi-lagi kesalahan fatal buat Ian, bagaimana kalau Herni hamil, sudah pasti Ian harus bertanggung jawab dengan ulahnya, lalu bagai mana dengan Asti?


“Aargh... “


Erang Ian saat otaknya di penuhi dengan berbagai macam pikiran, dan kenikmatan yang ia reguk barusan pun bisa jadi menimbulkan masalah baru buatnya.


“Mas kenapa? “


Tanya Herni keheranan melihat Ian tiba-tiba seperti itu.


“ Eh ndak, aku lupa sesuatu “


Kilah Ian saat sadar Herni memperhatikan tingkahnya, tak lama setelah itu Ian meminta alamat mantan suami Herni, dan pamit pulang.




Dua hari ini Ian di tempat kerja bersama mbak Dara, ia meminta Ian untuk sementara menemaninya di kantor sampai pak Yanto pulih benar, sorenya setelah pulang kerja Ian mengantarkan mbak Dara ke rumah sakit, dan ternyata pak Yanto mengalami luka dalam yang lumayan parah, entahlah kalau seandainya Ian terlambat datang, dapat di pastikan pak Yanto menderita luka yang lebih parah.

Ian sendiri sebenarnya agak malas terlalu lama berada di rumah sakit, selain ia tak suka bau obat ia juga merasa risih jika ingin buang air kecil di sana, Ian lebih baik menahan sampai rumah, seperti halnya malam ini. Selesai menunggui pak Yanto ia pulang bersama mbak dara, dan saking kebeletnya Ian langsung menuju kamar mandi untuk menuntaskan hajatnya, bahkan ia tak sempat menutup pintu pagar, ia tak peduli mbak Dara sedang memarkirkan mobilnya.



Seer....


Merasa lega Ian pun bergidik, sialnya. Entah Ian lupa atau tak sempat menutup pintu kamar mandi dan di belakangnya berdiri mbak dara, ia juga terburu-buru ingin ke kamar mandi, ia diam terpaku dan menutup mulut melihat Ian memegang penisnya yang setengah tegang, ia tak ingin Ian malu karena hal itu, sebelum Ian menyadari keberadaannya mbak Dara pun mengurungkan niat, ia pun maju beberapa langkah saja dari posisinya,
Ian yang baru saja keluar tampak gugup melihat mbak Dara berada di dekat kamar mandi.



“ E eh mbak? Maaf lupa nutup pintunya, “



“ Ish... Kamu tuh, mbak juga kebelet kok ya? “



Ian pun terkekeh dan berlalu dari tempatnya, ia memilih duduk santai di halaman rumah, sekitar lima menit mbak Dara menyusul Ian dengan membawa dua gelas kopi, yang satu hitam yang satu lagi kopi susu,


“Iih... Kamu nih kok duduk di bawah sih? “


“ Enakkan di bawah kok mbak? “


“Ish... “
Gelas kopi pun ia berikan pada Ian, susah payah mbak Dara ikut duduk di lantai seperti Ian, pasalnya mbak dara memakai rok yang ngepres body sehingga mengganggu pergerakannya untuk duduk di lantai,


“ Alah lah laaah.... Kok malah ikutan di bawah to mbak, kan susah? “


“ Lo katanya enak di bawah? Ya mbak ikutan to mas? “


Ucap mbak dara menanggapi omongan Ian, itu pun masih sibuk membetulkan posisi duduknya, Ian terkekeh melihat ibu bosnya kesusahan seperti itu.



“Lha mbokya ganti pakaian yang nyaman to mbak, biar enak gitu lo, “


“Ini juga nyaman kok, semriwing dikit-dikit hi hi, “
Ucap mbak Dara menggoda Ian, Ian pun geleng kepala di buatnya,



“Eh mas, itu mbak siapa yang cantik itu, “



“ Yang mana toh mbak? “



“ Itu yang di pemotongan itu... “


“Lah banyak lho mbak? Jangan minta aku sebut in satu-satu ya? “


“ Yang itu tuh yang suka ngliatin mas Ian itu lo? “


“ Ndak tau ah mbak, “


“Bentar.... Oh... Iya... Yang pas jam istirahat deketin kamu itu lho mas? “


“Oalah... Itu to? Iya iya, itu Herni mbak? “


“Ciee.... Ayang Herni yo.... Awas lo.. Yang di kampung nangis lo.... Hi hi hi”


Goda mbak Dara, sedangkan Ian hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal menanggapi omongan mbak Dara,


“ Wes ah mbak, ayo istirahat tidur, besok kerja he he”


“ Lo yo kan? Nakal kan? “


Ian mengernyit, ia tak sadar dengan apa yang ia ucapkan sendiri,



“ Lo Iyo, besok kerja mbak? “


“ Hem.... Moso ibu bos di ajak bobok sih? Nakal kamu ah, hi hi hi”



Plak!
Ian menepuk jidatnya sendiri, ia sadar ucapannya ada yang salah,


“Aduh... Salah ngomong jebule he he... Maaf yo mbak, udah istirahat, mbak bisa bangun ndak nih, ntar tak tinggal ndak bisa bangun... Tadi aja mau duduk kesusahan kok he he “


“Yo tunggu jaga-jaga kalau mbak ndak bisa bangun to? “



Lalu mak Dara pun mencoba bangun dan ternyata apa yang Ian khawatirkan pun terjadi, mbak Dara kesusahan untuk bangun, lalu ia berpegangan ke tangan Ian, barulah biar bisa berdiri.



“Fiuuuh... Akhirnya... “



Ucap mbak Dara, Ian mengambil gelas kosong bekas kopi dan membawa ke dalam, setelah itu mereka memasuki kamar masing-masing.





~~~~~~~~~~~~


Siang hari di daerah kecamatan tempat tinggal Ian.

Seorang gadis bersama dengan seorang ibu tengah berbincang-bincang, dari pagi menjelang Subuh si ibu menunggui anaknya yang berada di ruang bersalin, sedangkan gadis yang tak lain Asti itu baru saja datang ke tempat itu,



“ Iin Pripun Bulik, sampun lahir belum bayinya, “


“Belum nduk? Ndak tau itu sudah setengah hari masih belum ada tanda mau lahir, “


“ Oalah... Sing sabar njih Bulik? “


Lalu Asti pamit masuk untuk menemui Iin alias Indriani, sampai di dalam Iin terlihat sumringah melihat kedatangan Asti, sahabat karib yang terbelenggu dengan satu pria itu saling melemparkan senyum, Asti pun mendekat dan memegang kening Indriani,



“Piye In? “


“Apanya tidur As, yo seperti yang kamu lihat lo ya? “


“Halah sok kuat to kamu tuh he he he”


“ Belum waktunya yo As? Eh coba ada mamasmu eehm... Mas ku ding he he... Pasti aku lebih tenang, “


“ Heleh.... Modusmu itu In.... In, eh ini hari apa toh, “


Sejenak mereka terdiam, pasalnya mereka tau kalau besok hari lahir Ian, kalau sampai nanti bayinya lahir lewat jam tiga sore artinya si jabang bayi sama persis hari lahirnya dengan Ian, bukan hanya itu bahkan weton (hari Jawa) nya pun sama, Indriani pun menyunggingkan senyumnya, kini ia malah berharap si jabang bayi lahir sore hari nanti.


“Wong edan! Malah senyum sendiri kamu tuh, "


Ucap Asti saat melihat temannya seperti itu, Indriani pun terkekeh geli, memang keduanya kalau sudah berdua bisa ngobrol berjam-jam.



Sekitar jam setengah dua Asti pamit pulang, itu pun karena pak Karman ayah Indriani beserta adiknya sudah datang untuk menemani sang ibu menjaga Indriani.

Asti pulang dengan tenang, seluruh anggota keluarga sahabatnya sudah berkumpul di sana, Asti berharap proses kelahiran si jabang bayi tak ada kendala.
Menjelang magrib suara tangis bayi menggema di ruang bersalin, yah! Bayi laki-laki baru saja menghirup udara segar di dunia ini, ibu muda yang tak lain ialah Indriani tersenyum bahagia, walaupun raut mukanya masih pucat tapi ia tak bisa menyembunyikan ke bahagianya.


Dua minggu berlalu, Setiap hari Asti menyempatkan diri menyambangi sahabatnya, walaupun sebentar ia menyempatkan diri datang sekedar menimang bayi laki-laki Indriani, dan kebetulan Ibu Indriani di undang olek keluarga Marni untuk membantu di acara pesta pernikahan Marni nanti, Asti berjanji akan menemani sahabatnya, sampai sang ibu selesai membantu acara pesta keluarganya Marni, dan itu artinya Asti akan menginap di rumah Indriani.
Riuh suara gamelan mengakhiri status Marni malam ini, pagi tadi ia sah menjadi istri sopir panggilannya, tepat dua bulan setelah ber asik masyuk dengan Ian, dan malam ini di gelar pesta dengan mengundang grup gamelan khas Jawa Tengah, memang hiburan seperti itu sangat di gemari oleh penduduk, Teman-teman Ian pun ikut berbaur menyaksikan hiburan yang menampilkan beberapa sinden untuk menari bersama lelaki yang mendapat selendang dari para sinden itu sendiri.
Tak perlu merogoh gocek mahal, cukup dengan uang lima ribuan bahkan ada yang memberi dua ribuan mereka bisa tampil menari bersama para sinden, hari sudah beranjak malam, sebagian warga yang menonton sudah mulai beranjak pulang, begitu juga dengan Wulan.
Dengan menggendong buah hatinya ia pun turut beranjak pulang, ia pulang sendiri tanpa sang suami, kebetulan juga suami Wulan sedang mendapat jatah selendang dan itu artinya ia harus menari bersama sinden.



Heru yang melihat Wulan pulang sendiri segera bangkit dan menyusul langkah kekasihnya, selama masih berada di jalanan yang ramai ia cukup mengikuti Wulan dari belakang, namun setelah suasana jalan sepi ia mempercepat langkahnya.



Wulan yang mengetahui hal itu segera menghentikan langkahnya, ia gandeng lengan Heru dan melanjutkan perjalanan yang tinggal beberapa langkah saja sudah sampai rumahnya itu.


“Iih.. Kamu itu dari tadi tak tungguin kok ya ngga sadar, kemalaman ini Her... “



“Hem.... Tadi siang kok ndak bilang sih? Kan aku juga ndak perlu nunggu mbak Wulan ngajak pulang to? “



“La Iyo tak pikir kamu peka kok, lha wong dari tadi aku lihat duduk ngga bangun-bangun, he he “



Ucap Wulan sambil membuka pintu rumahnya.


Ceklek,
Pintu pun terbuka, setelah masuk pintu pun segera di tutup kembali oleh Wulan, buah hatinya pun segera ia baringkan di tempat tidur.


Sementara itu Heru yang sejak masuk rumah langsung mengikuti langkah Wulan menuju kamar tidur dimana anaknya di baringkan, kesempatan baik untuk mereka berdua, anak Wulan sudah tertidur sejak tadi.


Tanpa aba-aba tanpa di pinta, Wulan maupun Heru melepaskan pakaian masing-masing, sekejap saja kedua insan itu sudah tanpa busana di tubuhnya.



Heru memeluk tubuh wulan dari belakang, kedua buah dada sekal kekasih gelapnya ia jamah, sedangkan wulan meraih kepala Heru agar lebih gampang untuk berpagutan, ciumannya menggila lidah saling membelit merangsang pasangannya, yah! Mereka sadar waktunya tak banyak untuk bercinta, apa lagi mereka belum pernah melakukannya pada malam hari.



Setelah puas Heru membalik tubuh Wulan, mereka berdiri berhadapan, Wulan merenggangkan kaki dan memajukan pinggulnya, Heru pun paham maksudnya, dengan batang penis yang sudah ereksi total karna gesekan bokong saat ia meremas buah dada Wulan dari belakang tadi.

Wulan tau Heru kesusahan melakukan penetrasinya, ia berinisiatif membantu membuka lubang nonoknya dengan kedua jari.


Perlahan dan pasti Heru menempelkan ujung penisnya setelah di rasa pas dengan sekali hentak Proses penetrasi pun berjalan sempurna, mereka tak mau membuang waktu dengan gerakan yang seirama.
Sepasang sejoli itu menggoyang pinggulnya, kadang memutar kadang juga naik turun, dengan posisinya yang berdiri menjadikan lubang Wulan terasa lebih sempit begitu juga dengan Wulan, ia merasa batang pejal Heru terasa lebih penuh di nonoknya.

Wulan yang sudah mulai
Mendekati orgasmenya menekan bokong Heru dengan kuat, sedang kan Heru masih asik memainkannya buah dada Wulan, sesekali ia melepaskan pagutan bibirnya dan berganti mengulum pentil Wulan, Efeknya Wulan makin blingsatan di perlakuan seperti itu.


“Uugh... Dengkulku gemetaran Mbak? “



Ucap Heru setelah sekian lama melakukan aktivitas sex berdiri, Wulan pun menyunggingkan senyum nakal, namun ia tak mau melepaskan batang pejal pasangannya, ia memilih berjalan pelan agar sampai di ranjangnya, namun pada saat ingin merubah posisi penis Heru terlepas,


“Eeegh.... "



Lenguh Wulan, lalu ia telentang dan mengangkang lebar, nonoknya terlihat basah dan mengkilap, buru-buru ia tarik penis Heru agar memasukkan penisnya, namun Heru terlihat santai, ia gemas melihat nonok tembem basah mengkilap itu, bukannya memasukkan batang penisnya Heru malah mencucup nonok Wulan dengan mulutnya,



“Eengh.... Aiiih.... Geli Her? Iiih.... Iiih...



Rintih Wulan,

Slup


Slup


Slup
Heru tak menjawab, dengan rakus ia mengulum bibir kemaluan Wulan bahkan mukanya ia tenggelamkan sebisa mungkin, Wulan yang mendapatkan perlakuan seperti itu tak sanggup lagi menahan orgasmenya, ia menggelinjang hebat, cairan kenikmatannya pun membanjiri nonok serta mulut Heru yang masih terus mencoba merangsek mengulum bibir nonok bagian dalam yang hangat dan lembut itu, tak ayal rintihan Wulan pun menjadi-jadi, belum hilang nikmat orgasmenya kini muncul lagi kedutan-kedutan kenikmatan yang kedua, belum pernah Wulan mendapatkan kenikmatan seperti itu.
Ia lupa segalanya ia lupa kalau waktunya tak banyak malam ini untuk mereguk kenikmatan bersama Heru, Wulan mengikuti alur Heru yang memang ia sendiri baru merasakan kenikmatan luar biasa tanpa penetrasi.


Belum hilang geli di nonoknya, tiba-tiba Heru menghujamkan kejantanannya ke liang nonoknya, Wulan langsung memeluk erat kekasih gelapnya, ia mengulum apa yang bisa ia kulum di tubuh Heru, lima menit sudah Heru menghujamkan kejantanannya dengan keras, dan akhirnya ia menumpahkan cairan cintanya di buah dada Wulan, Wulan sendiri hanya mampu memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya, tak berlangsung lama Heru menghujamkan lagi batang kejantanannya dan dengan keras ia menyodok nonok Wulan.

Tak tahan menerima hujaman kelamin Heru yang bertubi-tubi rintihan Wulan semakin menggila, ia tak peduli lagi dengan sekelilingnya, lima belas menit Wulan tersiksa dengan kenikmatan luar biasa, akhirnya Wulan dan Heru mencapai puncak kenikmatan Bersama-sama, cairan kenikmatan Heru memenuhi lubang nonok Wulan, namun ia tak mencabut batangnya, Heru masih menindih Wulan yang nafasnya tersenggal dengan sisa rintihannya karna Heru mengejatkan batangnya di dalam nonok Wulan, Wulan pun gemas dan mencubit pinggang Heru.



“Iiih... Jangan nakal Aagh.... Istirahat dulu sayang?.... “


Bruaaak!!!
Alangkah kagetnya kedua insan yang masih telanjang bulat dan bahkan penis Heru pun terpaksa lepas dari nonok Wulan, cairan putih kental dan sedikit berbusa terlihat jelas di nonok Wulan, Wulan sendiri terlihat Shock dengan posisi yang masih tetap mengangkang, sangat jelas terlihat oleh suaminya yang memergoki perselingkuhannya.
Heru tak jauh beda, ia diam terpaku di ranjang itu, sudah tak ada jalan lagi selain menerima konsekuensi dari perbuatannya.

Untung ia segera lompat mengambil celana panjang dan memakainya, pasalnya bogem mentah langsung mengenai pelipisnya, namun Heru tak mampu berbuat banyak, ia pasrah mau di pukul seperti apa pun, ia hanya mampu menyembunyikan mukanya di balik kedua lengannya, yah Heru terpental saat menerima tendangan membabi buta dari suami Wulan, Heru pun meringkuk di lantai tanah rumah Wulan, tak pelak tubuhnya menjadi sasaran emosi dari suami Wulan.
Wulan sendiri menangis meraung-raung memohon suaminya agar melepaskan Heru.
Yah!

Heru beruntung suami Wulan tidak memanggil warga untuk mengeruduk Heru ke balai desa untuk di adili sosial, ia lebih memilih menghajar sendiri pemuda yang sudah meniduri istrinya itu.



BERSAMBUNG
Matur suwun..*** di up,,,ambok'o mung marai cenggurrr tok🤭🤭🤭😅
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd