"Ehmm.. Ini mungkin terlalu cepat. Tapi aku tak kuasa menahannya lagi... Sejak aku melihatmu di panggung saat itu, tidak tahu kenapa kok sepertinya aku menemukan orang yang selama ini kuimpikan. Sosok yang begitu sabar dan teduh seperti bapakku. Terlebih saat melihatmu kemarin di rumah yang mampu memberikan humor-humor segar pada sahabat-sahabatmu.. Mungkin ini sangat memalukan mas. Tapi aku tak mau sendiri lagi dalam kesepian yang panjang. Sungguh akan riang hari-hariku bersamamu. Mas... Ehmm maaf... Ijinkan aku mencintaimu..", Duerr. Petir yang seharusnya menggelegar bersama hujan di luar sana, saat ini seperti telah menyambar tirai kelambu hati Khusna.
"Jar.. Akuu.. Aku.. Aduh bingung ngomong opo. Aku ga nyongko ae isok koyok ngene. Kudune aku sing ngomong disikan. Yo cepat atau lambat iku relatif Jar. Mungkin awake dewe ancen ditakdirno isok cepet. Aduh pating pecotot ngomongku. Halah weslah.. Pokoke jelas aku yo seneng mbarek awakmu", (Jar.. Akuu.. Aku.. Aduh bingung mo bilang apa. Aku bener-bener ga menyangka bisa mengalami seperti ini. Harusnya aku yang nembak duluan. Ya cepat atau lambat itu relatif Jar. Mungkin kita ditakdirkan cepat. Aduh belibet gini sih kalimatku. Haistt ya sudahlah.. Intinya jelas bahwa aku juga sayang kamu) Khusna gelagapan menjawab. Hatinya sungguh berbunga-bunga hingga kalimat yang terucap menjadi tak terkontrol dengan baik.
"Suwun mas.. Pliss ojo tinggalno aku sing dewean iki..hikss!", (Terimakasih mas.. Tolong jangan tinggalkan aku yang sudah sendiri ini..hikss!) kembali suara tangis Hajar menyeruak menyambut uluran kasih Khusna kepadanya. Bukan tangis sedih seperti sebelumnya. Sebuah tangis kebahagiaan dari dara cantik yang merana.
Terlihat jam digital pada GPS mobil menunjukkan angka 00.05 dini hari. Hujan mulai berubah manjadi gerimis. Begitu juga suasana duka di dalam sel kelambu hati Hajar yang sebelumnya deras, telah berubah menjadi rintik-rintik syahdu di pelataran jiwa.
"Uwiss Hajarr.. Cup cup ojok nangis maneh. Ketok elek iku lho wajahmu. Coba ngoco kono nang spion lak ketok nggilani.. Hehe", (Udah Hajarr.. Cup cup jangan nangis lagi. Keliatan jadi jelek tuh wajahnya. Coba bercermin di spion mobil biar kelihatan jeleknya.. Hehe) Khusna kembali menunduk menenangkan hati Hajar sembari memandang wajah Hajar yang masih saja ada dalam pelukannya.
"Ngilani nggilanii! Enak ae!", (Jelek jelek! Enak aja kalau ngomong!) Hajar merajuk manja. Beberapa detik kemudian suara menjadi senyap. Hanya terdengar tarikan nafas dari dua sejoli yang masih berpandangan dengan posisi Hajar masih dalam pelukan kekasih barunya.
Perlahan tapi pasti wajah mereka saling mendekat. Satu sama lain mengikuti kata hati yang menuntun menuju kemesraan yang lebih dalam. Bibir mereka bertemu, saling mengecup lembut meresapi gelombang cinta yang mengalun begitu indah dan tenang. Kian lama, kecupan lembut itu meningkat menjadi cumbuan bibir yang penuh gejolak. Lidah mereka saling mengejar. Sedotan dan kuluman silih berganti mereka lakukan. Kecipak bunyi perciuman bibir yang basah memenuhi ruang mobil. Mereka bahkan tak menyadari bahwa hujan telah reda.
"Miliki aku mas.. Aku milikmu", suara Hajar terdengar di sela perciuman yang kian lama kian panas. Tangan kanan Khusna tahu-tahu sudah singgah diatas bukit dada Hajar yang masih tertutup cardigan. Namun tangan Khusna hanya bertumpu disana dan belum bergerak untuk meremas. Mata Khusna yang memandang lekat seperti meminta persetujuan Hajar untuk bolehnya tangan Khusna bergerak lebih banyak.
Hajar mengangguk tipis seperti tahu bahwa Khusna sedang menunggu persetujuan. Tangan Khusna segera beraksi dengan meremas pelan buah sekal Hajar. Dan...
Kringg...kringgg..
Handphone Khusna tiba-tiba berbunyi nyaring mengagetkan mereka berdua.
"Jamputtt. Sopo sehhh..!", (Kurang ajar. Siapa sihhh..!) Khusna mengumpat kesal dan kemudian dengan dongkol ia angkat telepon yang masuk.
"Halooo Jooo, nang ndi koen??. Aku wes ngakik ngenteni nang kene sampek lumuten cukkk!", (Halooo Jooo, kamu dimana??. Aku udah bete nungguin dari tadiii!) seseorang di seberang telepon langsung mendamprat Khusna habis-habisan.
"Koen iki nggae Hp e sopo kok nomer ga dikenal??. Iyo sik enteni, iku mau udan ndeng!", (Kamu pakai hp siapa kok nomer tidak dikenal??. Iya bentaran, ini tadi hujan!) jawab Khusna kepada lawan bicaranya ditelepon.
"Nggone konco latihan. Pulsaku entek. Yo wes ndang budal!", (punya teman latihan, pulsaku habis. Ya udah buruan!) telepon sudah ditutup oleh orang tersebut sebelum Khusna menjawab.
"Mwuahh. Sori yo sayang. Iki lho Indro njaluk tulung njemput.. Aku lali lek wes janjian hehe..", (Mwuahh. Maaf ya sayang. Ini si Indro minta tolong jemput.. Aku lupa kalau sudah janjian hehe..) Khusna mengecup mesra pipi Hajar dan kemudian segera mengambil lap kanebo untuk membersihkan kaca depan mobilnya.
"Mas.. Ga usah ke tretes ya.. Perasaanku kok ga enak ! ", Hajar berucap pada Khusna yang saat itu sudah menyalakan mesin dan siap meluncur.
"Lho.. Sopo sing kate nang tretes nduk!?. Digorohi gelem ae. Emang lek mlebu tol jurusan malang trus mesti dianggep kate nang pandaan ngunu ta??. Aku iki kate nang darjo njemput Indro. Areke mari lembur latihan gae persiapan turnamen karate minggu ngarep!" (Lho.. Siapa yang mo ke tretes neng!??. Dibo'ongin mau aja. Emang kalau masuk tol jurusan malang trus otomatis dianggap mo ke pandaan gitu ya?. Aku ini mau ke Sidoarjo jemput Indro. Dia lagi lembur latihan keras buat persiapan turnamen karate minggu depan!) Khusna menahan senyumnya memperhatikan Hajar.
"Owhh kirain...", Hajar tersenyum malu-malu.
"Durung wayahe nduk. Simpen sing rapet gae malam pertama kita hihi", (belum saatnya neng. Simpan rapat-rapat untuk malam pertama kita hihi) Khusna mencium hangat kening Hajar dan kemudian men starter mobilnya.
-------
"Sori cak suwe nyusule. Eh iyo, lungguho mburi yo.. ", (Maaf lama jemputnya. Eh iya, duduk belakang ya bro..) Khusna membuka kaca jendela sopir dimana Indro berdiri mematung di sebelahnya.
"Lho.. Mbak.. Mmm.. Mbak Hajar ta iku?. Sempel Joo koen iki. Kok iso mbak Hajar melok? Kapan akrabnya? Bengi-bengi ngene anake uwong koen culik!", (Lho.. Mbak.. Mmm.. Mbak Hajar kah itu?. Gila kamu Joo. Kok bisa-bisanya mbak Hajar ikut? Kapan akrabnya? Malam larut begini kamu culik anak orang!) Indra melotot kaget saat melongok ke arah mobil dan melihat penumpang yang ada di samping Khusna. Dengan ramah Hajar menyapa Indra yang masih terbengong-bengong tak percaya.
"Wess ndang mlebuo koen ndeng. Kakehan takon koen iki!", (Sudahh buruan masuk. Kepo banget sih!) Indro tersentak kaget dan segera masuk ke kursi penumpang. Di dalam mobil, Hajar mengajak bersalaman Indra.
"Sampean gaa popo kan mbak?, ga lagi diombeni uyuh macan ato lagi di dukuno Paijo?", (Kamu baik-baik saja kan mbak?, ga lagi diminumi alkohol ato didukunkan sama Paijo ini?) pertanyaan Indra bukannya mendapat respon dari Hajar, sebaliknya jitakan keras Khusna mendarat telak di ubun-ubun Indro.
-------
Brio putih Khusna baru saja melewati loket tol Sidoarjo mengarah kembali ke Surabaya. Malam semakin larut. Jam sudah mendekati pukul 1 dini hari. Hujan telah reda seiring dengan redanya tangisan Hajar. Selama perjalanan mereke bertiga bersenda gurau riang demi mengusir kantuk yang mulai menyerang.
"Mbak, sampean ojok katek percoyo karo tumo sithuk iki!, gelem-gelem e sampean dijak kluyuran bengi-bengi ngene! ", (Mbak, kamu jangan percaya sama kutu satu ini, kok mau-maunya kamu diajak kluyuran malam-malam gini sih mbak!) Indro mulai memancing di air keruh. Tak ada niatan apapun, hanya sekedar bahan candaan.
"Halah mas, ga katek mbak barang talah. Celuk Hajar ngunu ae. Yaa.. Yopo yo mas.. Aku sakjane yo emoh mas.. Dipekso trus diseret-seret e iku mau!", (Halah mas, ga usah panggil mbak segala lah. Cukup Hajar saja. Yaa.. Gimana ya mas.. Aku sebenarnya sih ga mau ikut mas.. Tapi dipaksa bahkan diseret itu tadi!) Hajar melirik jahil ke arah Khusna kemudian beralih melirik Indro saling memberi kode dengan kedipan mata.
"Jar.. Akuu.. Aku.. Aduh bingung ngomong opo. Aku ga nyongko ae isok koyok ngene. Kudune aku sing ngomong disikan. Yo cepat atau lambat iku relatif Jar. Mungkin awake dewe ancen ditakdirno isok cepet. Aduh pating pecotot ngomongku. Halah weslah.. Pokoke jelas aku yo seneng mbarek awakmu", (Jar.. Akuu.. Aku.. Aduh bingung mo bilang apa. Aku bener-bener ga menyangka bisa mengalami seperti ini. Harusnya aku yang nembak duluan. Ya cepat atau lambat itu relatif Jar. Mungkin kita ditakdirkan cepat. Aduh belibet gini sih kalimatku. Haistt ya sudahlah.. Intinya jelas bahwa aku juga sayang kamu) Khusna gelagapan menjawab. Hatinya sungguh berbunga-bunga hingga kalimat yang terucap menjadi tak terkontrol dengan baik.
"Suwun mas.. Pliss ojo tinggalno aku sing dewean iki..hikss!", (Terimakasih mas.. Tolong jangan tinggalkan aku yang sudah sendiri ini..hikss!) kembali suara tangis Hajar menyeruak menyambut uluran kasih Khusna kepadanya. Bukan tangis sedih seperti sebelumnya. Sebuah tangis kebahagiaan dari dara cantik yang merana.
Terlihat jam digital pada GPS mobil menunjukkan angka 00.05 dini hari. Hujan mulai berubah manjadi gerimis. Begitu juga suasana duka di dalam sel kelambu hati Hajar yang sebelumnya deras, telah berubah menjadi rintik-rintik syahdu di pelataran jiwa.
"Uwiss Hajarr.. Cup cup ojok nangis maneh. Ketok elek iku lho wajahmu. Coba ngoco kono nang spion lak ketok nggilani.. Hehe", (Udah Hajarr.. Cup cup jangan nangis lagi. Keliatan jadi jelek tuh wajahnya. Coba bercermin di spion mobil biar kelihatan jeleknya.. Hehe) Khusna kembali menunduk menenangkan hati Hajar sembari memandang wajah Hajar yang masih saja ada dalam pelukannya.
"Ngilani nggilanii! Enak ae!", (Jelek jelek! Enak aja kalau ngomong!) Hajar merajuk manja. Beberapa detik kemudian suara menjadi senyap. Hanya terdengar tarikan nafas dari dua sejoli yang masih berpandangan dengan posisi Hajar masih dalam pelukan kekasih barunya.
Perlahan tapi pasti wajah mereka saling mendekat. Satu sama lain mengikuti kata hati yang menuntun menuju kemesraan yang lebih dalam. Bibir mereka bertemu, saling mengecup lembut meresapi gelombang cinta yang mengalun begitu indah dan tenang. Kian lama, kecupan lembut itu meningkat menjadi cumbuan bibir yang penuh gejolak. Lidah mereka saling mengejar. Sedotan dan kuluman silih berganti mereka lakukan. Kecipak bunyi perciuman bibir yang basah memenuhi ruang mobil. Mereka bahkan tak menyadari bahwa hujan telah reda.
"Miliki aku mas.. Aku milikmu", suara Hajar terdengar di sela perciuman yang kian lama kian panas. Tangan kanan Khusna tahu-tahu sudah singgah diatas bukit dada Hajar yang masih tertutup cardigan. Namun tangan Khusna hanya bertumpu disana dan belum bergerak untuk meremas. Mata Khusna yang memandang lekat seperti meminta persetujuan Hajar untuk bolehnya tangan Khusna bergerak lebih banyak.
Hajar mengangguk tipis seperti tahu bahwa Khusna sedang menunggu persetujuan. Tangan Khusna segera beraksi dengan meremas pelan buah sekal Hajar. Dan...
Kringg...kringgg..
Handphone Khusna tiba-tiba berbunyi nyaring mengagetkan mereka berdua.
"Jamputtt. Sopo sehhh..!", (Kurang ajar. Siapa sihhh..!) Khusna mengumpat kesal dan kemudian dengan dongkol ia angkat telepon yang masuk.
"Halooo Jooo, nang ndi koen??. Aku wes ngakik ngenteni nang kene sampek lumuten cukkk!", (Halooo Jooo, kamu dimana??. Aku udah bete nungguin dari tadiii!) seseorang di seberang telepon langsung mendamprat Khusna habis-habisan.
"Koen iki nggae Hp e sopo kok nomer ga dikenal??. Iyo sik enteni, iku mau udan ndeng!", (Kamu pakai hp siapa kok nomer tidak dikenal??. Iya bentaran, ini tadi hujan!) jawab Khusna kepada lawan bicaranya ditelepon.
"Nggone konco latihan. Pulsaku entek. Yo wes ndang budal!", (punya teman latihan, pulsaku habis. Ya udah buruan!) telepon sudah ditutup oleh orang tersebut sebelum Khusna menjawab.
"Mwuahh. Sori yo sayang. Iki lho Indro njaluk tulung njemput.. Aku lali lek wes janjian hehe..", (Mwuahh. Maaf ya sayang. Ini si Indro minta tolong jemput.. Aku lupa kalau sudah janjian hehe..) Khusna mengecup mesra pipi Hajar dan kemudian segera mengambil lap kanebo untuk membersihkan kaca depan mobilnya.
"Mas.. Ga usah ke tretes ya.. Perasaanku kok ga enak ! ", Hajar berucap pada Khusna yang saat itu sudah menyalakan mesin dan siap meluncur.
"Lho.. Sopo sing kate nang tretes nduk!?. Digorohi gelem ae. Emang lek mlebu tol jurusan malang trus mesti dianggep kate nang pandaan ngunu ta??. Aku iki kate nang darjo njemput Indro. Areke mari lembur latihan gae persiapan turnamen karate minggu ngarep!" (Lho.. Siapa yang mo ke tretes neng!??. Dibo'ongin mau aja. Emang kalau masuk tol jurusan malang trus otomatis dianggap mo ke pandaan gitu ya?. Aku ini mau ke Sidoarjo jemput Indro. Dia lagi lembur latihan keras buat persiapan turnamen karate minggu depan!) Khusna menahan senyumnya memperhatikan Hajar.
"Owhh kirain...", Hajar tersenyum malu-malu.
"Durung wayahe nduk. Simpen sing rapet gae malam pertama kita hihi", (belum saatnya neng. Simpan rapat-rapat untuk malam pertama kita hihi) Khusna mencium hangat kening Hajar dan kemudian men starter mobilnya.
-------
"Sori cak suwe nyusule. Eh iyo, lungguho mburi yo.. ", (Maaf lama jemputnya. Eh iya, duduk belakang ya bro..) Khusna membuka kaca jendela sopir dimana Indro berdiri mematung di sebelahnya.
"Lho.. Mbak.. Mmm.. Mbak Hajar ta iku?. Sempel Joo koen iki. Kok iso mbak Hajar melok? Kapan akrabnya? Bengi-bengi ngene anake uwong koen culik!", (Lho.. Mbak.. Mmm.. Mbak Hajar kah itu?. Gila kamu Joo. Kok bisa-bisanya mbak Hajar ikut? Kapan akrabnya? Malam larut begini kamu culik anak orang!) Indra melotot kaget saat melongok ke arah mobil dan melihat penumpang yang ada di samping Khusna. Dengan ramah Hajar menyapa Indra yang masih terbengong-bengong tak percaya.
"Wess ndang mlebuo koen ndeng. Kakehan takon koen iki!", (Sudahh buruan masuk. Kepo banget sih!) Indro tersentak kaget dan segera masuk ke kursi penumpang. Di dalam mobil, Hajar mengajak bersalaman Indra.
"Sampean gaa popo kan mbak?, ga lagi diombeni uyuh macan ato lagi di dukuno Paijo?", (Kamu baik-baik saja kan mbak?, ga lagi diminumi alkohol ato didukunkan sama Paijo ini?) pertanyaan Indra bukannya mendapat respon dari Hajar, sebaliknya jitakan keras Khusna mendarat telak di ubun-ubun Indro.
-------
Brio putih Khusna baru saja melewati loket tol Sidoarjo mengarah kembali ke Surabaya. Malam semakin larut. Jam sudah mendekati pukul 1 dini hari. Hujan telah reda seiring dengan redanya tangisan Hajar. Selama perjalanan mereke bertiga bersenda gurau riang demi mengusir kantuk yang mulai menyerang.
"Mbak, sampean ojok katek percoyo karo tumo sithuk iki!, gelem-gelem e sampean dijak kluyuran bengi-bengi ngene! ", (Mbak, kamu jangan percaya sama kutu satu ini, kok mau-maunya kamu diajak kluyuran malam-malam gini sih mbak!) Indro mulai memancing di air keruh. Tak ada niatan apapun, hanya sekedar bahan candaan.
"Halah mas, ga katek mbak barang talah. Celuk Hajar ngunu ae. Yaa.. Yopo yo mas.. Aku sakjane yo emoh mas.. Dipekso trus diseret-seret e iku mau!", (Halah mas, ga usah panggil mbak segala lah. Cukup Hajar saja. Yaa.. Gimana ya mas.. Aku sebenarnya sih ga mau ikut mas.. Tapi dipaksa bahkan diseret itu tadi!) Hajar melirik jahil ke arah Khusna kemudian beralih melirik Indro saling memberi kode dengan kedipan mata.