PART 17
Raka Priambudi Gemilang aka Raka
Ratih Puspa Sari aka Ratih
Wulan Fitriani aka tante Wulan
Pov 3rd
Namun, tiba-tiba tante Wulan terperanjat ketika mata nya tertuju pada kamar misterius yang tidak pernah dibuka itu.
"Hah.....".
Raka heran melihat perubahan tante Wulan dan ia ikut memandang ke arah kamar tersebut.
.
.
.
Mulut tante Wulan sedikit ternganga, suara kaget dan ekspresi terperanjat membuat Raka menyadari hal itu, lalu ia memberanikan diri untuk bertanya.
"Ada apa, tante?".
"Hmmm...Tidak. Tidak ada apa-apa", jawab nya gugup.
"Tante terkejut?".
Raka sengaja menatap tante Wulan dalam jarak dekat.
Ketika tante Wulan hendak pergi, ia meraih tangan tante Wulan.
Ia Yakin, perempuan itu tidak akan marah bila tangan nya di genggam erat-erat. Justru secara tidak sengaja, Raka menemukan titik kelemahan perempuan itu.
Raka yakin, usaha nya akan berhasil, dengan kelembutan, kemesraan yang semu, tante Wulan pasti mau berterus terang kepada nya.
"Tante", ucap Raka bersikap lembut dan sengaja mendekatkan wajah nya ke telinga tante Wulan.
"Tolong, katakan yang sebenarnya. Saya jadi tidak enak melihat tante terkejut tadi. Saya jadi merasa bersalah....".
"Oh, tidak. Bukan salah mu, kau tidak salah, Raka", sahut tante Wulan dengan cepat dan merasa cemas kalau-kalau Raka kecewa.
"Jadi apa yang membuat tante terkejut tadi?", desak Raka dengan suara pelan.
Raka sengaja mempererat genggaman tangan nya.
Perempuan itu memejamkan mata sejenak, seperti meresapi genggaman tangan Raka.
"Katakan, tante. Ada apa sebenarnya?".
Tante Wulan membuka matanya yang indah, kemudian berpaling menatap kamar misterius yang tak pernah di buka itu, lalu kembali memandang Raka.
"Aku melihat handle pintu itu, Raka....", bisik tante Wulan.
Raka sengaja tidak melepaskan pandangan matanya yang tertuju pada sepasang mata indah itu.
"Kenapa? Handle pintu itu kenapa, tante?".
Semakin pelan tante Wulan menjawab.
"Handle pintu itu bergerak sendiri, Raka".
Raka manggut-manggut setelah memandang ke arah kamar misterius itu.
"Jadi, bukan karena saya bertindak salah, tante?".
"Oh, bukan. Sungguh, bukan karena kau tante terkejut, Raka. Percayalah".
"Lantas, apa artinya jika begitu, tante?".
Tante Wulan gundah. Lalu ia melepaskan diri dari genggaman tangan Raka, dan melangkah pergi seraya berkata,
"sebentar, tante ambil kunci dulu di atas!".
Raka tersenyum sambil menghela nafas.
Kini ia tahu, bagaimana menguak tabir misteri di rumah ini. Ia tahu kelemahan tante Wulan, dan ia yakin dengan menguasai tante Wulan ia dapat mengorek informasi dari nya supaya teka-teki ini dapat terbongkar.
Namun, tentu saja tidak sekarang saat nya untuk melancarkan misi tersebut. Ia harus ke rumah
Ikam. Kesehatan Ratih kekasih nya sangat penting dan darurat. Ia harus menolong kekasih nya lebih dulu, baru mengorek keterangan dari tante Wulan.
"Ingat, taruhan nya diri mu kalau mobil tante sampai rusak". Ujar tante Wulan sambil menyerahkan kunci mobil BMW kesayangan nya.
Ketika Raka menyalakan mobil itu, sebelum mobil itu meninggalkan pekarangan yang cukup luas itu, Raka sempat melihat tante Wulan berdiri di balik pintu kaca ruang tamu.
Perempuan itu memperhatikan diri nya dengan senyum yang penuh arti.
Namun, terlintas dibenak pemuda itu tentang handle pintu kamar misterius yang bergerak sendiri. Dia memang tidak melihat nya secara langsung, tapi tante Wulan melihat nya sendiri, sehingga tanpa sadar ia menunjukkan perubahan sikap yang mencurigakan.
Sejenak Raka dibuat resah tentang handle pintu yang bergerak sendiri.
"Apa artinya? Dan akan ada apa jika pertanda itu terjadi? Ratih sakit, handle pintu bergerak sendiri. Adakah hubungan nya kedua masalah ini?".
"Sedangkan saat ini ia hendak pergi menemui
Ikam. Mungkin kah tidak akan terjadi apa-apa sejak kepergiannya ini?".
Ia mengingat kembali kata-kata Ikam, bahwa 4 hari lagi mereka harus datang ke rumah Ikam. Itu berarti dalam masa 4 hari ini Ratih tidak akan mengalami sesuatu yang amat tragis. Ikam tentu tahu, kapan iblis-iblis itu akan bertindak merenggut nyawa Ratih. Tentu bukan dalam waktu 4 hari ini. Ah, syukurlah jika memang itu keadaan nya", pikir Raka.
Ia segera melesat dengan mobil BMW berwarna merah itu.
.
.
.
Raka menemui
Ikam di kantor nya.
Lelaki bertubuh kurus itu sudah dapat menduga kepanikan Raka, terlihat dari wajah pemuda itu kegelisahan yang terpancar dari kepanikan hati nya.
Raka mengutarakan keadaan Ratih semalam lalu dan hari ini, sayang sekali
Ikam tidak punya banyak waktu, karena 30 menit lagi ia harus menghadiri rapat.
"Dimana kau taruh taring babi hutan itu?", tanya
Ikam dengan mata cekung nya memandang Raka dalam-dalam.
Raka terperanjat, ingat akan taring babi hutan yang semalam di keluarkan dari kantong celana nya, ia baru menyadari bahwa taring babi hutan itu tidak diambilnya lagi ketika ia keluar meninggalkan kamar Ratih.
Ikam menjelaskan.
"Taring babi hutan itu mempunyai kekuatan tersendiri, Raka. Dulu, waktu kau menyuruh ku memeriksa nya, kepala ku sempat pusing karena pengaruh taring itu".
"Jadi, keadaan Ratih itu bukan akibat pekerjaan iblis, maksud mu?".
Ikam menggeleng.
"Kau yang ceroboh. Ratih tidak tahu menahu tentang kekuatan yang ada dalam taring babi hutan itu. Temukan kembali taring tersebut, usapkan pada tubuh nya. Ku jamin ia akan sembuh, Raka".
Raka manggut-manggut.
"Tapi bagaimana dengan ketakutan nya semalaman itu, Kam? Ratih benar-benar seperti melihat makhluk halus yang mengejar nya".
Bibir
Ikam bergerak-gerak seperti sedang mengunyah sesuatu, itu adalah kebiasaan
Ikam jika sedang berbicara kepada siapapun.
Untuk beberapa saat
Ikam belum menjawab, Raka menunggu dengan gelisah.
Setelah termenung beberapa saat,
Ikam mengajak Raka keluar dari ruangan kantornya.
Mereka melangkah seiring, lalu mulut
Ikam sudah tidak lagi seperti mengunyah sesuatu.
"Apakah di rumah itu ada tempat khusus yang sangat rahasia sifatnya?". Tanya
Ikam sambil melangkah.
"Sebuah kamar maksud mu?".
"Apakah ada?".
Raka mengangguk sambil mengernyitkan dahi nya.
"Ya, ada sebuah kamar yang tidak pernah dibuka. Selama Ratih tinggal di rumah itu, dia belum pernah melihat kamar itu dibuka. Kata om dan tante nya tidak ada kunci nya. Dan, aku sebenarnya mencurigai kamar itu".
"Tapi kau tidak menceritakan kepada ku, bukan?".
Mereka berdua menuju ke lobby,
Ikam mengajak Raka duduk di sofa empuk yang ada di lobby gedung bertingkat itu.
Raka tampak kecewa pada diri nya sendiri, lalu ia berkata,
"kukira kamar itu tidak terlalu penting untuk kau ketahui".
Ikam menyunggingkan senyum yang dingin, khas senyuman nya, lalu dengan suara pelan namun tegas.
Ikam mengatakan,
"kamar itulah sumbernya!".
Mata Raka menatap tajam
Ikam tak berkedip.
"Di kamar itukah pusat kegiatan para iblis itu?".
Ikam mengangguk.
"Ada kekuatan yang maha dasyat yang tersimpan di sana. Aku baru bisa mendeteksi. kekuatan itu, namun tidak dapat menembus nya, sehingga aku tidak tahu kekuatan macam apa yang tersimpan di sana. Untuk melumpuhkan nya.....".
Ikam agak ragu sejenak, lalu menyambungnya lagi dengan nada menyesal,
"....Seperti nya aku tidak bisa".
"Ikam....".
"Dia terlalu kuat. Aku membutuhkan waktu lama untuk mempelajari kelemahannya, Raka".
Raka seperti orang putus asa, lesu.
Yang terbayang dalam ingatan nya adalah Ratih. Ya, Ratih yang saat ini ia tinggalkan dalam keadaan lemah. Alangkah menyedihkan nya jika gadis itu sampai menjadi korban keganasan kekuatan yang ada dalam kamar misterius itu.
Ikam menepuk pundak Raka.
"Kekasih mu dalam pengawasan ku. Tenanglah!".
Raka terperanjat kaget, tetapi ada senyum dan kelegaan di hati nya walaupun masih belum jelas dsn pasti.
"Kau janji akan menyelamatkannya".
"Aku akan berusaha, tapi Tuhan yang menentukan. Aku juga tidak mengandalkan kekuatanku sendiri. Tuhan lebih kuat dari aku, Raka".
Raka manggut-manggut dalam renungannya, sesaat setelah ia bungkam ia berkata,
"terima kasih, Kam, Aku sangat mengkhawatirkan dia".
"Aku akan memberi kabar kalau ada perkembangan berikutnya. Untuk sementara, kau harus secepatnya mengusahakan ia pindah dari rumah itu. Keluar dari rumah itu lebih kecil resikonya daripada bertahan di tempat".
Raka menggumam panjang.
"Jadi kamar itu penyebab nya", kata nya seperti bicara pada diri sendiri.
"Kam.....Seandainya kau tahu, apa yang ada di dalam kamar itu, apakah kau bisa mengalahkan nya?".
Karena agak ragu,
Ikam hanya menjawab,
"paling tidak aku bisa mengetahui pencegahannya. Kasus semacam ini tidak ubahnya seperti penyakit, mencegah atau mengalahkannya. Tidak bisa dihilangkan untuk selamanya. Seperti halnya kuman atau virus! Ia akan musnah di suatu tempat, namun akan muncul di tempat lain".
Raka mengerti maksud
Ikam. Yang penting baginya adalah mencari tahu, apa yang ada di dalam kamar misterius itu. Dua hari lagi ia akan kembali ke Kalimantan. Tetapi dalam dua hari ia belum bisa menyelesaikan teka-tekinya, ia sudah bertekad untuk ambil resiko tidak kembali ke Kalimantan demi sang kekasih nya.
Cinta nya sudah ia temukan, hanya kini bagaimana cara mengungkap tabir misteri di rumah itu, dan menyelamatkan cinta nya dari kematian.
Rasa penasan semakin kuat mempengaruhi jiwa nya, sehingga dalam perjalanan menuju pulang, ia sempat berpikir sambil tetap fokus mengendarai mobil tersebut.
"Bagaimana cara mengetahui isi kamar tersebut, lewat tante Wulan kah dengan cara membujuk nya? Atau melalui loteng dan membongkar plavon kamar tersebut dari atas?".
.
.
.
Akhirnya Raka sampai juga di rumah itu dalam keadaan baik, begitu pun dengan keadaan mobil BMW kesayangan tante Wulan. Baik, mulus dan tanpa cacat, hingga perjanjian tersebut
BATAL!
"Bikin kecewa bagi pembaca yang ingin melihat Raka di kuasai oleh tante Wulan, hehehehe", kata TS.
Begitu sampai di rumah, hal pertama yang dilakukan Raka adalah melihat keadaan kekasih nya, ia langsung masuk ke dalam kamar Ratih yang sejak ia pergi begitu di khawatirkan nya.
Raka merasa lega setelah melihat kekasih nya dalam keadaan biasa-biasa saja.
Gadis itu terbaring di ranjang, seperti saat tadi ia tinggalkan, tetapi sekarang wajah Ratih kelihatan makin pucat, lemas dan memprihatinkan.
Ketika Raka mendekat, hati nya bagai teriris pedih melihat Ratih melelehkan air mata.
"Raka...", ucap nya lirih sekali. "Aku..... Lumpuh".
Ratih menggigit bibir nya sendiri, menahan tangis, namun tidak mampu.
Raka merasa berat saat ia hendak menghela nafas.
Ratih mencoba untuk menggerakkan jari tangan nya, tapi ia tidak berhasil. Ia tetap terbaring bagai batang pisang, tak mampu bergerak sedikit pun. Bahkan untuk berpaling, menggerakkan kepala nya pun sulit. Karena nya, bantal itu basah oleh air mata gadis itu.
Ingin rasanya Raka menjerit melihat keadaan kekasih nya yang begitu drastis mengalami perubahan.
Ia nyaris mengeluarkan air mata. Untung ia masih mampu menunjukkan diri nya sebagai lelaki yang kuat.
Hanya dalam hati, ia menangis sambil mengusap air mata Ratih yang berlinangan membasahi bantal serta telinga nya.
"Sayang, kamu pasti akan sembuh", ucap Raka.
Suara nya nyaris tak terdengar, sesuatu yang menyesak di dada begitu kuat, sehingga untuk menyebut sebaris kalimat tadi Raka harus mengatur nya dengan baik-baik.
"Apa yang terjadi waktu ku tinggal pergi tadi, Ratih?".
"Tidak ada", jawab Ratih bagai orang yang sama sekali telah kehilangan harapan untuk hidup.
"Besarkan hati mu, sayang. Kamu pasti akan sembuh. Ikam telah memberitahukan cara nya. Cuma....". Ucap pemuda itu menghentikan perkataan nya.
Raka teringat taring babi hutan yang kemarin malam ditinggalkan di ranjang Ratih. Ia mencari-cari dengan sedikit panik, tapi tidak berhasil.
"Apa kamu melihat sebuah benda yang tergeletak di sini?", tanya pemuda itu pada kekasih nya.
Ratih hanya mengerutkan dahi, tampak kebingungan.
Raka menyebutkan ciri-ciri benda tersebut, tapi Ratih tetap berkerut dahi.
"Aku lupa, Raka. Aku tidak begitu ingat soal itu, yang ku ingat hanya lah saat-saat kematian ku yang hampir tiba ini".
"Ratih....". Raka berteriak agak keras, ia marah ketika Ratih mengatakan itu.
"Sayang, jika kamu mencintai ku, tolong jangan sekali lagi ngomong seperti tadi, percaya lah, kamu pasti sembuh. Kalau benda itu berhasil kutemukan, kau pasti sembuh".
Ratih mendesah, mengisak sesekali, sambil mengatakan.
"Maafin Ratih! Aku sangat menyayangi mu, aku...".
"Sudah, tenangkan dulu pikiran mu, sayang. Kamu harus yakin Tuhan yang berkuasa atas kematian dan kehidupan, berdoa dan tenangkan diri mu, sayang".
Ratih mengangguk, kemudian ia menghela nafas dan diam sambil mulut nya komat-kamit.
Setelah ia merasa tenang, ada segaris senyum di wajah nya, lalu ia berkata.
"Benda apa itu sebenarnya, Raka sayang".
Raka menjelaskan dengan sabar penuh kelembutan.
"Itu sebuah taring babi hutan, benda itu mempunyai kekuatan gaib untuk mengusir roh. Banyak di pakai di perdalaman Kalimantan. Benda itu juga bisa membahayakan kalau di rawat dengan ceroboh, benda itu seakan tidak boleh disia-siakan, Tih. Benar atau tidak, tapi menurut keterangan Ikam memang begitu". Sambil menjelaskan Raka mencari-cari benda tersebut.
Ia mencari nya sampai ke bawah sprei dan bantal, di bawah kolong tempat tidur pun tak luput dari pemeriksaan nya, tetapi benda itu tidak ia temukan.
Raka mendengus terlihat ia semakin cemas.
Ratih hanya diam saja, terbaring tak dapat bergerak, Ia semalam memakai gaun tidur pemberian Raka kemaren.
Raka tersenyum bahagia melihat gaun itu sangat cocok di pakai oleh kekasih nya kemudian ia menarik selimut untuk menutupi aurat kekasih nya.
Ratih tidak ingat sama sekali bahwa ia pernah menemukan taring babi hutan itu dan membuang nya ke suatu tempat.
"Raka sayang, apakah
Ikam tidak mengatakan sesuatu tentang ku?", tanya gadis itu, masih dengan suara parau.
Sambil mencari-cari benda itu kesana-kemari. Raka menjelaskan pembicaraan nya dengan
Ikam. Ia juga menyebut-nyebut kamar misterius itu sebagai pusat kegiatan kekuatan gaib yang selama ini mengganggu ketenangan penghuni rumah. Tak lupa Raka pun berbicara bahwa Ratih di minta pergi dari rumah ini demi keselamatan nya oleh
Ikam.
"Tadi, waktu diperjalanan", kata Raka.
Kali ini ia berhenti mencari taring babi hutan itu.
"Aku sempat berpikir untuk mencarikan rumah kontrakan buat kamu, Tih. Kurasa itulah jalan satu-satunya untuk menyelamatkan kamu. Walaupun sebenarnya aku tidak tahu, apakah sisa uang ku cukup untuk membayar kontrakan mu atau tidak, tapi langkah pertama itulah yang harus kita lakukan. Kamu akan aman dan tentram di rumah kontrakan itu".
"Aku ada sedikit uang simpanan, Raka".
"Bagus".
"Aku menyimpan nya di bank, buku tabungan nya ada di bawah pakaian ku, di lemari pakaian ku, ambilah dan pergunakan lah untuk itu".
"Jadi kamu setuju, sayang_".
"Kalau itu jalan satu-satunya yang ada, aku sangat setuju. Aku percayakan pada mu, Ka. Semoga kamu benar-benar serius ingin menikahi ku, aku akan menunggu mu".
Raka tersenyum kemudian ia mengecup kening Ratih.
"Trust me honey. Tunggu aku menyelesaikan ini semua, aku janji untuk menikahi mu cepat nya".
Lanjutan nya di bawah......