Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Part 39



G
abby sangat tertarik untuk membangun hotel seperti hotelku yang masih dalam tahap pembangunan awal itu. Gabby ingin menanamkan investasinya pada hotelku. Tapi kutolak secara halus, sambil menjelaskan bahwa biaya untuk pembangunan hotel itu sudah tidak kekurangan lagi.

“Lebih baik Gabby membangun hotel lain. Tanahnya sudah ada tinggal membelinya saja. Letaknya cukup strategis, “ kataku.

“Bisa aku melihat tanahnya sekarang ?” tanyanya.

“Bisa. “

“Tapi aku kan warganegara Spanyol. Apakah aku takkan menemui kesulitan kalau membangun hotel di sini ?” tanyanya.

“Gampang itu sih. Nanti pakai nama perusahaanku aja untuk membangun hotel itu. “

Lalu kuantarkan Gabby ke tanah milik Bi Mita yang sudah kukasih DP tapi belum kulunasi.

Kelihatannya Gabby tertarik pada tanah seluas 7,5 hektar yang sudah kukasih DP kepada Bi Mita itu.

“Memang strategis ya letaknya, “ kata Gabby serius. Lalu ia menanyakan harga tanah itu. Kusebutkan harga 4 kali lipat dari harga yang harus kubayar kepada Bi Mita.

Aku menolak cek dari Gabby waktu mau meninggalkan villaku. Tapi kali ini murni bisnis. Maka aku merasa tidak berlebihan kalau menjual tanah itu kepada Gabby dengan harga 4 kali lipat dari harga pembeliannya kepada Bi Mita.

Para broker tanah sering melakukan hal yang serupa denganku. Menjualkan tanah orang dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada yang ditawarkan oleh pemilik tanah itu. Hanya biasanya para broker itu gagal menjual tanah yang dikuasakan kepada mereka itu. Hanya 1-2 % yang berhasil menjualnya dengan keuntungan berlipat ganda.

Sedangkan aku ? Gabby langsung setuju dengan harga tanah itu. Dan langsung menyerahkan cek dengan nominal 4 kali harga yang diberikan oleh Bi Mita kepadaku.

Setelah menyerahkan cek itu padaku, Gabby berkata, “Sekarang aku harus pulang ke Jakarta dulu. Bisa kan Yosef mengurus semuanya sampai selesai ?”

“Soal tanah gampang. Tapi masalah bangunannya nanti mau bagaimana ?” tanyaku.

“Tiga hari lagi juga aku akan ke sini lagi. Aku sih ingin membangun hotel five star. Karena letak tanahnya juga strategis gitu. Jadi Yosef bisa cari arsiteknya, untuk membuat design hotel itu. Biasanya arsitek juga bisa menghitung rencana anggaran belanjanya kan ?”

“Iya bisa. Terus hotelnya mau berapa lantai ?”

“Setahuku di kota ini tidak boleh membangun hotel yang terlalu tinggi ya. Jadi ... yah ... lima lantai juga gak apa - apa. Yang penting fasilitas setiap kamarnya harus berstandar internasional. “

“Oke, “ sahutku sambil mengangguk.

Setelah Gabby berangkat ke Jakarta, aku mencairkan cek dari Gabby, kemudian mentransfer dana dari cek itu ke rekeningku.

Lalu aku menulis cek dengan nominal tidak sampai 25% dari nominal cek Gabby. Dan cek punyaku itu kuserahkan kepada Bi Mita. Yang membuat Bi Mita girang sekali. Padahal keuntunganku jauh lebih banyak daripada nominal yang Bi Mita terima. Tepatnya, aku mendapatkan keuntungan 3 kali lipat dari dana yang diterima oleh bibiku yang akan menjadi mertuaku itu.

Aku boleh berpesta pora untuk merayakan kemenangan baru ini. Tapi aku tak pernah pesta - pestaan. Cukup dengan memanjatkan syukur kepada Tuhan saja, dengan caraku sendiri. Antara lain dengan menyumbang yayasan yatim piatu dan membantu mereka yang membutuhkan bantuan.

Tapi profesiku sebagai gigolo tak boleh dilupakan. Karena aku merasa profesiku ini mengasyikkan. Dengan proifesi ini, aku selalu berhadapan dengan perempuan yang siap dientot oleh kontolku. Setelah itu, aku dibekali uang banyak pula. Padahal dikasih memek gratis pun aku mau. Apalagi memek yang mengeluarkan uang. Hahahaaaa ... !





7. Bu Amara



D
ua hari kemudian ...
Ketika aku tiba di sebuah alamat yang sudah diberikan oleh Mamih, ternyata alamat itu hanya gudang besar. Entah barang apa saja yang disimpan di gudang itu. Baru saja aku mau bertanya kepada orang - orang yang sedang bekerja mengangkut karung - karung yang entah isinya apa, tiba - tiba seorang wanita cantik berhijab dan berbaju jubah menghampiriku.

“Kamu Yosef ?”

“Betul, “ sahutku sopan, “Apakah ini Bu Amara ?”

“Iya, “ wanita itu mengangguk, “Aku minta kamu berangkat duluan ke alamat ini. Nanti aku menyusul ... mmm ... setengah jam lagi aku ke sana. Ini kunci rumah dan kunci garasinya. Masukkan mobilmu ke dalam garasi ya. Lalu kalau mobilku sudah tiba, tolong buka garasinya. Oke ?”

“Baik Bu, “ aku mengangguk sambil menerima dua buah kunci dan secarik kertas bertuliskan alamat lengkap yang harus kutuju.

“Harap sabar menunggu di sana ya. “

“Iya Bu. “

Lalu aku kembali ke sedan hitamku. Dengan pandangan tertuju ke sebuah mobil made in England yang harganya lebih mahal daripada mobilku. Mungkin itu mobil Bu Amara.

Dan seperti yang diminta oleh Bu Amara, kujalankan mobilku menuju alamat yang ditulisnya di atas secarik kertas ini.

Ternyata alamat yang kutuju itu sebuah rumah megah, tapi letaknya agak di luar kota, tapi hanya beberapa kilometer dari batas kota. Seperti yang sudah diminta oleh Bu Amara, aku turun dari mobilku yang mesinnya belum kumatikan, untuk membuka kunci garasi. Dan aku terbengong - bengong, karena di dalam garasi yang luas itu banyak mobil mahal, yang lebih mahal dari mobilku semua.

Apakah Bu Amara itu kolektor mobil mewah ? Entahlah. Yang jelas aku buru - buru memasukkan mobilku ke dalam garasi yang luas sekali itu. Lalu aku keluar dari garasi dan menutupkan pintu garasi sekaligus menguncinya. Karena di dalam garasi itu banyak mobil mewah, bukan berisi mobil murahan.

Kemudian aku memasukkan anak kunci pintu depan rumah megah itu ke lubangnya dan memutarnya. Pintu depan itu pun kubuka kemudian aku masuk ke dalamnya.

Hmmm ... kelihatannya segala barang yang ditata di dalam rumah ini barang super mahal semua. Seperti piring emas yang berderet di dinding ruang tengah, mungkin terbuat dari emas murni. Ada pula patung Dewi Venus, kelihatannya terbuat dari emas juga.

Tapi kenapa rumah yang isinya barang - barang berharga ini tidak dijaga atau ditunggu oleh orang ?

Ah, biarlah. Itu bukan urusanku. Mendingan aku iseng - iseng menghubungi ... menghubungi siapa ya ? Tiba - tiba aku teringat Ima. Bagaimana dengan mesin adonan roti dan oven super besarnya sudah dikirimkan ? Lalu bagaimana dengan toko rotinya ? Sudah mulai dibangun ? Mendingan aku memijat nomor hapenya. Biar jelas.

Lalu :

“Hallo Sep. Apa kabar ? “

“Baik - baik aja. Bagaimana barang - barang yang dipesan itu sudah dikirimkan ? Tokonya sudah mulai dibangun ?”

“Sudah. Perabotan untuk memproduksi roti sudah lengkap semua. Toko roti pun sudah mulai dibangun. Karena bangunannya simple, mungkin sebulan lagi juga selesai. “

“Syukurlah kalau begitu. Semoga usahamu lancar ya. “

“Amiiin. Tapi Sep ... “

“Tapi apa ?”

Ima bicaranya jadi pelan, seperti berbisik - bisik. “Maaf ya Sep ... aku hanya ingin tau. Apa Asep sudah melakukan sesuatu bersama Ibu ? Kalau pun pernah, katakan aja. Aku takkan marah kok. Asalkan Asep jangan bilang -- bilang sama Ibu kalau kita pernah begituan.”

“Memangnya kenapa kamu nanya soal itu ?”

“Soalnya Ibu sering nanyain Asep mulu. Sampai bosan aku mendengarnya. Selain daripada itu, aku pernah mendengar Ibu mengigau ... dia memanggil nama Asep ... Aseeeep ... begitu terus. “

“Kenapa bisa begitu ya ?”

“Harusnya aku yang nanya sama Asep, kenapa ibuku bisa begitu ? Maaf Sep, kalau pun sudah terjadi sesuatu di antara Asep dengan Ibu pada waktu aku sedang di Karawang, gak apa - apa Sep. Buatku, itu sesuatu yang normal. Karena Ibu belum tua - tua benar. Mungkin Ibu yang duluan memancing Asep supaya melakukan sesuatu. Karena Ibu tentu masih merindukan sentuhan lelaki. “

“Mmmm ... kamu jangan marah atau pun sedih ya. Memang benar, pada waktu kamu di Karawang, aku kan datang ke rumahmu. Pada saat itulah terjadi sesuatu di antara Ibu denganku. Tapi kamu jangan ngomong sudah tau masalah ini ya Ima. “

“Iya, iya ... kejadian di antara kita berdua pun tolong rahasiakan sama Ibu. “

“Sudah pasti itu sih. “

“Kalau bisa sih, maaf aku bukan nyuruh, cuma minta tolong ... tolong obati ibuku Sep. Maksudku, tolong obati kerinduan Ibu pada Asep. “

“Masa aku harus begituan sama ibumu di depan matamu ?!”

“Kalau Asep datang siang, aku bisa pergi dulu ke mana gitu. Pura - pura ada urusan penting. Biar Asep bisa leluasa mengobati Ibu. Kalau Asep datangnya malam, aku akan mengurung diri di dalam kamarku, takkan berani mengganggumu. Anggap aja aku sudah tidur nyenyak. “

“Terus ... kamu sendiri gak kangen sama aku ?”

“Kangen juga ... sangat kangen malahan. Tapi dahulukan Ibu dulu Sep. Aku kasihan sekali padanya. “

“Ya nantilah kupikirkan dulu. Soalnya sekarang aku sedang sibuk. Tuh teman - temanku sudah pada datang. Kita tutup dulu ya obrolannya. “

Hubungan seluler dengan Ima langsung kututup. Karena sedan made in England berwarna merah dof itu sudah memasuki pekarangan menuju garasi.

Bergegas aku keluar dari rumah megah ini, untuk membukia pintu garasi. Sedan merah dof itu pun memasuki garasi. Lalu Bu Amara menutupkan pintu garasi dan menguncinya kembali.

“Maaf ya harus menunggu agak lama, “ ucapnya sambil melangkah masuk ke dalam rumahnya. Aku pun mengikutinya. Tadinya aku mau duduk di ruang tamu, tapi Bu Amara melambaikan tangannya dari ruang keluarga, “Di sini aja duduknya, “ ucap wanita berhijab dan berjubah serba hitam itu.

Karena Bu Amara mengenakan baju jubah muslimah dan berhijab, tadinya aku mau duduk di sofa yang berhadapan dengan sofa yang diduduki oleh wanita yang kutaksir usianya sekitar 30 tahunan itu. Tapi Bu Amara menepuk - nepuk kulit sofa yang sedang didudukinya. “Di sini duduknya, ” ucapnya.

Aku pun duduk di sebelah kanannya.

Begitu aku duduk, Bu Amara menyambutku dengan melingkarkan lengannya di bibirku. “Emwuaaaaachhhh .... kamu tampan dan imut banget Yos ... gemesin .... “

“Hehehee ... Ibu juga cantik sekali, “ sahutku.

“Berapa tahun sih umurmu ?”

“Hampir sembilanbelas Bu. “

“Wah lagi sedang - sedangnya segerrr usia segitu sih. Tapi aku mau curhat dulu ya. “

“Iya Bu. “

“Suamiku tidak mengetahui rumah dan segala isinya ini, yang kubeli tanpa sepengetahuan dia. “

“Garasi penuh dengan mobil mewah, tapi rumah ini gak ada penghuninya sama sekali. Apakah Ibu tidak kuatir kalau ... “

Belum habis aku berkata, Bu Amara memotong, “Ada yang jaga, empat orang security dan enam orang satpam. Tapi mereka diliburkan semua, karena aku akan mengadakan pertemuan rahasia ini. “

“Owh gitu, “ aku mengangguk - angguk.

“Ini adalah penyelewengan pertama kalinya bagiku. Selama ini aku selalu setia kepada suamiku. Tapi karena hatiku sering disakiti, aku ingin membalasnya. “

“Iya Bu. “

“Suamiku seorang pengusaha sukses dan memiliki beberapa perusahaan. Tapi modal awalnya berasal dari harta warisan dari almarhum ayah dan almarhumah ibuku. Tapi setelah sukses, suamiku lupa diri. Nikah siri di sana - sini. Mungkin dia ingin punya anak, karena sampai saat ini aku belum hamil - hamil juga. Tapi setelah punya beberapa orang simpanan, ternyata wanita- wanita yang hanya dinikah-siri oleh suamiku itu, tak ada seorang pun yang hamil. Aku selalu dilarang memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan. Karena nanti kemaluanku diocek - ocek oleh dokter, katanya. Tapi beberapa bulan yang lalu, diam - diam aku memeriksakan diri ke dokter kandungan. Ternyata dokter menyatakan bahwa aku ini normal. Ibu bisa hamil, asal sabar aja, katanya. Jadi siapa yang mandul ?”

“Mungkin suami Bu Amara sendiri yang mandul, “ sahutku.

“Nah ... kamu aja bisa menduga begitu. Makanya hatiku sakit ... sakit sekali. Suamiku sudah lupa kacang pada kulitnya. Karena itu aku sedang mengajukan tuntutan cerai ke pengadilan. Menurut pengacaraku, tuntutanku pasti dikabulkan. Karena banyak fakta yang berhasil diungkap oleh pihakku. Sambil menunggu keputusan pengadilan, aku ingin ... ingin sekali hamil. Mumpung usiaku baru duapuluhsembilan. Maunya sih pas umurku tigapuluh, aku sudah melahirkan. “

Aku cuma mengangguk - angguk.

“Jadi, “ lanjutnya, “Yosef tau apa yang harus dilakukan bersamaku ?”

“Ibu ingin kuhamili ?” aku balik bertanya.

“Iya. Yosef gak mandul kan ?”

“Sudah ada dua orang istri konglomerat yang hamil olehku Bu. Tapi aku tak bisa menyebutkan siapa mereka itu. “

“Yayayaaa ... tapi aku pernah dengar dari Mamih tentang isteri konglomerat itu. Mamih pun merahasiakan siapa yang sudah kamu hamili itu. “

“Iya, yang lewat Mamih hanya seorang. Isteri konglomerat yang satunya lagi, bukan lewat Mamih kenalnya. “

“Jadi Yosef siap untuk menghamiliku ?”

“Siap. Tapi harus sabar Bu. Karena terkadang butuh waktu agak lama untuk membuat seorang wanita jadi hamil. Pertemuannya harus selalu di dalam masa subur. “

“Iya. Justru sekarang aku sedang dalam masa subur Yos. “

“Itu bagus Bu. Tapi kalau bulan ini gagal hamil, mungkin pada masa subur di bulan berikutnya harus dicoba lagi. Isteri konglomerat itu pun setelah tiga bulan kugauli terus, barulah bisa hamil.”

“Iya, aku ngerti. Banyak juga pasutri yang sudah bertahun - tahun menikah tak punya anak juga. Akhirnya si istri bisa hamil setelah perkawinannya berusia tujuh tahun. “

“Iya. “

“Pertemuan berikutnya kita laksanakan dari hotel ke hotel aja ya. Jangan di sini terus. “

“Iya Bu. Kalau di sini terus bahaya. Karena Ibu belum resmi bercerai dengan suami Ibu. Bisa - bisa dia membela diri dan mengatakan ada orang ketiga. “

“Iya. Tapi kata pengacaraku, tak lama lagi juga keputusan pengadilan akan keluar. “

“Kalau Ibu sudah resmi jadi janda, gak ada masalah mau ketemuan di mana juga. “

“Mmm ... kamu ada perasaan suka padaku gak ?”

“Suka Bu. Justru aku ini penggemar wanita yang lebih tua dariku. Apalagi wanita secantik Ibu. “

“Terima kasih, “ Bu Amara tersenyum manis. Kelihatan senang mendengar pujianku, “Kalau kamu berhasil menghamiliku, silakan pilih mobil - mobil yang ada di garasi itu. Kamu boleh pilih yang termahal sekali pun, sebagai hadiahnya. “

“Aku gak mikirin soal hadiah. Yang penting Bu Amara bisa hamil. Itu aja dulu, “ sahutku.

Tiba - tiba Bu Amara memasukkan tangan ke balik baju jubah hitamnya, lalu mengeluarkan sesuatu dari balik baju jubahnya. Celana dalam berwarna hitam ... !

Bu Amara memutar - mutar celana dalamnya di depan mataku sambil berkata, “Kalau benda ini sudah kulepaskan, berarti kamu sudah boleh menyerangku. “

Aku tersenyum dan mengambil celana dalam hitam itu dari tangan Bu Amara. Lalu menciumi celana dalam itu. Aku bukan maniak yang suka mencuri celana dalam, lalu dijadikan bahan untuk coli. Aku menciumi celana dalam itu hanya untuk mengecek, apakah celana dalam itu menyiarkan bau memek yang menyengat atau tidak. Ternyata celana dalam itu menyiarkan harum parfum mahal. Berarti memeknya pun harum, mungkin.

Pada saat yag ssama, Bu Amara menyingkapkan jubah hitamnya sampai kelihatan sepasang paha putih mulusnya dan ... memek tembemnya yang bersih dari jembut ... !

“Mau di sini aja Bu ?” tanyaku sambil bangkit dari sofa dan berjongkok di depan memek yang dipamerkan itu.

“Iya, biar mengesankan, “ sahutnya, “Karena baru sekali ini aku akan menyerahkan kehormatanku pada lelaki yang bukan suamiku. Nanti kalau kurang puas, pindah aja ke kamarku. “

Aku pun duduk bersila di depan memek tembem yang bersih plontos dan seolah sedang menantangku itu. Menantang untuk kujilati habis - habisan. Dan itulah yang kulakukan. Mulai menjilati memek tembem yang bersih dan harum ini dengan lahapnya. Tanpa peduli dengan baju jubah hitam Bu Amara yang diturunkan lagi, sehingga menutupi kepala dan punggungku. Dan aku seolah sedang bersembunyi di balik jubah hitam ini.

Aku seperti terkurung di dalam kegelapan. Namun remang - remang aku masih bisa menemukan kelentit Bu Amara yang lalu kugesek- gesek dengan jempol tangan kiriku. Bahkan setelah memek Bu Amara mulaimembasah, jari tangah tangan kananku pun mulai kuselundupkan ke dalam liang memek yang belum pernah melahirkan bayi ini. Tak cukup dengan 1 jari, kutambah 1 jari lagi, yakni jari tengahku. Lalu jari tengah dan telunjukku mulai kumaju mundurkan di dalam liang memek yang sudah basah ini. Jempol kiriku pun semakin gencar menggesek - gesek kelentit wanita 29 tahunan dan berhijab ini.

Sampai akhirnya Bu Amara menyingkapkan kembali jubah hitamnya sambil berkata, “Udah Yos ... masukin aja punyamu sekarang. Gak usah telanjang ya. Begini aja. “

“Iya Bu. Yang penting punyaku bisa main di dalam punya Ibu, “ sahutku sambil memelorotkan celana denim sekaligus dengan celana dalamnya. Sehingga kontolku yang sudah ngaceng berat ini seolah sedang menunjuk ke arah Bu Amara.

“Waaaw ... kontolmu panjang sekali Yoooosssssss ... “ seru Bu Amara sambil mendekatkan tangannya ke kontolku. Lalu memegangnya dengan tangan gemetaran, “Pantasan kamu selalu berhasil menghamili isteri - isteri para trilyuner. Karena kontolmu memang dahsyat begini. “

Setelah kontolku dilepaskan, aku pun mendekatkan meriam pusakaku ini ke memek Bu Amara yang sudah siap dicoblos. Tapi Bu Amara mengubah posisi duduknya. Bahkan lalu menelentang di atas sofa, dengan jubah hitam yang sudah disingkapkan sampai ke perutnya. Kaki kiri diletakkan di sandaran sofa, sedangkan kaki kanannya terjuntai ke lantai. Posisi ini membuat memek tembem itu ternganga, sehingga bagian dalamnya yang berwarna pink itu tampak jelas di mataku.

Dengan lututkanan berada di atas sofa dan kaki kiri menginjak karpet lantai, aku pun membenamkan kontolku ke dalam liang memek Bu Amara yang sudah basah dan hangat ini .... bleeesssssskkkk ... amblas sampai menyundul dasar liang memeknya. Tidak bisa masuk semua. Ada sekitar 3 sentimeter pangkal kontolku yang tidak bisa masuk karena mentok didasar liang memek wanita muda berhijab dan berjubah hitam itu.

“Aaaawwhhhhh ... saking panjangnya sampai gak bisa masuk semua ya, “ rengek Bu Amara sambil meringis.

Kaki kiri Bu Amara yang berada di atas sandaran sofa, kuangkat dan kuletakkan di atas bahu kananku. Lalu mulailah aku mengentot liang memek wanita berhijab itu.

Kontolku mulai beraksi seperti pompa manual yang sedang memompa liang memek Bu Amara. Stttt ... blessss ...sttt ... blessss ... sttt ... blessssss ... stttt .... blesssss ... sttt ... blesssss ... stttttttttt .... blesssssssssssss .... sttttttttttttttt .... blesssssssssss .... !

Bu Amara pun spontan “berkicau”.

“Duhhh ... aduhhhh ... aduuuh ... aaaaduuuuuyyyy ... kok dientot sama kamu enak bangeeeet ... duuuuuuudududududuuuuuuhhhhh .... eeeeeeeennaaaaaak Yoooosss ... enak sekaliiii .... aaaaawhhhh ... dududududuuuuuuuuuhhhh ... eee ... naaaaakkkk ... luar biaaaasaaaaaa ... ooooowwwwwwwhhhhh ... enak Yoooosssss ... enaaaaaaak ... sangat ... enak sekaleeeeee .... Yooooooossssss ... iyaaaaaaaa... entot terus sampai dasarnya ... uedaaaaan ... kok ada ya kontol seenak ini ... rasanya sampai berdesir ke ubun - ubun Yoooooosssssssss ... oooooowwwww ... oooooooh .... Yoseeeeef .... entot terus Yosssss ... entooooootttt ... entooooooottttttt .... iyaaaa ... iyaaaaa ... iyaaaa ... “

Rengekan dan rintihan histeris Bu Amara itu membuatku semakin bersemangat, untuk menggedor - gedor dasasr liang memeknya dengan moncong kontolku.

Bu Amara pun menggeliat - geliat sambil meremas - remas jubah hitamnya pada bagian toketnya. Sayang aku belum bisa melihat seperti apa bentuk toketnya.

Namun Bu Amara tidak mampu bertahan lama kuentot di atas sofa mewah ini.

Ketika aku masih asyik mengentotnya, Bu amara berkelojotan sambil mengaduh - aduh lagi, “Aduh Yosef ... aduuuuh Yoseeeefff ... aku ... aku udah ... ma ... mau ... lepas .... hkkkkkkkk ... ”

Suaranya terputus, karena ia harus menahan nafasnya.

Tapi aku tak peduli. Aku malah menggencarkan entotanku. Sampai akhirnya Bu Amara terkulai lemas, dengan mata terpejam. Lalu kelopak matanya terbuka lagi. Menatapku dengan tatapan kosong. Lalu ia menghela napas panjang disusul dengan ucapan, “Lanjutin di kamarku aja yok. “

Aku mengangguk, lalu mencabut kontolku dari liang memek Bu Amara yang sudah becek karena habis orgasme itu. Lalu mengikjuti langkah Bu Amara memasuki kamarnya yang wow ... bed dan lemari - lemarinya barang impor semua. Begitu pula hiasan dindingnya yang gemerlapan di sana - sini, semuanya barang impor.

“Mending berpakaian lengkap gini apa mendingan telanjang ?” tanya Bu Amara setelah berada di dalam kamarnya.

“Heheheee ... mendingan telanjang dong Bu. Biar aku bisa menyaksikan keindahan tubuh Bu Amara, “ sahutku.

“Ogitu ya. Soalnya aku gak pernah telanjang di depan laki - laki yang bukan suamiku sendiri, “ kata Bu Amara sambil melepaskan kancing jubah hitamnya yang terletak di bagian punggungnya, “Tapi kalau ingat kelakuan suamiku yang sangat mnenyakitkan itu, aku mau telanjang juga dah. Demi Yosef si tampan yang imut. Tapi kamu juga harus telanjang Yos. “

“Tentu aja Bu. Kan orang bilang kulit harus bertemu kulit, bulu harus bertemu bulu heheheee ... “

Dan setelah jubah hitam itu ditanggalkan, tampaklah bentuk body Bu Amara yang luar biasa seksinya itu, meski ia masih mengenakan beha dan hijab yang serba hitam.

Dan setelah beha itu dilepaskan, lengkaplah bagiku untuk menilainya sebagai wanita yang asangtat - sangat seksi. Dengan pinggang ramping namun dengan tket yang gede dan bokong yang semok, aduhai .... membuatku seperti tak berkedip menyaksikan salah satu ciptaan Tuhan ini.

Aku gak peduli dengan frambutnya yang masih berhijab. Karena bagiku, rambut wanita bukan sesuatu yang penting. Bukan pula mahkota. Karena bagiku, mahkotanya adalah ... memeknya ... ! Hihihihihihiiiiii .... !

Aku memang gak pernah mendadak ngaceng gara - gara menyaksikan indahnya rambut seorang wanit. Tapi kalau melihat memek, kontolku langsung ngaceng. Bahkan memek pembokat pun mampu mengacengkan kontolku. Karena itu bagiku mahkota perempuan adalah memeknya. Hahahaaaa ... !

Lalu kulepaskan juga celana denim, celana dalam dan baju kausku. Sehingga aku sudah telanjang. Dan lenganku ditarik oleh Bu Amara, naik ke atas bed. Disitulah kami bergumul dengan hangatnya. Terkadang aku di bawah, Bu Amara di atas. Terkadang aku yang di atas dan Bu Amara di bawah. Terkadang Bu Mara menelungkup di atas bed. Aku pun menelungkup di atas punggungnya. Dan pada suatu saat, ketika Bu Amara menelentang sementara aku menelungkup di atasnya, diam - diam kubenamkan batang kontolku ke dalam liang memeknya yang masih basah ini.

Pada saat itulah Bu Amara menarik sepasang bahuku, lalu melingkarkan lengannya di leherku, disusul dengan ciuman lengketnya di bibirku. Yang kusambut dengan lumatan penjuh nafsu. Pada saat yang sama kontolku pun mulai kuayun naik turun dan maju mundur di dalam liang memek beceknya yang sangat kusukai. Ya ... aku suka dengan memek becek setelah orgasme. Karena beceknya itu sebagai pertanda bahwa pasangan seksualku sudah mencapai kepuasannya.

Ketika entotanku sedang gencar - gencarnya, Bu Amara pun mulai menggeol - geolkan pantatnya. Memutar - mutar dan meliuk - liuk. Menukik - nukik dan menghempas - hempas. Sungguh tak kusangka, wanita yang kesehariannya berhijab dan berjubah ini, ternyata sangat trampil menggoyangkan pinggulnya. Sehingga kontolku serasa diombang - ambingkan, laksana kapal layar dihantam badai di tengah samudera. Namun meski kontolku sedang dibesot - besot dan diremas - remas oleh liang memek Bu Amara, aku tetap teguh untjuk menggenjot kontolku seperkasa mungkin.

Maka rintihan - rintihan histerisnyapun semakin menjadi - jadi, “Adududuuuuuh ... Yoooossss ... kontolmu memang luar biasa enaknya Yoooossssss .... terasa sekali asam garamnya Yoseeeef ... ooooohhhhh ... Yooooooosssss ... baru sekali ini aku merasakannya .... ooooohhhh ... merasakan diewe yang senikmat ini Yoooossss ... aku yakin kamu bakal bisa menghamiliku. Dan aku akan sangat sayang padamu ... lebih dari sekarang ... ini benar - benar nikmaaaaaaaattttt Yooooooosssss ... ayo entot terus memekku Yoooossss ... entot teruuuussss .... entoooooooooooootttttttttttttt ... !”

Ketika hijabnya terlepas, lehernya terbebas dari belitan kain hitam itu. Sehingga aku bisa menjilati leher jenjangnya yang harum meski sudah berkeringat, disertai dengan gigitan - gigitan kecil.

Terkadang kusedot dan kujilati pentil toket kirinya, sambil meremas - remas toket kanannya. Terkadang juga kujilati telinganya. Dan bahkan ketiaknya pun tak luput dari jilatan dan sedotanku, terkadang ketiaknya pun kugigit - gigit, membuat Bu Amara agak meronta, mungkin karena kegelian.

Hal ini membuat rintihan histerisnya semakin menggila. Seolah raungan harimau betina yang sedang dipacek oleh harimau jantan.

“Yoooossss ... kamu benar - benar cowok yang sangat lengkap ... bukan sekadar tampan, tapi juga mampu membuatku bertekuk lutut di atas ranjang ... entotttt ... entooottt teruuus Yoooossss ... aku udah mau orgasme lagi nih Yooooossss ... atau kalau bisa lepasin bareng - bareng ... biar aku hamil Yooooosssssssss ... “

Mendengar permintaan Bu Amara itu, aku pun menggencarkan entotanku. Makin lama makin cepat, disambut dengan berkelojotannya tubuh wanita yang relatif masih muda itu.

Dan ketika sekujur tubuh Bu Amara mengejang tegang dengan nafas tertahan, aku pun menancapkan kontolku sedalam mungkin, sampai terasa mendesak dasar liang memek wanita itu.

Lalu sesuatu yaqng teramat indah itu terjadi. Bahwa ketika aku dan Bu Amara saling cengkram dan saling remas, liang memek wamnita itu berkedut - kedut kencang, yang disambut dengan mengejut - ngejutnya kontolku sambil memuntahkan lendir maniku.

Crooooooootttttttt ... crettttttt ... croooooooooooooottttttt ... crooooooooooootttttttttttt ... crettttttttttttttt ... croooooooooooooooooooooooootttttttt .... !

“Ooooh ... indah sekali Yooosss ... “ ucap Bu Amara lirih. Lalu ia mengecup bibirku diikuti dengan ucapan perlahannya, “Terima kasih Yos. Rasanya sakit hatiku mulai terbayarkan dengan sesuatu yang jauh lebih indah. “

Aku masih terkulai lemas dalam pelukan Bu Amara. Dengan tubuh bermandikan keringat. Seperti Bu Amara juga.

Beberapa saat kemudian, Bu Amara bangun dan duduk di dekatku yang masih menelentang lemas. “Sebenarnya aku ingin sekali berlama - lama denganmu. Tapi aku harus pulang ke rumahku. Karena dalam waktu menunggu vonis hakim nanti, aku tak boleh melakukan kesalahan sekecil apa pun. Supaya hakim mengabulkan tuntutanku.

Nanti kalau aku sudah resmi menjadi janda, aku bakal bebas melakukan apa pun. Terutama bebas berkencan denganmu dan menghasilkan anak yang kuinginkan. “

Aku cuma mengangguk - angguk, tidak berani menanggapinya.

“Sekarang kita harus mandi Yos. Kita mandi bareng yuk, “ ajaknya.

Aku mengangguk sambil tersenyum. Kemudian turun dari bed dan mengikuti langkah Bu Amara menuju kamar mandi yang aduhai mewahnya.

Tapi Bu Amara tidaka mandi di bathtub. Ia memilih mandi di bawah pancaran shower yang berada di atas kepala kami. Lalu kami saling sabun menyabuni. Dan seperti biasa, dalam suasana seperti ini, kontolku ngaceng lagi. Bu Amara tersenyum - senyum setelah memegang kontolku yang ngaceng lagi ini.

Lalu ia bersandafr di dinding kamar mandi yang terbuat dari batu pualam. Dan membiarkanku membenamkan kembali kontolku kedalam liang memeknya.;

Kali ini cukup lama kami melakukannya. Karena bagiku, ini adalah ronde kedjua. Dengan sendirinya durasi entotanku pun lebih lama dari ronde pertama.

Tapi aku bertahan, ingin melanjutkan persetubuhan ini di kamar mandi, sampai ngecrot. Mdeski kedua kakiku sudah terasa pegal berdiri terus sambil mengentot memek Bu Amara yang luar biasa enaknya ini.

Sampai pada suatu saat, ketika Bu Amara mulai memasuki puncak orgasmenya, terdengar ia memekik histeris.

“Yoooooooooooooooooosssssseeeeeeeeeeeeeeeeeeffffffffff ..... !”
Mantafff....makasih apdetnya bro @Otta...lanjoootttt terus sampai TAMAT....
 
INDEX :
Part 01 ---------------------------- page 01
Part 02 ---------------------------- page 09
Part 03 ---------------------------- page 19
Part 04 ---------------------------- page 27
Part 05 ---------------------------- page 33
Part 06 ---------------------------- page 42
Part 07 ---------------------------- page 51
Part 08 ---------------------------- page 56
Part 09 ---------------------------- page 62
Part 10 ---------------------------- page 68
Part 11 ---------------------------- page 74
Part 12 ---------------------------- page 81
Part 13 ---------------------------- page 86
Part 14 ---------------------------- page 91
Part 15 ---------------------------- page 95
Part 16 ---------------------------- page 99
Part 17 ---------------------------- page 103
Part 18 ---------------------------- page 108
Part 19 ---------------------------- page 110
Part 20 ---------------------------- page 113
Part 21 ---------------------------- page 117
Part 22 ---------------------------- page 122
Part 23 ---------------------------- page 127
Part 24 ---------------------------- page 131
Part 25 ---------------------------- page 136
Part 26 ---------------------------- page 141
Part 27 ---------------------------- page 147
Part 28 ---------------------------- page 151
Part 29 ---------------------------- page 158
Part 30 ---------------------------- page 162
Part 31 ---------------------------- page 166
Part 32 ---------------------------- page 170
Part 33 ---------------------------- page 175
Part 34 ---------------------------- page 180
Part 35 ---------------------------- page 186
Part 36 ---------------------------- page 189
Part 37 ---------------------------- page 195
Part 38 ---------------------------- page 200
Part 39 ---------------------------- page 204







































Part 01





A
ku merasa takdir yang tersurat untukku kurang bagus. Karena ibuku meninggal ketika usiaku baru 5 tahun. Sedangkan ayahku meninggalkan aku dan Ceu Imas, satu - satunya saudaraku. Untungnya Ceu Imas sudah punya suami. Sementara aku masih duduk di bangku SMP, sehingga untuk mengandalkan Ceu Imas untuk membiayai sekolah dan kebutuhan sehari - hariku.

Itu pun hanya sampai tamat SMP. Setelah aku lulus SMP, kakakku “angkat tangan”. Aku malah disuruh cari kerja saja, supaya bisa menghidupi diriku sendiri.

Tapi apa yang bisa kuperbuat dengan ijazah SMP ? Lagipula saat itu umurku baru 14 tahun. Melamar ke mana - mana pun takkan diterima, karena masih di bawah umur.

Sementara Ceu Imas hanya bisa memberi uang seadanya tiap bulan. Uang yang jumlahnya tidak seberapa. Untuk makan sehari - hari pun tidak cukup.

Karena itu aku berusaha mencari duit sendiri dengan segala cara. Dengan membantu - bantu di pasar pun jadilah. Yang penting bisa makan tiap hari, tanpa harus menunggu kiriman dari kakakku.

Hal itu berlangsung selama bertahun - tahun.

Setelah usiaku 18 tahun, aku mulai berpikir untuk mencari kegiatan yang lebih bagus daripada sekadar menjadi kuli di pasar. Karena itu aku sengaja membuat SIM A dan C. Dengan tujuan, ingin menjadi sopir angkot. Mudah - mudahan nanti ada pemilik angkot yang bersedia menyerahkan mobilnya untuk kusopiri.

Tapi sebelum hal itu terjadi, aku berjumpa dengan teman karibku, Dadang, yang menghentikan sedannya persis di sampingku.

“Asep ! Apa kabar ?” tanyanya sambil memelukku.

“Dadang ?! “ sahutku kaget, “Wah ... keren ... loe sudah punya mobil sendiri ?”

“Asal rajin nabung, beli mobil aja sih gak susah - susah amat Sep. “

“Gue juga senang nabung. Tapi kalau penghasilan gue pas - pasan, apa yang bisa gue tabung ?”

“Ayo deh ikut gue. Biar bisa ngobrol lebih panjang lebar. “

Aku pun masuk ke dalam sedan Dadang. Dengan perasaan kagum, karena teman karibku sudah punya sedan segala. Padahal dahulu dia senasib denganku. Sama - sama anak orang tak punya. Tapi sejak ia pindah ke kota, aku tak pernah berjumpa lagi dengannya. Sementara aku tetap tinggal di kota kecamatan yang jaraknya 30 kilometer dari kota besar.

“Kalau mau maju, loe harus mau tinggal di kota Sep, “ kata Dadang sambil menjalankan sedannya ke arah timur, “Di pinggiran begini, mana bisa nyari duit ? Kecuali kalau loe mau bikin tempe atau dagang sayur, mungkin bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari. “

“Gue kan gak punya saudara di kota. Mau tinggal di mana ? Harus nyewa kamar ? Dari mana duitnya ?”

“Kalau loe punya niat untuk mencari duit di kota, loe bisa tinggal di rumah gue. “

“Loe udah punya rumah sendiri di kota ?”

“Udah, “ Dadang mengangguk.

“Loe hebat Dang. Umur loe sebaya dengan gue, tapi sudah punya rumah dan mobil segala. “

“Gue setahun lebih tua dari loe. Sekarang gue udah sembilanbelas tahun Sep. Ohya, loe mau ikut ke kota sekarang ?”

“Mau. Tapi gue harus nitipin dulu kunci ke tetangga sebelah. Takut kakak gue pulang gak bisa masuk. “

“Ya udah, sekarang ke rumah loe dulu. Sekalian bawa baju untuk ganti. Siapa tau loe kerasan di rumah gue nanti. “

“Kalau dikasih kerjaan, pasti gue kerasan di rumah loe Dang. “

“Kerjaan sih ada. Asal mau aja loe ngerjainnya. “

“Kerjaan apa pun akan gue kerjakan, asal jangan maling aja. “

“Nggak. Kerjaan kita takkan merugikan orang lain. Percayalah. “

Setibanya di mulut gang menuju rumahku, Dadang menghentikan sedannya. “Gue nunggu di mobil aja ya, “ kata Dadang.

“Iya, “ sahutku, “tunggu sebentar ya Dang. “

Bergegas aku melangkah ke dalam gang menuju rumahku yang kecil dan nyaris roboh itu. Di dalam rumah, kukumpulkan semua pakaian yang sudah dicuci dan disetrika. Lalu kumasuklkan ke dalam ransel.

Sambil menggendong ransel, aku keluar dari rumahku. Lalu kukunci pintu depan. Anak kuncinya kutitipkan ke tetangga sebelah, agar kalau Ceu Imas datang, bisa masuk rumah.

Kemudian bergegas aku menuju jalan besar, di mana Dadang tengah menungguku di mobilnya.

Pada waktu aku masuk ke dalam mobil, Dadang memandang ke arah kakiku yang cuma mengenakan sandal jepit. “Kenapa gak pakai sepatu Sep ?”

“Sepatu gue udah jebol. Belum punya yang baru, “ sahutku jujur.

“Nanti di rumah gue banyak sepatu yang udah gak dipake. Kelihatannya kaki loe seukuran dengan kaki gue, “ kata Dadang.

“Gue biasa pakai sepatu ukuran empatpuluh. “

“Sama. Gue juga pakai nomor itu, “ kata Dadang sambil menjalankan mobilnya.

“Gue memang sengsara Dang. Sejak ayah gue menghilang, gue mengandalkan belas kasihan Ceu Imas. Tapi dia kan punya suami, tidak bebas juga untuk ngeluarin duit. Makanya setelah tamat SMP, gue gak bisa lanjutin ke SMA. Karena kakak gue gak sanggup biayai sekolah gue lagi. “

Dadang terdiam. Mungkin sedang memikirkan kesengsaraanku ini.

Lalu Dadang berkata, “Kalau loe mau mengikuti langkah gue, pasti takkan kekurangan lagi. Asalkan loe mau aja. “

“Mau Dang. Gue takkan pilih - pilih kerjaan. Tugas apa pun akan gue jalanin, asalkan penghasilannya memadai. Memangnya apa pekerjaanmu ?”

“Loe harus merahasiakannya ya ? Jangan sampai orang kampung kita ada yang tau pekerjaan gue sekarang. “

“Gue pasti akan merahasiakannya Dang. Memangnya apa sih pekerjaan loe ?”

“Gue hanya bertugas menyenangkan kaum wanita yang rata - rata berusia di atas tigapuluh sampai limapuluh tahun. “

“Ohya ?! Bagaimana cara menyenangkannya ?”

“Ngentot memek mereka. Hahahaaa ... sambil menyelam minum air. Dapet duit banyak sambil menikmati enaknya ewean. Enak pekerjaanku kan ?”

“Enak banget. Gue juga pengen kerja seperti itu. Tapi duitnya gede Dang ?”

“Ya gedelah. Kalau gak gede gue juga gak mau. Buktinya dalam tempo setahun aja gue udah punya rumah dan mobil. Karena gue dianggap memuaskan birahi ibu - ibu itu. “

“Ibu - ibu itu pasti orang - orang tajir ya ? “

“Ya iyalah. Ada istri pengusaha, ada yang bisnis sendiri, ada juga yang istri pejabat. Dengan berbagai alasan mereka mencari kepuasan dengan mencari gigolo. ”

“Gigolo ?”

“Iya. Profesi gue sekarang ini gigolo. Tapi gigolo kelas tinggi. Karena yang ngajak kencan sama gue selalu dari kalangan elit. “

“Terus cara beroperasinya gimana ?”

“Ada yang ngatur, seorang wanita yang biasa dipanggil Mamih, “ sahut Dadang, “Dialah yang menentukan siapa yang harus hadir dan harus kencan dengan siapa, gitu. “

“Owh ... gitu ya. “

“Nanti loe udah siap, akan gue ajak ke rumah Mamih. Tapi sebelum itu loe harus berdandan serapi mungkin, supaya loe kelihatan ganteng di mata Mamih. Kalau Mamih menilai loe ganteng, pasti ganteng pula di mata ibu - ibu itu. “

“Pakaian gue udah lusuh - lusuh, gimana bisa dandan Dang ?”

“Nanti gue kasih pakaian yang gak kampungan. Pokoknya loe harus berdandan sebaik mungkin, supaya tidak kelihatan baru datang dari pedesaan. Soal itu nanti gue yang dandanin. “

“Iya terserah loe aja Dang. Gue akan ikut apa kata loe aja. “

“Ohya, nama loe harus diganti. Jangan pakai nama Asep. Kedengarannya seperti orang kampung. “

“Lalu mau diganti dengan nama apa ?”

“Yosef aja. Biar keren kedengarannya. Gue juga bisa tetap manggil Sep, tapi berasal dari nama Yosef, bukan Asep. Gue sendiri udah ganti nama jadi Danke. “

“Danke ? Tapi kalau manggil masih tetap Dang ya. “

“Iya. Mmmm ... loe udah ada pengalaman mengenai sex ?”

“Udah. “

“Sama siapa ? Sama pelacur ?”

“Iiih amit - amiiit. Gue sih gak pernah nyentuh pelacur. Lagian di kampung kita mana ada pelacur ?”

“Beneran gak pernah nyentuh pelacur ya. Soalnya nanti akan diperiksa oleh dokter mengenai kebersihan darahmu. Kalau ada benih - benih penyakit kotor, loe pasti ditolak oleh Mamih. “

Sejam kemudian, kami tiba di rumah Dadang alias Danke. Rumah yang lumayan besar dan keren bentuknya. Ada garasinya segala. Bahkan setelah masuk ke dalam, ternyata ada kolam renangnya segala. Hebat juga rumah teman karibku ini.

“Wah ... ada kolam renangnya segala Dang, “ komentarku sambil mengamati kolam renang di dalam ruangan tertutup itu.

“Iya, “ sahut Danke, “Renang itu salah satu olahraga terbaik. Untuk membangun body yang bagus, untuk melatih pernafasan dan sebagainya. Nanti kalau loe mau berenang, berenang sajalah. Jangan sungkan - sungkan. Anggap aja rumah ini rumah loe sendiri. “

“Iya. Makasih Dank. Gue seneng juga berenang, tapi di sungai. Karena di kampung kita gak ada kolam renang. “



Danke alias Dadang memang sangat baik padaku. Beberapa setel pakaian diberikannya padaku, Pakaian yang lazim dikenakan orang kota. 3 sepatu yang kelihatan masih baru pun diberikannya padaku. Supaya jangan kelihatan kampungan, katanya.

Aku pun ditempatkan di kamar yang berdampingan dengan kamar Danke.

“Mulai saat ini biasakanlah mandi dua kali sehari. Biasakan ganti pakaian tiap hari. Dan terutama harus selalu menjaga kebersihan. Supaya ibu - ibu dan tante - tante yang berkencan dengan loe merasa nyaman ketika sedang bersama loe, “ kata Danke yang kuanggap sebagai nasihat baik.

Danke juga meminjamkan beberapa buah buku pengetahuan tentang cara - cara bergaul. Supaya aku jadi cowok yang sangat menyenangfkan.

Danke pun membuka lemari kecil obat - obatan di ruang keluarga, lalu menunjuk isinya, “Ini semua berisi supelmen, supaya kita senantiasa fits, terutama agar kontol kita selalu tangguh dalam menghadapi wanita serakus apa pun dalam melampiaskan afsu birahinya. Kalau mau pakai, pilih yang ini saja ... sehari cukup satu kaplet saja, “ kata Danke.

Selama beberapa hari aku digembleng oleh Danke. Supaya aku lulus dalam test di rumah Mamih nanti, katanya.

Sampai pada suatu pagi, Danke mengajakku berangkat ke rumah Mamih.

Rumah Danke berada di kompleks perumahan kaum menengah ke bawah. Sementara wanita yang harus selalu dipanggil Mamih itu berada di kompleks perumahan elit, yang letaknya nyaris berseberangan dengan kompleks perumahan Danke.

Ternyata rumah Mamih itu ada salonnya segala. Ketika aku dan Danke masuk ke dalamnya, Danke langsung menemui seorang lelaki yang bertugas sebagai kasir salon. Danke berbicara sebentar dengan lelaki itu. Kemudian lelaki itu menyerahkan sebuah amplop yang entah berisi apa.

Danke pun menghampiriku sambil berkata setengah berbisik, “Ayo ke laboratorium dulu. Untuk pemeriksaan kondisi darah loe. “

Aku mengangguk. Lalu mengikuti langkah Danke menuju mobilnya. Di dalam mobil Danke menyerahkan amplop itu sambil berkata, “Sebenarnya isi amplop ini rujukan dokter langganan Mamih untuk laboratorium. Ada beberapa hal yang harus diperiksa di laboratorium nanti. Kita hanya akan menunggu dua jam di laboratorium, lalu langsung keluar hasilnya. “

“Setelah keluar hasilnya, harus diserahkan kepada dokter yang mengeluarkan surat rujukan ini ?” tanyaku.

“Nggak usah. Mamih sudah mengerti arti semua yang tertera di hasil laboratorium itu nanti. Soal pembayaran di laboratorium, gak usah dipikirin. Gue yang akan bayarin. “

“Terima kasih Dank. Gue jadi ngerepotin terus sama loe ya. “

“Jangan mikir gitu. Kita kan temenan sejak kecil. Bukan baru kenal sehari dua hari. “

Di laboratorium ... setelah diambil darah dan menjalani pemeriksaan dengan beberapa alat, Danke membayar biayanya, kemudian mengajakku makan di sebuah rumah makan yang letaknya di sebelah barat gedung laboratorium itu.

Di rumah makan itu Danke berkata, “Nanti setelah berada di dalam ruang kerja Mamih, ikutilah apa pun yang dikatakan olehnya. Jangan berbicara kalau tidak ditanya. “

“Iya, “ sahutku, “Tadi Mamih gak kelihatan. Apakah dia sedang keluar ?”

“Dia di lantai atas, di ruang kerjanya. Dia memang jarang muncul di salon. Ohya ... pasien salon itu pada umumnya wanita yang suka memesan brondong pada Mamih. Jadi di salon itu pula tante - tante pada dirias, sambil bertukar pengalaman. “

“Tadi belum ada pasiennya ya Dank. “

“Kan masih pagi. Ohya, nanti setelah mempertemukan loe sama Mamih, gue langsung cabut ya. Gue udah janjian mau kencan sama pelanggan gue yang paling setia. “

“Iya. Gue bisa pulang sendiri kok. Gampang ngingetinnya. Perumahan Mamih berseberangan dengan perumahan loe kan ? “

“Iya. Perumahan Mamih dan perumahan gue cuma dibatasi jalan raya aja. Jalan kaki juga bisa. Tapi kalau males jalan, pakai ojek aja. Nih buat naik ojek nanti, “ kata Danke sambil memberikan selembar uang seratusribuan.

“Makasih Dank, “ ucapku sambil memasukkan duit itu ke saku celana jeansku. Celana pemberian Danke beberapa hari yang lalu. Baju kaus biru muda yang kukenakan pun pemberian Danke.

Di rumah makan itu kami ngobrol banyak. Danke mengkhususkan diri untuk menceritakan Mamih, sebagai boss di dalam “bisnis jasa” itu.

“Jadi nanti loe akan difoto dari semua arah, dalam pakaian lengkap mau pun telanjang. Loe jangan susah kalau disuruh telanjang nanti kan. Soalnya pelanggan Mamih suka minta foto telanjang kita, “ kata Danke setelah kami cukup lama nongkrong di rumah makan itu.

Aku cuma mengangguk saja. Padahal aku belum pernah difoto dalam keadaan telanjang.

Tak lama kemudian, kami tinggalkan rumah makan itu, kembali ke laboratorium. Ternyata hasil pemeriksaan laboratorium itu sudah selesai dan diberikan padaku dalam sebuah amplop bertuliskan nama perusahaan laboratorium itu.

Sambil melangkah ke arah mobilnya yang terparkir di depan laboratorium itu, Danke membuka amplop itu dan mengamati hasil pemeriksaan laboratorium itu.

“Kelihatannya bagus semua Sep, “ kata Danke, ”Loe pasti diterima sama Mamih. “

“Mudah - mudahan aja diterima. “

“Ohya, loe bisa nyetir ?” tanyanya.

“Bisa. SIM juga punya. “

“Kalau gitu loe aja yang nyetir. Biar gue buktiin sehalus apa loe bawa mobil, “ kata Danke sambil menyerahkan kunci sedannya. Sebenarnya sedan Danke tidak ada kuncinya, hanya ada remote control bergantelan dompet kecil berisi STNK. Kebetulan aku pernah nyoba mobil sejenis ini di kampungku. Sehingga aku tidak bingung setelah duduk di belakang sedan matic ini. Cukup dengan menekan tombol di dekat batang setir, kemudian memijatnya lagi sambil menginjak pedal rem.

Ketika sedan itu mulai kularikan di jalan besar, Danke yang duduk di samping kiriku berkata, “Gak nyangka ... loe bisa nyetir sehalus ini. Bagus Sep. Nanti kalau sekali - sekali kita ke luar kota, kita bisa gantian nyetir. “

Aku memang punya bakat nyetir dan hafalin jalan. Dengan sekali jalan saja, tak mungkin tersesat. Maka ketika aku nyetir dari laboratorium ke rumah Mamih, aku tahu pasti jalan mana yang harus dilalui, tanpa harus dibimbing oleh Danke.

Hanya butuh setengah jam aku berhasil menghentikan sedan Danke di depan rumah Mamih.

“Loe nyetirnya meyakinkan. Gue suka cara loe bawa mobil Sep, “ kata Danke sebelum turun dari mobilnya.

Kulihat banyak mobil diparkir di depan rumah Mamih.

Untuk mencapai ruang kerja Mamih ternyata harus melewati salon dulu. Ibu - ibu yang sedang ngobrol di salon, spontan berhenti bicara. Karena memperhatikan kedatanganku bersama Danke. Pandangan mereka semua tertuju padaku. Mungkin karena aku orang baru di lingkungan mereka.

Aku pun mengangguk sopan ke arah mereka. Yang mereka sambut dengan senyum di bibir masing - masing. Kemudian kuikuti langkah Danke menuju lantai dua.

Setelah mengetuk sebuah pintu di lantai dua, terdengar suara dari dalam ruangan itu, “Siapa ?”

“Danke Mam !” seru Danke.

“Masuklah. “

Danke membuka pintu dan masuk ke dalam. Aku mengikutinya dari belakang.

Setelah masuk ke dalam ruangan kerja itu, kulihat seorang wanita mengenakan gaun berwarna hijau tosca yang mengkilap, dengan belahan cukup panjang di kanan - kirinya. Ia berdiri di belakang meja tulisnya ketika melihatku. Lalu menjabat tanganku tanpa menyebutkan namanya. Lalu ia duduk lagi sambil menoleh ke arah Danke.

“Mamih ... Ini calon yang saya sebutkan tempo hari itu, “ kata Danke.

Wanita setengah baya yang dipanggil Mamih itu mengangguk, “Siapa namanya ?”

“Nama aslinya Asep, nama aliasnya Yosef, “ sahut Dadang alias Danke.

“Bagusan pakai nama Yosef, “ kata Mamih.

“Iya, ini hasil pemeriksaan dari laboratorium Mam, “kata Danke sambil menyerahkan amplop dari laboratorium itu.

Mamih membuka amplop itu, lalu mengeluarkan selembar kertas berisi hasil pemeriksaan laboratorium. Ia memperhatikan hasil pemeriksaanku itu dengan seksama.

Mamih mengangguk - angguk. Lalu menoleh ke arah Danke yang masih berdiri di sampingku. “Bagus semua hasilnya, “ kata Mamih, “Tinggalkan saja Yosef di sini. Kamu ada janji dengan Bu Nina kan ?”

“Betul, “Danke mengangguk, “Saya tinggalkan Yosef ya Mam. “

Mamih mengangguk. Danke menepuk bahuku sambil berkata, “Gue pergi dulu ya. “

“Iya, “ sahutku.

Setelah Danke keluar, Mamih mengunci pintu keluar, lalu kembali ke kursi ala direktur yang bisa berputar itu. “Duduklah Sef, “ katanya sambil duduk di kursi itu.

Aku pun duduk di kursi depan meja tulis Mamih. Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu.

“Umurmu berapa ?” tanya Mamih

“Delapanbelas, “ sahutku.

“Sudah punya pengalaman dalam sex ?” tanyanya dengan tatapan menyelidik.

“Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... “

“Dengan perempuan nakal ?”

“Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. “

“Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?”

“Dengan ... dengan saudara sepupu, “ sahutku jujur.

Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. “Kamu benar - benar berniat untuk menjadi gigolo ?”

“Iya, saya berminat. “

“Apa yang mendorongmu ingin menjadi gigolo ?”

“Pertama karena saya butuh uang. “

“Kedua ?”

“Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. “

“Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. “

“Saya siap Mam. “

“Coba kamu berdiri dan perlihatkan kontolmu seperti apa. “

Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.

“Hmm ... kelihatannya panjang juga kontolmu meski dalam keadaan lemas begitu. Coba berdirinya di sini, “ kata Mamih sambil menunjuk ke sebelah kanan meja tulisnya.

Aku pun melangkah ke sebelah kanan meja tulis Mamih. Sambil memegang kontolku yang masih lemas ini.

Mamih memutar kursinya, jadi menghadap padaku. Dan memegang kontolku, sambil meremasnya perlahan. Kontolku tetap lemas. Mungkin karena masih punya perasaan segan kepada Mamih. Dan jadi panik ketika kontolku dipegang olehnya.

“Bagaimana cara kamu supaya kontolmu ini ngaceng ?”

“Bi ... biasanya sih kalau melihat foto wanita telanjang atau nonton bokep, “ sahutku jujur.

Mamih berdiri. Lalu duduk di pinggiran kanan meja tulisnya, sambil menurunkan celana dalamnya yang putih bersih. Aku cuma berdiri canggung dan bertanya - tanya, apa yang akan Mamih lakukan ? Wooow ... dia menyingkapkan gaunnya, lalu memamerkan memeknya yang bersih dari bulu ... !

“Nah ... pandanglah memekku ... supaya kontolmu bisa ngaceng ... “ kata Mamih sambil mengusap - usap memeknya.

Jelas aku sangat terangsang menyaksikan memek Mamih itu. Tapi batinku masih linglung, sehingga kontolku hanya memanjang dan membesar, namun belum ngaceng full.

Tampaknya Mamih benar - benar ingin menyaksikan seperti apa kalau kontolku sudah ngaceng. Lalu ia duduk mengangkang di pinggiran meja tulisnya, sambil menarik kontolku. Dan mengoles- oleskan moncong kontolku ke memeknya ... !

Kini kontolku benar - benar ngaceng dibuatnya. Terlebih setelah terasa memek Mamih jadi basah dan licin dan hangat.

“Wow ... setelah ngaceng kontolmu gagah sekali Yosef. Gede dan panjang sekali. Coba dorong sampai masuk ke dalam memekku, “ kata Mamih sambil mengangakan memeknya dengan tangan kiri dan tetap memegang kontolku dengan tangan kanannya.

Aku menurut saja apa yang diperintahkan oleh Mamih. Kudorong kontolku sekuat tenaga. Tapi sulit masuknya.

“Uuuughhhh ... susah masuknya ya .... sebentar ... kita pindah ke kamarku aja yuk, “ Mamih menjauhkan kontolku dari memeknya, lalu turun dari meja tulis sambil meraih celana dalam putihnya dan menuntun tanganku menuju pintu yang di dekat sofa itu.

Aku mengikuti apa pun yang Mamih katakan, bukan semata - mata karena teringat pesan Danke. Tapi juga karena diam - diam aku merasa suka kepada Mamih yang bertubuh tinggi langsing tapi tidak kurus, Mamih yang berwajah manis dan berkulit putih bersih (menurut ukuran bangsaku).

Ternyata Mamih membawaku ke sebuah kamar tidur. Di kamar ini ada sebuah tempat tidur berukuran lebar. Sebuah lemari pakaian, sebuah meja rias yang berkaca cermin dan ada pula kamar mandi tersendiri.

Lalu Mamih bertolak pinggang di depanku, sambil berkata, “Sekarang kamu akan menempuh latihan. Agar jangan mengecewakan wanita - wanita yang membayarmu nanti ya. “

“Siap Mamih, “ sahutku sambil berdiri tegak, dengan kontol yang masih ngaceng.

Mamih memegang kedua bahuku sambil berkata, “Anggap saja sekarang kamu sedang berhadapan dengan wanita yang akan membayarmu. Kamu harus tau apa yang sebaiknya kamu lakukan. Pertama ... lepasin gaunku. “ Mami membelakangiku, sehingga aku tahu bahwa di bagian punggung gaunnya ada ritsleting yang harus diturunkan. Maka kuturunkanlah ritsleting itu.

Setelah ritsleting itu diturunkan dengan mudah aku bisa menurunkan gaunnya, sampai terlepas dari sepasang kaki Mamih.

Mamih membelakangiku dan berkata, “Sekarang behanya lepasin. “

Kuikuti saja permintaan Mamih itu. Kulepaskan kacing kait behanya yang terletak di bagian punggungnya. Mamih sendiri yang menanggalkan behanya, lalu melemparkannya ke atas bed.

Mamih masih membelakangiku. Dan berkata, “Kalau aku ini wanita yang membayarmu, kamu harus aktif. Jangan berdiam pasif. Coba katakan apa yang ingin kamu lakukan sekarang seandainya aku ini wanita yang membayarmu ?”

“Mung ... mungkin ingin memegang pantat Mamih yang gede dan indah sekali bentuknya ini, “ sahutku.

“Peganglah ... remaslah ... tepok - tepok juga boleh ... “ ucap Mamih yang masih membelakangiku.

Aku pun langsung melakukannya. Memegang bokong gede Mamih, meremasnya dan menepuk - nepuknya. Namun kedua tanganku ditarik oleh Mamih ke depan, kemudian diletakkan di permukaan sepasang toketnya. “Agar wanita membayarmu cepat horny, peganglah teteknya. Lalu remas dengan lembut. Mainkan pentilnya dengan jarimu. “

Lalu aku meremas toket kiri Mamih, toket yang belum jelas bentuknya karena aku meremasnya dari belakang Mamih. Sementara tangan kananku diarahkan oleh Mamih, untuk mengelus pentil toket kanannya dengan ujung telunjukku, sedangkan jempol dan jari tengahku untuk menjepit pentil itu.

Mamih membiarkan kedua tanganku beraksi beberapa menit. Kemudian ia bertanya, “Pernah jilatin memek ?”

“Sering, “ sahutku, “saudara sepupu saya selalu ingin dijilatin memeknya setiap kali mau bersetubuh. “

Tiba - tiba Mamih memutar badannya, jadi berhadapan denganku. Sambil tersenyum ia mengusap - isap memeknya. Dan berkata, “Kalau begitu jilatin memekku sekarang ya. Biar latihannya lancar.

“Iya Mamih, “ sahutku spontan. Karena sejak tadi pun aku sudah ingin menjilati memek Mamih yang bersih dari jembut itu, tapi belum ada instruksi dari Mamih.

Lalu Mamih melangkah ke arah springbednya yang dilapisi kain seprai berwarna pink. Di situlah Mamih celentang sambil mengusap - usap memeknya. “Kamu harus telanjang dulu Sef. “

“Iya Mam, “ sahutku sambil melepaskan sepatu dan kaus kakiku, lalu menurunkan celana jeans dan celana dalamku, sampai terlepas dari kedua kakiku. Lalu kulepaskan baju kausku, sehingga aku jadi telanjang bulat seperti Mamih.

Lalu aku naik ke atas springbed Mamih.

“Yosef ... badanmu bagus sekali, “ kata Mamih, “Kamu sering olahraga ya ?”

“Iya Mamih. “

“Menurutmu ... aku ini seperti apa ?” tanya Mamih.

Aku yang sudah terbiasa memuji orang lain, lalu menyahut, “Mamih ... ya cantik ya manis pula. Tubuh Mamih pun luar biasa indahnya. Mudah - mudahan para wanita yang akan membayarku kelak seperti Mamih semua. “

“Hihihiii ... gak mungkinlah ... wanita - wanita yang akan membayarmu itu, ada yang agak muda, ada yang lebih tua dariku. Ada yang item, ada yang putih. Ada yang gendut ada yang kurus. Ada cantik, ada yang jelek, “ kata Mamih.

Lalu kata Mamih lagi, “Tapi mereka semua orang - orang tajir. Karena itu kamu harus bersikap sebaik mungkin kepada mereka. Jangan sampai ada yang kapok, akibat sikap dan perilakumu yang kurang sopan. “

“Iya Mamih. Petunjuk dari Mamih akan kuingat terus, “ sahutku sambil berlutut di antara kedua kaki Mamih yang mengangkang.

Lalu aku menelungkup, dengan wajah berada di atas memek Mamih. Dan mulai mengusap - usap permukaan memek yang lumayan tembem itu. Lalu ... dengan penuh nafsu kuciumi permukaan memek Mami. Lidahku pun mulai kujulurkan, untuk menyapu - nyapu memek Mamih yang agak ternganga sehingga bagian dalamnya yang berwarna pink itu terlihat jelas olehku.

Mamih mulai terasa mengejang - ngejang. Kedua tangannya pun mengusap - usap rambutku. Terlebih setelah aku menyelinapkan jaru tengah dan telunjukku ke dalam celah memeknya, sementara lidah dan bibirku terkonsentrasi untuk menjilati dan mengisap - isap kelentitnya.

Mamih pun mulai mendesah dan merintih perlahan, “Yosef ... oooooh ... Yosef ... ternyata kamu sangat ... sangat pandai jilatin ... jilatin memek .... oooh ... Yosef ... jilatin dan isep terus itilnya Seeeef ... oooohhh ... ini enak sekali Yoseeeef ... “

Mamih menggeliat - geliat terus, sambil merintih - rintih perlahan. Tangannya bukan cuma mengusap - usap rambutku lagi. Kini rambutku diremas - remas, terkadang dijambak - jambak.

Ini mengingatkanku pada Lilis, saudara sepupu yang usianya 10 tahun lebih tua dariku. Tapi dia harus manggil Kang padaku, karena ibunya adik almarhumah ibu kandungku.

Aku masih ingat bahwa Lilis yang saat itu menjanda, merupakan pengalaman pertamaku merasakan hubungan sex. Lilis selalu ingin dijilatin memeknya sebelum kusetubuhi. Sehingga aku cukup berpengalaman dalam soal jilmek.

Dan kini aku berhasil membuat Mamih terlena - lena, dengan tubuh menggeliat - geliat, dengan nafas berdesah - desah. Terlebih ketika kelentitnya kuisap - isap sekuatnya, terasa tubuh wanita setengah baya yang cantik itu tergetar - getar dibuatnya.

Sampai pada suatu saat, kedua telapak tangan Mamih mendorong kepalaku. “Cukup Sef ... masukkan aja kontolmu. “

Tanpa buang waktu, aku pun berlutut di antara kedua kaki Mamih yang mengangkang, sambil meletakkan moncong kontolku di mulut memek yang sudah basah itu. Sambil berlutut dan membungkuk pula kudesakkan kontolku sekuat tenaga. Langsung membenam ke dalam liang memek yang sudah licin ini. Tapi tidak bisa masuk semuanya, karena mentok di dasar liang memek Mamih.

“Duuuh ... kontolmu memang panjang sekali ... sampai nabrak dasar liang memekku ... “ ucap Mamih terengah, “nanti pasti banyak ibu - ibu yang ketagihan sama kamu ... ayo entotin Sef ... “

Mendengar instruksi itu aku langsung mengayun kontolku yang sudah berada di dalam liang memek Mamih.

Mamih pun menarik kedua lenganku, sehingga dadaku terhempas ke sepasang toket Mamih yang berukuran sedang dan masih lumayan padat kenyal itu.

“Sambil mainin tetekku Sef, “ ucap Mamih ketika entotanku mulai lancar.

Lalu Mamih memberi petunjuk bagaimana cara memainkan toket yang benar. Bahwa aku boleh meremasnya, tapi jangan terlalu kuat, karena bisa menyakitkan pasangan seksualku nanti. Mamih juga menganjurkan untuk mengulum pentilnya sambil menjilatinya di dalam mulutku.

Mamih juga menganjurkan untuk menjilati lehernya. Bahkan ketiaknya juga. Karena bagian - bagian sensitif itu akan menimbulkan kenikmatan tersendiri bagi wanita yang kusetubuhi.

Mamih juga ngasih tahu, bahwa sebagian wanita senang kalau Sang Gigolo memakai kondom pada waktu menyetubuhinya. Tapi banyak juga yang tidak suka benda yang terbuat dari karet itu. Jadi sebaiknya aku selalu membekal kondom setiap mau berkencan dengan wanita yang akan membayarku.

Banyak lagi petunjuk dari Mamih, yang harus kucamkan di dalam hati.

Lalu kulanjutkan lagi “latihan” dengan Mamih ini. Ternyata aku mendapat pujian. Mamih berkata, “Kontolmu luar biasa panjangnya Sef. Pasti bakal banyak wanita yang ketagihan nanti. Soalnya enak sekali. Puncak kontolmu bisa terus - terusan menyundul dasar liang memek begini ... lagian wajahmu tidak mengecewakan. Kamu lebih tampan daripada Danke. “

Kebetulan pula aku cukup tangguh pada waktu menyetubuhi Mamih ini. Sudah bermacam - macam posisi kami lakukan, sehingga Mamih sudah orgasme 2 kali. Tapi aku tetap tangguh dan belum terasa gejala - gejala mau ngecrot.



Aku benar - benar digembleng oleh Mamih, untuk membentuk diriku sebagai lelaki muda yang tangguh dan memuaskan di atas ranjang.

Mamih pun menasehatiku, agar selalu berdandan rapi sebelum ketemuan dengan wanita yang akan “menyewaku”. Aku juga harus selalu menjaga sopan santun waktu sedang bersama dengan “klien”. Ya, Mamih menyebut wanita - wanita yang suka memakai jasa gigolo itu sebagai klien.

Sebelum pulang, aku masih sempat mendengar bisikan Mamih, “Kapan - kapan kalau aku pengen dientot sama kamu, harus mau ya. “

“Iya Mamih. “

Lalu Mamih memberikan 5 lembar uang seratusribuan. Buat membeli vitamin dan suplemen, katanya.

Hari sudah larut malam ketika aku meninggalkan rumah Mamih.

Setibanya di rumah Danke, ternyata sahabatku itu sudah ada di rumah lagi.

“Kok udah pulang ? Kirain mau nginep bersama wanita yang nyewa loe, “ kataku.

“Wanita yang punya suami sih gak bisa nginep. Kecuali kalau suaminya sedang jauh atau ke luar negeri, baru bisa nginep. Ohya, tadi ngapain aja di rumah Mamih ? Dikasih perempuan untuk latihan ngewe ?”

“Sama Mamih sendiri. “

“Haaa ?! Jadi latihan eweannya sama Mamih ?”

“Iya. Sampai berjam - jam. “

“Hahahaaa ... berarti nasib loe bagus Sef. Gue aja gak dilatih langsung sama Mamih. “

“Kirain semua gigolo dilatih sama Mamih. “

“Berapa ronde main sama Mamih tadi ?”

“Tiga ronde. Makanya sampai berjam - jam. Mamih ingin tau ketangguhan gue seberapa kuat. Karena kadang - kadang suka ada dua atau tiga wanita yang membooking seorang gigolo, katanya. “

“Berarti loe lulus trainingnya dong. “

“Lulus. Malah gue dikasih duit limaratusribu. Buat beli vitamin dan suplemen katanya. “

“Wah sukurlah. Berarti loe bakal jadi kesayangan Mamih tuh. “

“Gue sih gak terlalu ngarepin masalah itu. Sekarang ini cita - cita gue sih pengen banyak duiiiit ... itu aja. “

“Soal duit sih akan datang dengan sendirinya setelah loe bisa nyenangin orang. “

“Ohya, menurut loe apa yang paling menyenangkan hidup sebagai gigolo itu Dank ?”

“Gue sih enjoy banget Sef. Rasanya pekerjaan gue selalu nyenengin. Soalnya gue bisa nyobain bermacam - macam memek wanita setengah baya. Sedangkan gue udah lama seneng banget sama wanita setengah baya. Kadang gue mikir gak dikasih duit juga gakpapa, asalkan bisa ngentot memeknya aja. Hahahaaaa .... !”
Maaf suhu. Telat baca cerita yg mantap ini
 
Wanita berhijab memang memiliki pesona tersendiri.
Bikin penasaran pula. Terima kasih utk updatenya hu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd